Diperiksa Polisi Soal Aksi 1812, Ketua PA 212 Ditanya Soal Kematian 6 Laskar FPI
Rabu, 6 Januari 2021
Faktakini.info, Jakarta - Ketua Umum Persaudaraan Alumni atau PA 212 KH Slamet Ma’arif menjalani pemeriksaan di Kantor Kepolisian Daerah Metro Jaya selama kurang lebih 13 jam sejak Senin siang, 4 Januari 2021 pukul 11.00 WIB.
Selain soal aksi 18 Desember 2020 atau Aksi 1812 yang berujung dibubarkan, pemeriksaan disebut juga sempat menyinggung pernyataan KH Slamet yang menuntut keadilan terhadap terbunuhnya enam laskar Front Pembela Islam atau FPI.
“Dari itu semua tadi ada beberapa hal memang berkaitan dengan pernyataan dari imbauan ustad Slamet Ma’arif bahwa ini adalah bagian lain dari usaha mencari keadilan terhadap kasus extra judicial killing yang dalam beberapa catatan terbunuhnya enam syuhada,” ujar kuasa hukum Slamet, Achmad Michdan, selepas pemeriksaan, Selasa dinihari, 5 Januari 2021 pukul 00.10 WIB.
Dalam pemeriksaan tersebut, tutur Achmad, polisi ingin mendalami pernyataan dari Ustadz Slamet tersebut. Ustadz Slamet juga ditanyai mengenai bagaimana mencari aktor eksekutor dan aktor intelektual di balik meninggalnya enam anggota laskar FPI tersebut, sebagaimana tuntutan yang rencananya dibawa dalam aksi 1812.
“Ada sedikit versi yang di sana, tuduhannya adalah bagaimana mencari aktor eksekutor dan aktor intelektualnya. Itu yang menjadi perdebatan. Slamet Maarif menjelaskan bahwa beliau tidak tahu. Kalau ada penangkapan tentu kita tahu, tentu harus dilindungi. Tapi ini kan kenyataan menjadi jenazah. Itu lah yang kemudian oleh Slamet Maarif diminta ada transparansi dan keadilan siapa pelakunya. Itu yang agak sedikit panjang,” ujar Achmad.
Ustadz Slamet Ma’arif diperiksa polisi pada Senin, 4 Januari 2021 karena diduga terlibat dalam Aksi 1812 pada 18 Desember 2020, yang berujung pembubaran dan penangkapan beberapa demonstran oleh polisi.
“Hari ini diperiksa terkait dengan kasus demo tanggal 18 Desember 2020 yang tidak jadi. Memang dugaannya tidak patuh terhadap adanya wabah Covid-19,” ujar Achmad Michdan.
Dalam pemeriksaan itu, Achmad mengatakan kliennya ditanyai mengenai tahu atau tidak terkait adanya larangan agar tidak berdemo. Menurut Achmad, Ustadz Slamet menjelaskan bahwa koordinator lapangan aksi tersebut sudah memberitahukan rencana aksi demo tersebut kepada Direktorat Intelijen dan Keamanan (Intelkam) Polda Metro Jaya.
Dari sana, ia mengklaim bahwa demo dapat dilakukan di depan Patung Kuda, Jakarta Pusat. “Saat itu Intelkam menyatakan bahwa bisa, bahkan sudah dikoordinasikan dilakukan di depan patung kuda. Tapi memang ada imbauan supaya tidak terlalu banyak,” ujar Achmad.
Setelah menjelaskan hal tersebut, Achmad berujar, Ustadz Slamet pun diberitahu bahwa ada imbauan dari Bagian Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya bahwa tidak boleh berkumpul dan berdemo. Dari sana, Achmad mempertanyakan adanya perbedaan informasi dari kepolisian.
“Ini kan intelkam adalah kepolisian dan pemerintah juga. Dalam hal ini tentu saja berkaitan dengan apakah tahu bahwa imbauan dari Humas Polda bahwa tidak boleh berkumpul demo, sedangkan korlap sudah memberitahu kepada Intelkam. Harusnya Intelkam tidak boleh bicara seperti itu. Harusnya dibilang jangan karena kondisi Covid-19. Tapi ini tidak, hasil komunikasi dengan intelkam mengatakan silakan, tapi kurangi orangnya,” ujar dia.
Selain itu, pada kenyataannya, Achmad mengatakan bahwa pada 18 Desember 2020 itu demo tidak jadi dilakukan dan dibubarkan. Saat itu, kata dia, Ustadz Slamet Maarif di Cawang. Ketika tahu demo itu dibubarkan, Achmad berujar Ustadz Slamet telah mengimbau peserta untuk pulang ke rumah masing-masing.
Polisi sebelumnya membubarkan aksi 1812 yang digelar PA 212. Polisi menyebut alasannya adalah karena Jakarta masih dalam masa PSBB.
Saat membubarkan aksi tersebut, Polisi menangkap sebanyak 455 pendemo di sekitar kawasan Jabodetabek. Mereka ditangkap oleh polisi yang sedang melakukan penyekatan di perbatasan Jakarta dan lokasi demo karena membawa senjata tajam serta ganja.
Setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, polisi menahan tujuh dari 455 pendemo itu. Polisi juga menetapkan mereka sebagai tersangka di aksi yang menuntut pembebasan Pimpinan FPI Habib Rizieq Shihab itu.
Sumber: Tempo.co