Politisi Demokrat: Kasus Penembakan Laskar FPI Bisa Dibawa ke Komisi HAM PBB

 





Senin, 4 Januari 2021

Faktakini.net, Jakarta - Politisi Partai Demokrat, Rachland Nashidik mengatakan bahwa kasus penembakan 6 Laskar FPI dapat dilaporkan pada sidang Komisi HAM PBB di Jenewa, Swiss.

Melalui akun Twitter miliknya, @RachlanNashidik, ia menyebutkan hal itu bisa dilakukan jika terdapat bukti yang kuat atas kasus tersebut.

“Bila ada bukti kuat, sekali lagi bila ada bukti kuat, 6 warga sipil yang ditembak mati itu mengalami penyiksaan, hal tersebut bisa dilaporkan pada sidang Komisi HAM PBB di Geneva,” tulis Rachland pada Minggu, 20 Desember 2020 dikutip Pikiranrakyat-Depok.com.

Menurutnya, Indonesia sudah melakukan pengesahan atas Convention against Torture dalam Undang-Undang (UU).

“RI sudah meratifikasi Convention against Torture melalui UU No.5 tahun 1998,” tuturnya.

Akan tetapi, di samping itu masyarakat Indonesia tidak bisa melakukan individual complaint pada Komite HAM PBB di New York.

Warga Negara Indonesia tidak bisa melakukan individual complaint pada Komite HAM PBB di New York. Kenapa? Ratifikasi RI atas International Covenant on Civil and Political Rights tak meliputi optional protocol pertama kovenan ini, yang mengatur hak setiap orang untuk mengadu.— Rachland Nashidik (@RachlanNashidik) December 20, 2020

“Kenapa? Ratifikasi RI atas International Covenant on Civil and Political Rights tak meliputi optional protocol pertama kovenan ini, yang mengatur hak setiap orang untuk mengadu,” ucapnya.

Ia menjelaskan, sidang Komisi HAM PBB di Jenewa juga tidak menerima individual complaint.

“Ini adalah sidang untuk menerima laporan pemenuhan HAM dari masing-masing negara anggota,” ujar Rachland.

Menurut keterangannya, peserta dari sidang tersebut adalah negara-negara. Namun demikian, di sini dikenal mekanisme "intervention".

“Mekanisme "intervention", yaitu laporan pembanding pada laporan negara, diberikan oleh sidang Komisi HAM PBB kepada Non-Governmental Organization yang sudah memiliki akreditasi sebagai mitra-PBB. Amnesty International adalah salah satunya,” tuturnya.

Rachland menuturkan bahwa Office of the High Commissioner for Human Rights adalah peserta sidang Komisi HAM PBB.

Jadi, kata dia, apabila laporan penyiksaan disampaikan pada sidang tersebut, maka akan menarik perhatian High Commissioner.

“Bila sidang diyakinkan RI melanggar Konvensi Anti-Penyiksaan, bisa dibuat penyelidikan,” katanya.

Ia menerangkan, prosesnya tidak mudah dan panjang, lantaran negara-negara lain harus menyetujui inisiatif penyelidikan yang biasanya ditugaskan pada Special Rapporteur PBB.

Memang prosesnya tidak mudah dan panjang. Negara-negara lain harus menyetujui inisiatif penyelidikan yang biasanya ditugaskan pada Special Rapporteur PBB. Namun bila pun RI berhasil menjegal inisiatif ini, sebagai ganti, RI wajib menyelesaikan kasus sesuai standar HAM PBB.

End— Rachland Nashidik (@RachlanNashidik) December 20, 2020

“Namun bila pun RI berhasil menjegal inisiatif ini, sebagai ganti, RI wajib menyelesaikan kasus sesuai standar HAM PBB,” ucap Rachland.***

Foto: Rachlan Nasidik

Sumber: tribunnews.com