Lagi, Gus Yaqut Dan KH Said Agil Siradj Tidak Hadir Di Pengadilan Gus Nur
Rabu, 17 Februari 2021
Faktakini.info
*LAGI, GUS YAQUT DAN KH SAID AQIL SHIRAJ TIDAK HADIR DI PENGADILAN*
_[Catatan Sidang Kelima, 16 Februari 2021]_
Oleh : *Ahmad Khozinudin, S.H.*
Advokat, Ketua Tim Advokasi Gus Nur
Selasa (16/2) pada Sidang Kasus Gus Nur, dua orang saksi atas nama Yaqut Cholil Qoumas (Ketum Ansor yang juga Menag) dan KH Said Aqil Shiraj tidak hadir. Hal ini, tentu sangat merugikan Gus Nur. Padahal, keduanya merasa dicemarkan dan dirugikan oleh Gus Nur. Sebagai korban, tidak ada alasan bagi keduanya untuk tidak memenuhi panggilan Jaksa.
Padahal, sebagai seorang yang paling Pancasilais, paling NKRI bahkan boleh dibilang Gus Yaqut (panggilan akrab pak Menag) adalah orang yang 'paling NKRI' se Indonesia, semestinya taat hukum dan memenuhi panggilan Jaksa. Secara hukum, Gus Yaqut juga berkepentingan untuk hadir, karena dirinya lah yang merasa dicemarkan oleh Gus Nur. Jadi, Gus Yaqut berkepentingan untuk hadir dan menceritakan langsung dihadapan sidang yang terbuka untuk umum, bagaimana perasaan dan batinnya tercemar dan dinodai Gus Nur.
Perasaan 'tercemar' sangat subjektif, tidak bisa diwakili. Ketentuan pasal 27 ayat (3) UU ITE itu genus delik nya pasal 310 KUHP. Ini delik aduan, bukan delik umum.
Pak Menag bisa menceritakan, dibagian apa video Gus Nur yang mencemarkan dirinya. Apakah bagian Gus Nur ketika 'menganalogikan' dirinya sebagai Kondektur ? Atau bagian dimana Gus Nur bercerita ada anggota Banser joget dangdut dengan aurat terbuka ? Atau bagian yang mana ?
Begitu juga Kiyai Sa'id, apakah dia merasa tercemar karena 'dianalogikan' sebagai Supir Bus yang mabuk ? Atau penyebutan banyaknya penumpang bus yang liberal, Syi'ah dan PKI ? Atau bagian yang lainnya ?
Karena, dalam video pihak yang dicemarkan menurut dakwaan Jaksa, selain KH Maruf Amien dan Abu Janda, adalah Gus Yaqut dan Kiyai Sa'id. Kedua saksi ini wajib dihadirkan, mengingat ketentuan Pasal 185 ayat 1 KUHAP, mengatakan :
_"Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan."_
Semua keterangan yang tidak dinyatakan di persidangan, tidak bernilai. Keterangan BAP penyidik, hanyalah petunjuk dan wajib dinyatakan ulang di pengadilan. Jika tidak, keterangan di BAP tidak bernilai.
Lagipula, keduanya adalah korban sebagaimana dakwaan yang dibacakan jaksa berdasarkan ketentuan pasal 27 ayat (3) dan pasal 28 ayat (2) UU ITE. Kalau tidak ada keterangan dari korban, maka perkara selesai, unsur pidananya tidak terpenuhi, Gus Nur wajib dibebaskan.
Penulis masih penasaran kepada keduanya. Gus Yaqut infonya senang berdiskusi, penulis ingin mengajaknya diskusi hukum di persidangan. Sementara Kiyai Sa'id, penulis masih penasaran ingin menanyakan ihwal keberadaan NU cabang Kristen. Menurut saksi sebelumnya tidak ada NU cabang Kristen.
Penulis dan Tim Advokasi Gus Nur masih berharap Gus Yaqut dan Kiyai Sa'id Aqil Siradj bisa hadir Selasa depan. Sidang, oleh Hakim ditutup dan ditunda, untuk satu Minggu pada Selasa (23/2).
Penulis tidak tahu, apakah masih ada keadilan di Negeri ini. Sepanjang yang penulis amati, penegakan hukum di era Presiden Jokowi ini sangat mengkhawatirkan. Janji Presiden Jokowi akan merevisi UU ITE, rasanya hanya manis di bibir.
Gus Nur telah yang ketiga kalinya, menjadi korban UU ITE. Pada saat yang sama, laporan Gus Nur di Palu terhadap Kaharu dan Di Surabaya terhadap Gus Arya, tidak diproses lebih lanjut. Padahal, substansi penegakan hukum adalah keadilan. Lantas, apakah memang UU ITE hanya didesain untuk mengkriminalisasi Gus Nur dan orang-orang yang kritis terhadap rezim ? [].