Pengacara HRS Dilarang Masuk PN Jaktim, AK: Polisi Tak Berhak Halangi Tugas Dan Fungsi Advokat Bela Klien
Sabtu, 20 Maret 2021
Faktakini.info
ADVOKAT JUGA PENEGAK HUKUM, POLISI TIDAK BERHAK BAHKAN MELANGGAR HUKUM MENGHALANGI TUGAS DAN FUNGSI ADVOKAT UNTUK MEMBELA KLIEN DI PENGADILAN
Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Aktivis Pejuang Khilafah
Pada hari Jum'at (19/3) dikabarkan Tim Penasihat Hukum Habib Rizieq Shihab (HRS) dihadang oleh aparat kepolisian dan tidak diperkenankan memasuki ruang sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Padahal, kehadiran Advokat yang tergabung dalam Tim adalah untuk memenuhi undangan Majelis Hakim yang melakukan penundaan pada persidangan sebelumnya (16/3).
Para Advokat yang terhimpun dalam Tim Penasehat Hukum HRS, dihadang anggota polisi yang berjaga di depan gerbang masuk pengadilan. Menurut penuturan salah seorang anggota Tim, Kurnia, anggota polisi yang menghadang pihaknya berdasarkan perintah Jaksa Penuntut Umum.
Penulis merasa kaget, sedih sekaligus marah mendengar kabar ini. Namun, saat itu belum sempat langsung memberikan respons terhadap kabar tersebut dikarenakan banyaknya tugas advokasi yang sedang penulis tangani.
Mengenai insiden tersebut (semoga ini benar-benar insiden, bukan by design), penulis melihat kepolisian sudah terlalu jauh melakukan intervensi terhadap tugas, peran dan fungsi Advokat. Kepolisian, bahkan telah patut diduga berusaha menghalang-halangi kinerja advokat untuk menjalankan tugasnya membela klien.
Agar kedepannya insiden memalukan ini tidak terulang, sebaiknya Kapolri segera menginstruksikan seluruh anggotanya untuk benar-benar memahami hal-hal sebagai berikut :
Pertama, Advokat adalah berstatus penegak hukum. Bahkan, tugas dan fungsi Advokat melampaui tugas dan fungsi penegak hukum lainnya.
Jika Kepolisian menyidik, Jaksa menuntut, Hakim memutuskan perkara, Advokat selain bertugas membela klien juga melakukan pendampingan sehubungan dalam fungsinya sebagai pembelaan sejak proses penyidikan di Kepolisian, berkas lengkap di Kejaksaan, hingga perkara di sidang di Pengadilan. Bahkan mengurusi klien hingga di lembaga pemasyarakatan atau hingga proses pengajuan Kasasi, Peninjauan Kembali, Permohonan Pembebasan Bersyarat, dan lainnya.
Advokat tak an sich memahami hukum pidana berikut seluk-beluknya, tetapi juga memiliki ilmu dan kemampuan dalam urusan di bidang hukum perdata, ketatanegaraan, sengketa politik, hingga urusan Yudisial Review di Mahkamah Konstitusi maupun di Mahkamah Agung. Berbeda jauh dengan Kepolisian yang hanya bertugas menyelidiki dan menyidik perkara pidana atau Jaksa yang hanya menuntut perkara pidana. Kepolisian dan Jaksa tak akan memiliki kemampuan seperti yang dimiliki seorang advokat, kecuali dalam urusan perkara pidana yang menjadi kewenangannya.
Adapun status advokat sebagai penegak hukum, tegas dinyatakan dalam Pasal 5 ayat (1) UU Advokat (UU No. 18/2003), yang menyatakan :
_"Advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan."_
Kedua, Advokat dalam menjalankan tugas tidak boleh diidentikkan dengan klien yang di belanya. Meskipun Advokat membela Tersangka Koruptor, tetap saja tak boleh mengidentikan Advokat sebagai koruptor atau pembela koruptor.
Pasal 18 ayat (2) UU Advokat, menegaskan :
_"(2) Advokat tidak dapat diidentikkan dengan Kliennya dalam membela perkara Klien oleh pihak yang berwenang dan/atau masyarakat."_
Karena itu, andaikan ada kebencian yang mendalam pihak berwenang terhadap HRS, tetap saja hal itu tidak boleh diidentikkan dan diluapkan kepada Advokat. Advokat adalah penegak hukum, kerja advokat adalah kerja profesi berdasarkan UU, bukan pekerja harian lepas atau penjual jasa obat India.
Ketiga, Advokat tak boleh menolak untuk membela HRS, karena Advokat harus bertindak profesional dan imparsial, tidak boleh mendiskriminasi klien. Advokat bekerja berdasarkan UU, Kode Etik, dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kasus yang dihadapi klien.
Mengenai hal ini, pasal 18 ayat (1) UU Advokat menegaskan :
_"(1)Advokat dalam menjalankan tugas profesinya dilarang membedakan perlakuan terhadap Klien* berdasarkan jenis kelamin, agama, politik, keturunan, ras, atau latar belakang sosial dan budaya."_
Jadi sekali lagi pembelaan seorang advokat kepada klien, murni kerja profesi bukan karena tendensi. Karena itu, pihak berwenang (kepolisian) tak boleh memperlakukan advokat secara diskriminasi berdasarkan tendensi, karena membela HRS.
Keempat,Kehadiran Advokat selaku Tim Pembela HRS di persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Timur selain atas undangan hakim dalam penundaan sidang sebelumnya, juga merupakan perintah UU. didalam KUHAP, penasehat hukum (Advokat) tegas diperintahkan untuk mendampingi Terdakwa.
Lantas, apa dasar hukum Petugas Kepolisian menghalangi Advokat untuk melaksanakan tugasnya, yang berdasarkan undangan pengadilan dan perintah undang-undang ? Kalau dalihnya penghalangan itu berasal dari perintah Jaksa, sejak kapan Jaksa punya wewenang dalam perkara yang telah bergulir di persidangan ? Bukankah, semua perintah harus seizin dan persetujuan Hakim ?
Kelima, didampingi Advokat atau Penasehat hukum itu hak Terdakwa. Kecuali Terdakwa menolak kehadiran Advokat, mencabut kuasa Advokat, baru penghadangan itu dapat dibenarkan. Pada faktanya, penghadangan itu bukan hanya menghalangi kinerja advokat tetapi juga mengkebiri hak Terdakwa untuk didampingi pengacaranya.
Penulis kira, cukup sudah insiden semacam ini sekali terjadi. Kedepannya, tak boleh terulang kembali. Jika sampai terjadi lagi, penulis kira seluruh Organisasi Advokat yang menaungi Advokat wajib bersuara. Eksistensi Organisasi Advokat adalah untuk melindungi Marwah dan Wibawa Advokat, bukan sekedar mengadakan ujian dan Pelantikan Advokat.
Selain Organisasi Advokat, Penulis juga menghimbau agar segenap Rekan sejawat Advokat turut bersuara. Jangan mengambil sikap diam, karena insiden ini tidak menimpa dirinya. Sungguh, sekali wibawa Advokat jatuh dan marwahnya tercederai, maka hakekatnya itu sama saja meruntuhkan seluruh wibawa dan kehormatan Advokat yang selama ini dibangga-banggakan sebagai 'Officium Nobile'. [].