Terkait Penusuk Syekh Ali Jaber, Damai Lubis: Polri Jangan Terpaku Dengan Observasi Klinis Terhadap Orang Gila Sebagai Dader




Selasa, 15 September 2020

Faktakini.net

*Polri Perlu Langkah Berani dalam Karya Hukum, Tidak Terpaku dengan Observasi Klinis terhadap Orang Gila sebagai Dader/ Pelaku Delik*

*( Polŕi Tidak Boleh Kaĺah Dengan KPU yang Tidak memiliki Fungsi atau Kontrol Sosial Huku, akan tetapi Berani Menetapkan Orang Gilà Boleh Ikut Pemilu*

*Oleh : Damai Hari Lubis*                                                       

*Sekretaris DK. DPP. KAI /Kongres Asvokat Indonesia*                     

*Polisi tidak mesti menunggu hasil medis, saat orang " tidak waras berbuat delik " lalu tertangkap, kenyataanya setelahnya baru akan ada upaya dari siapapun untuk observasi dalam psikologi klinis terhadap keadaan jiwa si pelaku. Maka idealnya demi kepentingan undang- undang yang kaedahnya untuk melindungi Kepentungan Manusia dalam artian Masyarakat Luas. Hendaknya Penyidik segera Ambil Langkah Berani Demi Pemenuhan Unsur- Unsur Tupoksi Polri, yakni Penegakan Hukum, Perlindungan, Pengayoman dan Kemananan serta Kenyamanan Berkehidupan Sosial dan lingkungannya, juga Demi Kepastian Hukum. Oleh karenanya Kasus Pelaku Delik Orang Gila atau Tidak Waras, segera saja menaikan Proses Hukumnya kepada JPU tepat durasi sesuai KUHAP/ Acara Pidana, begitupun JPU, segera perkaranya SP. 21 kan. Sisi positif lainnya biarkanlah proses pengadilan melalui Majelis Hakimnya Menemukan Hukum, sesuai salah satu fungsi Hakim yang memang menjadi bagian hak utamanya, apabila terjadi peristiwa konkrit ( contoh kasus a quo pembunuhan atau penganiayaan yang marak dilakukan dengan modus operandi ' Orang Gila '*

*Sehingga sisi positif oleh sebab vonis hukum nantinya, Penguasa Pemerintahan Negara ini dan Masyarakat akan mendapatkan yurisprudensi atau alasan legalitas tentang Apakah Tertuduh yang berpenyakit Jiwa Memang Layak Untuk Dihukum, walau belakangan setalah peristiwa delik ada Keterangan Ahli, bahwa Pelaku atau Terdakwa mengalami gangguan mental/ jiwa dengan level sama sekali tidak dapat dipertanggung jawabkan perbuatan hukumnya sesuai isi pasal 44 KUHP/ Pidana Materil. Itu terkait urusan nanti, yang jelas fungsi hukum sesuai kaedah untuk kepentingan masyarakat umum sudah dilaksanakan oleh pelaksana hukum itu sendiri, melalui lembaga peradilan. Selain itu Polri sebelumnya terkait fungsi hukum sudah pernah melakukan terobosan hukum, fakta hukumnya telah ada eksampel dari Polri, yakni terbitnya Perkapolri yang membatasi jam unjuk rasa, dan kenyataannya telah mendapatkan jastifikasi ( walau sefihak ), yang nota bene Jam Unjuk Rasa Tidak Ada Ketentuannya didalam Pasal - Pasal UU. RI. No. 9 Tahun 1998 Tentang Kebebasan Menyampaikan Pendapat Dimuka Umum atau yang dikenal publik sebagai Undang- Undang Demo. Juga selain itu Polri sudah mendapatkan alas hukum atau Yurisprudensi atau kaedah ' legal ' yang diterbitkan KPU / Komisi Pemilu, bahwa Orang Gila Sah Ikut Pemilu, walau KPU sebuah institusi yang Bukan Berbasis Penegakan Hukum Bukan Pembuat UU, Bukan Perevisi UU, Tidak Kuasa Membatalkan UU ( layaknya hak yang dimiliki oleh MK, DPR RI dan Presiden ), serta tidak memiliki fungsi sosial kontrol untuk penemuan hukum seperti Para Hakim, atau melirik untuk mengadopsi hukum negara USA. Bahwa Orang Gila yang Membahayakan Nyawa Manusia Lainnya,dijatuhi eksekusi mati*

*Maka dengan beberapa alasan hukum tersebut diatas maka Polri sebaiknya melanjutkan penyelidikan dan penyidikan terhadap pelaku yang baru disinyalir sebagai orang gila ( sedang beberapa korbannya bukan sekedar dugaan, tapi nyata ada ). Maka daripada terus berpolemik, sedang kondisifitas kenyamanan kehidupan dan sosial politik terganggu karena " Orang Gila ", yang akan memakan korban lagi, dan bebas lagi, segerakan saja pihak penyidik Polri limpahkan perkara pidana umum ýang sangat sederhana ini, serta telah mendapatkan 2 ( dua ) alat bukti permulaan yang cukup menurut KUHAP*

*Apabila Pihak Polri kembali klasik berstatemen, " Pelaku Tidak Dapat Diproses oleh karena Sakit Jiwa,". Maka masyarakat akan bertanya - tanya quo vadis Polri ? Demi orang gila yang bebas memakan Paŕa Korban atau demi keamanan masyarakat luas dan sehat pada umumnya dan berdaya guna ? Atau ada alasan agenda politis yang tersembunyi dan inkonstitusionàl ?*

*Catatan : Artikèl Sebatas Pendapat Hukum diluar Konteks Tanggung Jawab Pengelola Negara Terhadap Orang Berpenyakit Jiwa*