Eksepsi PH IB HRS: PN Jaktim Tidak Berwenang Mengadili (Exception Onbevoegheid Van De Rechter)
Senin, 22 Maret 2021
Faktakini.info, Jakarta - Tim Advokasi Habib Rizieq Shihab telah mengajukan Eksepsi (Nota Keberatan) atas surat dakwaan Saudara Penuntut umum Reg. Perkara No. PDM- 011/JKT.TIM/Eku/02/2021.
Dalam eksepsinya yang berjudul "MENGETUK PINTU LANGIT
MENOLAK KEZALIMAN MENEGAKKAN KEADILAN", Tim Advokasi menyampaikan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Tidak Berwenang Mengadili (Exception Onbevoegheid Van De Rechter)
Sebagai berikut.
C. PENGADILAN NEGERI JAKARTA TIMUR TIDAK BERWENANG MENGADILI (EXCEPTION ONBEVOEGHEID VAN DE RECHTER)
Majelis Hakim yang mulia,
Penuntut Umum Yang terhormat,
Hadirin pengunjung sidang yang kami hormati,
Bahwa perbuatan yang didakwakan kepada HABIB RIZIEQ SYIHAB sebagaimana tercantum dalam surat dakwaan Saudara Jaksa Penuntut Umum tersebut adalah bermula dari perbuatan HABIB RIZIEQ SYIHAB pada Acara Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang diselenggarakan oleh Majelis Ta‟lim Al-Afaf di Jl. Tebet Utara 2B Tebet No. 8-10 Jakarta Selatan, pada tanggal 13 November 2020 yang mengundang para hadirin untuk hadir pada acara Peringatan Maulid Nabi di Petamburan, sekaligus acara pernikahan putrinya di Petamburan, Jakarta Pusat.
Menurut M. Yahya Harahap (dalam buku nya yang berjudul Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, Peninjauan Kembali) halaman 96, Bahwa Kewenangan mengadili secara relatif Pengadilan Negeri atau Pengadilan Tinggi mana yang berwenang mengadili suatu perkara. Landasan pedoman menentukan kewenangan mengadili bagi setiap pengadilan mengadili ditinjau dari segi kompetensi relatif diatur dalam Pasal 84 KUHAP;Pasal 84 (1), berbunyi :
“Pengadilan negeri berwenang mengadili segala perkara mengenai tindak pidana yang dilakukan dalam daerah hukumnya”.
Pasal 84 (2), berbunyi :
“Pengadilan negeri yang di dalam daerah hukumnya terdakwa bertempat tinggal, berdiam terakhir, di tempat ia diketemukan, atau ditahan, hanya berwenang mengadili perkara terdakwa tersebut, apabila tempat kediaman sebagian besar saksi yang dipanggil lebih dekat pada tempat pengadilan negeri itu dari pada tempat kedudukan pengadilan negeri yang di dalam daerahnya tindak pidana itu dilakukan”.
Pasal 84 (3), berbunyi :
“Apabila seorang terdakwa melakukan beberapa tindak pidana dalam daerah hukum berbagai pengadilan negeri, maka tiap pengadilan negeri itu masing -masing berwenang mengadili perkara pidana itu”.
Pasal 84 (4), berbunyi :
“Terhadap beberapa perkara pidana yang satu sama lain ada sangkut pautnya dan dilakukan oleh seorang dalam daerah hukum berbagai pengadilan negeri, diadili oleh masing - masing pengadilan negeri dengan ketentuan dibuka kemungkinan penggabungan perkara tersebut.”
Bertitik tolak dari ketentuan yang dirumuskan dalam pasal tersebut di atas, mengandung asas bahwa Pengadilan Negeri di mana tindak pidana itu dilakukan di wilayah hukumnya, atau disebut juga prinsip Locus Delictie.
Prinsip Locus Delictie ini dikenal ajaran antara lain “DE LEER VAN DE LECHAMELIJKE DAAD” ajaran mengenai tempat di mana perbuatan dilakukan inpersona.
Menurut ajaran ini, maka yang harus dianggap sebagai tempat dilakukan tindak pidana adalah tempat di mana perbuatan yang dilarang dan diancam dengan hukuman dilakukan.
Bahwa sesuai dengan dakwaan Saudara Penuntut Umum tempat perbuatan (locus delictie) HABIB RIZIEQ SYIHAB mengundang yang dianggap menghasut yaitu di Jakarta Selatan dan tempat penyelenggaraan Acara Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW serta pernikahan putrinya yaitu di Jakarta Pusat, maka seharusnya Pengadilan Negeri yang berwenang mengadili perkara a quo adalah Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atau Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Bahwa prinsip yang paling dasar dalam hukum Pidana dalam hal mengadili suatu perkara adalah dimana tempat kejadian perkara itu terjadi, dan prinsip ini adalah prinsip yang berlaku universal. Penyimpangan terhadap prinsip ini dapat diberlakukan terhadap hal-hal yang bersifat sangat ekstra ordinary seperti genosida dan kejahatan HAM lainnya.
Faktanya perkara yang sedang disidangkan ini tidak bersifat ekstra ordinary sebagaimana kejahatan Genosida atau kejahatan HAM lainnya. Berdasarkan alasan-alasan tersebut maka Pengadilan Negeri Jakarat Timur tidak memiliki alasan yuridis formil maupun keamanan yang dapat mendukung pengusulan pemindahan lokasi Persidangan ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur, dan tidak ditemukan alasan berdasar yuridis formil yang dijadikan alasan bagi Mahkamah Agung RI untuk menunjuk Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
Mahkamah Agung RI dalam surat Nomor: 49/KMA/SK/II/2021 tentang Penunjukan Pengadilan Negeri Jakarta Timur untuk memeriksa dan memutus perkara pidana atas nama terdakwa Moh. Rizieq alis Habib Muhammad Rizieq SYIHAB bin Husain SYIHAB, dkk., hanya menyebutkan Pengadilan Negeri Jakarta Timur dipandang memenuhi syarat untuk ditetapkan/ditunjuk sebagai tempat.bMahkamah Agung RI tidak menerangkan syarat seperti apa yang dimaksud sehingga Pengadilan Negeri Jakarta Timur dipandang tepat dan sesuai alasan yuridis formil mengadili perkara ini.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, maka kami berpendapat patut kiranya Majelis Hakim yang mengadili perkara ini dapat mengambil keputusan yang bijaksana tanpa ada kekhawatiran dianggap membangkang terhadap surat penunjukkan yang diterbitkan Mahkamah Agung RI, karena berdasarkan penjelasan Pasal 1 Undang-undang No. 48 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, disebutkan tugas hakim adalah untuk menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, sehingga putusannya mencerminkan rasa keadilan rakyat Indonesia. Jelas dan berdasar terdakwa adalah Rakyat Indonesia, oleh karena terdakwa berhak memperoleh proses peradilan yang mencerminkan rasa keadilan Rakyat Indonesia. Oleh karena itu proses peradilan yang adil dan tepat adalah dengan mengadili terdakwa berdasarkan locus delicti uang didakwakan.
BAHWA KETENTUAN PASAL 85 KUHAP BELUM DIREVISI MAKA MAHKAMAH AGUNG TIDAK BERWENANG MENUNJUK PENGADILAN NEGERI JAKARTA TIMUR ATAU PENGADILAN NEGERI LAIN DI LUAR TEMPAT KEJADIAN PERKARA UNTUK MENGADILI PERKARA INI.
Bahwa Sesuai dengan bunyi ketentuan Pasal 85 KUHAP disebutkan Dalam hal keadaan daerah tidak mengizinkan suatu pengadilan negeri untuk mengadili suatu perkara, maka atas usul ketua pengadilan negeri atau kepala kejaksaan negeri yang bersangkutan, Mahkamah Agung mengusulkan kepada Menteri kehakiman untuk menetapkan atau menunjuk pengadilan negeri lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 untuk mengadili perkara yang dimaksud.
Berdasarkan bunyi pasal 85 KUHAP tersebut jelas disebutkan Menteri Kehakiman menetapkan atau menunjuk Pengadilan Negeri lain, apabila kondisi Pengadilan Negeri perkara tidak mengizinkan. Bahwa faktanya sekarang tidak ada lagi istilah Menteri Kehakiman tidak berarti Menteri dimaksud dihapus atau tidak ada, walaupun namanya sekarang menteri Hukum dan HAM tetap fungsi dan kewenangannya ada dan sama tidak berubah. Kalaupun tetap dipaksakan Mahkamah Agung RI yang berwenang, maka harus direvisi terlebih dahulu aturan Pasal 85 KUHAP.
Bahkan Undang-Undang No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman tidak ada satu pasalpun yang menyebutkan tentang beralihnya kewenangan untuk menetapkan atau menunjuk pengadilan negeri lain, kepada Mahkamah Agung,
Sehingga tidak ada dasar hukum bagi Mahkamah Agung RI mengambil alih kewenangan tersebut, dan oleh karenanya demi kepastian hukum dan perlindungan hukum terhadap Terdakwa, maka kami Penasehat Hukum mohon kepada yang mulia Majelis Hakim yang memeriksa perkara pidana ini menjatuhkan putusan yang amarnya, menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Timur tidak berwanang mengadili.