Di Sidang Praperadilan, Keluarga: Penangkapan Laskar FPI Harus Dinyatakan Tak Syah

 






Senin, 1 Februari 2021

Faktakini.info, Jakarta  - Sidang permohonan praperadilan yang diajukan keluarga salah satu Laskar FPI yang tewas ditembak dalam peristiwa Km 50 Tol Jakarta-Cikampek, M Suci Khadavi Putra, terkait penangkapan dimulai.

Dalam permohonannya, keluarga meminta penangkapan Khadavi dinyatakan tidak sah.

Sidang praperadilan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Senin (1/2/2021). 

Sebelumnya, sidang praperadilan ini sempat ditunda lantaran pihak Termohon tidak hadir.

"Menyatakan secara hukum Termohon I telah melakukan penangkapan secara tidak sah terhadap korban yang bernama Muhammad Suci Khadavi Putra yang berusia 21 tahun, yang mengakibatkan korban meninggal dunia," demikian bunyi permohonan keluarga, seperti dikutip detikcom, Senin (1/2/2021).

Keluarga, melalui kuasa hukumnya, mengatakan tidak ada satu pun dokumen yang menyatakan Khadavi sebagai pelaku tindak pidana. Jadi, tidak ada tidak hak bagi kepolisian untuk menangkap Khadavi saat itu.

"Korban atau Pemohon tidak pernah mendapatkan dokumen dari Termohon I atau Termohon II yang menyatakan bahwa korban adalah tersangka dari suatu tindak pidana, sehingga oleh karenanya korban dapat dilakukan penangkapan," tulis Pemohon dalam surat permohonannya.

"Bahwa dengan demikian, terbukti secara nyata Termohon I telah melakukan penangkapan secara tidak sah kepada korban," lanjutnya.

Dalam permohonannya, keluarga juga meminta hakim memerintahkan Termohon I dan Termohon II untuk merehabilitasi nama baik Khadavi. Selain itu, hakim diminta untuk memerintahkan Turut Termohon, yakni Ketua Komnas HAM, melanjutkan dugaan terjadinya pelanggaran HAM dalam peristiwa Km 50.

"Memerintahkan Turut Termohon untuk melanjutkan penyelidikan dugaan terjadinya pelanggaran HAM sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku," lanjutnya.

Permohonan itu disampaikan tertulis. Hakim tunggal Ahmad Suhel menganggap permohonan Pemohon sudah dibacakan dalam sidang yang kemudian disetujui Termohon dan Pemohon.

Dalam permohonan ini, pemohon diwakili pihak kuasa hukum, Rudy Marjono. Sedangkan pihak Termohon I yakni Kapolda Metro Jaya dan Termohon II adalah Kapolri cq Kabareskrim Polri. Kemudian, Turut Termohon yakni Ketua Komnas HAM. Hanya pihak Komnas HAM yang tidak hadir dalam sidang perdana ini.

Seusai persidangan, kuasa hukum Pemohon, Rudy Marjono, menjelaskan alasan permohonan tidak dibacakan. Hal itu, kata dia, guna mempersingkat waktu.

"Karena cukup tebal, majelis mempersingkat waktu, dianggap dibacakan dan mereka juga sudah terima," ucap Rudy di PN Jaksel, Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Senin (1/2/2021).

Rudy juga membeberkan rencananya dalam persidangan ke depan, termasuk menyiapkan 2 saksi nantinya. Dia menilai penangkapan korban tidak sah dan menginginkan adanya tindak lanjut atas investigasi Komnas HAM.

"Terkait dengan surat gugatan ini, dari pihak Termohon Bareskrim dan pihak Polda Metro, besok jawabannya. Kemudian dilanjutkan hari berikutnya pembuktian, surat-surat baik dari pihak kami, pemohon, kemudian kalau ada saksi sekalian di Rabu itu. Yang hari Kamis agenda pemeriksaan saksi dari pihak Termohon. Untuk sementara agenda sidangnya sampai di Kamis. Selanjutnya apakah hari Jumat kesimpulan kita menunggu perkembangan selanjutnya," kata Rudy.

Terpisah, kuasa hukum Termohon I, Kasubdit Bantuan Hukum (Bankum) Polda Metro Jaya, AKBP Aminullah, tak berkomentar banyak mengenai jalannya sidang. Dia hanya menegaskan telah menyiapkan langkah ke depan terkait permohonan ini.

"Nanti kalau saksi, kan masih hari Kamis (4/2/2021). Lihat saja nanti ya," ujar Aminullah.

Keluarga korban syuhada FPI hingga saat ini masih terus menuntut keadilan. 

Sumber: detik.com