Aliansi Nasional Anti Komunis: Inilah 13 Konsekuensi Hukum UU Cipta Kerja Omnibus Law







Ahad, 11 Oktober 2020

Faktakini.net, Jakarta - Aliansi Nasional Anti Komunis: Inilah 13 Konsekuensi Hukum UU Cipta Kerja Omnibus Law

1. Pembahasan RUU Ciptaker tidak transparan dan terlalu terburu2, tidak sesuai amanat hukum tentang Pembentukan UU

2.  RUU Ciptaker bertentangan dgn asas hukum

3. RUU Ciptaker berpotensi membuka pintu penyalahgunaan kekuasaan oleh eksekutif, karena RUU Ciptaker banyak mendelegasikan pengaturan lebih lanjut kedalam kewenangan eksekutif.

4. RUU Ciptaker dapat merusak tatanan sistem hukum Indonesia

5. Dalam RUU Ciptaker, Terjadi kemunduran jaminan perlindungan terhadap hak-hak buruh.

6. RUU Ciptaker melonggarkan proses pembuatan AMDAL sehingga berpotensi memperluas kerusakan lingkungan

7. RUU Ciptaker memberikan kewenangan luas kpd Pemerintah atas nama "kepentingan strategis nasional" dalam urusan tata ruang yg dapat membahayakan lingkungan hidup

8. RUU Ciptaker berpotensi memicu luasnya penggusuran paksa atas nama pembangunan dan pengadaan tanah demi kepentingan umum, dengan memperluas kategori "kepentingan umum"

9. RUU Ciptaker mempermudah penguasaan lahan oleh korporasi, salah satunya dgn menghapus kewajiban pembangunan kebun plasma minimal 20% dari luas total izin HGU, memperluas jurang kentimpangan penguasaan lahan antara masyarakat dgn korporasi

10. RUU Ciptaker juga diskriminatif, lebih pro terhadap korporasi, dengan melonggar beberapa aturan pidana dari sanksi pidana penjara menjadi sekedar sanksi adminsitrasi denda

11. RUU Ciptaker melemahkan kewenangan MUI dalam proses pengawasan kehalalan suatu produk, serta melonggarkan persyaratan mendapatkan fatwa halal

12. RUU Ciptaker merubah orientasi Lembaga Pendidikan dari yang bersifat sosial nirlaba menjadi berorientasi bisnis dgn adanya persyaratan Izin Usaha

13. RUU Ciptaker melegitimasi bagi usaha liberalisasi dan privatisasi sektor Ketenagalistrikan, yang seharusnya dikuasai negara karena merupakan cabang produksi penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, sesuai Pasal 33 ayat (2) UUD 1945.