Maklumat Kapolri Bukanlah Sumber Hukum, Tak Miliki Kekuatan Hukum Mengikat

 



Jum'at, 1 Januari 2020

Faktakini.net

*MAKLUMAT KAPOLRI BUKANLAH SUMBER HUKUM DAN KARENANYA TIDAK MEMILIKI KEKUATAN HUKUM YANG MENGIKAT*

Oleh : *Ahmad Khozinudin, S.H.*

Advokat, Aktivis Pejuang Khilafah

_[Catatan Hukum Atas Terbitnya Maklumat Kapolri bernomor: Mak/1/I/2021 tentang Kepatuhan Terhadap Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan FPI]_

Konsepsi Negara Hukum (Rechtstaat) mewajibkan keseluruhan proses penyelenggaraan pemerintahan berasaskan hukum. Kekuasaan negara, baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif, tak boleh menjalankan kewenangan tanpa dasar dan legitimasi hukum.

Dalam konsepsi Negara hukum, kekuasaan pembentukan peraturan perundang-undangan yang mengikat bagi publik ada pada kewenangan eksekutif dalam hal ini DPR. Meskipun, secara terbatas dan dalam keadaan genting dan memaksa, Presiden diberikan kewenangan membuat produk perundangan dalam bentuk peraturan pemerintah pengganti undang-undang.

Berdasarkan Hierarki atau tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia merujuk pada Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan perubahannya, sumber hukum yang mengikat secara berurutan  terdiri atas:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

4. Peraturan Pemerintah;

5. Peraturan Presiden;

6. Peraturan Daerah Provinsi; dan

7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Maklumat Kapolri bukanlah sumber hukum dan bukan produk hukum yang mengikat bagi publik. Maklumat, hanyalah himbauan dari institusi Polri tentang suatu peristiwa.

Tidak boleh, ada penindakan hukum atas suatu peristiwa atau perbuatan warga negara yang disandarkan pada Maklumat Kapolri. Tidak boleh dan tidak bisa ada penerapan sanksi terhadap warga negara, berdalih telah melanggar atau tidak mematuhi maklumat Kapolri.

Karena itu, Maklumat Kapolri bernomor: Mak/1/I/2021 tentang Kepatuhan Terhadap Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan FPI, *BUKANLAH SUMBER HUKUM, BUKAN PRODUK HUKUM DAN TIDAK MEMILIKI KEKUATAN HUKUM MENGIKAT BAGI PUBLIK.*

Karena itu, semua tindakan aparat penegak hukum yang mengambil inisiatif penegakan disiplin dan apalagi melakukan proses hukum berdasarkan Maklumat ini, tidak dapat dibenarkan secara hukum. Terlebih lagi, jika substansi maklumat melanggar konstitusi yakni merampas kebebasan rakyat untuk berserikat, berkumpul dan menyampaikan pendapat.

Mengingat, Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 (“UUD 1945”) menyatakan :

_“Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan dll, diatur dengan undang-undang .”_

Selain diatur dalam Pasal 28 UUD 1945, hak untuk berserikat dan berkumpul juga telah dijamin dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 dan Pasal 24 ayat (1) UU HAM :

Pasal 28E ayat (3) UUD 1945:

_“Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan setuju.”_

Pasal 24 ayat (1) UU HAM:

_“Setiap orang berhak untuk berkumpul, berapat, dan berserikat untuk maksud-maksud damai.”_

Terkait substansi Maklumat Kapolri bernomor : Mak/1/I/2021 tentang Kepatuhan Terhadap Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan FPI, catatan hukum yang penting untuk diperhatikan adalah sebagai berikut :

*Pertama,* bahwa Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Menteri Komunikasi dan Informatika RI, Jaksa Agung RI, Kepala Kepolisian Negara RI dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Nomor: 220- 4780 Tahun 2020; M.HH 14.HH.05.05 Tahun 2020; 690 Tahun 2020; 264 Tahun 2020; KB/3/XII/2020; 320 Tahun 2020 tanggal 30 Desember 2020 tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam, *adalah khusus dan yang berkaitan dengan FPI dalam pengertian Front Pembela Islam.*

Adapun terkait adanya *deklarasi Front Persatuan Islam, bukanlah subjek yang menjadi objek materi dalam keputusan dimaksud.* Artinya, sepanjang dan yang berkaitan dengan informasi dan distribusi informasi Front Pejuang Islam baik dalam bentuk mengabarkan pendiriannya, mengumumkan dukungan terhadapnya, memberikan ucapan selamat kepadanya, menghimbau masyarakat berhimpun didalamnya untuk menjalankan aktivitas dakwah amar ma'ruf nahi munkar adalah tindakan sah, legal, dan konstitusional.

Diskursus terhadap FPI dalam pengertian Front Pembela Islam juga dibolehkan dan dijamin konstitusi, sepanjang dalam konteks menjalankan aktivitas konstitusional berupa kemerdekaan menyampaikan pendapat. 

Karena itu, semua kajian hukum, kritik atas pembubaran FPI, pemberian masukan terhadap pemerintah atas kasus FPI, termasuk media yang mengabarkan seputar informasi terkait FPI baik yang resmi disampaikan pemerintah atau pandangan masyarakat terkait pengumuman pemerintah adalah tindakan yang sah, legal dan konstitusional.

*Kedua,* guna memberikan perlindungan dan menjamin keamanan serta keselamatan masyarakat pasca dikeluarkan keputusan bersama tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan FPI, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dan aparat penegak hukum hanya berwenang mengambil tindakan berdasarkan hukum yakni berdasarkan kekuatan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mengambil tindakan hukum berdasarkan Maklumat jelas tidak sah, ilegal dan inkonstitusional.

*Ketiga,* Polri tidak bisa melibatkan Satpol PP apalagi meminta dukungan TNI sepanjang dan yang berkaitan dengan tugas Polri dalam menegakkan hukum. Pelibatan unsur-unsur lain di luar Polri hanya bisa dilakukan jika ada ancaman diluar hukum khususnya gangguan kedaulatan negara seperti separatisme OPM di Papua.

Kasus pengumuman pembubaran FPI adalah kasus yang berada pada koridor hukum, bukan kasus yang mengancam pertahanan, keamanan dan kedaulatan negara sehingga Polri memiliki legitimasi untuk melibatkan TNI.

*Keempat,* Masyarakat memiliki hak untuk mendapatkan informasi yang benar terkait kasus FPI, termasuk mengakses informasi dan pemberitaan tentang pengumuman pembubaran dan pelarangan FPI sebagaimana diumumkan pemerintah. Menjadi aneh, jika pengumuman yang diumumkan terbuka itu tidak dapat dan tidak boleh diakses publik, baik dengan meng-upload atau menyebarluaskannya.

Adapun kritik, pandangan hukum, serta disenting opinion yang berkembang ditengah publik juga merupakan informasi yang sah, legal dan konstitusional. Karenanya, masyarakat tidak bisa dilarang untuk mengakses dan/atau menyebarluaskan informasi yang secara hukum adalah informasi yang sah, legal dan konstitusional.

Demikian, catatan hukum ini dibuat untuk diketahui publik, agar menjadi perhatian dan harap maklum. [].