Pakar Hukum Pertanyakan Pemblokiran 92 Rekening FPI
Selasa, 19 Januari 2021
Faktakini.info, Jakarta - Langkah pemerintah yang memblokir rekening FPI terus menuai protes dan dinilai zalim oleh berbagai kalangan.
Pakar hukum Universitas Andalas, Feri Amsari juga mempertanyakan langkah pemerintah yang memblokir 92 rekening bank milik Front Pembela Islam (FPI). FPI sendiri sudah dinyatakan dibubarkan oleh pemerintah.
Feri menegaskan bahwa PPATK, selaku pihak berwenang memblokir, bisa melakukan itu atas perintah atau keputusan pemerintah serta penegak hukum. Menurutnya, pemblokiran memang bisa dilakukan asal ormas terkait melakukan praktik ilegal seperti pencucian uang.
"Namun pertanyaan menariknya adalah apakah ada dugaan bahwa FPI melaksanakan praktik cuci uang dari dana hasil kejahatan?" kata Feri saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (18/1).
Feri menggarisbawahi bahwa pemblokiran rekening FPI tidak bisa dilakukan jika hanya didasari tidak memiliki surat keterangan terdaftar sebagai ormas dari pemerintah.
Status terlarang yang disematkan pemerintah kepada FPI yang membuat pemblokiran bisa dilakukan. Namun, dia kembali mempertanyakan ihwal keterkaitan FPI dengan tindak pidana pencucian uang.
"Setidak-tidaknya FPI telah dianggap sebagai organisasi teroris sesuai pasal 2 ayat 2 UU Tindak Pidana Pencucian Uang," tambahnya.
Feri juga menekankan bahwa gelagat pemerintah terhadap FPI sejauh ini adalah imbas dari UU Ormas yang direvisi beberapa tahun lalu.
UU Ormas saat ini membuat pemerintah bisa melarang kegiatan ormas tertentu. Berbeda dengan UU Ormas sebelum direvisi yang mana mensyaratkan putusan pengadilan sebelum pelarangan dilakukan.
Dalam UU Ormas yang lama, upaya pemblokiran rekening pun berdasarkan putusan pengadilan. Tidak sepihak seperti saat ini.
"Ini semua gara-gara pelarangan itu diserahkan mutlak kepada pemerintah. Bukan kepada peradilan. Jadi upaya memblokir rekening demi kepentingan hukum itu harusnya berdasarkan putusan peradilan," Ujar Feri.
Sebelumnya, pemerintah menetapkan FPI sebagai organisasi yang dilarang. Penetapan itu diteken dalam surat keputusan bersama (SKB) enam pejabat tinggi negara.
Tak berhenti di situ, pemerintah pun memblokir puluhan rekening FPI. Hingga Senin (18), PPATK telah ada 92 rekening yang tak bisa diakses.
"Sampai hari ini sudah 92 rekening organisasi FPI dan pihak terafiliasi yang kami hentikan sementara untuk keperluan analisis dan pemeriksaan," kata Dian kepada CNNIndonesia.com, Senin (18/1).
Sebelumnya, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva menegaskan Front Pembela Islam (FPI) bukan Ormas terlarang.
Melalui akun twitternya, @hamdanzoelva, Minggu (3/1/2021), Hamdan Zoelva menyatakan pelarangan FPI tidak sama dengan pelarangan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Ia menilai penyebaran konten terkait FPI tidak dapat dipidana.
Berikut utas cuitan Hamdan Zoelva,
1. Membaca dengan seksama keputusan pemerintah mengenai FPI, pada intinya menyatakan Ormas FPI secara de jure bubar karena sudah tidak terdaftar. Melarang untuk melakukan kegiatan dengan menggunakan simbol atau atribut FPI, dan Pemerintah akan menghentikan jika FPI melakukan kegiatan.
2. Maknanya, FPI bukan Ormas terlarang seperti PKI, tetapi organisasi yang dinyatakan bubar secara hukum dan dilarang melakukan kegiatan yang menggunakan lambang atau simbol FPI.
3. Beda dengan Partai Komunis Indonesia yang merupakan partai terlarang dan menurut UU 27/1999 (Pasal 107a KUHPidana) menyebarluaskan dan mengembangkan ajaran Komunisme/ Marxisme-Leninisme, adalah merupakan tindak pidana yang dapat dipidana.
4. Tidak ada ketentuan pidana yang melarang menyebarkan konten FPI karenanya siapa pun yang mengedarkan konten FPI tidak dapat dipidana. Sekali lagi objek larangan adalah kegiatan yg menggunakan simbol atau atribut FPI oleh FPI.
5. Menurut Putusan MK No. 82/PUU-XI/2013, ada tiga jenis Ormas yaitu Ormas berbadan Hukum, Ormas Terdaftar dan Ormas Tidak Terdaftar. Ormas tidak terdaftar tidak mendapat pelayanan pemerintah dalam segala kegiatannya, sedangkan Ormas terdaftar mendapat pelayanan negara.
6. UU tidak mewajibkan suatu Ormas harus terdaftar atau harus berbadan hukum. Karena hak berkumpul dan bersyerikat dilindungi konstitusi. Negara hanya dapat melarang kegiatan Ormas jika kegiatannya mengganggu keamanan dan ketertiban umum atau melanggar nilai-nilai agama dan moral.
7. Negara juga dapat membatalkan badan hukum suatu Ormas atau mencabut pendaftaran suatu Ormas sehingga tidak berhak mendapat pelayanan dari negara jika melanggar larangan-larangan yang ditentukan UU.
8. Negara dapat melarang suatu organisasi jika organisasi itu terbukti merupakan organisasi teroris atau berafiliasi dengan organisasi teroris, atau ternyata organisasi itu adalah organisasi komunis atau organisasi kejahatan.
Foto: Feri Amsari
Sumber: CNNIndonesia.com dan lainnya