Babe Haikal Dipolisikan Karena Cerita Mimpi Bertemu Rasul, Refly: Orang Bebas Mau Mimpi Apapun, Tak Ada UU Yang Melarang!

 




Kamis, 17 Desember 2020

Faktakini.net, Jakarta - Sekjen HRS Center, Ustadz Haikal Hassan atau Babe Haikal, resmi dilaporkan ke Polda Metro Jaya atas tuduhan menyebarkan berita bohong dan penistaan agama. Ia dilaporkan Husin Shihab usai pernyataannya menceritakan ketika dalam mimpi didatangi oleh Rasulullah SAW.

“Demi Allah dikubur dan waktu hujan ini, tiba-tiba enggak lama Rasulullah datang, dan beliau memegang tangan Umar anak saya. Demi Allah, dia memegang tangan Salma, anak saya,” dekimian pengakuan Haikal Hassan yang menjadi polemik di kalangan publik.

Laporan polisi itu tertuang pada nomor bukti laporan polisi TBL/7433/XII/YAN.2.5/2020/SPKT PMJ. Pelapor dalam laporan polisi ini yakni Sekretaris Jenderal Forum Pejuang Islam alias FPI, Husin Shihab dan terlapor Haikal Hassan, serta pemilik akun @wattisoemarsono.

"Betul, saya yang melaporkan," ujar Husin kepada wartawan, Rabu, 16 Desember 2020.

Berita dilaporkannya Sekjen HRS Center ini mendapat sorotan dari sejumlah pihak, tak terkecuali Ahli Hukum Tata Negara, Refly Harun.

Dalam mengamati laporan atas Haikal Hassan ini, Refly Harun menilai bahwa hukum itu harus ada ukuran. Sementara ketika seseorang dilaporkan karena menceritakan mimpinya, maka akan sulit untuk menentukan apakah yang dikatakannya adalah benar atau bohong. 

“Bagaimana kita mengukur kalau seseorang itu bohong kalau yang dia ceritakan mimpi. Yang bisa mengklarifikasi mimpi itu adalah orang yang bersangkutan, tidak ada saksinya mimpi itu,” ujar Refly Harun, seperti dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari kanal YouTube pribadinya.

Menurutnya, menceritakan mimpi bukan merupakan pelanggaran hukum karena tidak ada larangannya.

“Hukum itu harus ada ukuran. Harus ada pasal yang dilanggar, bagaimana proses pembuktiannya. Nah, membuktikan orang mimpi atau tidak kan susah. Lalu tidak ada juga undang-undang yang melarang orang menyampaikan memberitakan mimpi yang dia alami,” kata dia melanjutkan.

Mengamati banyaknya kegaduhan yang terjadi antara kelompok-kelompok tertentu di Indonesia, Refly Harun menilai bahwa ini merupakan tanda politik di Indonesia sudah terbelah.

Menurutnya, pemerintah harus bisa merangkul semua kelompok, baik itu kelompok yang pro pemerintah maupun kelompok yang kerap mengkritik kebijakan pemerintah.

“Jangan sampai politik terbelah ini, politik belah bambu ini, yang satu diangkat, satu diinjak, terus menerus terjadi. Pemerintah penguasa tidak boleh seperti itu,” ujar Refly Harun.

Lebih lanjut, Refly Harun pun menyinggung perihal sikap penegak hukum Indonesia yang seharusnya mengayomi dan melindungi semua kelompok.

“Kalau memang ada masalah yang sangat serius di antara kelompok-kelompok masyarakat tersebut, justru inilah peran penegak hukum untuk melakukan pengayoman karena mereka adalah pelindung dan pengayom masyarakat. Bukan pelindung dan pengayom yang pro penguasa,” ucapnya.

Foto: Refly Harun

Sumber: Pikiran-rakyat.com