Peradilan 'Sesat', Tim Advokasi Gus Nur Tak Bertanggungjawab Atas Keseluruhan Proses Pemeriksaan Dan Putusannya

 


Rabu, 24 Februari 2021

Faktakini.info

*PERADILAN 'SESAT', TIM ADVOKASI GUS NUR TIDAK BERTANGGUNG JAWAB ATAS KESELURUHAN PROSES PEMERIKSAAN DAN PUTUSANNYA*

_[Catatan Sidang Keenam,  23 Februari 2021]_

Oleh : *Ahmad Khozinudin, S.H.*

Advokat, Ketua Tim Advokasi Gus Nur

Selasa (23/2) pada Sidang Kasus Gus Nur, dua orang saksi atas nama Yaqut Cholil Qoumas (Ketum Ansor yang juga Menag) dan KH Said Aqil Shiraj menurut informasi Jaksa kembali tidak hadir. Itu artinya, telah habis kesempatan bagi jaksa untuk menghadirkan saksi korban, yang memiliki nilai strategis dalam perkara ini.

Kami serahkan kepada publik, untuk menilai sikap ketaatan pada hukum dan kenegarawanan dua tokoh yang mengaku paling pancasilais dan paling NKRI ini. Tak perlu kami memberikan penjelasan lebih lanjut.

Ketidakhadiran Yaqut Cholil Qoumas dan KH Said Aqil Shiraj, menghilangkan kewenangan menuntut bagi jaksa berdasarkan ketentuan pasal 27 ayat (3) UU ITE. Karena genus delik pasal ini adalah pasal 310 KUHP yang merupakan delik aduan. Tidak ada perkara tanpa kehadiran korban, sehingga dakwaan jaksa berdasarkan ketentuan pasal 27 ayat (3) UU ITE ini gugur.

Ketidakhadiran Yaqut Cholil Qoumas dan KH Said Aqil Shiraj selaku Ketum Ansor dan PBNU juga menghilangkan unsur 'menimbulkan kebencian dan permusuhan berdasarkan SARA'. Karena korbannya, yang didalam dakwaan Jaksa disebut Ansor dan PBNU tidak ada yang hadir  di persidangan. Sehingga unsur 'menimbulkan kebencian dan permusuhan berdasarkan SARA' tidak dapat dibuktikan. Alhasil, unsur dakwaan jaksa berdasarkan ketentuan pasal 28 ayat (2) UU ITE tidak dapat dibuktikan.

Oleh karenanya, konstruksi hukum pertimbangan hakim wajib memutus perkara ini dengan putusan bebas ( vrijspraak ) atau setidaknya lepas dari segala tuntutan ( onslag van recht vervolging ). Ini hanya terjadi, jika hakim benar-benar menjadikan fakta hukum persidangan sebagai pertimbangan putusan.

Namun karena sejak awal Terdakwa tidak dihadirkan langsung di persidangan. Padahal, pemeriksaan perkara di Pengadilan tanpa kehadiran secara langsung Terdakwa telah menyalahi ketentuan pasal 145  KUHAP. Sehingga seluruh pemeriksaan perkara tidak sah secara hukum dan bertentangan dengan UU, sepanjang Terdakwa tidak dihadirkan secara langsung di persidangan.

Lagipula, kami Tim Kuasa Hukum juga tidak bisa mendampingi Terdakwa karena ketidakhadiran Terdakwa kami respons dengan kebijakan Walk Out. Hal itu, berkonsekuensi pada pemeriksaan terhadap saksi-saksi dan Terdakwa tanpa didampingi pengacara telah menyalahi ketentuan pasal 54  KUHAP. Sehingga seluruh pemeriksaan perkara bisa disimpulkan tidak sah secara hukum dan bertentangan dengan UU, sepanjang Terdakwa tidak didampingi oleh Tim Penasehat Hukum.

Karena alasan itulah, kami telah mengeluarkan pernyataan resmi melalui Jubir Tim Advokasi Rekan Aziz Yanuar dan Rekan Novel Bamukmin, yang pada pokoknya kami menyatakan tidak mau terlibat dan tidak bertanggung jawab atas keseluruhan proses dan hasil pemeriksaan dalam peradilan yang sesat, yang dipaksakan dilakukan tanpa mentaati prosedur beracara sebagaimana diatur didalam KUHAP. Putusan apapun yang dikeluarkan kelak, lepas dari tanggungjawab Tim Advokat dan selanjutnya, kami serahkan publik yang menilai atas proses hukum yang dialami Klien kami.

Kami masih belum dapat menerima keputusan sepihak Majelis hakim yang tetap melanjutkan perkara tanpa kehadiran Terdakwa secara langsung. Padahal, dalam pasal 145 KUHAP tegas dinyatakan :

(1) Pemberitahuan untuk datang ke sidang pengadilan dilakukan secara sah, apabila disampaikan dengan surat panggilan kepada terdakwa di alamat tempat tinggalnya atau apabila tempat tinggalnya tidak diketahui, disampaikan di tempat kediaman terakhir;

(2) Apabila terdakwa tidak ada di tempat tinggalnya atau di tempat kediaman terakhir, surat panggilan disampaikan melalui kepala desa yang berdaerah hukum tempat tinggal terdakwa atau tempat kediaman terakhir;

(3) Dalam hal terdakwa ada dalam tahanan surat panggilan disampaikan kepadanya melalui pejabat rumah tahanan negara;

(4) Penerimaan surat panggilan oleh terdakwa sendiri ataupun oleh orang lain atau melalui orang lain, dilakukan dengan tanda penerimaan;

(5) Apabila tempat tinggal maupun tempat kediaman terakhir tidak dikenal, surat panggilan ditempelkan pada tempat pengumuman di gedung pengadilan yang berwenang mengadili perkaranya.

Berulangkali kami mengajukan protes, sampai akhirnya kami mengambil kebijakan walk out. Tetap saja, Terdakwa tidak dihadiri langsung di Persidangan.

Jika alasannya adalah pandemi Covid-19, dalam ketentuan Perma No 4 Tahun 2020 Tentang Administrasi Berperkara Dan Sidang Perkara Pidana Secara Elektronik, dalam ketentuan pasal 2 ditegaskan pada asalnya persidangan di pengadilan dilakukan dengan dihadiri Penuntut Umum dan Terdakwa dengan/tidak didampingi Penasehat Hukumnya.

Hal tersebut telah tim tegaskan dalam pertimbangan Surat Permohonan dihadirkan Terdakwa, yang dikirim kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Kami tidak ingin pandemi Covid-19 dijadikan kambing hitam untuk tidak menghadirkan Terdakwa, yang dengan demikian telah merampas hak terdakwa dan penasehat hukum sebagaimana telah dijamin hukum. 

Lagipula, Majelis Hakim bisa hadir lengkap langsung, Jaksa bisa hadir lengkap langsung, tim Advokat bisa hadir lengkap langsung. Kenapa giliran Terdakwa tidak dihadirkan langsung ? Padahal, ini mengenai nasib Terdakwa, bukan nasib jaksa, hakim maupun advokat.

Gus Nur sendiri sudah protes berulangkali hingga bosan. Bahkan, Gus Nur juga meminta tim advokat tak perlu lagi menanyakan ihwal penangguhan penahanan, yang selama ini tidak digubris majelis hakim. 

Sekali lagi, kami tegaskan bahwa kami tidak mau terlibat dan tidak bertanggung jawab atas keseluruhan proses dan hasil pemeriksaan dalam peradilan yang sesat, yang dipaksakan dilakukan tanpa mentaati prosedur beracara sebagaimana diatur didalam KUHAP. Putusan apapun yang dikeluarkan kelak, lepas dari tanggungjawab Tim Advokat. Untuk selanjutnya, kami serahkan publik untuk menilai atas proses hukum yang dialami Klien kami. 

Meskipun demikian, kami akan tetap hadir di persidangan untuk mengamati perkembangan kasus klien kami. Kami, juga akan menempuh ikhtiar dari berbagai sarana hukum yang disediakan oleh konstitusi untuk membela kepentingan hukum klien kami. [].