Press Release Sidang Pengujian UU Penanganan Covid 19 Di Mahkamah Konstitusi

 



Kamis, 22 Oktober 2020

PRESS RELEASE

SIDANG PENGUJIAN UU PENANGANAN COVID 19 DI MAHKAMAH KOSTITUSI 

_Assalamualaikum wr. wb._ 

*Tim Advokasi Penyelamat Anggaran Negara (TAPERA)*, selaku kuasa hukum dari Para Pemohon *H. Ahmad Sabri Lubis, H. Munarman, S.H. dkk,* telah melaksanakan persidangan via daring, Pengujian UU No. 2 Tahun 2020 Tentang Penanganan COVID-19, dengan Nomor Perkara 43/PUU-XVIII/2020 dengan agenda Mendengarkan Keterangan Ahli dari Pemohon : *DR. ABDUL CHAIR RAMADHAN, S.H., M.H."* 


Dalam persidangan _Judicial Review_ UU Penanganan Covid-19 tersebut Ahli memberikan keterangan sebagai berikut :

1. Keadaan darurat, tidak serta merta dapat menyimpangkan hukum pidana. Walaupun dimungkinkan terjadi penyimpangan pidana dengan alasan pembenar, alasan pemaaf dan alasan perintah jabatan, akan tetapi semua alasan-alasan tersebut adalah kewenangan hakim dalam menilai pada proses peradilan pidana yang bebas. Justru sebaliknya alasan kedaruratan dapat menjadi faktor pemberat hukuman sebagaimana Tindak Pidana Korupsi;

2. Itikad atau niat bukan merupakan unsur dalam hukum pidana, kecuali pidana percobaan dan pidana makar, yang mana sudah cukup jika dalam tindakan dapat dibuktikan kesalahan serta dapat dipertanggungjawabkan secara pidana, tanpa perlu melihat itikad atau niat;

3. Asas dan dogma hukum memiliki nilai lebih tinggi dari norma, karena itu tidak bisa konstruksi norma bertentangan dgn asas dan dogma hukum;

4. Konstruksi norma pada pasal 27 UU Penanganan Covid 19, membuka peluang rekayasa hukum yg menyebabkan rusaknya Sistem peradilan pidana _(Criminal Justice System)_ yang berlaku di Indonesia. 

5. Tidak dapat dibenarkan adanya analogi dalam Pasal 27 UU Penanganan Covid-19 terkait dengan keadaan darurat dengan mempersamakannya dengan ketentuan keadaan darurat dalam Pasal 48 KUHP. Hukum Pidana tegas melarang analogi. 

Berdasarkan hal tersebut UU Penanganan  Covid-19 sangat jelas mengandung ketidaktaatan asas, bertentangan dengan prinsip-prinsip (doktrin) hukum pidana. Kesemuanya itu akan memberikan peluang terjadinya rekayasa dalam bekerjanya sistem hukum pidana. Jika norma Pasal 27 UU Penanganan Covid 19 tetap ada dan mempunyai kekuatan hukum mengikat, maka akan memberikan justifikasi kepada pemerintah untuk melakukan tindakan rekayasa dalam penerapan hukum. Kesemuanya itu bertentangan dengan aksiologi hukum yang dianut oleh UUD NRI 1945. 

Untuk sidang selanjutnya akan dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 27 Oktober 2020, Pukul 09:00 WIB dengan agenda mendengar keterangan Saksi dari Pemohon 43/PUU-XVIII/2020. 

Jakarta, 22 Oktober 2020

_Wassalamualaikum Wr. Wb_

*Tim Advokasi Penyelamat Anggaran Negara (TAPERA)* 

Cp : 

Ali Alatas, S.H. (085888908944)

Sumadi Atmadja, S.H. (085694502442)