Kompak, Pimpinan NU Dan Muhammadiyah Tepis Tudingan "Din Syamsuddin Radikal"

 




Sabtu, 13 Februari 2021

Faktakini.info, Jakarta - Tudingan ngawur yang menyebut Din Syamsuddin radikal ditepis mentah-mentah oleh pimpinan dua ormas Islam terbesar di Indonesia, NU dan Muhammadiyah. Tuduhan tersebut dinilai tak berdasar dan tak mempunyai bukti konkret.

Sebagaimana diketahui, Din Syamsuddin memang belakangan bergabung dalam KAMI yang dianggap berseberangan dengan penguasa, sehingga ia kerap diserang oleh buzzer dan kelompok pendukung penguasa. 

Isu Din Syamsuddin radikal ini diembuskan oleh sejumlah alumni Institusi Teknologi Bandung (ITB) yang menamakan kelompoknya Gerakan Anti Radikalisme (GAR). Mereka bahkan mendesak KASN untuk memberi sanksi kepada Din Syamsuddin.

Mereka menyampaikan laporan ke KASN pada Oktober 2020 lalu. Tak kunjung mendapat kabar, GAR ITB kembali mendesak KASN untuk menyatakan sikap.

Laporan ini kemudian ditanggapi Sekum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti. Mu'ti menilai tuduhan Din radikal salah alamat.

"Tuduhan itu jelas tidak berdasar dan salah alamat. Saya mengenal dekat Pak Din sebagai seorang yang sangat aktif mendorong moderasi beragama dan kerukunan intern dan antarumat beragama, baik di dalam maupun luar negeri. Pak Din adalah tokoh yang menggagas konsep 'Negara Pancasila sebagai Darul Ahdi Wa Syahadah' di PP Muhammadiyah sampai akhirnya menjadi keputusan resmi Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar," kata Mu'ti dalam keterangan tertulis, Jumat (12/2/2021).

Mu'ti menuturkan, Din Syamsuddin telah memprakarsai dan menyelenggarakan pertemuan ulama dunia di Bogor semasa menjadi utusan khusus Presiden Jokowi untuk dialog dan kerja sama antaragama dan peradaban. Pertemuan tersebut melahirkan Bogor Message yang berisi tentang wasathiyah Islam atau Islam moderat.

"Bogor Message adalah salah satu dokumen dunia yang disejajarkan dengan Amman Message dan Common Word. Pak Din adalah moderator Asian Conference of Religion for Peace (ACRP), dan co-president of World Religion for Peace (WCRP). Tentu masih banyak lagi peran penting Pak Din dalam forum dialog antar-iman. Jadi sangatlah keliru menilai Pak Din sebagai seorang yang radikal," tutur Mu'ti.

Mu'ti juga berbicara latar belakang Din Syamsuddin sebagai akademisi. Bagi Mu'ti, Din merupakan sosok profesor yang terkemuka.

"Sebagai akademisi dan ASN Pak Din adalah seorang guru besar politik Islam yang terkemuka. Di UIN Jakarta Pak Din adalah satu-satunya guru besar Hubungan Internasional. Secara akademik, FISIP UIN sangat memerlukan sosok Pak Din. Saya tahu persis, di tengah kesibukan di luar kampus, Pak Din masih aktif mengajar, membimbing mahasiswa, dan menguji tesis atau disertasi," ujar Mu'ti.

Mu'ti menjelaskan, kritik yang selama ini disampaikan Din merupakan bagian dari panggilan iman, keilmuan, dan tanggung jawab kebangsaan.

"Kritik adalah hal yang sangat wajar dalam alam demokrasi dan diperlukan dalam penyelenggaraan negara. Jadi semua pihak hendaknya tidak antikritik yang konstruktif," ujar Mu'ti.

"Dalam situasi negara yang sarat dengan masalah, sebaiknya semua pihak berpikir dan bekerja serius mengurus dan menyelesaikan berbagai problematika kehidupan. Semua pihak hendaknya tidak sesak dada terhadap kritik yang dimaksudkan untuk kemaslahatan bersama. Saatnya semua elemen bangsa bersatu dan saling bekerja sama dengan menyingkirkan semua bentuk kebencian golongan dan membawa masalah privat ke ranah publik," sambung Mu'ti.

Tanggapan juga datang dari Ketua PBNU, Marsudi Syuhud. Marsudi mengaku belum bisa menemukan contoh konkret Din Syamsuddin termasuk seorang yang radikal.

"Tuduhan radikalisme terhadap tokoh Din Syamsuddin oleh pihak tertentu sampai detik ini saya belum bisa menemukan contoh konkret yang menggambarkan beliau adalah seorang yang radikal dalam bahasa lain 'tathoruf' sebagaimana gambaran pikiran kita ketika diarahkan kepada sebuah kelompok yang 'distempel' radikal pada umumnya," kata Marsudi dalam keterangannya, Jumat (12/2/2021).

"Begitu pula ketika kata 'radikal' yang diarahkan kepada beliau, sebagai seorang pemimpin 'jam'iyah almutathorifah', hidung saya belum bisa membau bau itu sampai saat ini. Apakah ini karena hidung saya lagi kena flu sehingga tidak berfungsi dengan baik, atau telinga saya yang 'kopoken' sehingga belum bisa mendengarkan statement Pak Din yang masuk kategori radikal," sambung Marsudi.

Marsudi meminta pihak yang menuduh Din Syamsuddin radikal untuk memberikan bukti. Jangan sampai, kata Marsudi, hal ini menjadi fitnah.

"Agar tuduhan ini tidak disebut 'fitnah' maka saya minta kepada pihak pihak yang mempunyai data keradikalan beliau dan yang terutama pihak pihak yang melaporkan beliau harus menyampaikan ke publik, bentuk radikal apa yang beliau lakukan," ujar Marsudi.

Marsudi mengenal Din Syamsuddin sebagai orang yang menyerukan Islam tengahan. Marsudi mengatakan Din juga aktif di dunia internasional.

"Selama ini saya dengan beliau bersama sama, memasarkan Islam 'wasathiah' Islam Rahmatan lillalamin yang tidak hanya di Indonesia namun di International, di forum tokoh dunia baik di Vatican bersama Holy Pop Fraciscus atau tokoh-tokoh seluruh agama di banyak event dunia. Mohon sekali lagi agar kiranya pihak yang menyampaikan bahwa beliau radikal kiranya bisa membuktikan hal tersebut. Jangan sampai hal ini di anggap memfitnah, dan bahkan bisa kena jerat hukum sendiri," ujar Marsudi.

"GAR hanya concern bahwa yang bersangkutan masih ASN, dan sebagai ASN seharusnya beliau patuh terhadap peraturan disiplin dan kode etik ASN. Itu saja," ujar Juru Bicara GAR ITB Shinta Madesari, Rabu (3/2/2021).

GAR ITB mengklaim telah mengumpulkan berbagai bukti laporan bahwa Din Syamsuddin dinilai telah pelanggaran yang substansial atas norma dasar, kode etik dan kode perilaku ASN, dan/atau pelanggaran disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Untuk diketahui, Prof Din Syamsuddin saat ini masih tercatat sebagai ASN dengan jabatan dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan status di ITB sebagai anggota Majelis Wali Amanat (MWA).

Berikut enam poin pelanggaran yang dituduhkan terhadap Din dalam surat laporan GAR ITB:

1. Din Syamsuddin dianggap bersikap konfrontatif terhadap lembaga negara dan terhadap keputusannya. Hal itu diketahui melalui pernyataan Din pada 29 Juni 2019.

GAR ITB menyebut Din melontarkan tuduhan tentang adanya rona ketidakjujuran dan ketidakadilan dalam proses peradilan di Mahkamah Konstitusi yang memproses serta memutus perkara sengketa Pilpres 2019.

2. Din dinilai mendiskreditkan pemerintah, menstimulasi perlawanan terhadap pemerintah, yang berisiko untuk terjadinya proses disintegrasi bangsa.

Tindakan Din itu dinilai melalui pernyataan Din dalam webinar 'Menyoal Kebebasan Berpendapat dan Konstitusionalitas Pemakzulan Presiden di Era Pandemi Covid-19' pada 1 Juni 2020 yang digelar oleh Masyarakat Hukum Tata Negara Muhammadyah (MAHUTAMA) dan Kolegium Jurist Institute (KJI). GAR menilai saat itu Din menunjukkan kekonsistenannya untuk menyuarakan penilaian yang negatif terhadap pemerintah Indonesia.

3. Din dianggap melakukan framing yang menyesatkan pemahaman masyarakat umum, dan mencederai kredibilitas pemerintah RI yang sah.

Bertepatan dengan pra-deklarasi kelompok KAMI pada, 2 Agustus 2020. Din dinilai telah mengeluarkan pernyataan, dianggap sebuah framing yang menyesatkan pemahaman masyarakat Indonesia.

GAR ITB menilai penyampaian Din dikesankan seolah-olah Indonesia sedang dalam kondisi sangat darurat, akibat dari praktek oligarkhi, kleptokrasi, korupsi, dan politik dinasti.

4. Din dianggap menjadi pemimpin dari kelompok yang beroposisi terhadap pemerintah.

GAR ITB berpendapat, acara deklarasi kelompok KAMI di Jakarta pada 18 Agustus 2020 merupakan sebuah konfirmasi resmi atas posisi Din Syamsudin di dalam kepemimpinan kelompok KAMI. Oleh karenanya kedudukan Din di kelompok KAMI terhadap pemerintah Indonesia dinilai cerminan dari posisi Din terhadap pemerintah pula.

5. Din dianggap menyebarkan kebohongan, melontarkan fitnah, serta mengagitasi publik agar bergerak melakukan perlawanan terhadap pemerintahan yang sah.

Pidato Din pada saat deklarasi kelompok KAMI di Bandung, Jawa Barat, 7 September 2020, GAR ITB memandang Din kembali menyuarakan sebuah kebohongan publik. Din menyatakan seolah-olah telah terjadi kerusakan-kerusakan negara dan bangsa pada masa kini, yang skalanya bahkan lebih besar daripada kerusakan-kerusakan yang terjadi selama masa penjajahan Belanda.

6. Din dinilai melontarkan fitnah dan mengeksploitasi sentimen agama.

Selanjutnya, bukti yang dilampirkan GAR ITB mengenai respons Din Syamsuddin terhadap kejadian penganiayaan fisik yang dialami oleh Ulama Syekh Ali Jaber. Din menyatakan penilaiannya bahwa tindakan tersebut merupakan bentuk kriminalisasi terhadap ulama, dan kejahatan berencana terhadap agama dan keberagamaan.

GAR ITB menyampaikan, faktanya, tindak kriminal pidana penganiayaan terhadap Ulama Syekh Ali Jaber tersebut, adalah sebuah kasus pidana umum biasa yang sama sekali tidak terorganisir.

KASN akhirnya buka suara terkait laporan dari GAR ITB. Dari surat penjelasan Kemenpan RB yang diterima detikcom, bernomor B/23/SM.00.04/2021 dan dibubuhi tanda tangan Deputi Bidang SDM Aparatur Teguh Widjinarko menyebutkan bahwa laporan GAR ITB perihal kasus dugaan radikalisme ASN Din Syamsuddin tengah dikoordinasikan dengan Tim Satgas.

"Kepada Yth. Ketua Gerakan Anti Radikalisme-Alumni ITB. Berdasarkan laporan Gerakan Anti Radikalisme - Alumni Institut Teknologi Bandung Nomor 08/S/GAR-ITB//2021 tanggal 19 Januari 2021 perihal Kasus radikalisme ASN an Prof. Dr.H.M Sirajuddin Syamsudin, M.A.Ph.D NIP 1958083111984011001 dengan jabatan dosen Universitas islam Negeri Syarif Hidayatulloh, Jakarta," isi pembuka surat yang diterima detikcom, Kamis (4/2/2021).

"Terkait dengan pelanggaran dasar kode etik dan kode perilaku ASN dan/atau pelanggaran disiplin PNS kami akan melakukan koordinasi dengan Tim Satgas Penanganan Radikalisme yang terdiri dari 11 K/L terkait," sambung isi surat tersebut.

Hasil pembahasan dengan Tim Satgas Radikalisme belum dapat dipastikan kapan akan disampaikan. Hanya saja, pihaknya menyebut hasil tersebut akan dikeluarkan sesegera mungkin.

"Dan hasil pembahasan dengan Tim Satgas Radikalisme segera kami sampaikan sesegera mungkin. Atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih," tutup surat tersebut.

Foto: Din Syamsuddin

Sumber: detik.com