Saksi Ahli: Kerumunan Jokowi Langgar Prokes, Sugito: Tapi Hanya HRS Yang Diadili, Bukti Diskriminasi Hukum

 

Kamis, 29 April 2021

Faktakini.info, Jakarta - Diskriminasi hukum nampak jelas, pelanggaran protokol kesehatan yang dilakukan oleh penguasa aman-aman saja, tapi dugaan pelanggaran prokes yang dilakukan oleh Habib Rizieq Shihab, langsung diproses hukum. 

Berbeda dengan kasus kerumunan yang melibatkan Gibran putra presiden saat mendaftar Pilkada Solo, kerumunan Olly Dondokambey Kader PDIP di Sulawesi Utara, kerumunan presiden Jokowi di Maumere NTT dan lain-lain yang aman-aman saja, kerumunan yang melibatkan Habib Rizieq Shihab berbuntut panjang bahkan berujung penahanan pada beliau dan para mantan pengurus Front Pembela Islam (FPI).

Dua saksi ahli yang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang lanjutan Habib Rizieq Shihab (HRS) terkait kasus kerumunan di Petamburan dan Megamendung mengatakan, setiap kerumunan berisiko penularan Covid-19, bukan hanya acara Maulid Nabi Muhammad SAW tapi juga acara kampanye dan konser termasuk kerumunan presiden Jokowi di Maumere, NTT. 

Hal ini disampaikan oleh Doktor Hariadi Wibisono, Ketua Umum Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia dan Dokter Panji Fortuna, Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis (29/4/2021).

Ketua Umum Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia Hariadi Wibisono dan Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Panji Fortuna, dihadirkan sebagai saksi ahli dalam persidangan Rizieq Shihab di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.

Kedua saksi epidemiolog dari pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) itu mendapat pertanyaan dari pihak Habib Rizieq mengenai kerumunan Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat di Maumere, NTT.

Sebelum menanyakan hal itu, pihak kuasa hukum mempertontonkan kepada keduanya video Jokowi saat dikerumuni oleh warga Maumere dan pernah viral di media sosial. Keduanya kemudian sepakat menjawab ada pelanggaran protokol kesehatan dalam kerumunan itu.

"Prokes yang tidak terpenuhi (dari kerumunan Jokowi) seperti menjaga jarak dan ada yang tidak memakai masker," ujar Panji Fortuna di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis, 29 April 2021.

Selain video Jokowi, pihak kuasa hukum juga menunjukkan video TikTok yang menampilkan Wali Kota Bogor Bima Arya bernyanyi tanpa menggunakan masker dan menjaga jarak. Habib Rizieq kemudian bertanya kepada keduanya, apakah potensi penularan virus Covid-19 akan semakin kecil untuk pejabat.

"Potensinya sama. Virusnya tidak membedakan siapa, kecuali orangnya punya kekebalan tubuh atau tidak. Jadi tidak ada bedanya," ujar Panji.

Salah satu kuasa hukum Habib Rizieq, Sugito, mengatakan pernyataan para saksi epidemiologi itu membuktikan ada diskriminasi hukum terhadap penerapan sanksi pelanggaran prokes. Ia mengatakan sampai saat ini hanya kasus kerumunan Habib Rizieq yang dibawa hingga ke meja hijau, walaupun ada bukti kuat ada pejabat melanggar prokes.

"Padahal saksi ahli menyatakan virusnya tidak mengenal kasta," ujar Sugito.

"Yang meningkatkan risiko bukan nama kerumunannya, tetapi kerumunannya. Jadi mau itu maulid, kampanye, apakah itu (konser) musik rock, itu kerumunan," kata Panji Fortuna.

Panji juga mengatakan untuk mengatasi pandemi COVID-19 di Indonesia, semua kerumunan yang berpotensi terjadi penularan harus ditiadakan.

"Kalau sebagian kerumunan ada, sebagian kerumunan tidak ada, kurang efektif dibandingkan semua kerumunan ditiadakan," ucap Panji.

Hari Kamis Pengadilan Negeri Jakarta Timur kembali menggelar sidang kasus kerumunan di Megamendung dengan terdakwa Habib Rizieq Shihab. 

Gelombang pertama saksi-saksi yang diperiksa adalah Sidang Kamis, 29 April, ada dua saksi. Mereka adalah Kusnadi, Kepala Desa Kuta, tempat Pondok Pesantren Markaz Syariah dan M. Sumarno, Ketua RT 01, kampung Babakan, Kuta.

Selain itu ada pula saksi ahli dalam sidang lanjutan Habib Rizieq kali ini, yakni Ketua Umum Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia Hariadi Wibisono dan Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Panji Fortuna.

Sumber: jpnn.com