Bertahan Hingga Malam Di Alun-Alun Purwokerto, Massa Aksi Tolak UU Cilaka Dibubarkan Aparat
Jum'at, 16 Oktober 2020
Faktakini.net, Jakarta - Gelombang aksi penolakan terhadap UU Cilaka (Cipta Lapangan Kerja) atau Omnibus Law terus meluas di berbagai kota, termasuk di Purwokerto, Jawa Tengah.
Ratusan orang yang tergabung dalam Serikat Masyarakat Bergerak (Semarak), hingga Kamis (15/10/2020) malam sempat bertahan di Alun-alun Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, sebelum akhirnya dibubarkan aparat.
Massa yang terdiri atas mahasiswa dan ormas mendesak Bupati Achmad Husein dan DPRD Banyumas menandatangani surat pernyataan menolak Undang-undang (UU) Cipta Kerja atau Omnibus Law.
Berdasarkan pantauan Kompas.com, massa berkumpul di depan lintu gerbang Kantor Bupati dan gedung DPRD Banyumas.
Selepas Maghrib, massa berorasi yang dilanjutkan dengan menyanyi bersama dan pembacaan puisi.
Aksi unjuk rasa hari ini merupakan yang ketiga kalinya berlangsung di Purwokerto.
Sebelumnya aksi serupa digelar di alun-alun untuk menuntut DPRD Banyumas menolak omnibus law, Kamis (8/10/2020).
Aksi serupa juga digelar di beberapa titik, Senin (13/10/2020).
Diberitakan sebelumnya, massa dari Semarak menggelar unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja di Alun-alun Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Kamis (15/10/2020).
Unjuk rasa ini diawali dengan mengibarkan bendera merah putih setengah tiang di alun-alun. Kemudian dilanjutkan dengan menggelar shalat ashar berjemaah dan doa bersama.
Koordinator Lapangan Fakhrul Firdausi dalam orasinya menuntut Bupati Banyumas Achmad Husein menandatangani surat pernyataan menolak UU Cipta Kerja.
"Omnibus law ini cacat materil dan formil," kata Fakhrul.
Aparat kepolisian membubarkan aksi mahasiswa yang menolak Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja menggunakan water cannon dan gas air mata di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, pada Kamis (15/10).
Massa aksi tiba di depan Gedung DPRD Banyumas sekitar pukul 14.00 WIB. Setelah itu mereka menyampaikan orasi yang berisi penolakan terhadap beleid yang telah disahkan oleh DPR tersebut.
Lugas Ichtiar, salah satu mahasiswa peserta demo, mengungkapkan salah seorang rekannya yang lemas sempat diamankan oleh aparat di tengah aksi.
"Ada teman kami yang diamankan ke dalam. Kami tidak mau mundur selama teman kami tidak dikembalikan. Setelah terjadi lobi-lobi, kami minta aparat mengeluarkan teman kami," ujar kepada CNNIndonesia.com, Kamis (15/10).
Aparat kemudian mengembalikan rekan Lugas. Massa mulai ditarik mundur sekitar pukul 19.28 WIB. Pada pukul 20.00 WIB, aparat mulai menembakkan water canon untuk memukul mundur massa. Selang 5 menit, gas air mata mulai ditembakkan. Massa akhirnya menarik diri pada pukul 20.15 WIB.
"Jadi, bukan karena diawali dengan kericuhan. Kami tetap bikin border di depan tetapi polisi menginginkan kami untuk bubar dengan cara menggunakan water cannon dan gas air mata," ujarnya.
Dikutip dari Antara, Kepala Polresta Banyumas Komisaris Besar Polisi Whisnu Caraka mengatakan pihaknya menyiagakan sekitar 1.000 personel untuk mengamankan aksi unjuk rasa tersebut.
"Untuk pengamanan, kami melibatkan semua unsur, dari Polri ada, dari TNI ada, dari pemerintah daerah juga ada," jelas Wishnu.
Menurut dia, hal itu dilakukan untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan yang dapat terjadi seiring dengan pelaksanaan unjuk rasa tersebut.
Lima pelajar STM diamankan polisi pasca aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja di kawasan Pemkab Banyumas. Mereka dinilai melakukan provokasi.
Hal itu dikatakan Kapolresta Banyumas Kombes Whisnu Caraka.
“Kami bubarkan aksi karena kami sudah memberi peringatan sejak maghrib. Kami berikan kesempatan sampai pukul 20.00 tetapi tidak bubar juga dan sudah mengganggu. Lima anak ini anak STM yang diduga memprovokasi,” katanya.
Kelima anak tersebut saat ini diberikan pembinaan. “Tidak ada mahasiswa yang kami amankan. Mereka anak-anak STM ini kami lakukan pembinaan dan kami beritahukan pada orang tua mereka. Nantinya mereka dijemput,” katanya
Sumber: kompas.com, radarbanyumas.co.id dan lainnya