Refly Harun: Tuntutan JPU Yang Larang HRS Gabung Ormas Berlebihan Dan Tak Rasional!

 

Rabu, 19 Mei 2021 

Faktakini.info, Jakarta - Ahli Tata Hukum Negara Refly Harun ikut menjadi salah satu saksi ahli dalam sidang Habib Rizieq Shihab di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Rabu 19 Mei 2021.

Dalam sidang tersebut, Refly Harun menjadi saksi ahli untuk terdakwa Habib Rizieq Shihab atas perkara dugaan berita bohong terkait hasil swab test di RS Ummi Bogor.

Refly Harun menegaskan, tuntutan JPU yang meminta pencabutan hak politik terhadap Habib Rizieq terlalu berlebihan, tidak proporsional dan tak rasional. 

Hal itu diungkapkan Refly saat dihadirkan sebagai ahli dalam lanjutan sidang kasus tes usap RS Ummi dengan terdakwa Habib Rizieq Shihab di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Rabu (19/5/2021).

Menurut dia, hukuman tambahan yang diminta Jaksa Penuntut Umum dalam kasus kerumunan tidak dapat dilakukan. Sebab, lanjut dia dalam pelanggaran protokol kesehatan ancaman hukumannya 1 tahun dan membayar denda. 

"Menurut saya itu terlalu berlebihan, tidak proporsional dan tidak rasional," kata ahli hukum tata negara Refly Harun. 

Awalnya, salah satu kuasa hukum Rizieq, Sugito Atmo Prawiro bertanya kepada Refly.

"Tiba-tiba ada sebuah organisasi masyarakat (ormas) dibubarkan, bahkan hak politiknya dicabut. Padahal yang terkait pidana pokoknya soal prokes, debatable. Bagaimana perkara pokok menyangkut prokes tiba-tiba melebar kemana-mana yang tak ada relevansinya dengan hal itu?" tanya Sugito.

Refly menjelaskan, hukuman pencabutan hak politik seseorang biasanya dijatuhi terhadap kasus kejahatan yang extraordinary.

"(Misalnya) makar dan sebagainya. Karena kalau mereka bebas dan mereka punya hak-hak politik dipilih dan memilih, maka mereka punya pengaruh besar," tutur Refly.

Pencabutan hak politik, lanjut Refly, biasanya dijatuhi terhadap perkara-perkara tindak pidana korupsi yang dilakukan para oknum partai politik (parpol).

"Tapi kalau kita kaitkan dengan pelanggaran prokes yang ancaman hukumannya cuma satu tahun dan denda Rp 100 juta, lalu diberikan pidana tambahan, menurut saya itu itu excessive abuse, terlalu berlebihan. Tak proporsional dan tak rasional," kata Refly.

Sebelumnya, dalam kasus kerumunan Megamendung dan Petamburan, Habib Rizieq telah dituntut masing-masing 10 bulan dan 2 tahun penjara.

Selain tuntutan pidana penjara, tuntutan jaksa jauh melebar yaitu meminta majelis hakim menjatuhkan pidana tambahan terhadap Habib Rizieq berupa pencabutan hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan tertentu. 

"Yaitu (dicabut haknya) menjadi anggota atau pengurus organisasi masyarakat selama tiga tahun," ujar jaksa.

Masih belum cukup, kemudian jaksa juga meminta kepada majelis hakim agar dalam putusan hakim melarang kegiatan penggunaan simbol atau atribut terkait Front Pembela Islam (FPI). 

Tuntutan jaksa sangat aneh karena kasus yang menjerat Habib Rizieq cuma terkait soal kerumunan dan protokol kesehatan, namun tuntutan jaksa malah melebar jauh yaitu ingin menghapus hak-hak politik Habib Rizieq. Sehingga makin memperkuat dugaan bahwa kasus yang menjerat Habib Rizieq memang kasus politik dan berlatarbelakang dendam politik sebagaimana disampaikan oleh Habib Rizieq, team pengacaranya dan berbagai pihak. 

Dalam kasus di Petamburan, Habib Rizieq didakwa menghasut pengikutnya saat acara peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang dibarengi dengan pernikahan putri keempatnya pada 14 November 2020.

Refly dihadirkan dalam persidangan kasus swab test Habib Rizieq Shihab di RS UMMI Bogor sebagai saksi meringankan. HRS dalam kasus ini didakwa menyebarkan berita bohong terkait hasil swab test dalam kasus RS Ummi. Jaksa menuding perbuatan Habib Rizieq menimbulkan keonaran di masyarakat.

"Melakukan perbuatan dengan menyiarkan berita dan pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat," ujar jaksa penuntut umum saat membacakan dakwaannya dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim), Rabu(19/3/2021).

Sebagaimana diketahui, berbeda dengan kasus kerumunan yang melibatkan Gibran putra presiden saat mendaftar Pilkada Solo, kerumunan Olly Dondokambey Kader PDIP di Sulawesi Utara, kerumunan Jokowi di NTT dan lain-lain yang aman-aman saja, kerumunan yang melibatkan Habib Rizieq Shihab dan para eks pengurus Front Pembela Islam (FPI) berbuntut panjang bahkan berujung penahanan pada beliau dan para mantan pengurus FPI. Sementara Habib Hanif ditahan karena kasus RS Ummi Bogor. Mereka semua kemudian diadili.

Habib Rizieq didakwa pasal berlapis. Pertama primer: Pasal 14 ayat (1) UU RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Subsider: Pasal 14 ayat (2) UU RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Lebih subsider: Pasal 15 UU RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kedua: Pasal 14 ayat (1) UU RI Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, atau Ketiga: Pasal 216 ayat (1) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sumber: kompas.com