Koalisi Masyarakat Sipil (KONTRAS, YLBHI Dll) Protes Cara Pembubaran FPI
Kamis, 31 Desember 2020
Faktakini.net, Jakarta - Koalisi masyarakat sipil pegiat HAM mengkritisi pelarangan aktivitas dan atribut Front Pembela Islam (FPI). Surat Keputusan Bersama mengenai pelarangan tersebut dinilai memiliki beberapa permasalahan.
Hal itu disampaikan koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari KONTRAS, Institute Perempuan, LBH Masyarakat, LBH Pers, PBHI, PSHK, SAFENET, YLBHI dalam pernyataan tertulisnya, Rabu 30 Desember 2020.
Masalah pertama, pernyataan bahwa organisasi yang tidak memperpanjang atau tidak memiliki Surat Keterangan Terdaftar (SKT). Menurut mereka, dalam hal ini FPI sebagai organisasi yang secara de jure bubar, tidaklah tepat. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 82/PUU-XI/2013 disebut tidak mengatur negara wajib melarang organisasi yang tidak memiliki SKT tersebut.
"Konsekuensinya, organisasi yang tidak memiliki SKT dikategorikan sebagai 'organisasi yang tidak terdaftar', bukan dinyatakan atau dianggap bubar secara hukum," demikian pernyataan koalisi dalam keterangan tertulisnya tersebut.
Kedua, FPI tidak dapat dinyatakan bubar secara de jure hanya atas dasar tidak memperpanjang SKT. Maka itu, kebijakan pelarangan terhadap kegiatan serta penggunaan simbol dan atribut FPI juga dinilai tidak memiliki dasar hukum.
Pasal 59 UU Ormas disebut hanya melarang kegiatan yang pada intinya mengganggu ketertiban umum dan/atau melanggar peraturan perundang-undangan. UU Ormas tidak melarang suatu organisasi untuk berkegiatan sepanjang tidak melanggar ketentuan Pasal 59 tersebut.
Kemudian, penggunaan UU Ormas untuk membubarkan organisasi secara sepihak dianggap jelas bertentangan dengan prinsip negara hukum. Sebab, dalam negara hukum mesti mengutamakan pelindungan hak-hak warga. Salah satunya menyangkut kebebasan berkumpul dan berserikat.
Pembubaran ormas pun diingatkan mesti melalui mekanisme resmi seperti peradilan hukum.
"Seharusnya, mekanisme penjatuhan sanksi-termasuk berupa pembubaran-terhadap organisasi, dilakukan melalui mekanisme peradilan. Hal ini mengingat bahwa, pada dasarnya, setiap kesalahan subjek hukum harus dibuktikan terlebih dahulu di hadapan pengadilan sebelum subjek hukum tersebut dijatuhi sanksi," tambah pernyataan koalisi.
Sebelumnya, melalui surat keputusan bersama Mendagri, Menkumham, Menkominfo, Jaksa Agung, Kapolri dan Kepala BNPT, organisasi FPI resmi dibubarkan dan dilarang segala kegiatannya. Dengan kebijakan ini, maka seluruh simbol dan atribut FPI sudah tidak bisa dilaksanakan lagi.
"Menyatakan FPI adalah organisasi yang tidak terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, sehingga secara de jure telah bubar sebagai ormas," ujar Wakil Menkumham Edward Omar Sharif Hiariej.
Sumber: republika.co.id