Bu Risma, Kok Gitu Seh?
Rabu, 6 Januari 2021
Faktakini.info
*BU RISMA, KOK GITU SEH ?*
Oleh : *Ahmad Khozinudin*
Sastrawan Politik
Bu Risma, Kok Gitu Seh ? Saya kan sudah sempat bilang, Ibu ini Mensos, bukan Cagub DKI Jakarta. Ibu juga bukan lagi Walikota Surabaya. Ini Jakarta, Bu. Jakarta !
Coba dech intip tupoksi Ibu Sebagai Mensos. Tugas Ibu yang pertama itu melakukan Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, perlindungan sosial, dan penanganan fakir miskin.
Ingat ya, Bu. Level pekerjaan ibu itu ditataran "PERUMUSAN, PENETAPAN DAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN". Bukan menjadi Surveyor atau petugas sensus.
Oke, mungkin Ibu ingin Kros Cek data dengan keadaan di lapangan. Siapa tahu data salah, siapa tahu anak buah cuma bikin laporan ABS (Asal Bu Risma Senang). Tapi caranya ga begitu juga kale ?
Caranya, itu seperti Khalifah Umar Bin Khattab RA. Sidak secara senyap. Sidak secara sampling, menghindari data suguhan atau olahan bawahan. Sidak dalam rangka melayani rakyat, bukan untuk memulas citra politik dengan dikerubuti media.
Kita tahu, kisah sidak Khalifah Umar RA jauh setelah peristiwa itu berlalu. Bukan dipamerkan Umar RA saat sidak, seperti pejabat era now.
Itu, yang Ibu Kunjungi bersama pejabat pendamping, cuma hal biasa. Bukan data yang belum diketahui. Bahkan, itu sudah jadi informasi publik.
Yang dibutuhkan itu penanganannya, melalui kebijakan yang bersifat struktural. Bukan aksi sporadis mirip Satria Baja Hitam. Beraksi dan jadi tontonan publik.
Itu data bansos, alokasi bansos, dan seluruh PR yang ditinggalkan koruptor sebelumnya sudah kelar belum ? Itu yang prioritas. Kan melalui tulisan yang lampau, saya sudah ingatkan ?
Dana Bansos yang sudah dialokasikan begitu besar, dibutuhkan masyarakat. Jangan karena korupsi Juliari Peter B, anggaran bansos semrawut. Apalagi, sampai sembako menumpuk dan membusuk. Dosa menyia-nyiakan bahan makanan.
Lagipula, negeri ini sudah bosan tayangan pemimpin merakyat. Yang dibutuhkan itu, kebijakan yang merakyat. Jangan tampang merakyat, gaya merakyat, tapi kebijakan pro kapitalis.
Pemimpin tak wajib ngompreng di kolong jembatan, tapi yang dibutuhkan kebijakannya yang mampu menjangkau kolong jembatan dan menyelesaikannya secara tuntas. Jangan sampai, kolong jembatan berubah fungsi menjadi studio film. Sudah terlalu banyak film dan sinetron, jangan bikin jadwal yang membingungkan kami untuk menontonnya. [].