Menakar Kekuatan Partai Islam Pada Pemilu 2024
Senin, 31 Mei 2021
Faktakini.info
MENAKAR KEKUATAN PARTAI ISLAM PADA PEMILU 2024 ?!
Oleh : Fery Muzaki Ruthab
(Ketua Bidang Kajian Strategis PA. 212 Kabupaten Bekasi)
Tulisan ini saya buat untuk memberi motivasi kepada aktifis politik khususnya aktifis partai Islam. Bukan untuk membuat pesimis bukan sama sekali. Mudah-mudahan tulisan singkat ini membangkitkan optimisme dan biasanya optimisme itu melahirkan kreatifitas ide dan mendinamiskan gerakan yang sudah mulai kendor dan stagnan.
Baiklah dari Pemilu ke Pemilu hingga 2019, menunjukkan tidak ada peningkatan signifikan dari partai Islam khususnya perolehan suaranya. Padahal mayoritas penduduk Indonesia merupakan umat Islam. Digabungkan pun suara partai Islam itu masih kalah dengan gabungan suara partai Nasionalis Sekuler. Perolehan suara partai Islam yang relatif signifikan dalam sejarah yaitu hanya pada pemilu tahun 1955 yaitu partai Masyumi memperoleh suara beda tipis dengan PNI menempati no urut kedua.
Mengingat perolehan total lima partai Islam (PKB, PKS, PAN, PPP, dan PBB) dalam pemilu legislatif 2019, angkanya tak berubah dari kisaran angka 30% saja - sebagaimana perolehan di Pemilu 2014. Dan PKB memperoleh suara terbesar 9,69%.
Jadi TIDAK ADA peningkatan suara partai Islam, sekalipun suara PKS hanya bertambah jadi 8,21%, itu hanya perpindahan dari pemilih partai Islam yang lain dan lebih khususnya efek IB-HRs yaitu pendukung beliau yang dulu bisa saja memilih macam-macam partai (PPP, PKB, PBB, PKS) pada pemilu 2019 relatif mayoritas memilih PKS, dan sedikit efek program PKS yang disosialisasikan secara masif yaitu program SIM gratis.
Persoalan itu bukan soal karena politik identitas yang tidak laku, justru persoalannya terletak pada komitmen ideologi ke-Islamannya yang kurang menonjol. Masyumi mampu mempertahankan suaranya pada pemilu tahun 1955 setelah NU keluar dari Masyumi justru karena komitmen ideologis keislaman Masyumi yang begitu kuat.
Dan persoalan lainnya elite partai Islam itu terlalu berjarak dengan ummatnya dalam istilah lain "politik priyayi". Belum lagi kader-kader partai Islam itu yang tidak amanah dan bermasalah secara moral dan integritas maka ini punya daya rusak terhadap kepercayaan ummat sehingga ummat malah mengalihkan dukungannya ke partai nasionalis sekuler.
Ditambah muncul partai-partai Islam atau berbasis Islam yang baru yaitu Partai Ummat (PU), Masyumi Reborn dan Partai Gelora. Partai-partai itu hanya akan jadi sekoci-sekoci kecil dengan nahkoda-nahkoda "berkepala besar" dengan masing-masing tujuannya. Tokoh-tokoh Islam, baik politisinya, bahkan ulama-ulamanya itu tak ubahnya seperti KACA PECAH yang serpihannya sulit disatukan.
Mereka bercita-cita besar tetapi kenyataan mereka lebih suka menjadi ikan besar di kolam kecil, tidak mau menjadi ikan kecil di kolam yang besar.
Selamat bermimpi dan berjuang untuk menang !!