Terkait Penanganan COVID-19, Akhirnya Pemerintah Pusat Tiru Kebijakan Pemprov DKI





Sabtu, 9 Januari 2021

Faktakini.info

𝐓𝐞𝐫𝐤𝐚𝐢𝐭 𝐏𝐞𝐧𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧𝐚𝐧 𝐂𝐨𝐯𝐢𝐝-𝟏𝟗, 𝐀𝐤𝐡𝐢𝐫𝐧𝐲𝐚 𝐏𝐞𝐦𝐞𝐫𝐢𝐧𝐭𝐚𝐡 𝐏𝐮𝐬𝐚𝐭 𝐌𝐞𝐧𝐢𝐫𝐮 𝐊𝐞𝐛𝐢𝐣𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐏𝐞𝐦𝐩𝐫𝐨𝐯 𝐃𝐊𝐈

Setelah hampir satu tahun pandemi Covid-19 berlalu, akhirnya Pemerintah pusat memberlakukan kebijakan yang sejak awal sudah dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. 

Pemerintah pusat akan memberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat di Pulau Jawa dan Bali pada 11 hingga 25 Januari 2021 setelah mengingat tingginya kasus penularan Covid-19 dan penuhnya tingkat keterisian rumah sakit rujukan Covid-19.

Jauh sebelum itu, tepatnya saat pertama kali Covid-19 masuk ke Indonesia, Anies sudah mengingatkan akan hal itu. 

Anies adalah kepala daerah yang pertama kali membentuk tim penanganan Covid-19. Meski tak sedikit yang saat itu menganggap Anies sedang ngigau, dituduh telah membuat kegaduhan dan kepanikan masyarakat.

Di sisi lain, sejumlah pejabat tinggi sekelas menteri tak percaya Covid-19 bisa masuk ke Indonesia. Indonesia daerah tropis, dan Covid-19 tidak bisa hidup di daerah tropis, katanya. Ada yang komentar bahwa Covid-19 mati dengan empon-empon. Macam-macam argumentasinya.

Yakin penyebaran Covid-19 tak akan meluas di Indonesia, tanggal 1 Maret Presiden memberikan insentif di sektor pariwisata. Diskon pesawat 45-50%. Ini dilakukan agar kunjungan wisatawan ke Indonesia di saat pandemi tetap stabil.

Ternyata, prediksi Presiden Jokowi meleset! Di mata publik, program insentif ini terkesan konyol.

Faktanya, Covid-19 masuk dan menyebar. Jumlah yang terinfeksi terus bertambah. Sangat cepat. Pada 29 Maret 2020 Anies mengusulkan kepada pemerintah pusat agar dilakukan karantina wilayah. Khusus Jakarta. Usul Anies ditolak, bahkan dengan sangat tegas.

Covid-19 makin ganas. Pada September, per hari lebih dari 4.000 terinfeksi. Di Jakarta penambahannya hampir 2.000 perhari. Anies berencana ingin perketat PSBB. Diprotes! Tak tanggung-tanggung, yang memprotes adalah beberapa menteri. Dianggap mengacaukan upaya memulihkan ekonomi.

Sementara itu, buzzer-buzzer dikerahkan untuk mengganggu kebijakan Anies. Serangan bertubi-tubi dialamatkan kepada Anies yang dinilai telah membuat gaduh seisi negeri. Anies dinilai telah menyebarkan ketakutan terhadap seluruh masyarakat. 

Pemerintah pusat melalui Menko Perekonomian Airlangga Hartanto sempat marah dengan kebijakan rem darurat yang dilakukan Anies. Bagi Airlangga, kebijakan Anies tersebut telah membuat perekonomian di Indonesia turun drastis.

Padahal, Anies hanya memposisikan kesehatan warganya sebagai hukum tertinggi sebagaimana yang diperintahkan oleh Presiden Jokowi. Sebaliknya, pemerintah pusat malah menaruh ekonomi sebagai fokus utamanya.

Akhirnya, setelah hampir satu tahun sejak kemunculan Covid-19 di Indonesia, pemerintah Indonesia sadar bahwa Covid-19 sangat membahayakan bagi kesehatan masyarakat Indonesia. 

Tak malu-malu, Pemerintah pusat akan menerapkan kebijakan yang sebelumnya sudah dilakukan oleh Anies Baswedan di Jakarta. 

Sudah saatnya seluruh komponen pemerintahan bergandengan tangan untuk menghadapi Covid-19 yang kian tak terkendali ini. Presiden Jokowi harus lebih banyak mendengar masukan kepala daerah dibanding buzzer. Pasalnya, kepala daerah lebih tau dari siapapun kondisi warganya.

Andaikan saja, sejak awal Covid-19 masuk ke Indonesia pemerintah pusat tak menyepelekannya, tak malu menerima masukan Anies, tak menganggap Anies sebagai saingan politik, mungkin penyebaran Covid-19 di Indonesia masih mungkin teratasi. 

Semuanya sudah berlalu, sudah terjadi. Kini saatnya pemerintah pusat untuk tidak malu menerima masukan pemerintah daerah. Pemerintah pusat jangan sampai menganggap pemerintah daerah sebagai saingan. Semuanya harus bersatu padu melawan Covid-19. Semuanya harus saling mendukung untuk kepentingan bersama. Yaitu terwujudnya masyarakat Indonesia yang sehat, kuat, dan sejahtera.

Oleh: Ardiansyah, Warganet