Penangkapan Tokoh FPI Dan Meninggalnya Ustadz Maaher, Adilkah?

 




Jum'at, 12 Februari 2021

Faktakini.info

*PENANGKAPAN TOKOH FPI DAN MENINGGALNYA USTADZ MAAHER, ADILKAH ?*

_[Catatan Pengantar Diskusi Online Pusat Kajian dan Analisis Data/PKAD)]_

Oleh : *Ahmad Khozinudin, S.H.*

Advokat, Aktivis Pejuang Khilafah

Kadangkala penulis tersenyum sendiri, membaca tema diskusi yang diselenggarakan Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD), besok (13/2). Tema sebagaimana judul tulisan ini, tak perlu dibuat diskusi terlebih dahulu publik jelas paham, itu tidak adil. Tepatnya, itu sangat zalim.

Kezaliman kepada FPI, yang paling berlipat. Sudah 6 laskar dibunuh tanpa pertanggungjawaban, HRS ditangkap dan dipenjara, FPI dibubarkan,  menyusul tokohnya turut dipidanakan. Adapun kepada Ust Maaher at Tuwailibi juga sama, beliau dizalimi dengan kasus kriminalisasi, ditahan meskipun memiliki riwayat sakit, kambuh dan tidak mendapatkan penanganan maksimal dan akhirnya meninggal dunia di Rutan Bareskrim Polri.

Beberapa jam setelah kabar penahanan sejumlah tokoh FPI (KH A Shabri Lubis, Haris Ubaidillah, Habib Ali bin Alwi Alatas, Maman Suryadi, Habib Idrus dan Habib Hanif Alatas) kemudian beredar kabar kematian Ust Maaher at Tuwailibi. Penulis telah membuat catatan hukum atas kematian Ust Maaher dan meminta Kapolri bertanggung jawab. 

Namun ketika kita bicara kezaliman, pastilah mengarah kepada rezim Jokowi. Karena Presiden adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Semua peristiwa di negeri ini, ada dalam kendali dan tanggung jawab Presiden.

Tetap saja, Presiden Jokowi tak peduli. Jangankan hanya 1 nyawa yang meninggal karena sakit, 6 anggota FPI yang mati ditembak Polisi pun, Presiden Jokowi bungkam. Tak ada sepatah katapun ungkapan belasungkawa dan rasa prihatin yang ditujukan kepada keluarga korban.

Saat dituntut publik agar Presiden membentuk TGPF, Jokowi juga bungkam. Terakhir, Presiden Jokowi justru mengimbau masyarakat tidak sewenang-wenang. MasyaAllah, yang punya kewenangan kepolisian, yang menembak dan menimbulkan kematian itu kepolisian, kok masyarakat yang diminta tidak sewenang-wenang ?

Terakhir, Komnas HAM yang menyelidiki perkara kematian 6 anggota laskar FPI hasilnya juga sangat mengecewakan. Hanya disebut pelanggaran HAM biasa, dan hanya untuk 4 korban. Dengan demikian, seolah dua anggota FPI lainnya memang layak tewas ditembak polisi.

Belakangan, Komnas HAM mengumbar janji akan menyelidiki kasus kematian Ust Maaher at Tuwailibi. Seperti cari panggung saja lembaga satu ini. Urusan 6 anggota FPI saja belum kelar, kerja Komnas HAM mengecewakan, kini Komnas HAM mau umbar janji lagi.

Apa yang dialami oleh tokoh-tokoh FPI yang ditahan Bareskrim, juga kematian Ustadz Maaher at Tuwailibi jelas sebuah kezaliman. Karena itu kemudian penulis sehari yang lalu membuat artikel yang isinya diantaranya meminta agar Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit mengundurkan diri. 

Ini bukan soal kesalahan siapa, tapi ini semua tanggungjawab Kapolri. Meskipun baru dilantik, untuk menjaga kepercayaan publik kepada institusi Polri yang mulai jatuh dimata publik, Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit sebaiknya tetap segera mengundurkan diri. Ini juga untuk membangun narasi bahwa institusi Polri masih memiliki figur yang berintegritas, sehingga rela menanggalkan jabatan Kapolri yang baru disandangnya. 

Hanya saja publik juga pasti tahu, kritik kepada pemerintah termasuk kepada institusi Polri saat ini hanya dianggap angin lalu. Bahkan, kalau nasib tidak mujur bisa berujung kriminalisasi.

Tapi apapun respon pemerintah, sebagai warga negara yang mencintai negeri ini, penulis tidak akan pernah berhenti mengkritik. Menyampaikan kritik bukan saja soal tanggungjawab moral sebagai anak bangsa, tetapi lebih daripada itu mengkritik kezaliman penguasa adalah salah satu kewajiban agama. Ini adalah bagian dari aktivitas dakwah.

Besuk pagi, insyaallah Penulis akan mendiskusikan tema ini bersama Pusat Kajian dan Analisis Data, pada Sabtu, 13 Februari 2021, Jam : 08.00 sd 11.30 WIB. Infonya, selain penulis juga akan hadir Pembicara lain, yakni Dr. Abdul Chair Ramadhan S.H., M.H. (HRS Centre), Dr. Muhammad Taufiq S.H., M.H. (Pakar Hukum Pidana), Achmad Michdan S.H. (Tim Pengacara Muslim), Edy Mulyadi (Jurnalis Senior) dan Ustadz H. M. Ismail Yusanto (Cendekiawan Muslim). [].