Terdakwa Memiliki Hak Hukum Untuk Menolak Sidang Secara Online
Rabu, 17 Maret 2021
Faktakini.info
*TERDAKWA MEMILIKI HAK HUKUM UNTUK MENOLAK SIDANG SECARA ONLINE*
Oleh : *Ahmad Khozinudin, S.H.*
Advokat, Aktivis Pejuang Khilafah
Habib Rizieq Shihab (HRS) mengambil sikap menolak sidang secara online, dan meminta Majelis Hakim menghadirkan dirinya sebagai Terdakwa secara langsung dalam suatu sidang yang terbuka untuk umum. Bahkan, HRS dikabarkan meninggalkan ruang zoom meeting di Bareskrim Polri menuju sel tahanan, dan menolak menghadiri panggilan sidang kecuali untuk dihadirkan langsung di Pengadilan.
lebih jauh, HRS sudah tak mempedulikan vonis hakim untuk dirinya. Mau dipenjara seumur hidup pun, tidak dipersoalkan lagi. Tindakan HRS ini adalah puncak perlawanan ketidakadilan hukum bagi Terdakwa semasa pandemi, yang urusannya disidangkan secara 'main-main' via sidang online. Pandemi, saat ini telah di eksploitasi oleh aparat penegak hukum untuk berbuat zalim kepada rakyat, khususnya mereka yang berhadapan dengan hukum.
Penulis sendiri, bersama Tim Advokasi Gus Nur berusaha melawan kesewenang-wenangan ini, yakni tidak dihadirkannya Terdakwa di pengadilan. Sampai titik puncaknya, Penulis dan tim penasehat hukum Gus Nur mengambil langkah 'Walk Out' dari pengadilan, sebagai bentuk protes atas ketidakadilan yang diberlakukan terhadap Gus Nur.
Terakhir, hingga pemeriksaan Gus Nur sebagai Terdakwa tidak dihadirkan dan tetap dilakukan meskipun tanpa didampingi penasehat hukum. Padahal, Gus Nur berdasarkan ketentuan pasal 28A ayat (2) jo pasal 45 ayat (2) UU ITE terancam pidana diatas 5 tahun.
KUHAP sendiri memberikan hak kepada seorang Terdakwa yang didakwa untuk didampingi Penasihat Hukum. KUHAP pada dasarnya menjamin hak tersangka/terdakwa untuk didampingi penasihat hukum/advokat dalam setiap tingkat pemeriksaan. Hal ini antara lain telah diatur dalam beberapa pasal berikut :
1. Pasal 54 KUHAP
_"Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini."_
2. Pasal 55 KUHAP
_"Untuk mendapatkan penasihat hukum tersebut dalam Pasal 54, tersangka atau terdakwa berhak memilih sendiri penasihat hukumnya."_
3. Pasal 57 ayat (1) KUHAP yang berbunyi:
_"Tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak menghubungi penasihat hukumnya sesuai dengan ketentuan undang-undang ini."_
Maka demi hukum, semua pemeriksaan terhadap Gus Nur yang tidak didampingi penasihat hukum adalah proses yang cacat hukum, dan kami telah menyebutnya dengan istilah 'Peradilan Sesat'. Apapun vonis yang dihasilkan dari peradilan sesat adalah putusan yang sesat.
Adapun Terdakwa -yang dalam kasus ini adalah HRS- menolak untuk menghadiri sidang online, adalah pilihan hukum yang yang dijamin hukum, mengingat :
*Pertama,* kehadiran Terdakwa secara langsung dalam sebuah sidang yang terbuka untuk umum adalah bagian dari ketentuan yang mengikat (imperatif) dalam hukum Acara. Hal mana, diatur secara limitatif dalam ketentuan pasal 146 dan 154 KUHAP.
Sehingga Majelis Hakim tak boleh menghalangi hak Terdakwa untuk hadir secara langsung, atau memilih tidak ikut sidang, sebagaimana hakim dan jaksa juga menetapkan sepihak pelaksanaan sidang online tanpa persetujuan Terdakwa dan/atau Penasehat Hukumnya.
*Kedua,* Hakim dan Jaksa tidak bisa menjadikan pandemi Covid-1 untuk menghalangi hak terdakwa yang meminta diperiksa dan/atau dihadirkan secara langsung di pengadilan. Mengingat, dalam ketentuan pasal 2 Perma No. 4 tahun 2020 sebagai pedoman beracara pada situasi pandemi, Kehadiran Terdakwa pada asalnya mengikat, kecuali Terdakwa tidak mau diadili secara langsung.
Pandemi telah menyengsarakan rakyat di negeri ini, janganlah pandemi dijadikan 'sarana menyengsarakan' rakyat yang sedang berhadapan dengan hukum, dengan membelenggu Terdakwa sehingga tidak bisa dihadirkan langsung di persidangan. Hak hukum Terdakwa wajib diberikan, kecuali Terdakwa tidak mau menggunakannya.
Jika ada kekhawatiran terkait kesehatan terdakwa, cukuplah diterapkan protokol kesehatan seperti menjaga jarak dan menggunakan masker. Ini peradilan macam apa, ada hakim, jaksa, lawyer, dan pengunjung berjubel di pengadilan, tapi Terdakwa yang punya urusan tidak dihadirkan ?
*Ketiga,* hak terdakwa untuk tidak mau sidang online ini dalam rangka untuk mengembalikan dan menjaga wibawa pengadilan dan legitimasi putusan. Jika Terdakwa tidak dihadirkan langsung, sementara proses tetap dilanjutkan, sudah pasti proses dan putusannya tidak memiliki legitimasi baik di mata hukum juga di mata publik.
Karena itu, sikap yang bijak dan adil bagi hakim adalah memerintahkan jaksa untuk menghadirkan terdakwa di persidangan, dengan tetap perhatikan protokol kesehatan. Jika tidak, maka demi hukum peradilan yang dilakukan tanpa kehadiran terdakwa padahal terdakwa ada (bukan in absentia), dapat dikategorikan sebagai peradilan sesat.
Penulis berharap, lembaga peradilan dapat kembali menegakkan hukum setelah hukum dibuat kacau balau oleh kepolisian ditingkat penyelidikan dan penyidikan. Jangan sampai, lembaga peradilan hanya menjadi lembaga stempel untuk melegitimasi kezaliman kepolisian. [].