(Video) Mukhlis Latasi WNI Juara Ajang Internasional Sholawat Nabi Di Kairo Mesir



Kamis, 15 April 2021

Faktakini.info, Jakarta - Salah satu putra terbaik bangsa Mukhlis Latasi Lc. baru-baru ini sukses menjuarai ajang Internasional Maddah ar Rasul/Sholawat Nabi yang di gelar di provinsi Giza, Kairo, Mesir beberapa hari lalu. 

Mukhlis Latasi Lc., warga Desa Tanjung Aru, Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, sekaligus mahasiswa S2 Fakultas Hadist di Universitas Al Azhar Cairo ini sama sekali tak menyangka namanya keluar sebagai juara dalam ajang yang diikuti 16 negara peserta dari Timur Tengah, Afrika, Asia dan Rusia ini.

‘’Awalnya saya diminta untuk ikut oleh guru vokal saya Muhammad Yasin asal Syria, kegiatan tersebut diinisiasi oleh TV Iqra, salah satu saluran televisi terkenal di Timur Tengah yang berbasis di Arab Saudi dan memiliki berbagai cabang di berbagai negara, termasuk China, Amerika Utara dan Kanada,’’ ujar Mukhlis saat dihubungi, Selasa (14/4/2021).

Mukhlis mengaku sudah belajar nasyid selama 4 tahun. Ia pun kerap malang melintang dalam ajang Musabaqoh Tilawatil Qur’an (MTQ) saat masih kecil.

Sejak kecil, Mukhlis memang dididik orang tua yang religius, ayahnya Suniman La Tasi dan ibundanya Nurdian Korompot, merupakan tokoh agama di Sebatik. Keduanya mendidik Mukhlis dengan keras.

Mukhlis menjelaskan, Maddah Ar Rasul, merupakan lantunan shalawat puja puji Rasul yang dilantunkan dengan irama dan cengkok Islami.

Tidak ada iringan musik gambus dalam kontes ini. Kefasihan dalam pelafalan huruf menjadi barometer penilaian.

‘’Di babak final, ada dua macam nasyid yang diperlombakan, yaitu ‘Ya Imam Ar Rusuli’ dan ‘Hubbi Ar Rosul’,’’tambahnya

Saat juri menyebutkan namanya sebagai juara pertama, Mukhlis masih sempat tak percaya. Tampil dan bersaing melantunkan bahasa Arab melawan orang Arab secara logika adalah sesuatu yang mustahil dimenangkan.

Lomba tersebut  diselenggarakan saluran TV Iqro di Giza, Kairo, Mesir.

Mukhlis Latasi adalah mahasiswa S2 Fakultas Hadist Universitas Al Azhar Kairo.

Pemuda asal Desa Tanjung Aru, Kecamatan Sebatik Timur itu tidak menduga akan mendapatkan hidayah dan karunia besar itu.

“Tidak menyangka apalagi kompetisi ini diikuti negara timur tengah yang sehari-hari menggunakan bahasa Arab,” kata Mukhlis via WhatsApp kepada TribunPalu.com, Kamis (15/4/2021).

Pemuda kelahiran 23 April 1992 itu menyebut lomba Madah Rasul tidak menggunakan musik.

“Penilaian dewan juri lebih pada kekuatan vokal, pengusaan lagu, dan kefasihan dalam penyebutan huruf,” ujarnya.

Atas prestasinya di ajang lomba itu, Mukhlis Latasi mendapatkan hadiah 50 ribu Riyal Saudi atau berkisar Rp 195 juta.

Selama mengikuti ajang internasional itu, Mukhlis menampakkan identitas sebagai orang Indonesia, memakai baju batik dan peci.

Adapun uang yang diperolehnya itu akan dia gunakan untuk membantu orangtuanya.

“Niat umroh, bekal nikah, bantu orangtua, Insya Allah untuk buka usaha, ya dipikir-pikir itu, masih perlu dipikirkan,” ucap Mukhlis.

Pada awalnya, Mukhlis Latasi mengikuti lomba itu hanya sekadar iseng saja.

Berawal dari mendengar informasi bahwa stasiun TV Iqro membuka pendaftaran untuk ikut lomba tersebut, ditambah lagi ada beberapa temannya dari Ikatan Persatuan Qori-Qoriah Indonesia (IPQI) Mesir, kemudian datang juga desakan dari guru vokalnya Syekh Muhammad Yaseen al-Marashli dari Suriah, sehingga ia pun mengikuti lomba itu sampai akhir.

“Sampai jam satu malam sebelum perlombaan itu (Syekh Yaseen) menelepon ke saya, guru saya, untuk besok datang langsung ke studio mengikuti perlombaan. Keesokan harinya, saya ke studio yang bertempat di Ahrom, Giza. Ke Giza sana, ya sampai di sana langsung ambil nomor urut, naik, seperti itu,” jelas Mukhlis.

Suara emasnya memang sudah tampak dari dulu, ketika ia masih kanak-kanak, ia suka ikut bernyanyi ketika mendengar lagu Hadad Alwi melalui kaset yang sering didengarkan bapaknya.

Kemudian bapaknya mengetahui bahwa Mukhlis memiliki bakat bernyanyi, hingga bapaknya membeli microphone karaoke untuk Mukhlis kecil.

Suara yang merupakan mauhibah dari Tuhan selalu ia latih pada saat itu, hingga piala-piala yang didapatkan dari lomba azan memenuhi lemarinya.

Kemudian pada saat kelas 5 SD ia mulai mengikuti lomba tilawah, ia pun juga sering juara.

Kedua orangtuanya merupakan asli Sulawesi, bapaknya dari Kaili - Sulawesi Tengah, dan ibunya dari Manado - Sulawesi Utara.

Ibunya merupakan seorang guru dan bapaknya seorang pendakwah.

Ia merupakan anak pertama dari 4 saudara dan saudarinya yaitu Mu’min, Muslim, Nurhikmah dan Muslimah.

Al-Khairaat Tulen

Ayah Mukhlis, Suniman merantau di Sebatik, Kalimantan Utara karena diamanahkan pengasuh Pesantren Alkhairaat Pusat Palu untuk mengabdi dan berdakwah di Sebatik.

Awalnya di daerah itu masih sedikit sekolah, bahkan sekolah Islam pun belum ada.

Suniman pun mendirikan Madrasah Ibtidaiyyah (MI) Alkhairaat Sebatik dari kayu di hutan.

Mukhlis merupakan alumni MI Al-Khairaat yang dibangun dari jerih payah bapaknya sendiri.

Dikarenakan di Sebatik belum ada pondok pesantren tingkat SMP, ia memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya di MTs Al-Khairaat Tanjung Selor, Kalimantan Utara.

Setelah tamat MTs, ia sangat bercita-cita melanjutkan studinya di Negara Yaman, sehingga ia mengikuti tes untuk ke sana.

Ternyata Mukhlis dinyatakan lulus, akan tetapi ia tidak dapat pergi ke Negeri Para Habib tersebut dikarenakan umurnya belum mencukupi dan orangtuanya belum mengizinkan, hingga ia melanjutkan studinya di MA Alkhairaat Tanjung Selor.

Ikut Seleksi Kuliah ke Mesir

Ketika tamat dari Madrasah Aliyah, Mukhlis masih memiliki keinginan yang besar untuk ke Yaman.

Pimpinan Pondoknya Habib Muthahhar Al-Jufri sangat merekomendasikannya untuk ke Yaman.

Namun setelah Habib Muthahhar mengobrol dengan salah-satu senior Himpunan Keluarga Mahasiswa Alkhairaat Mesir, Habib Muthahhar merekomendasikan Mukhlis untuk ke Mesir dan menyuruhnya untuk ikut tes di Banjarmasin. 

Mukhlis dan kedua temannya di pesantren pun mengikuti tes seleksi ke Mesir tahun 2009 yang diadakan di Banjarmasin.

Namun ketika pengumumannya terbit, Mukhlis lulus seleksi tetapi kedua temannya belum mendapat kejelasan, jadi ia memutuskan menunggu temannya untuk mengurus lagi.

Pihak broker menghubunginya untuk berangkat di tahun itu, akan tetatpi ia memilih menunggu temannya untuk berangkat bersama.

Namun pada tahun 2010, status kedua temannya masih belum jelas hingga ia memutuskan berangkat.

Ketika ia sampai di Mesir, ia terdaftar di Universitas Al-Azhar Mansoura (salah satu daerah di Mesir).

Tapi karena kecintaannya dengan masjid Al-Azhar yang terletak di Kairo, ia memutuskan untuk pindah ke Universitas Al-Azhar Kairo pada tahun keduanya di Mesir.

Sumber : Kompas Media, Thabie Net, tribunnews.com



Klik video: