Khozinudin: Gus Nur Dan Kedzaliman Penyidik POLRI
Jum'at, 13 November 2020
Faktakini.net
*GUS NUR DAN KEZALIMAN PENYIDIK POLRI*
_[Catatan Advokasi Terhadap Gus Nur, Ditahan Bermotif Arogansi Kekuasaan]_
Oleh : *Ahmad Khozinudin, S.H.*
Advokat, Tim Penasehat Hukum Gus Nur
Hari ini Jum'at tanggal 13 November 2020 adalah hari ke-20, yakni hari terakhir masa penahanan Gus Nur untuk 20 hari pertama. Hingga hari ini, tak ada kejelasan kelanjutan perkara. Meskipun di media penyidik mengabarkan akan segera melimpahkan perkara, tim kuasa hukum dari LBH Pelita Umat hingga hari ini tak kunjung diberikan informasi kelengkapan berkas.
Penahanan yang dilakukan, juga lebih kuat pada motif arogansi kekuasaan. Penahanan yang oleh KUHAP (pasal 21) dibatasi pada alasan limitatif, yakni adanya kekhawatiran Tersangka akan lari, menghilangkan bukti atau melakukan pidanat kembali, tak lagi menjadi sandaran objektif.
Kuasa hukum telah mengajukan Jaminan, bahkan ada jaminan dari para ulama, keluarga tokoh nasional hingga anggota DPR RI yang menjamin Gus Nur tidak akan lari, tidak akan hilangkan barang bukti, tidak akan melakukan kejahatan, dan akan kooperatif menjalani pemeriksaan, tak digubris penyidik. Asas penahanan telah bergeser, dari yang semula dibatasi KUHAP yang objektif, karena alasan yang limitatif, berubah menjadi alasan yang subjektif, suka-suka penyidik.
Apakah penyidik telah berubah menjadi hakim yang memvonis Tersangka ? Faktanya, atas kewenangan penyidik, Tersangka diberangus hak kebebasannya karena ditahan. Jika penahanan karena alasan penyidikan, khawatir Gus Nur lari, menghilangkan bukti, atau melakukan kejahatan lagi, faktanya alasan ini tidak terpenuhi unsurnya.
*Pertama,* kekhawatiran penyidik atas Gus Nur yang akan lari, tentu tak lagi beralasan. Karena kuasa hukum telah menjamin, para ulama telah menjamin, keluarga tokoh nasional telah menjamin, anggota DPR RI telah menjamin. Lantas, apa dasarnya menahan Gus Nur padahal Gus Nur sudah dijamin tak akan lari ?
*Kedua,* seluruh barang bukti telah disita penyidik, bahkan bersamaan sejak penangkapan pada tanggal 24 Oktober yang lalu. Lantas, apa dasarnya tetap menahan Gus Nur ? padahal barang bukti dalam perkara Gus Nur telah disita oleh penyidik.
*Ketiga,* kekhawatiran Gus Nur melakukan kejahatan, tindak pidana, ini yang lebih sangat tidak beralasan. Sebab, Gus Nur hanya melakukan kritik terhadap NU dimana dirinya juga lahir dan dibesarkan dalam kultur NU. Kejahatan apa yang dimaksud dalam perkara ini ? Berdakwah amar Ma'ruf nahi mungkar apakah telah diklasifikasikan sebagai kejahatan ? Tindak pidana ?
Untuk alasan etika, penulis tak menyebutkan nama puluhan bahkan ratusan ulama, keluarga tokoh nasional dan anggota DPR RI yang memberikan jaminan terhadap Gus Nur. Surat permohonan penangguhan, juga telah lama dikirim kuasa hukum kepada penyidik.
Karena itu, sikap penyidik yang tak mengindahkan jaminan dari para ulama, keluarga tokoh nasional hingga anggota DPR RI yang menjamin Gus Nur, sama saja mengabaikan bahkan melecehkan para ulama, keluarga tokoh nasional hingga anggota DPR RI. Lantas, apa yang mau dipertontonkan dengan kengototan penyidik menahan Gus Nur ?
Ini tentu bukan kebijakan ditingkat penyidik, ini terkait kebijakan Institusi Polri. Kerena itu, saya mempertanyakan kepada Pak Idham Azis selaku Kapolri, tentang sejumlah komitmen Polri. Apakah, itu merupakan komitmen yang didasarkan pada keinsyafan tugas untuk memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada segenap masyarakat atau sekedar lips service.
Saya mempertanyakan ulang beberapa substansi persoalan kepada Kapolri :
*Pertama,* Kapolri Jenderal Pol Idham Azis pernah menyatakan meminta agar jajaran penyidik lebih selektif dalam menentukan penahanan terhadap tersangka. Kebijakan ini dibuat untuk mendukung upaya Pemerintah menekan penyebaran pandemi COVID-19. (2/4/2020).
Faktanya, Gus Nur ditangkap dan langsung ditahan. Tak ada proses pemanggilan dan pengambilan keterangan pendahuluan.
Saat Kuasa Hukum mengajukan penangguhan disertai jaminan, Polri juga mengabaikan. Tak ada tindak lanjut atas permohonan penangguhan, yang sebenarnya berangkat dari komitmen Kapolri yang pada awal pandemi berjanji akan selektif.
Padahal, kasus Gus Nur ini hanya selisih paham antara sesama ulama warga NU. Bukan kasus korupsi yang merugikan keuangan negara. Dua Tersangka Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte dan Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo, saat tersandung Kasus Red Notice Koruptor Joko Tjandra, fakta keduanya tidak ditahan.
Apakah yang dimaksud selektif itu menahan Tersangka diluar anggota Polisi, sementara jika yang menjadi Tersangka anggota Polisi tidak perlu ditahan ?
Jumhur Hidayat Tersangka aktivis KAMI dikabarkan positif Covid-19 dalam posisi ditahan Polri. Apakah, jika Gus Nur nantinya juga terinfeksi covid-19 karena kebijakan penahanan Polri, institusi Polri mau bertanggung jawab ?
*Kedua,* penahanan itu wewenang penyidik dalam rangka menjalankan amanah menangani perkara, bukan sarana untuk menzalimi anak bangsa, apalagi ulama. Darimana alasan penangguhan tidak diberikan, sementara semua proses dijalani Gus Nur dengan baik ?
Saya mengingatkan Pak Idham Azis agar memperhatikan persoalan ini. Jangan sampai, kebijakan bawahan ditingkat penyidik tak sejalan dengan arahan Kapolri.
*Ketiga,* bukankah dengan menangguhkan penahanan perkara masih dapat dilanjutkan ? Bukankah, penyidikan tidak memerlukan syarat penahanan ? Lantas, atas dasar apa penahanan Gus Nur tetap dilakukan ?
Inilah, yang menjadikan publik berkesimpulan, bahwa kepolisian tidak sedang menangani perkara, tetapi sedang menzalimi Gus Nur. Informasi terakhir, Gus Nur ditahan dengan tujuh orang di sel tahanan lantai bawah Mabes Polri, berkumpul dengan tahanan dengan status perokok. Luar biasa, kezaliman yang dialami Gus Nur.
Terakhir, saya mengimbau kepada Kapolri Pak Idham Azis agar segera melakukan evaluasi. Tak layak, kepolisian berdalih menjalankan tugas tetapi menzalimi Gus Nur. Tugas penyidikan, tak akan terganggu dengan menangguhkan Gus Nur. [].