Jaksa Tuntut Dirut RS UMMI Dua Tahun Penjara Kasus Tes Swab

 

Jum'at, 4 Juni 2021 

Faktakini.info, Jakarta -  Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Direktur Utama RS UMMI Bogor, dr. Andi Tatat berupa pidana dua tahun penjara terkait kasus tes swab atau tes usap COVID-19 terhadap Habib Rizieq Syihab.

“Menjatuhkan sanksi pidana penjara kepada terdakwa dr. Andi Tatat selama dua tahun,” kata JPU saat membaca tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis (3/06/2021).

JPU menuding Andi Tatat terbukti melanggar Pasal 14 ayat (1) dan (2) serta Pasal 15 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana jucto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

“Terdakwa Andi Tatat telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah turut serta melakukan perbuatan menyiarkan atau menyebarkan berita bohong yang menimbulkan keonaran,” ujar Jaksa.

Jaksa juga membacakan hal yang memberatkan terdakwa dr. Andi Tatat. Jaksa menuding yang bersangkutan merupakan seorang dokter dan juga direktur utama sebuah rumah sakit namun bersikap tidak patuh terhadap hukum.

Sementara hal yang meringankan terdakwa dr. Andi Tatat diharapkan dapat memperbaiki diri ke depannya.

Sebelumnya, Imam Besar Habib Rizieq Syihab terlebih dahulu dituntut oleh JPU pidana penjara selama enam tahun untuk kasus tes usap RS UMMI.

Sedangkan sang menantu, Habib Hanif Alatas dituntut pidana penjara selama dua tahun oleh JPU untuk kasus yang sama.

Dalam persidangan sebelumnya, Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun saat dihadirkan sebagai ahli dalam sidang lanjutan kasus tes usap RS Ummi dengan terdakwa Habib Rizieq Shihab pada Rabu (19/5/2021) telah menegaskan, Habib Rizieq tidak bisa disebut menyiarkan berita bohong dalam kasus tersebut.

"Pertama, Habib Rizieq bukan insan penyiaran, dia tidak menggunakan media penyiaran. Kalaupun pernyataannya dimuat orang lain, orang lain yang memuatnya, bukan dia," kata Refly dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Rabu.

Kedua, lanjut Refly, tidak jelas apakah pernyataan Habib Rizieq memunculkan keonaran atau tidak dalam kasus tes usap tersebut.

"Karena keonaran itu haruslah sesuatu yang objektif. Katakan lah, ada ahli yang mengatakan seperti kerusuhan 1998, itu keonaran. Kalau cuma perdebatan, ada orang yang demo, itu bukan keonaran," kata Refly.

Foto: Dokter Andi Tatat

Sumber: antara