Infiltrasi PKI Menghancurkan Nama DI / TII
Ahad, 27 September 2020
Faktakini.net
*INFILTRASI PKI MENGHANCURKAN NAMA DI/TII*
Oleh : Muzaki Ruthab
Kalau kita tarik kebelakang perjuangan politik umat Islam tahun 1947 benar-benar berada dalam tekanan kekuatan militer yang pada masa-masa itu seluruhnya berada ditangan orang-orang kiri yaitu PKI dan kaum Sosialisme.
Pertentangan semakin meruncing ketika Menteri Pertahanan Amir Sjarifuddin membentuk Inspektorat Perjuangan sebagai badan yang mewadahi laskar-laskar perjuangan rakyat.
Sejak Amir Sjarifuddin menjadi Menteri Pertahanan, semua perwira tentara Republik adalah anggota kaum kiri (Komunis dan Sosialis), dan dengan demikian, kemungkinan Laskar Sabilillah dan Hizbullah diterima untuk masuk TNI sangat tipis karena kurangnya pendidikan para laskar tersebut.
Laskar-laskar Islam juga khawatirkan TNI hanya akan mengambil senjatanya, dan kemudian mereka segera dipulangkan ke tempatnya masing-masing. Kekhawatiran laskar-laskar Islam terhadap keberadaan kelompok kiri dalam tubuh TNI secara tersirat juga dicatat _Cornelis van Dijk_ dalam Darul Islam Sebuah Pemberontakan (1995).
Menurutnya, meski tidak mungkin merinci semua konflik bersenjata antar laskar maupun merinci semua satuan gerilya dalam pusaran tersebut, yang jelas pada waktu itu banyak satuan-satuan "milisi liar" terutama yang jumlahnya kecil dan perlengkapan senjatanya terbatas yang diserap oleh tentara Republik.
Artinya, tidak menutup kemungkinan banyak satuan-satuan milisi-milisi Komunis kebanyakan para gerombolan bandit yang bergabung dengan TNI dan hal tersebut yang dihindari oleh laskar Islam seperti Hizabullah dan Sabilillah.
Kemarahan laskar-laskar Islam di Jawa Barat kepada Amir Sjarifuddin memuncak setelah Perjanjian Renville yang mengharuskan TNI untuk mengosongkan wilayah Jawa Barat berdasarkan garis van Mook. Amir Syarifuddin telah dianggap menjual Jawa Barat kepada Belanda.
Saat Divisi Siliwangi hijrah ke Jawa Tengah, Kartosoewiryo beserta laskar-laskar Islam terutama Hizbullah dan Sabilillah justru memilih bertahan di Jawa Barat.
Kartosoewiyo mendapat simpati yang besar dari para ulama dan rakyat Priangan terhadap kekuatannya ketika terjadi pertempuran antara pasukannya melawan Belanda di Gunung Cupu.
Para ulama dan rakyat Priangan pun tahu bahwa Kartosuwiryo adalah satu-satunya politikus yang tidak hijrah ke Jawa Tengah dan selalu menolak setiap perundingan yang dilakukan antara Republik dengan Belanda.
Banyak pemimpin-pemimpin umat Islam di Jawa Barat berbondong-bondong ke tempat-tempat yang dipertahankan Kartosuwirjo dan TII di lereng Gunung Cupu untuk mencari perlindungan dan pertolongan, karena mereka bukan saja dikejar oleh tentara Belanda melainkan juga oleh kaum komunis dan sosialis.
Di pengujung 1949 setelah Negara Islam Indonesia (NII) diproklamasikan, digelar Kongres Muslimin Indonesia di Yogyakarta pada tanggal 20-25 Desember. Pada kongres tersebut dibahas pula soal gerakan DI/TII yang dipimpin Imam Kartosoewirjo.
Fakta dikemukakan oleh anggota kongres mengungkapkan, sengketa antara laskar Islam dengan TNI berakar pada peristiwa perlucutan senjata laskar Hizbullah dan Sabilillah Jawa Barat di awal perjuangan kemerdekaan.
Pada saat itu perasaan umat Islam sangat terluka. Karena itu kerjasama dengan TNI menjadi retak.
Selain itu juga terungkap fakta bahwa Front Demokrasi Rakjat (FDR) yang merupakan “kaum merah" atau kaum Komunis mencoba mematahkan tenaga umat Islam dengan mempergunakan TNI.
Uraian-uraian dalam sejumlah buku sejarah tentang Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat, fakta bahwa memang kelompok kiri yaitu Komunis (PKI) terlibat dalam memperkeruh suasana keamanan warga sipil.
Sementara pada catatan sejarah yang ditulis _Cornelis van Dijk_ dalam Darul Islam Sebuah Pemberontakan (1995), ia juga menulis bahwa aksi-aksi perampokan dan pembakaran-pembakaran kampung itu sebagai kelakuan kelompok-kelompok Komunis bersama-sama dengan gerombolan bandit.
Van Dijk peneliti Belanda menyebutnya “gerombolan garong". Dan diketahui kemudian bahwa "gerombolan garong" ini adalah merupakan binaan Front Demokrasi Rakyat (FDR) yaitu Komunis (PKI).
Milisi Siluman atau "Gerombolan Garong" ini persenjatai dan menyamar dengan seragam TII dalam melancarkan operasi militernya. Tujuan utama dari operasi infiltrasi ini adalah menghilangkan simpati dan dukungan ummat Islam dan para Ulama terhadap gerakan DI/TII.
Jadi pertarungan Komunis yaitu PKI terhadap kelompok-kelompok Islam adalah abadi termasuk DI/TII. Komunis (PKI) selalu berusaha menghancurkan lawan abadi dengan berbagai cara termasuk infiltrasi ke dalam kelompok-kelompok Islam.
Ketika Serikat Islam (SI) kuat mereka berusaha menyusup dan menghancurkan dari dalam. Begitupun Kaum Komunis (PKI) ketika pecah DI/TII melalui Front Demokrasi Rakyat (FDR) dan OPR (Organisasi Perlawanan Rakyat) sebagian besar mereka adalah anggota PKI, mereka melakukan perampokan, pemerkosaan, membakar desa-desa dengan berseragam TII. Itupun mereka lakukan juga di Sumatera Barat ketika pecah PRRI. _(FMZ)_