Bukan Penegakan Protokol Covid-19, Tapi Sentimen Pada HRS Dan Mau Gagalkan Reuni 212?

 




Senin, 16 November 2020

Faktakini.net

*BUKAN PENEGAKAN PROTOKOL COVID-19, ITU SENTIMEN KEPADA HRS DAN PRA KONDISI PENGGAGALAN REUNI 212 ?*

Oleh : *Ahmad Khozinudin*

Sastrawan Politik

Kapolda Metro Jaya Irjen Nana Sudjana dan Kapolda Jawa Barat Irjen Rudy Sufahriadi dicopot dari jabatannya karena dinilai lalai dalam menegakkan protokol kesehatan. Pencopotan itu tertuang dalam surat telegram Kapolri tertanggal 16 November 2020.

Bahkan, dalam Dalam Surat Telegram bernomor ST/3222/XI/KEP/2020 tanggal 16 November 2020, Kombes Heru Novianto selaku Kapolres Bogor juga digantikan oleh Kombes Hengki Haryadi. Hengki sebelumnya menjabat Analis Kebijakan Madya Bidang Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri.

Meskipun Polri tak menjelaskan secara lebih rinci alasan pencopotan kedua Jenderal polisi berbintang dua tersebut. Namun, patut diduga pencopotan dilakukan tak lepas dari sejumlah kerumunan massa belakangan ini di daerah Jakarta dan Jawa Barat yang melibatkan Pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab.

Tak berselang lama, Polda Metro Jaya juga resmi memanggil Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan terkait dugaan pelanggaran protokol kesehatan di pernikahan Putri Habib Rizieq. Anies rencananya akan dipanggil pada Selasa 17 November 2020.

Publik khususnya Umat Islam, patut mempersoalkan pencopotan dan pemanggilan Gubernur DKI Jakarta ini masih terkait babak lanjutan pertarungan Revolusi Akhlak vs Revolusi mental. Tindakan dimaksud bukan atau sulit jika dianggap sebagai upaya menegakkan protokol kesehatan, disebabkan :

*Pertama,* pada Rabu (23/9/2020) yang lalu,  Wakil Ketua DPRD Tegal Wasmad Edi Susilo menggelar hajatan dengan konser dangdut yang dihadiri oleh ribuan orang di Lapangan Tegal Selatan. Penonton dan tamu undangan berjubel dan dipastikan melanggar protokol kesehatan dimasa pandemi.

Sebelumnya, pasangan bakal cawali dan cawawali Gibran Rakabuming Raka-Teguh Prakosa  pada saat mendaftar membawa massa dalam jumlah banyak sehingga terjadi kerumunan di kator KPU. Hal itu melanggar aturan protokol kesehatan COVID-19 yang telah ditetapkan pemerintah. (6/9/2020).

Atas pelanggaran ini, Kapolda Jateng, Kapolresta Solo dan Kapolres Tegal tidak dicopot jabatannya. Semestinya, jika pencopotan Kapolda Metro Jaya Irjen Nana Sudjana dan Kapolda Jawa Barat Irjen Rudy  Sufahriadi karena alasan penegakan protokol kesehatan dimasa pandemi, Kapolda Jateng, Kapolresta Solo dan Kapolres Tegal juga dicopot. Nyatanya tidak demikian.

Lagipula, biasanya untuk urusan pencopotan sejumlah pejabat Polri, meski dengan alasan tertentu, Polri mengatakan hal itu hanyalah proses mutasi biasa. Sebuah mekanisme penyegaran yang biasa dilakukan di lingkungan Polri.

*Kedua,* pada kasus sebagaimana dijelaskan pada poin 1, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo juga tidak dipanggil Polda Jateng. Padahal, tidak ada kabar Ganjar mendenda Ketua DPRD Tegal. Berbeda dengan Anies Baswedan, yang telah memberlakukan denda kepada HRS dan dipatuhi oleh HRS.

Karenanya, pemanggilan Anies Baswedan oleh Polda Metro Jaya meski dengan nomenklatur Undangan Klarifikasi, jelas memiliki motif lain. Maksudnya, alasan penegakan protokol kesehatan dimasa pandemi, serta sejumlah pelanggaran yang dipersoalkan, bukanlah tujuan pemanggilan, namun ada motif yang lain.

*Ketiga,* boleh jadi yang menjadi motif dan latar belakang pencopotan sejumlah Kapolda dan pemanggilan (undangan) kepada Anies Baswedan, tak lepas dari adanya wacana Reuni 212 yang rencana diadakan 2 Desember nanti. Sebagaimana beredar viral, Ust Haekal Hasan menegaskan akan melakukan kegiatan Reuni 212, jika pemerintah tetap melanjutkan agenda Pilkada. Padahal, menunda atau apalagi membatalkan Pilkada adalah sesuatu yang hil dan mustahal.

Pemanggilan Anies Baswedan sangat penting agar 'izin penggunaan Monas' dapat di 'intervensi' dengan dalih penegakan protokol kesehatan di musim pandemi.

Target politik yang hendak dituju adalah upaya menggagalkan Reuni 212 dengan alasan pandemi. Lebih jauh, target politik yang hendak diraih adalah melanjutkan politik isolasi terhadap HRS agar pengaruhnya tak makin membesar.

Sebagaimana diketahui, jika Reuni 212 tetap dilaksanakan, momentum ini akan membesarkan pengaruh HRS. Pada saat yang sama, agenda ini akan memperkuat konsolidasi umat Islam.

Hal inilah, yang ditakutkan rezim akan menjadi 'Hulu Ledak' gerakan Revolusi Akhlak yang jelas akan menenggelamkan Revolusi Mental Jualan rezim. Begitulah kura-kura. [].

Posting Komentar untuk "Bukan Penegakan Protokol Covid-19, Tapi Sentimen Pada HRS Dan Mau Gagalkan Reuni 212? "