Dewan Pers: Media Tak Bisa Langsung Diproses Pidana Atau Perdata, Bila Dirugikan Minta Hak Jawab

 



Ahad, 3 Januari 2020

Faktakini.net, Jakarta - Media berbadan hukum, baik yang terdaftar di Dewan Pers maupun yang tidak terdaftar di Dewan Pers, tidak bisa langsung diproses pidana atau perdata. Penanganan media pers berbadan hukum harus lewat Dewan Pers.

Polda Kalimantan Tengah (Kalteng) akan meminta klarifikasi terhadap media pemuat berita berjudul, 'Lewat Parpol di RI, Partai Komunis China Disebut Desak Bubarkan FPI'. Polisi menilai berita itu hoax.

Terkait hal tersebut Dewan Pers beri penjelasan soal mekanisme yang bisa ditempuh.

"Untuk menguji bohong atau tidak (berita itu), harus diklarifikasi. Maka yang bersangkutan harus meminta hak jawab kepada medianya," ujar Ketua Komisi Hukum dan Perundang-Undangan Dewan Pers, Agung Dharmajaya saat dihubungi detikcom, Sabtu (2/1/2021).

Agung menjelaskan, jika memang ada pihak yang merasa dirugikan dengan beritanya, dia berhak menyampaikan hak jawab. 

Selanjutnya media akan menjawab, menambahkan jawaban pihak yang dirugikan di berita yang sudah diunggah tersebut.

"Kalau medianya tidak menanggapi, nah yang bersangkutan ini akan mengadukan media tersebut ke Dewan Pers. Nanti, Dewan Pers akan memproses," jelasnya.

Persoalan ini terkait produk jurnalistik. Media berbadan hukum, baik yang terdaftar di Dewan Pers maupun yang tidak terdaftar di Dewan Pers, tidak bisa langsung diproses pidana atau perdata. Penanganan media pers berbadan hukum harus lewat Dewan Pers.

"Tolong diingat, jadi sepanjang persoalannya itu berawal dari produk jurnalistik, sepanjang media itu berbadan hukum, lupakanlah itu terdaftar atau belum terdaftar di Dewan Pers, maka penanganannya harus melalui Dewan Pers. Hal itu dikuatkan juga dengan MOU antara Kapolri dengan dewan pers," terang Agung.

Dewan Pers dapat memproses aduan terhadap suatu media massa (pers) dan menganalisis. Apabila terbukti ada pelanggaran, maka sanksi akan diberikan, berupa hak jawab dan koreksi berita.

"Jika media melakukan kesalahan, saya jamin ada tindakan terkait dengan pelanggaran yang dilakukan. Tapi kalau media membuat hoax, itu namanya bukan media. Saya pastikan, pasti itu media sosial," kata Agung yang menyebut media sosial bisa 'hit and run' dengan mudah, tapi media pers tidak bersifat demikian.

Dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Pasal 5, menyebutkan pers wajib melayani hak jawab. Pasal 18 menjelaskan apabila perusahaan pers melanggar kewajiban melayani hak jawab dan hak koreksi itu, maka bisa dipidana Rp 500 juta.

Diberitakan sebelumnya, bahwa pihak Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah (Polda Kalteng) akan meminta klarifikasi kepada media yang bersangkutan terkait pemberitaan hoax yang sudah tersebar. Polda Kalteng akan meminta bantuan dari Mabes Polri dalam meminta konfirmasi tersebut.

"Kami akan minta konfirmasi, nanti posting-an media online ini akan ditindaklanjuti karena menimbulkan kesan SARA, menimbulkan keresahan," kata Kabid Humas Polda Kalteng Kombes Hendra Rochmawan dalam keterangan tertulis, Sabtu (2/1/2021).

Hendra menjelaskan pihaknya akan berkoordinasi dan meminta bantuan dari Mabes Polri dalam hal ini. Polda Kalteng, lanjut Hendra, akan meminta bantuan Mabes Polri untuk mengklarifikasi ke media terkait.

"Kami akan meminta bantuan dari Jakarta, dalam hal ini Mabes Polri, untuk meminta klarifikasi media yang bersangkutan. Untuk penanganan ini, jika medianya terdaftar di Dewan Pers, akan ada jalurnya, melalui Dewan Pers. Tapi kalau medianya tidak terdaftar di Dewan Pers, ya bisa diproses sesuai KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)," jelas Hendra.

Selanjutnya, media pemuat berita itu ada yang terdaftar di Dewan Pers dan ada yang tidak:

Sebelumnya, polisi menangkap pemilik akun Facebook @yeyen, Ardian Rafsanjani (25). Ardian dianggap menyebarkan hoax soal pembubaran ormas Front Pembela Islam (FPI).

Di akun Facebook-nya, Ardian mengunggah tautan berita media online Law Justice. Berita itu berjudul 'Lewat Parpol di RI, Partai Komunis China Disebut Desak Bubarkan FPI'.

"Beredar artikel yang disebarkan akun Facebook Yeyen dengan judul: 'Lewat Parpol di RI, Partai Komunis China Disebut Desak Bubarkan FPI', itu TIDAK BENAR alias HOAX," kata Hendra pagi tadi.

Pengecekan di 'Data Perusahaan Pers' pada situs dewanpers.or.id dilakukan detikcom pada Sabtu (2/1/2021). Hasil pencarian menunjukkan law-justice.co terdaftar di Dewan Pers. Badan hukum law-justice.co adalah Media Keadilan Sejahtera.

Namun, keuangannews.id tidak terdaftar di Dewan Pers. Pencarian dengan kata kunci 'keuangannews.id' dan 'keuangan news' tidak memunculkan hasil.

Situs keuangannews.id mengunggah tulisan berjudul 'PKC Melalui Parpol di Indonesia Mendesak untuk FPI Dibubarkan' pada Sabtu (2/1/2021) sekitar pukul 03.00 WIB.

Adapun media law-justice.co mengunggah tulisan berjudul 'Lewat Parpol di RI, Partai Komunis China Disebut Desak Bubarkan FPI' pada Jumat (1/1/2021) pukul 09.36 WIB.

Foto: Ketua Komisi Hukum dan Perundang-Undangan Dewan Pers, Agung Dharmajaya. 

Sumber: detik.com