Dr Abdul Chair: Peranan Bamus Betawi Dalam Rangka Akselerasi Kolaborasi Pelestarian Budaya Betawi
Selasa, 22 Juni 2021
Faktakini.info
*PERANAN BAMUS BETAWI DALAM RANGKA AKSELERASI KOLABORASI PELESTARIAN BUDAYA BETAWI*
*Dr. H. Abdul Chair Ramadhan, S.H., M.H.*
(Sekretaris Majelis Adat Bamus Betawi)
(Tulisan ini disampaikan dalam rangka memperingati HUT Jakarta 494 dengan tema “Jakarta Bangkit” diharapkan dapat mendorong semangat kolaborasi membangkitkan kota Jakarta).
Kebudayaan Betawi sebagai salah satu kebudayaan daerah merupakan kekayaan dan identitas bangsa yang sangat diperlukan untuk memajukan kebudayaan nasional Indonesia.
Namun, upaya melestarikan dan memajukan budaya bangsa selalu saja dihadapmukakan dengan menguatnya budaya asing yang tidak sesuai dengan jati diri bangsa.
Terlebih lagi pengaruh perkembangan lingkungan strategis baik global maupun regional demikian berlaku dengan cepat melalui teknologi informasi dan komunikasi. Manusia seakan-akan tanpa batas teritorial (borderless world). Kaburnya batas teritori juga mengaburkan batas nilai dan budaya. Dapat dikatakan pengaruh perkembangan lingkungan strategis itu telah menyebabkan memudarnya ketahanan budaya, tidak terkecuali budaya Betawi. Menjadi sangat beralasan ketahanan budaya bangsa, khususnya budaya Betawi perlu dijaga eksistensinya.
Budaya Betawi memiliki karakteristik yang unik. Dikatakan demikian oleh karena budaya Betawi sebagai budaya mestizo, atau sebuah campuran budaya dari beragam etnis. Dalam kaitan itu, budaya Betawi yang kental dengan nuansa religius memerlukan akselerasi kerja sama yang produktif diantara stakeholder. Diharapkan upaya pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan budaya religius Betawi semakin menguat.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta diberikan tugas dan tanggung jawab oleh negara melalui Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 Tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam melestarikan dan mengembangkan budaya masyarakat Betawi serta melindungi berbagai budaya masyarakat daerah lain yang ada di daerah Provinsi DKI Jakarta. Untuk itu diperlukan peran aktif masyarakat guna mengakselerasi pelestarian budaya Betawi.
Terkait dalam hal pelestarian kebudayaan Betawi, di Jakarta telah lama ada wadah berkumpulnya masyarakat Betawi yakni Badan Musyawarah Masyarakat Betawi (Bamus Betawi). Didirikan pada tanggal 22 Juni 1982 dengan 11 (sebelas) organisasi. Para pendiri dan pengurus Bamus Betawi menyadari bahwa Jakarta selain Ibu Kota Negara, juga merupakan miniatur kebudayaan nasional, tempat akulturasi berbagai budaya. Dengan demikian upaya pelestarian kebudayaan Betawi selalu menjadi pokok perhatian. Dilakukan dengan melibatkan alim ulama, tokoh dan cendekiawan serta sinergitas dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Keberadaan Bamus Betawi disebutkan dalam Pasal 1 angka 27 Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Pelestarian Kebudayaan Betawi dan dalam Pasal 1 angka 27 Peraturan Gubernur Nomor 229 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Pelestarian Kebudayaan Betawi. Pasal 1 angka 27 selengkapnya berbunyi:
“Badan Musyawarah Masyarakat Betawi yang selanjutnya disebut dengan Bamus Betawi adalah selaku organisasi induk masyarakat Betawi yang merupakan representatif untuk ditunjuk sebagai mitra Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan seluruh kegiatan Pelestarian Kebudayaan Betawi.”
Ketentuan tersebut secara jelas menyebutkan bahwa Bamus Betawi adalah satu-satunya organisasi induk bagi semua warga masyarakat Betawi. Dengan kata lain, tidak ada organisasi induk selain Bamus Betawi. Dalam kedudukannya sebagai organisasi induk, maka keberadaannya sebagai representasi yang sah bagi masyarakat Betawi. Lebih dari itu, Bamus Betawi disebutkan sebagai mitra Pemerintah Daerah dalam rangka implementasi pelestarian kebudayaan Betawi. Disini Bamus Betawi memiliki pengakuan sebagai mitra Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan adanya penetapan dari Gubernur DKI Jakarta.
Dalam usianya yang ketigapuluh sembilan tahun, Bamus Betawi telah banyak berkontribusi dalam memajukan nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Betawi dengan tetap mempertahankan aspek religiusnya. Kesemuanya itu sangat dibutuhkan, tidak hanya bagi masyarakat Betawi, namun juga bagi kepentingan nasional sebagai salah satu aset budaya nasional.
Lebih lanjut, untuk kepentingan strategis eksistensi masyarakat adat Betawi, setidaknya ada dua hal yang harus menjadi agenda akselerasi yakni; pertama, penyusunan kompilasi nilai-nilai tradisi dan adat istiadat masyarakat Betawi.
Kedua, pembentukan sistem pewarisan dan kaderisasi kelembagaan budaya Betawi. Kedua hal tersebut sangat terhubung dengan Rencana Induk Pelestarian Kebudayaan Betawi. Disebutkan dalam Pasal 5 ayat (1) Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Pelestarian Kebudayaan Betawi: “Untuk mencapai tujuan pelestarian kebudayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pemerintah Daerah menyusun Rencana Induk Pelestarian Kebudayaan Betawi dalam kurun waktu 20 (dua puluh) tahun.”
Hal pokok yang pertama dan utama dalam Rencana Induk Pelestarian Kebudayaan Betawi adalah arah, kebijakan, dan strategi dalam mencapai target penyelenggaraan Pelestarian Kebudayaan Betawi. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka peranan Bamus Betawi semakin signifikan dalam rangka turut membantu Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam kepentingan penyusnan Rencana Aksi Daerah (RAD) Pelestarian Kebudayaan Betawi. RAD Pelestarian Kebudayaan diharapkan mengakomodir penyusunan kompilasi nilai-nilai tradisi dan adat istiadat masyarakat Betawi dan pembentukan sistem pewarisan dan kaderisasi kelembagaan budaya Betawi. Demikian itu tentu membutuhkan sinergitas antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan Bamus Betawi.
Jakarta, 22 Juni 2021.