Pengacara Kesulitan Temui Munarman, Fadli Zon: Jelas Pelanggaran HAM!

 

Kamis, 29 April 2021 

Faktakini.info, Jakarta -  Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon, menilai perlakukan yang dilakukan Detasemen Khusus 88 Polda Metro Jaya terhadap pengacara sekaligus aktivis Islam, Munarman, merupakan bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).

Selain itu, kata Fadli, sulitnya akses Tim Advokasi untuk menemui Munarman usai ditangkap juga merupakan tindakan yang berlebihan dan mempertontonkan kakuasaan, bukan penegakan hukum.

“Ini jelas pelanggaran HAM, berlebihan dan mempertontonkan kekuasaan bukan penegakan hukum,” ungkap Fadli melalui akun twitternya, dikutip Kamis, 29 April 2021.

Anggota Komisi I DPR itu menyarankan agar polisi memberikan akses kepada pengacara dan keluarga untuk memberi bantuan hukum dan juga makanan-minuman.

“Berilah akses pada pengacara dan keluarga untuk memberi bantuan hukum dan juga makanan/minuman. Ini bulan suci Ramadhan,” kata Fadli. 

Sebelumnya, Tim Advokasi Ulama dan Aktivis (TAKTIS) sebagai kuasa hukum Munarman mengaku kesulitan akses untuk memberikan bantuan hukum kepada mantan Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI) itu.

Munarman saat ini diperiksa di Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya setelah ditangkap atas tuduhan terlibat aksi terorisme.

“Hingga saat ini kami sebagai kuasa hukum mengalami kesulitan untuk bertemu dengan klien kami,” kata perwakilan Tim Advokasi, Hariadi Nasution dalam keterangan tertulisnya.

Hariadi mengatakan akses pendampingan hukum ini telah diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 54, 55, dan Pasal 56 ayat (1). Munarman, kata dia, mestinya mendapatkan bantuan hukum dari penasihat hukum pilihannya sendiri.

“Terlebih ancaman pidana yang dituduhkan terhadap klien kami adalah di atas lima tahun sehingga klien kami wajib mendapatkan bantuan hukum,” kata Hariadi.

Hariadi mengatakan proses penegakan hukum mestinya menghormati dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip hukum dan HAM. Ia menilai penangkapan Munarman dengan cara diseret paksa dan ditutup mata secara nyata telah menyalahi prinsip hukum dan HAM yang dijelaskan dalam Pasal 28 ayat (3) UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Selain itu, ia menyinggung status Munarman sebagai advokat. Ia merujuk Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang menyatakan advokat termasuk penegak hukum. Menurut Hariadi, jika dipanggil secara patut, Munarman pasti akan patuh.

“Akan tetapi hingga terjadinya penangkapan terhadap klien kami tidak pernah ada sepucuk surat pun diterima klien kami sebagai panggilan,” kata Hariadi.

Menilai banyak kesalahan prosedur penegakan hukum dalam penangkapan Munarman, Hariadi mengatakan Tim Advokasi akan melakukan perlawanan hukum sesuai sistem peradilan pidana yang berlaku di Indonesia. []

Sumber: suaraislam.id