Mengapa Presiden Jokowi Digugat Agar Mengundurkan Diri Dari Jabatannya?
Sabtu, 29 Mei 2021
Faktakini.info
*MENGAPA PRESIDEN JOKO WIDODO DIGUGAT AGAR MENGUNDURKAN DIRI DARI JABATANNYA ?*
Oleh : *Ahmad Khozinudin, S.H.*
_[Koordinator Advokat Gugatan Perkara No. 265/Pdt.G/2021/PN.Jkt.Pst Dan No. 266/Pdt.G/2021/PN.Jkt.Pst]_
Ada sejumlah pertanyaan publik ihwal bergulirnya gugatan perbuatan melawan hukum yang diajukan terhadap Ir Joko Widodo selaku Presiden Republik Indonesia melalui Perkara No. 266/Pdt.G/2021/PN.Jkt.Pst, dimana salah satu petitum gugatan menuntut agar Presiden Joko Widodo mengumumkan pengunduran dirinya dihadapan publik. Diantara pertanyaan yang muncul, memang bisa menggugat Presiden Joko Widodo ? Memang bisa menuntut Presiden Joko Widodo mundur ? Apa alasannya harus mundur ?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penulis selaku koordinator Advokat dalam perkara a Quo perlu memberikan penjelasan tambahan -meskipun sebelumnya Prof Dr Eggi Sudjana Mastal SH MSi- telah pula memberikannya penjelasan. Tulisan ini, melengkapi apa yang telah beliau jelaskan.
*Pertama,* publik sebenarnya tidak perlu lagi mempertanyakan soal apakah Presiden Joko Widodo bisa digugat. Mengingat, dengan adanya nomor register perkara dan panggilan sidang yang dilakukan oleh pengadilan terhadap Presiden Joko Widodo selaku Tergugat, membuktikan bahwa Presiden Joko Widodo dapat digugat.
Dalam banyak Persoalan terutama kebijakan dan keputusan yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo sebenarnya juga banyak digugat rakyat. Terakhir, gugatan sejumlah rakyat terhadap Presiden Joko Widodo terkait penetapan tarif iuran BPJS Kesehatan.
Dalam perkara No. 7/HUM/2020, Presiden Joko Widodo digugat oleh KOMUNITAS PASIEN CUCI DARAH INDONESIA (KPCDI). Dalam perkara tersebut, Presiden Joko Widodo kalah.
Mahkamah Agung mengabulkan Gugatan Penggugat dan Menyatakan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi yaitu Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Mahkamah Agung lalu Menyatakan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Artinya, Presiden Joko Widodo bisa digugat dan kalah itu hal yang biasa. Mungkin, yang luar biasa dalam Gugatan yang diajukan TPUA adalah menuntut Presiden Joko Widodo untuk mundur dari Jabatannya.
*Kedua,* Soal tuntutan agar Presiden Joko Widodo mengundur diri dengan mengumumkan kepada publik, itu hal yang lumrah. Sebab, tidak ada satupun ketentuan hukum dan peraturan perundangan yang membatasinya jenis tuntutan perdata. Bahkan, tuntutan ganti kerugian immaterial pun dapat diajukan sebagai petitum.
Andai saja ada orang menggugat agar orang lainnya dituntut untuk menerbitkan bulan di siang hari dan matahari di malam hari, sah-sah saja. Soal apakah akan dikabulkan, semua berpulang pada bukti dan keputusan hakim di pengadilan.
Gugatan yang menuntut Presiden Joko Widodo untuk mundur itu gugatan biasa, rasional, bukan ilusioner. Gugatan ini, tidak dapat dipersamakan dengan gugatan yang menuntut menerbitkan bulan di siang hari dan matahari di malam hari. Ada ukuran objektif yang menjadi dasar, kenapa penggugat menuntut Presiden Joko Widodo mundur dari jabatannya.
*Ketiga,* mengenai alasan mengapa menuntut Presiden Joko Widodo mengundurkan diri dalam gugatan dijelaskan karena Presiden telah melakukan perbuatan melawan hukum baik karena tidak menjalankan fungsinya (disfungsi) maupun karena Presiden melakukan perbuatan tercela. Mengundurkan diri adalah konfirmasi sikap seorang Negarawan yang bertanggungjawab pada jabatan, bangsa dan negaranya.
Didalam gugatan, kami memberikan contoh para pejabat negara di dunia yang mengambil sikap Negarawan dengan mengundurkan diri karena merasa tidak amanah mengemban tugas. Kami berikan contoh Kepala Negara hingga kelas pejabat kementerian.
Dimulai dari Presiden Kazakhstan Nursultan Nazarbayev yang memilih mengundurkan diri, Padahal Nursultan sudah 78 tahun menjadi orang nomor satu di Kazakhstan sejak menjadi bagian Uni Soviet April 1990 lalu. Sebelum mundur, Nursultan sudah memfokuskan diri terhadap reformasi ekonomi dan menentang demokratisasi sistem politik.
Presiden Zimbabwe mengundurkan diri setelah Kondisi Zimbabwe sangat buruk di bawah kepemimpinan Robert Mugabe. Tahun 2016 lalu, Mugabe menyebut Zimbabwe terkena sanksi ekonomi hingga kesulitan membayar gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Presiden Argentina pada Tahun 2001 lalu, Fernando De la Rua mengundurkan diri dari jabatannya Presiden Argentina. Pengunduran diri De la Rua ini menandai babak baru dalam sejarah empat tahun krisis ekonomi di Argentina. Krisis ekonomi telah membawa Negeri Tango itu ke tepi jurang kehancuran akibat utang luar negeri yang sangat besar.
Presiden Afrika Selatan Jacob Zuma mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Presiden Afrika Selatan pada 15 Februari 2018. Hal itu dia lakukan setelah mendapat perintah dari partai paling berkuasa di negara-nya, African National Congress (ANC).
Presiden Peru Manuel Merino mengundurkan diri pada Minggu (15/11/2020), meski baru menjabat selama lima hari. Sebelumnya, demo sempat dilakukan untuk menentang Merino dan pemecatan presiden sebelumnya. Pengunduran diri Merino pun disambut dengan perayaan warga di Kota Lima.
Dan masih banyak lagi contoh lainnya. Ada yang fenomenal, dimana pejabat penting Inggris Mengundurkan diri karena telat 1 menit. Michael Bates salah satu menteri utama di Inggris, mengundurkan diri hanya karena masalah yang mungkin oleh sebagian orang dianggap sepele.
Dan tentu saja, Presiden Soeharto yang legowo mengundurkan diri setelah mendapat desakan rakyat. Padahal, dibandingkan era Presiden Soeharto, kepemimpinan era Presiden Joko Widodo lebih parah.
Utang saja sudah lebih dari Rp. 6000 triliun, padahal di era SBY yang merupakan era gabungan sejak Soeharto utang Indonesia masih dibawah Rp. 2000 Triliun. Tentu, Presiden Joko Widodo lebih layak untuk mundur ketimbang Presiden Soeharto.
Hanya saja, semua berpulang kepada Presiden Joko Widodo. Apakah, mau legowo mengundurkan diri atau harus dipaksa oleh putusan pengadilan. Kalau Presiden Joko Widodo mau mengundurkan diri, kami dari TPUA berkomitmen akan segera mencabut gugatan. [].