Eksepsi PH IB HRS: Penerapan Pasal 160 KUHP Jo Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Karantina Kesehatan Dalam Dakwaan Pertama Batal Demi Hukum

 

Selasa, 23 Maret 2021

Faktakini.info, Jakarta - Tim Advokasi Habib Rizieq Shihab telah mengajukan Eksepsi (Nota Keberatan) atas surat dakwaan Saudara Penuntut umum Reg. Perkara No. PDM- 011/JKT.TIM/Eku/02/2021.

Dalam eksepsinya yang berjudul "MENGETUK PINTU LANGIT MENOLAK KEZALIMAN MENEGAKKAN KEADILAN", Tim Advokasi menyampaikan penerapan Pasal 160 KUHP Jo Pasal 93 UU Nomor 6 tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan dalam dakwaan pertama batal demi hukum

Sebagai berikut. 

B. PENERAPAN PASAL 160 KUHP JO. PASAL 93 UNDANG-UNDANG NO. 6 TAHUN 2018 TENTANG KARANTINA KESEHATAN DALAM DAKWAAN PERTAMA BATAL DEMI HUKUM. 

Majelis Hakim yang mulia,

Penuntut Umum Yang terhormat,

Hadirin pengunjung sidang yang kami hormati,

Terdakwa atas nama Sdr. Moh Rizieq bin Sayyid Husein SYIHAB Alias Habib Muhammad Rizieq SYIHAB, didakwa oleh JPU dalam Surat Dakwaan Pertama No. Reg. Perkara : PDM-011/Jkt.Tim/Eku-02/2021. Didakwa oleh JPU telah melanggar Pasal 160 KUHP Jo. Pasal 93 UU No 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatatan DAKWAAN yang BATAL DEMI HUKUM.

Adapun yang menyebabkan Dakwaan Pertama dari JPU tersebut BATAL DEMI HUKUM, dengan alasan yuridis sebagai berikut :

1. Bahwa Dakwaan Pasal 160 KUHP, TIDAK DAPAT DIDAKWAKAN BERSAMAAN DENGAN Pasal 93 UU No 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantianaan Kesehatan. Atau dengan kata lain Dakwaan Pasal 160 KUHP TIDAK BISA di JUNTO kan atau DIJADIKAN SATU DAKWAAN dalam DAKWAAN PERTAMA.

Karena Unsur–unsur Pasal 160 KUHP SANGAT BERBEDA denga Unsur–Unsur Pasal 93 UU No. 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantian Kesehatan. Dan juga, ANCAMAN HUKUMAN dalam Pasal 160 KUHP, BERBEDA dengan ANCAMAN HUKUMAN dalam Pasal 93 UU No 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Kedua Pasal tersebut, mempunyai unsur masing – masing dan juga mempunyai ancaman hukuman masing – masing YANG TIDAK dimungkinkan untuk dijadikan SATU DAKWAAN.

Bahwa hal ini sangat jelas di atur dalam YURISPRUDENSI TETAP MAHKAMAH AGUNG – RI No : 71 K/Kr/1968, dengan Majelis Hakim Agung :

1) Prof. SUBEKTI;

2) ASKIN KUSUMA ATMADJA, SH;

3) D.H. LUMBAN RADJA, SH;

Bahwa untuk lebih jelasnya kami kutip bunyi YURISPRUDENSI TETAP MAHKAMAH AGUNG – RI No : 71 K/Kr/1968, dari Buku Rangkuman Yurisprudensi Mahkamah Agung – RI Cetakan Ke 2, 1993. Berbunyi dengan kaidah –kaidah hukum sebagai berikut : 

“suatu surat tuduhan tindak pidana yang dirumuskan Pasal 368 KUHP bersama – sama unsur pasal penipuan 378 KUHP merupakan Kesalahan yang sangat esensial yang menyebabkan tuduhan tersebut batal”

Bahwa adapun Pertimbangan Hukum dari YURISPRUDENSI TETAP MAHKAMAH AGUNG – RI No : 71 K/Kr/1968,tersebut. Kami kutip sebagai berikut :

“bahwa dalam tuduhan primair tidak jelas apakah yang dimaksudkan itu merupakan tindak pidana pemerasan (Pasal 368 K.U.H.P) atau merupakan tindak pidana penipuan (Pasal 378 K.U.H.P) karena dalam bagian pertama dari tuduhan primair dipergunakan perumusan Undang2 mengenai tindak pidana pemerasan, kemudian dipakai unsur2 dari penipuan sebagai materieele handelingen hal mana merupakan suatu kesalahan kang esentieel yang menyebabkan tuduhan primair batal”.

Berdasarkan YURISPRUDENSI TETAP MAHKAMAH AGUNG – RI No : 71 K/Kr/1968, tersebut di atas. Maka dapat disimpulkan bahwa dalam membuat surat dakwaan, JPU TIDAK DIBENARKAN Menggabungkan Unsur – unsur delik Pasal 160 KUHP diJUNTOkan dengan Unsur – Unsur delik Pasal 93 UU No 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan. Karena mengandung Kesalahan yang sangat Esensial.

Adapun dalam dakwaan pertama, JPU yang Mendakwa Terdakwa Habib Rizieq SYIHAB, adanya Penggabungan dakwaan Unsur – Unsur Pasal 160 KUHP digabungkan menjadi satu dakwaan dengan unsur – unsur Pasal 93 UU No 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan. Adanya penggabungan tersebut, kami kutip kembali unsur –unsur delik Pasal –Pasal yang dijadikan satu dakwaan : (dakwaan pada Halaman 2)

“maka pengadilan Negeri Jakarta Timur untuk memeriksa dan mengadli, mereka yang melakukan ,yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan, di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan pidana ( pasal 160 KUHP) kekarantinaan kesehatan sebagaimana pasal 93 undang-undang Republik Indonesia Nomor. 6 Tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang di berikan berdasar ketentuan undang-undang”.

Dari unsur – unsur delik yang didakwakan dalam dakwaan Pertama yang didakwakan terhadap terdakwa Habib Rizieq, dengan LOCUS DELICTIE terjadi di Petamburan Jakarta Pusat dalam acara Maulid Nabi Muhammad. 

Sangat jelas penggabungan Unsur – unsur pasal 160 KUHP digabungkan dengan Unsur – unsur delik Pasal 93 UU No 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan. Dan dalam dakwaan pertama (pada halaman 10) tersebut sangat jelas, JPU telah mendakwa Terdakwa HABIB MUHAMMAD RIZIEQ SYIHAB: 

“Perbuatan Terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 160 KUHP Jo Pasal 93 UU No 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan”.

Berpedoman pada YURISPRUDENSI TETAP MAHKAMAH AGUNG – RI No : 71 K/Kr/1968, tentang yang intinya larangan pengabungan unsur – unsur delik Pasal 160 KUHP dengan unsur – unsur delik Pasal 93 UU No 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan. Yang mengakibatkan dakwaan pertama JPU KABUR / TIDAK JELAS (OBSCURE LIBEL). Oleh karenanya, surat dakwaan pertama JPU HARUSLAH DIBATALKAN dan atau BATAL DEMI HUKUM. Karena tidak memenuhi syarat – syarat sebagaimana ditentukan Pasal 143 ayat (2) KUHAP.

2. Bahwa ada lagi larangan PENGABUNGAN dakwaan tindak pidana khusus digabungkan dengan tindak pidana umum. Hal ini telah diatur dalam Yurisprudensi Tetap Mahkamah Agung – RI No : 666 K/Pid/1982, tanggal 10 Agustus 1983, berbunyi sebagai berikut :

“menyatakan dakwaan yang didakwakan kepada terdakwa SUDARMADJI tersebut BATAL DEMI HUKUM.”

Sebagai pertimbangan dalam Yurisprudensi tersebut, MA – RI dalampertimbangannya yaitu :

“Dalam putusannya MA – RI “menyatakan bahwa dakwaan didasarkan pada pasal 360 ayat a KUHP dihubungkan dengan Pasal 5 .a. UU lalu lintascdan angkutan jalan raya (UULAJR). Perbuatan terdakwa mengenai hal tersebut SEHARUSNYA di dakwakan sendiri – sendiri. Dengan demikian dakwaan tidak jelas. Dan oleh karena itu dakwaan tersebut HARUSLAH dinyatakan BATAL DEMI HUKUM”.

Bahwa berdasarkan Yurisprudensi Tetap Mahkamah Agung – RI No : 666 K/Pid/1982, tanggal 10 Agustus 1983 tersebut di atas. Maka Semestinya dakwaan Pasal 160 KUHP TIDAK dapat digabungkan dengan Pasal 93 UU No 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan. Yang SEMESTINYA dakwaan Pasal 160 KUHP dan Dakwaan Pasal 93 UU No 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan, SEHARUSNYA DIDAKWA SENDIRI –SENDIRI;

Sedangkan dakwaan pertama JPU telah MENGGABUNGKAN atau MENGHUBUNGKAN dakwaan yang didasari pada Pasal 160 KUHP DIJUNTOKAN dengan Pasal 93 UU No 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan menjadi satu dakwaan yaitu dakwaan pertama.

Maka surat dakwaan JPU yang mendakwa terdakwa : Muhammad Rizieq SYIHAB dengan melanggar Pasal 160 junto Pasal 93 UU No 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan adalah BATAL DEMI HUKUM.

Sebab tidak DIBENARKAN menurut Yurisprudensi MA – RI, mengabungkan Pasal 160 KUHP dengan Pasal 93 UU No 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan menjadi satu dakwaan. Karena, unsur – unsur pidana Pasal 160 KUHP SANGAT BERBEDA dengan unsur – unsur Pasal 93 UU No 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan. Dan juga kedua unsur pasal tersebut mempunyai ancaman hukuman masing – masing yaitu Ancaman Hukum Pasal 160 KUHP maksimal 6 (enam) Tahun Penjara, dan Ancaman Hukuman dalambPasal 93 UU No 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan Maksimal 1.(satu) tahun penjara.

Maka kedua pasal tersebut yaitu Pasal 160 KUHP (UU pidana Umum) TIDAK dapat didakwakan bersamaan dengan Pasal 93 UU No 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan (UU Pidana Khusus). Maka dapat kami Tim Kuasa Hukum Sdr. Muhammad Habib Rizieq SYIHAB simpulkan, bahwa dakwaan pertama JPU No Reg Perkara : PDM-011/JKT-TIM/Eku/02/2021, tertanggal 4.Maret 2021 adalah BATAL DEMI HUKUM.