Eggi: Jokowi Lakukan Perbuatan Melawan Hukum Dalam Soal Politik Luar Negeri Indonesia Tidak Bebas Aktif Dan Tidak Anti Penjajahan

 


Sabtu, 22 Mei 2021

Faktakini.info

*POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA TIDAK BEBAS DAN AKTIF, TIDAK ANTI PENJAJAHAN, SEBUAH TINDAKAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM YANG DILAKUKAN PRESIDEN JOKO WIDODO*

Oleh : *Prof. Dr . H. Eggi Sudjana Mastal, SH, M.Si.*

Ketua TPUA

_"Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, *maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan,* karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur"_

(Mukadimah UUD 1945)

Publik di Indonesia tercengang, dalam Sidang Umum PBB yang berlangsung selama dua hari sejak Senin (17/5) hingga Selasa (18/5) bertema “The Responsibility to Protect (R2P) and the prevention of genocide, war crimes, ethnic cleansing, and crimes against humanity' pemerintah Indonesia mengambil pilihan diplomasi yang tak sejalan dengan amanat konstitusi.

Rapat tersebut membahas soal kewajiban negara-negara untuk menjaga dan pencegahan genosida, kejahatan perang, pembersihan etnis dan kejahatan terhadap kemanusiaan, terutama untuk isu Suriah, Palestina dan Myanmar. Hasil voting pada penutupan sidang memaparkan bahwa 115 negara bagian memberikan suara mendukung, 28 abstain dan 15 suara menentang.

Yang cukup mengejutkan Indonesia berada pada urutan 15 negara yang menentang. Selain Indoneisa, ada Korea Utara, Kyrgyztan, Nicaragua, Zimbabwe, Venezuela, Burundi, Belarus, Eritrea, Bolivia, Rusia, China, Mesir, Kuba, dan Suriah.

Pilihan opsi diplomasi yang diambil pemerintah Indonesia dalam forum PBB tersebut, selain sangat mengecewakan juga bertentangan dengan konstitusi. Sangat mengecewakan, di tengah ghiroh rakyat yang memberikan dukungan dan pembelaan pada Palestina, diplomasi luar negeri Indonesia justru mengambil sikap pasif dalam masalah tersebut.

Penjajahan bangsa Israel terhadap Palestina, jelas bertentangan dengan konstitusi Indonesia yang menyatakan bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa. Opsi pasif dengan memilih 'NO' dalam forum PBB, menunjukkan Indonesia tidak punya komitmen untuk menghapuskan segala bentuk penjajahan diatas dunia.

lebih lanjut, konstitusi menegaskan :

_""Atas berkat rahmat Allah Yang Maha kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya."_

_"Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia."_

Tanggung jawab pemerintahan tentu tidak saja dilekatkan pada Departemen Luar Negeri (Deplu), tetapi Kepada Ir Joko Widodo sebagai Presiden RI , kepala Negara sekaligus Kepala Pemerintahan Republik Indonesia. Kebijakan politik luar negeri, medioker penugasannya di delegasikan kepada Menteri tetapi pertangungjawabannya ada pada Presiden.

Sikap Politik luar negeri yang bertentangan dengan konstitusi juga dapat diklasifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum. Kondisi ini semakin menguatkan materi muatan gugatan perbuatan melawan hukum yang diajukan TPUA kepada Saudara Ir Joko Widodo dalam kedudukannya sebagai Presiden Republik Indonesia.

Dalam perkara No. 266/Pdt.G/2021/PN.Jkt.Pst, TPUA menggugat Presiden Joko Widodo sehubungan dengan telah terjadinya perbuatan melawan hukum dalam bentuk disfungsi Presiden dan perbuatan tercela. Semoga, Majelis Hakim dapat memahami realitas pelanggaran hukum yang dilakukan Presiden sehingga dapat mengabulkan gugatan yang diajukan sejumlah Rakyat yang diwakili oleh TPUA. [].