Eksepsi PH IB HRS: Kriminalisasi Atas Peristiwa Maulid Dan Pernikahan Putri HRS Di Petamburan Adalah Nebis In Idem
Ahad, 21 Maret 2021
Faktakini.info, Jakarta - Tim Advokasi Habib Rizieq Shihab telah mengajukan Eksepsi (Nota Keberatan) atas surat dakwaan Saudara Penuntut umum Reg. Perkara No. PDM- 011/JKT.TIM/Eku/02/2021.
Dalam eksepsinya yang berjudul "MENGETUK PINTU LANGIT
MENOLAK KEZALIMAN MENEGAKKAN KEADILAN", Tim Advokasi menyampaikan Kriminalisasi atas peristiwa Maulid Nabi Muhammad SAW dan pernikahan putri Habib Rizieq Shihab di Petamburan adalah Nebis In Idem.
Sebagai berikut.
C. KRIMINALISASI ATAS PERISTIWA MAULID DAN PERNIKAHAN PUTRI HABIB RIZIEQ SYIHAB DI PETAMBURAN ADALAH NEBIS IN IDEM
Majelis Hakim yang mulia,
Penuntut Umum Yang terhormat,
Hadirin pengunjung sidang yang kami hormati,
Perlu kami sampaikan bahwa, HABIB RIZIEQ SYIHAB dan Front Pembela Islam (FPI) telah membayar sanksi denda administratif sebesar Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) di kantor Sekretariat LPI, Petamburan, Jakarta Pusat pada hari Minggu, 15 Nopember 2020.
Denda administratif tersebut dikenakan karena FPI dan HABIB RIZIEQ SYIHAB dianggap telah melakukan pelanggaran protokol kesehatan pencegahan Covid-19 sehingga menimbulkan kerumunan.
Adapun kegiatan yang dianggap melanggar protokol kesehatan seperti tertulis dalam Surat Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi DKI Jakarta Nomor: 2250/-1.75, tanggal 15 Nopember 2020, perihal Pemberian Sanksi Denda Administratif adalah pada penyelenggaraan pernikahan putri HABIB RIZIEQ SYIHAB dan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW hari Sabtu, tanggal 14 Nopember 2020.
Dalam Surat yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tersebut disebutkan bahwa yang menjadi landasan yuridis atau instrumen hukum atas sanksi denda administratif terhadap HABIB RIZIEQ SYIHAB dan FPI yaitu :
1. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 79 Tahun 2020 tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Sebagai Upaya Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Diseases 2019 (Covid-19);
2. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 80 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar pada Masa Transisi Menuju Masyarakat Sehat, Aman dan Produktif.
Kedua Paraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta yang dijadikan landasan yuridis atau instrumen hukum atas penjatuhan sanksi denda administratif terhadap HABIB RIZIEQ SYIHAB merupakan peraturan teknis pelaksana dari Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020, sebagaimana tercantum pada konsideran MENGINGAT angka 5 dalam kedua Peraturan
Gubernur Provinsi DKI Jakarta tersebut, yaitu sebagai berikut :
MENGINGAT :
1. …
2. …
3. …
4. …
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Diseases 2019 (Covid-19) dan Pemulihan Ekonomi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 170);
Kemudian pada konsideran MENGINGAT angka 4 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam rangka Percepatan Penanganan Corono Virus Diseases 2019 (Covid-19) dan Pemulihan Ekonomi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 170) disebutkan :
MENGINGAT :
1. …
2. …
3. …
4. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6236);
Dengan mencermati tata urutan konsideran MENGINGAT mulai dari Peraturan Gubernur Perovinsi DKI Jakarta No. 79 Tahun 2020 dan Peraturan Gubernur Pemrovinsi DKI Jakarta No. 80 Tahun 2020, hingga Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 yang berujung pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, maka sanksi denda administratif yang dijatuhkan terhadap HABIB RIZIEQ SYIHAB telah sesuai dengan ketentuan Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, sehingga terhadap HABIB RIZIEQ SYIHAB tidak dapat lagi dilakukan proses hukum (NEBIS IN IDEM) sesuai dengan ketentuan Pasal 76 KUHP.
Adapun ketentuan hukum yang menyatakan Nebis In Idem harus terlebih dahulu berdasarkan Putusan Pengadilan adalah ketentuan hukum kuno dan ketinggalan jaman, yang hanya menjadikan hukum sebagai alat penindas (retributive justice), sebagaimana dikatakan oleh Bagir Manan “bahwa Penegakan hukum yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan, tujuannya adalah dalam rangka mewujudkan suasana berperikehidupan bangsa yang aman, tenteram, tertib, dan dinamis dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, damai, dan bersahabat. Penegakan hukum pada hakekatnya adalah upaya untuk menciptakan keadilan. Proses pemenuhan rasa keadilan masyarakat melalui penegakan hukum sampai sekarang masih menampakan wajah lama, yaitu hukum sebagai alat penindas (retributive justice)”
Konsep sistem peradilan pidana yang berdasarkan retributive justice yang cenderung masih menganut sistem pembalasan terhadap pelaku tindak pidana dan hukum digunakan sebagai alat untuk menakut-nakuti dan pembalasan terhadap pelaku sudah selayaknya ditinggalkan, dan beralih kepada restorative justice yang merupakan konsep yang didasarkan pada tujuan hukum sebagai upaya dalam menyelesaikan konflik dengan perdamaian.
Oleh karenanya sudah sepatutnya proses perkara dalam peristiwa Maulid dan Pernikahan anak beliau di Petamburan HARUS DINYATAKAN BATAL DEMI HUKUM.