Eksepsi PH IB HRS: Surat Dakwaan Pertama Dari JPU Yang Mendakwa Terdakwa Dengan Cara Menggabungkan Dakwaan Adalah Batal Demi Hukum



Rabu, 24 Maret 2021

Faktakini.info, Jakarta - Tim Advokasi Habib Rizieq Shihab telah mengajukan Eksepsi (Nota Keberatan) atas surat dakwaan Saudara Penuntut umum Reg. Perkara No. PDM- 011/JKT.TIM/Eku/02/2021.

Dalam eksepsinya yang berjudul "MENGETUK PINTU LANGIT MENOLAK KEZALIMAN MENEGAKKAN KEADILAN", Tim Advokasi menyampaikan Eksepsi PH IB HRS: surat dakwaan pertama dari JPU yang mendakwa Terdakwa dengan cara menggabungkan atau menghubungkan dakwaan Pasal 160 KUHP (Pidana Umum) dengan Pasal 93 UU momor 6 tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan (Pidana Khusus) dijadikan satu dalam dakwaan pertama adalah batal demi hukum. 

Sebagai berikut. 

B. SURAT DAKWAAN PERTAMA DARI JPU YANG MENDAKWA TERDAKWA DENGAN CARA MENGGABUNGKAN ATAU MENGHUBUNGKAN DAKWAAN PASAL 160 KUHP (PIDANA UMUM) BERSAMA – SAMA DENGAN PASAL 93 UNDANG – UNDANG NO: 6 TAHUN 2018 TENTANG KEKARANTINAAN KESEHATAN (PIDANA KHUSUS) DIJADIKAN SATU DALAM DAKWAAN PERTAMA ADALAH BATAL DEMI HUKUM

DAKWAAN PERTAMA Jaksa Penuntut Umum (JPU) BATAL DEMI HUKUM Yang mendakwa Terdakwa dengan Pasal 160 KUHP (PIDANA UMUM) Jo. Pasal 93 Undang-Undang No 6 Tahun 2018 Tentang Karantina Kesehatan (PIDANA KHUSUS) Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP adalah BATAL DEMI HUKUM.

Bahwa Terdakwa, didakwa oleh JPU dalam Surat Dakwaan PERTAMA No Reg Perkara : PDM-012/Jkt.Tim/Eku-03/2021. Didakwa oleh JPU telah melanggar Pasal 160 KUHP Jo. Pasal 93 UU No 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-

1.KUHP adalah SURAT DAKWAAN dibuat TIDAK CERMAT; TIDAK JELAS ; dan TIDAK LENGKAP ; yang mengakibatkan SURAT DAKWAAN PERTAMA JPU tersebut adalah BATAL DEMI HUKUM ;

Adapun yang menyebabkan DAKWAAN PERTAMA dari JPU tersebut BATAL DEMI HUKUM, dengan alasan yuridis sebagai berikut:

B.1 KEBERATAN TIM PENSIHAT HUKUM TERDAKWA ATAS DAKWAAN PERTAMA JPU YANG KE – 1 (SATU).

Bahwa Dakwaan Pasal 160 KUHP, TIDAK DAPAT DIDAKWAKAN BERSAMAAN DENGAN Pasal 93 UU No 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan. Atau dengan kata lain Dakwaan Pasal 160 KUHP TIDAK BISA diJUNTO kan atau DIJADIKAN SATU DAKWAAN dalam DAKWAAN PERTAMA. Karena “Unsur – Unsur” Pasal 160 KUHP SANGAT BERBEDA dengan “Unsur – Unsur” Pasal 93 UU No 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan. Dan juga, ANCAMAN HUKUMAN dalam Pasal 160 KUHP, BERBEDA dengan ANCAMAN HUKUMAN dalam Pasal 93 UU No 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Bahwa Kedua Pasal tersebut, mempunyai unsur –unsur masing – masing dan juga mempunyai ancaman hukuman masing – masing YANG TIDAK dimungkinkan atau TIDAK DIBENARKAN untuk dijadikan SATU Surat DAKWAAN seperti SURAT DAKWAAN PERTAMA JPU tersebut.

Bahwa hal ini sangat jelas di atur dalam Yurisprudensi Tetap MAHKAMAH AGUNG – RI No : 71 K/Kr/1968, dengan Majelis Hakim Agung :

1. Prof. SUBEKTI, S.H.;

2. Z. ASIKIN KUSUMAH ATMADJA, S.H.;

3. D.H. LUMBAN RADJA, S.H.

Bahwa untuk lebih jelasnya kami kutip bunyi Yurisprudensi Tetap MAHKAMAH AGUNG – RI No: 71 K/Kr/1968, dari Buku Rangkuman Yurisprudensi Mahkamah Agung – RI Cetakan Ke 2, 1993. Berbunyi dengan kaedah hukum sebagai berikut:

“suatu surat tuduhan tindak pidana yang dirumuskan Pasal 368 KUHP bersama – sama unsur pasal penipuan 378 KUHP merupakan Kesalahan yang sangat esensial yang menyebabkan tuduhan tersebut batal “.

Bahwa adapun Pertimbangan Hukum dari Yurisprudensi Tetap MAHKAMAH AGUNG – RI No: 71 K/Kr/1968. tersebut. Kami kutip sebagai berikut:

“bahwa dalam tuduhan primair tidak jelas apakah yang dimaksudkan itu merupakan tindak pidana pemerasan (Pasal 368 K.U.H.P) atau merupakan tindak pidana penipuan (Pasal 378 K.U.H.P) karena dalam bagian pertama dari tuduhan primair dipergunakan perumusan Undang2 mengenai tindak pidana pemerasan, kemudian dipakai unsur2 dari penipuan sebagai materieele handelingen hal mana merupakan suatu kesalahan Yang esentieel jang menjebabkan tuduhan primair batal ”.

Berdasarkan dan Berpedoman dari Yurisprudensi Tetap MAHKAMAH AGUNG – RI No : 71 K/Kr/1968 tersebut di atas. Maka dapat disimpulkan bahwa dalam membuat surat dakwaan, JPU TIDAK DIBENARKAN Menggabungkan Unsur – unsur delik Pasal 160 KUHP di JUNTO kan dengan Unsur – Unsur delik Pasal 93 UU No 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan. Karena mengandung Kesalahan yang sangat Esensial.

Adapun dalam Dakwaan Pertama, JPU yang Mendakwa Terdakwa, adanya Penggabungan dakwaan Unsur – Unsur Pasal 160 KUHP digabungkan menjadi satu dakwaan dengan unsur – unsur Pasal 93 UU No 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan. Adanya penggabungan tersebut, kami kutip kembali unsur –unsur delik Pasal 160 KUHP Juncto Pasal 93 yang dijadikan satu dakwaan (dakwaan Pertama pada Halaman 2).

“maka Pengadilan Negeri Jakarta Timur untuk memeriksa dan mengadli, mereka yang melakukan ,yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan, di muka umum dengan lisan atau tulisan “menghasut ” supaya melakukan pidana ( pasal 160 KUHP) kekarantinaan kesehatan sebagaimana pasal 93 undang-undang Republik Indonesia Nomor: 6 tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang di berikan berdasar ketentuan undang-undang”.

Pada Halaman 10 (sepuluh) Surat DAKWAAN PERTAMA berbunyi:

“Perbuatan Terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 160 KUHP Jo. Pasal 93 Undang – Undang R.I. Nomor 6 tahun 2018 tentang KEKARANTINAAN KESEHATAN Jo. Pasal 55 Ayat 1 (satu) ke – 1 KUHP.”

Bahwa dari unsur – unsur delik yang didakwakan dalam dakwaan Pertama, Pasal 160 KUHP jo. Pasal 93 UU No. 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan yang didakwakan terhadap Terdakwa dengan LOCUS DELICTIE yang terjadi di Petamburan Jakarta Pusat dalam Peristiwa Hukum acara BERKERUMUN menghadiri Maulid Nabi Muhammad SAW.

Sangat jelas JPU dalam DAKWAAN PERTAMA Telah Menggabungkan Unsur – unsur pasal 160 KUHP digabungkan dengan Unsur – unsur delik Pasal 93 UU No 6. Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Bahwa Berpedoman pada Yurisprudensi Tetap MAHKAMAH AGUNG RI No: 71 K/Kr/1968, tentang yang intinya “LARANGAN” pengabungan unsur – unsur delik Pasal PEMERASAN (Pasal 368 KUHP) di GABUNGKAN dengan unsur – unsur Delik Pasal PENIPUAN (Pasal 378 KUHP).

Bahwa demikian Pula Dakwaan Pertama JPU dalam Perkara a quo, yang mendakwa TERDAKWA dengan Cara MENGGABUNGKAN Unsur – unsur Delik Pasal 160 KUHP dengan unsur – unsur delik Pasal 93 UU No 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan Yang merupakan Kesalahan yang sangat Essensial dan mengakibatkan DAKWAAN PERTAMA JPU tersebut KABUR / TIDAK JELAS (OBSCURE LIBEL). Sebagaimana yang telah diatur dalam YURISPRUDENSI TETAP MAHKAMAH AGUNG R.I. No: 71 K/Kr/1968, Tentang HUKUM PIDANA dan HUKUM ACARA PIDANA. 

Bahwa LARANGAN PENGGABUNGAN Pasal 160 KUHP Juncto Pasal 93 UU No: 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, adalah dikarenakan unsur – unsur Pasal 160 KUHP SANGAT BERBEDA dengan unsur –unsur Pasal 93 UU No. 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. 

Dan juga Ancaman HUKUMAN Pasal 160 KUHP SANGAT BERBEDA dengan Ancaman Hukuman Pasal 93 UU No: 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. 

Dimana “Unsur – unsur” Pasal 160 KUHP adalah sebagai berikut:

“Barang siapa dimuka umum dengan Lisan atau Tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang – undang maupun perintah Jabatan yang diberikan berdasarkan ketentuan undang – undang diancam dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah “.

Sedangkan “Unsur – unsur” Pasal 93 UU No: 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Adalah sebagai berikut:

“Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 

Ayat (1) dan / atau menghalang – halangi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan sehingga menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat dipidana dengan pidana Penjara paling lama 1 (satu) Tahun dan / atau Pidana denda Paling banyak Rp.100.000.000,- ( seratus juta rupiah)”.

Bahwa Selanjutnya Unsur – unsur Pasal 9 Ayat (1) UU No: 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Adalah sebagai berikut :

“Setiap orang wajib mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan”.

Bahwa dari kutipan unsur – unsur Pasal 160 KUHP dan Pasal 93 UU No: 6 tahun 2018, ternyata sangat jelas perbedaan unsur – unsur dari Pasal 160 KUHP dibandingkan dengan unsur – unsur Pasal 93 UU No: 6 tahun 2018. tentang Kekarantinaan Kesehatan tersebut. 

Maka kedua Pasal tersebut unsur – unsur nya berbeda dan Ancaman HUKUMAN nya juga BERBEDA, Oleh karena itu TIDAK DIMUNGKINKAN atau TIDAK DIBENARKAN digabungkan menjadi SATU SURAT DAKWAAN. Seperti DAKWAAN PERTAMA JPU tersebut.

Maka berdasarkan YURISPRUDENSI TETAP MAHKAMAH AGUNG R.I, No: 71 K/Kr/1968, yang berbunyi: 

“Suatu tuduhan tindak pidana yang dirumuskan berdasarkan unsur –unsur PEMERASAN pasal 368 K.U.H.P. Bersama – sama Unsur – unsur PENIPUAN Pasal 378 K.U.H.P. merupakan kesalahan yang SANGAT ESENSIEL yang menyebabkan tuduhan tersebut BATAL”.

Oleh karenanya, surat DAKWAAN PERTAMA JPU yang Mendakwa PARA TERDAKWA dengan DAKWAAN TINDAK PIDANA yang dirumuskan berdasarkan unsur – unsur Pasal 160 KUHP, bersama – sama dengan unsur – unsur Pasal 93 UU No: 6 tahun 2018. tentang Kekarantinaan Kesehatan tersebut. Yang dijadikan atau digabungkan dalam 1 (satu) SURAT DAKWAAN yaitu: DAKWAAN PERTAMA HARUSLAH DIBATALKAN dan atau BATAL DEMI HUKUM. Karena tidak memenuhi syarat – syarat sebagaimana ditentukan Pasal 143 ayat (2) KUHAP. 

B.2 KEBERATAN TIM PENSIHAT HUKUM TERDAKWA ATAS DAKWAAN PERTAMA JPU YANG KE – 2 (DUA).

Bahwa ada lagi larangan PENGABUNGAN unsur – unsur dakwaan tindak pidana khusus digabungkan dengan unsur – unsur tindak pidana umum. Hal ini telah diatur dalam YURISPRUDENSI TETAP MAHKAMAH AGUNG – RI. No: 666 K/Pid/1982, tanggal 10 Agustus 1983, berbunyi sebagai berikut:

“menyatakan dakwaan yang didakwakan kepada terdakwa SUDARMADJI tersebut BATAL DEMI HUKUM.”

Sebagai pertimbangan hukum dalam YURISPRUDENSI MA – RI No : 666 K/Pid/1982, tanggal 10 Agustus 1983, dalam pertimbangannya yaitu:

“Dalam putusannya MA – RI “menyatakan bahwa dakwaan didasarkan pada pasal 360 ayat a KUHP “dihubungkan” dengan Pasal 5 .a. UU lalu lintas dan angkutan jalan raya (UULAJR). Perbuatan terdakwa mengenai hal tersebut SEHARUSNYA di dakwakan “Sendiri – Sendiri”. 

Dengan demikian dakwaan tidak jelas. Dan oleh karena itu dakwaan tersebut HARUSLAH dinyatakan BATAL DEMI HUKUM”.

Bahwa berdasarkan YURISPRUDENSI TETAP MAHKAMAH AGUNG – RI No: 666 K/Pid/1982, tanggal 10 Agustus 1983 tersebut di atas. Maka Semestinya dakwaan Pasal 160 KUHP (Pidana Umum) TIDAK dapat digabungkan dengan Pasal 93 UU No 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan (Pidana Kuhusus). Yang SEMESTINYA dakwaan Pasal 160 KUHP dan Dakwaan Pasal 93 UU No 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan, SEHARUSNYA DIDAKWA SENDIRI –SENDIRI.

Sedangkan DAKWAAN PERTAMA JPU telah MENGGABUNGKAN atau MENGHUBUNGKAN dakwaan yang didasari unsur - unsur Pasal 160 KUHP di JUNTO kan (atau bersama – sama) dengan unsur - unsur Pasal 93 UU No 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan menjadi SATU DAKWAAN yaitu DAKWAAN PERTAMA adalah Merupakan KESALAHAN yang SANGAT ESSENTIAL, yang menyebabkan SURAT DAKWAAN PERTAMA Tidak Jelas mengakibatkan SURAT DAKWAAN PERTAMA dalam perkara a quo adalah BATAL DEMI HUKUM.

Maka surat dakwaan JPU yang mendakwa terdakwa dalam DAKWAAN PERTAMA melanggar Pasal 160 KUHP junto Pasal 93 UU No 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan adalah BATAL DEMI HUKUM. 

Sebab tidak DIBENARKAN menurut YURISPRUDENSI TETAP MAHKAMAH AGUNG – RI No : 666 K/Pid/1982, tanggal 10 Agustus 1983, mengabungkan Pasal 160 KUHP dengan Pasal 93 UU No 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan menjadi satu dakwaan. Karena, unsur – unsur pidana Pasal 160 KUHP SANGAT BERBEDA dengan unsur – unsur Pasal 93 UU No 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan. Dan juga kedua unsur pasal tersebut mempunyai ancaman hukuman masing – masing YANG BERBEDA yaitu Ancaman Hukum Pasal 160 KUHP maksimal 6 (enam) Tahun Penjara, Sedangkan Ancaman Hukuman dalam Pasal 93 UU No 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan Maksimal 1 (satu) tahun penjara atau DENDA.

Maka kedua pasal tersebut yaitu Pasal 160 KUHP (UU pidana Umum)TIDAK dapat didakwakan BERSAMAAN dengan Pasal 93 UU No 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan (UU Pidana Khusus).

Bahwa ketentuan dalam YURISPRUDENSI TETAP MAHKAMAH AGUNG –RI No: 666 K/Pid/1982, tanggal 10 Agustus 1983. Yang melarang PEMBUATAN SURAT DAKWAAN MENGGABUNGKAN unsur – unsur PIDANA UMUM Bersama – sama dengan unsur – unsur PIDANA KHUSUS. 

Sebagaimana TIM PENASIHAT HUKUM uraikan dalam ISI maupun PERTIMBANGAN Hukum YURISPRUDENSI tersebut diatas, Bahwa LARANGAN PENGGABUNGAN unsur – unsur PIDANA UMUM dengan unsur – unsur PIDANA KHUSUS, hal ini sangat Selaras dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 63 KUHP yang berbunyi:

(1) Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka yang dikenakan hanya salah satu diantara aturan – aturan itu jika berbeda – beda, yang dikenakan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat.

(2) Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang diterapkan.

Maka dapat kami Tim Kuasa Hukum dari Terdakwa bahwa dakwaan pertama JPU No Reg Perkara : PDM-012/JKT-TIM/Eku/03/2021, tertanggal 4 

Maret 2021, yang MENDAKWA PARA TERDAKWA dengan RUMUSAN unsur –unsur Pasal 160 KUHP DIGABUNGKAN atau BERSAMA – SAMA dengan Rumusan unsur – unsur Pasal 93 UU No 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan adalah BATAL DEMI HUKUM.