Argumentasi Yuridis-Teoretis Ahli Hukum HRS: Perkara Kerumunan Petamburan Ne Bis In Idem
Jum'at, 7 Mei 2021
Faktakini.info
*Argumentasi Yuridis-Teoretis Ahli Hukum HRS: Perkara Kerumunan Petamburan Ne Bis In Idem.*
Dr. H. Abdul Chair Ramadhan, SH, MH, yang memberikan keterangan sebagai Ahli Teori Hukum Pidana pada sidang hari Kamis 6 Maret 2021 di PN Jakarta Timur menegaskan bahwa pembayaran denda administratif oleh HRS merupakan termasuk ne bis in idem.
Dijelaskan olehnya bahwa arti sebenarnya dari nebis in idem adalah nemo debet bis vexari yang bermakna tidak seorang pun atas perbuatannya dapat diganggu atau dibahayakan untuk kedua kalinya. Dasar pikiran atau ratio dari asas ini yakni untuk menjaga martabat dan untuk jaminan kepastian.
Dengan telah dibayarnya denda administratif sesuai dengan regulasi Pemprov DKI Jakarta, maka menurut asas nebis in idem, seharusnya tidak dapat dilakukan proses hukum. Postulat nemo debet bis vexari menjadi dasar tidak dapatnya dilakukan proses
hukum ketika seseorang telah membayar denda administratif sebagaimana ditentukan oleh Pemprov DKI Jakarta. Denda administratif dimaksudkan sebagai pemenuhan atas hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian yang timbul dan adanya norma hukum peraturan perundang-undangan yang dilanggar.
Seseorang yang dengan kesadaran penuh telah membayar denda administratif, maka pada dirinya ada itikad baik dan oleh karenanya harus pula dilindungi kepentingan hukumnya agar tidak dikenakan sanksi hukuman yang lainnya.
Pengenaan denda oleh Pemprov bermakna adanya pelanggaran sebagai mala prohibita yang mengacu kepada perbuatan yang tergolong pelanggaran
sebagaimana diatur dalam Peraturan Gubernur. Pengenaan denda dimaksud tentu bukan dimaksudkan sebagai mala in se/mala per se, yaitu suatu perbuatan yang dianggap sebagai sesuatu yang jahat bukan karena diatur atau dilarang hukum positif atau Undang-Undang, melainkan pada dasarnya perbuatan tersebut bertentangan dengan kewajaran, moral dan prinsip umum masyarakat yang beradab. Oleh karena itu, pengenaan denda yang sudah dibayarkan sebagai bentuk
pertanggungganjawaban perbuatan yang tergolong mala prohibita tidak dapat lagi dimintakan pertanggungjawaban mala in se.
Dengan demikian tidak dapat seseorang yang sudah membayar denda administratif diproses hukum kembali dengan ancaman pidana penjara. Hal tersebut tidak mencerminkan "asas kepastian hukum yang adil".