Korban G30S/PKI dan 10 Buku yang Tak Sempat Dibaca DI Pandjaitan
Senin, 28 September 2020
Faktakini.net, Jakarta - "Dor... dor... dor!" Prajurit Tjakrabirawa menembak secara membabi buta rumah Brigadir Jenderal Donald Ishak (DI) Pandjaitan di Jalan Sultan Hasanudin, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada Jumat dini hari, 1 Oktober 1965. Seisi rumah pun panik.
Prajurit Tjakrabirawa, yang mengaku diutus Sukarno untuk membawa DI Pandjaitan, tak sabar. "Tak usah ganti pakaian, tak usah berdoa!" teriak mereka.
Di dalam kamarnya di lantai 2, Brigjen DI Pandjaitan yang sudah mengenakan seragam militer khusyuk dalam doa. Dalam buku 'Kunang-kunang Kebenaran di Langit Malam' dituliskan menjadi kebiasaan DI Pandjaitan selalu mengawali kegiatannya dengan berdoa.
"Kami hitung sampai tiga, jika jenderal tidak mau turun, kami akan menggranat," teriak prajurit Tjakrabirawa.
DI Pandjaitan pun keluar dari kamar dan berjalan menuruni anak tangga. Di anak tangga ketiga, DI Pandjaitan diminta angkat tangan. Saat sang jenderal berada tepat di tengah tangga, seorang prajurit Tjakrabirawa melepaskan tembakan namun meleset dan mengenai lampu gantung.
Jenderal kelahiran Balige, Sumatera Utara, 9 Juni 1925, itu pun keluar dari rumah mengikuti Tjakrabirawa. Catherine, putri sulung DI Pandjaitan, mengintip saat sang ayah berhadapan langsung dengan Tjakrabirawa di halaman.
Di halaman itu, Tjakrabirawa memerintahkan DI Pandjaitan bersikap tegak. Namun sang Jenderal menolak dan memilih terus berdoa. Dalam posisi berdoa itulah sebutir peluru ditembakkan ke bagian kepalanya.
DI Pandjaitan pun tumbang ke belakang membentur lantai halaman depan teras. "Papi... Papi...!" Catherine berteriak histeris saat tubuh ayahnya roboh bersimbah darah lalu diseret oleh para prajurit Tjakrabirawa ke atas truk.
Jenazah DI Pandjaitan lalu dibawa Tjakrabirawa ke kawasan Lubang Buaya di Halim, Jakarta Timur. Gerombolan PKI memasukkan jenazah DI Pandjaitan bersama lima jenderal lainnya dan satu perwira TNI AD ke sebuah sumur tua untuk menghilangkan jejak.
Tiga hari kemudian, jenazah mereka ditemukan. Pada 5 Oktober 1965, jenazah enam jenderal dan satu perwira TNI AD korban G30S/PKI dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan.
Beberapa jam sebelum DI Pandjaitan diculik dari rumahnya, keluarga merasakan sejumlah kejanggalan. Pada Kamis sore, 30 Oktober 1965, rumah keluarga ini sepi. Padahal biasanya selalu ada tamu.
DI Pandjaitan, yang biasanya memanfaatkan waktu dengan membaca buku, mengobrol dengan istrinya, atau bermain golf saat tak ada tamu, hari itu lebih banyak melamun.
"Yang lebih mengherankan kami, sewaktu melihat ayah duduk melamun di teras lantai dua. Hanya mengenakan kaus, ayah tampak santai," kata putra-putri DI Pandjaitan seperti dikutip dari buku 'Kunang-kunang Kebenaran di Langit Malam'.
Hal lain yang mengejutkan keluarga adalah hari itu DI Pandjaitan memesan 10 jilid buku dogmatik dari luar negeri. Padahal dia biasanya suka membaca buku-buku tentang ekonomi dan militer.
Namun DI Pandjaitan tak sempat menyentuh buku-buku yang dipesannya itu. Sang jenderal gugur dalam tragedi G30S/PKI sebelum buku yang dia pesan datang.
Sumber: DetikNews