KRI Nanggala: Tumbal Kekuasaan Bodoh Dan Zalim
Ahad, 25 April 2021
Faktakini.info
KRI NANGGALA : TUMBAL KEKUASAAN BODOH DAN ZALIM
Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik
Siang ini (Sabtu, 24/4) penulis membaca artikel Prof Daniel Mohammad Rosyid. Beliau adalah ahlinya ahli kapal, ahli maritim, bukan ahli kaleng-kaleng kelasnya Mbah Ndul. Prof Daniel M Rosyid adalah Founder sekaligus Owner Rosyid College of Arts and Maritime Studies.
Nama dan gelar lengkap beliau adalah Prof. Daniel M. Rosyid PhD, M.RINA. Pria kelahiran Klaten, Jawa Tengah, 2 Juli 1961, adalah seorang Guru Besar Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Penulis pernah beberapa kali berdiskusi dengan beliau, bahkan sempat menikmati hidangan pecel nikmat dengan sejumlah tokoh di Surabaya, saat mengadakan diskusi di kantor Rosyid College of Arts and Maritime Studies, di Gunung Anyar.
Yang menarik, tulisan Prof Daniel tidak saja mengulik aspek saintis khususnya berdasarkan kepakaran beliau di bidang kemaritiman dan perkapalan untuk menjelaskan kausalitas tenggelamnya KRI 402 Nanggala milik TNI AL. Tetapi penalaran yang bersifat metafisika, yakni adanya kemungkinan 53 awak kapal KRI Nanggala memang sengaja dijadikan tumbal oleh pihak tertentu bagi raja jin Laut Selatan.
Hal tersebut sejalan dengan terjadinya berbagai rangkaian gempa dan topan Seroja di Pulau Jawa hingga Timor sebagai bagian dari rings of fire. Analisisnya, banyak info yang beredar bahwa akhir-akhir ini banyak siluman yang bergentayangan lepas dari kurungannya dari pedalaman laut Selatan sejak zaman Nabi Sulaiman.
Percaya ? Monggo saja, tidak ? juga tak apa. Tapi analisis satir kedua ini, seolah-olah ingin mengkonfirmasi bagaimana kekuasaan hari ini selain tidak dijalankan dengan panduan sains (IPTEK), juga mengabaikannya basis agama sebagai dasar yang paling asasi dalam mengelola kekuasaan. Benar atau tidak, rumor yang beredar kekuasaan dijalankan atas petunjuk dukun, bukan petunjuk Wahyu.
Namun, penulis jadi teringat hadits Rasulullah Saw yang berbunyi :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَيَأْتِي عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتُ يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ قِيلَ وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ قَالَ الرَّجُلُ التَّافِهُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ. (رواه ابن ماجة)
“Dari Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah saw bersabda: “Akan datang tahun-tahun penuh dengan kedustaan yang menimpa manusia, pendusta dipercaya, orang yang jujur didustakan, amanat diberikan kepada pengkhianat, orang yang jujur dikhianati, dan Ruwaibidhah turut bicara.” Lalu beliau ditanya, “Apakah al-ruwaibidhah itu?” Beliau menjawab,“Orang-orang bodoh yang mengurusi urusan perkara umum”
(HR Ibnu Majah).
Orang bodoh (Ruwaibidhah) yang mengurus urusan publik, bisa didefinisikan sebagai orang yang menjalankan kekuasaan tanpa ilmu, baik ilmu syar'i (agama) maupun ilmu sains. Kenyataan, kekuasaan yang dijalankan oleh rezim dapat dikualifikasikan jenis ini.
Tidak syar'i, karena banyak menentang hukum Allah SWT. Dari soal investasi miras, mempersoalkan seragam sekolah yang menutup aurat, mengkriminalisasi ulama, mengkriminalisasi ajaran Islam Khilafah, hingga membubarkan ormas Islam. Tidak saintis, terlihat dari kebijakan yang kalau difikirkan secara seksama menyelisihi akal sehat.
Misalnya, menolak lockdown saat awal pandemi, menerapkan PSBB tetapi TKA China dibiarkan masuk, melarang mudik tapi membolehkan pulang kampung, melarang mudik tapi membuka pariwisata, hingga mempersoalkan kumpul-kumpul Maulid Nabi Muhammad Saw tetapi membiarkan bahkan hadir di acara pernikahan artis.
Dalam kasus KRI 402 Nanggala nampak sekali aspek saintis tidak diperhatikan, seperti adanya technical error sebagaimana dijelaskan oleh Prof Daniel Muhammad Rosyid. Ini bukan soal teknis semata, patut diduga ada kezaliman dalam masalah teknis saintis ini.
Misalnya, kita patut menduga adanya pengabaian masalah maintenance kapal, tidak dialokasikan anggaran maintenance, atau bahkan korupsi anggaran sehingga hal penting ini tidak diperhatikan. Belum lagi, prioritas kebijakan yang tidak dibangun berdasarkan perencanaan yang matang, hanya sibuk mencari 'WAH' untuk parodi pesta kejumawan.
Sebut saja, divestasi tol Medan-Kualanamu-Tebing Tinggi hanya senilai Rp 824 miliar. Padahal, biaya investasinya Rp. 4,7 Triliun. Dimana letak saintis dalam model pengelolaan tol semacam ini ? Untuk apa uang dihambur-hamburkan seperti ini ? bukankah lebih urgen untuk biaya maintenance kapal ?
Kembali ke soal KRI 402 Nanggala. Tenggelamnya kapal dan 53 awaknya dapat disimpulkan adalah tumbal dari rezim bodoh, rezim zalim, rezim ruwaibidhoh. Kekuasaan yang bodoh, tak memperhatikan rambu agama dan rambu saintis, yang kekuasaan itu menyebabkan celaka seluruh rakyatnya. [].