Lengkap, Duplik PH HRS & Duplik PH Habib Hanif Kasus Tes Swab RS Ummi Bogor
Sabtu, 19 Juni 2021
Faktakini.info
DUPLIK Penasihat Hukum (PH) HRS
DUPLIK
ATAS NAMA TERDAKWA
HABIB MUHAMMAD RIZIEQ SYIHAB
Dalam Perkara
REG. PERKARA NO : 225/Pid. Sus/2021/PN. Jkt. Tim
Jakarta, 17 Juni 2021
Kepada Yth,
Majelis Hakim dalam No. Reg. Perkara 225/Pid.Sus/2021/PN.Jkt.Tim
Pada Pengadilan Negeri Jakarta Timur
Jl. Dr. Sumarno No.1, Cakung, Kota Jakarta Timur,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta 13210
Dengan hormat,
Perkenankanlah kami Tim Penasihat Hukum Terdakwa yang tergabung dalam TIM ADVOKASI HABIB RIZIEQ SYIHAB beralamat di Komplek
Perkantoran Yayasan Daarul Aitam, Jl. KH. Mas Mansyur, No. 47 C& D, Jakarta Pusat, dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Habib Muhammad Rizieq Syihab.
Diawali dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang dengan segala kekuasaannya serta menyerahkan diri kepada Nya karena tidak ada lagi kekuatan melainkan kekuatan yang datangnya dari Allah SWT. Shalawat teriring salam selalu terlimpah curahkan kepada Baginda Besar Nabi Muhammad SAW, kepada Keluarganya dan juga kepada para sahabatnya, para Aulia, para Syuhada, dan para Ulama yang telah banyak berkontribusi baik dalam pemikiran, dan mengorbankan harta, jiwa maupun raganya untuk kepentingan Agama, bangsa dan Negara. Penghormatan tinggi nan-Agung turut kami sampaikan kepada para pahlawan bangsa Indonesia, yang sudah memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini dari belenggu penjajah.
Setelah Penuntut Umum membacakan Replik pada hari Senin tanggal 14 Juni 2021, tibalah saatnya bagi kami selaku Penasihat Hukum Terdakwa menyampaikan Duplik. Selanjutnya dengan hati yang tulus, kami sampaikan penghargaan dan rasa hormat yang setinggi-tingginya, disertai dengan ucapan terima kasih kepada Majelis Hakim Yang Mulia yang telah memimpin persidangan ini dengan teliti, objektif, dan berwibawa, serta menghormati asas praduga tidak bersalah (presumption of innocent principle).
Pada kesempatan ini pula, perkenankan kami untuk dapat menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada Panitera Pengganti dalam perkara ini, yang dengan tekun dan tanpa mengenal lelah, telah mencatat secara teliti semua peristiwa yang merupakan fakta-fakta persidangan kedalam Berita Acara Persidangan.
Sebelum kami memberikan tanggapan atas Replik Penuntut Umum, kami sampaikan bahwa hadirnya kami sebagai Penasihat Hukum Terdakwa
dalam perkara ini untuk turut serta meletakkan duduk perkara yang
sebenarnya dalam rangka menggali kebenaran untuk mencapai keadilan
hakiki. Kami pun meyakini bahwa kehadiran Penuntut Umum dalam
sidang yang terhormat dan mulia ini untuk menggali kebenaran demi
mencapai keadilan hakiki.
Walaupun Penuntut Umum dalam Repliknya telah menunjukkan
ketidakbecusannya dalam menjawab Pledoi Penasihat Hukum secara
keseluruhan. Kami sangat prihatin ternyata Penuntut Umum hanya dapat
meracau karena terlalu terbawa perasaan (baper) dalam membaca pledoi
tersebut, dan lebih jauh Penuntut Umum tidak mampu membantah dalil-
dalil hukum Penasihat Hukum mengenai tidak adanya hubungan
kausalitas antara video dengan keonaran yang terjadi secara
meluas/massif di kalangan rakyat.
Bahwa dengan demikian, makin jelas dan terang benderang bahwa
Penuntut Umum telah gagal dan tidak sanggup membuktikan secara sah
dan meyakinkan Dakwaan dan tuntutannya.
Sungguhpun begitu kami akan menanggapi Replik Penuntut Umum
terhadap Pledoi Penasihat Hukum Terdakwa, adalah sebagai berikut:
A. TANGGAPAN ATAS REPLIK PENUNTUT UMUM TERHADAP PLEDOI
TERDAKWA HABIB MUHAMMAD RIZIEQ SYIHAB
1. Pada pada poin ke 28 halaman 23 Replik Penuntut Umum yang
menanggapi Pledoi Terdakwa, terdapat perkataan Penuntut Umum:
“Dari fakta persidangan tersebut dapat disimpulkan bahwa benar
Pada tanggal 30 November 2020 Forum Mayarakat Padjadjaran
Bersatu (FMPB) melakukan aksi unjuk rasa tentang Penolakan
terhadap terdakwa Moh Rizieq Syihab yang kabur dari RS UMMI
setelah mendengar berita dan Youtube yang mengatakan terdakwa
kabur dari RS UMMI karena belum ada kebenaran dan kejelasan
apakah terdakwa terpapar Covid-19 atau tidak.”
Kalimat tersebut di atas merupakan pengakuan dari Penuntut Umum
yang patut diapresiasi, karena Penuntut Umum mengakui bahwa aksi
yang dilakukan oleh FMPB adalah disebabkan setelah mendengar
berita dan Youtube yang mengatakan terdakwa kabur dari RS
UMMI, BUKAN KARENA RESPON DARI VIDEO YANG BERISI
PERNYATAAN KONDISI KESEHATAN HABIB RIZIEQ SYIHAB DARI
HABIB RIZIEQ SYIHAB, HABIB HANIF ALATAS, MAUPUN dr. ANDI
TATAT SEBAGAIMANA YANG DIHALUSINASIKAN OLEH
PENUNTUT UMUM SELAMA INI. Karena itu, maka yang pantas
disebut sebagai biang keladi kegaduhan dan harusnya dituntut
Penuntut Umum adalah mereka yang menyebarkan berita bohong
tentang Habib Rizieq Syihab yang kabur dari RS UMMI.
Dibanding disibukan dengan kasus pelaporan tukang lemari, alangkah
baiknya jika Penuntut Umum membaca berita untuk mengetahui siapa
sesungguhnya biang keladi terjadinya aksi FMPB yang terpancing
untuk melakukan aksi karena mendengar berita bohong yang
menuduh Habib Rizieq Syihab kabur dari RS UMMI. Penasihat Hukum
dengan senang hati membagi link berita online
(https://www.tribunnews.com/metropolitan/2020/11/29/bima-arya-
benarkan-habib-rizieq-disebut-kabur-dari-rumah-sakit-begini-katapihak-rs-ummi-bogor) yang memberitakan tuduhan Habib Rizieq
Syihab kabur dari RS UMMI yang ternyata akibat pernyataan dari
WALIKOTA BOGOR BIMA ARYA. Oleh Karena itu seharusnya yang
diseret ke pengadilan oleh Penuntut Umum adalah BIMA ARYA yang
karena pernyataannya lah justru terjadi aksi yang dilakukan oleh
FMPB.
2. Pada poin ke 29 Replik Penuntut Umum yang menanggapi pledoi
Terdakwa, halaman ke 24, Penuntut Umum menuduh dalil yang
dikemukakan Terdakwa Habib Rizieq Syihab yang menyatakan unsur
pasal 14 ayat (1) UU 1/46 “dengan sengaja menerbitkan keonaran
dikalangan masyarakat” sebagai dalil keliru karena “bombastis”,
mengartikan keonaran itu yang mana kalau “keonaran” harus dalam
skala besar yaitu kerusuhan, keributan yang harus diatasi oleh Polisi.
Kalau Penuntut Umum seksama dalam membaca Pledoi Terdakwa
Habib Rizieq Syihab maupun Penasihat Hukum, justru disini Habib
Rizieq Syihab dan Penasihat Hukum mendefinisikan keonaran sesuai
dengan yang didefinisi dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia).
Kenapa harus “bombastis” karena memang realitasnya begitu,
sehingga logis jika ancaman hukumannya mencapai maksimal 10
tahun. Justru yang jadi pertanyaan adalah darimana Penuntut Umum
mendalilkan bahwa “keonaran” cukup didefinisikan hanya sekedar
keresahan dan pro kontra? Apa hasil berimajinasi sendiri di kamar
mandi?
Berikutnya Penuntut Umum mengulang keterangan ahli yang diajukan
oleh Penuntut Umum, yakni Dr. Trubus Rahardiansyah, SH. MH.,
yang salah satunya mengatakan: “Individu atau kelompok yang
memiliki kedudukan, jabatan status sosial, dan peranan yang tinggi di
masyarakat atau institusi yang memiliki massa pendukung yang besar
akan dengan mudah mempengaruhi perilaku warga masyarakat untuk
berbuat onar”.
Kalau logika Dr. Trubus Rahardiansyah, SH. MH., itu secara konsisten
diikuti Penuntut Umum, termasuk logika Penuntut Umum sendiri yang
menganggap definisi keonaran sekedar keresahan dan pro kontra,
maka harusnya Penuntut Umum menyeret mereka seperti Menteri
atau Pejabat Setingkat Menteri yang justru dalam kondisi ia menjabat
posisi Menteri Negara atau Pejabat Setingkat Menteri sering membuat
kegaduhan dan keresahan akibat pernyataan bohong dan tidak
bertanggung jawab seperti yang dilakukan:
a. Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly yang mengatakan “Yang
membuat itu menjadi besar adalah penyakit sosial yang ada. Itu
sebabnya kejahatan lebih banyak terjadi di daerah-daerah miskin.
Slum areas (daerah kumuh), bukan di Menteng. Anak-anak
Menteng tidak, tapi coba pergi ke Tanjung Priok. Di situ ada
kriminal, lahir dari kemiskinan,”
(https://kabar24.bisnis.com/read/20200122/16/1192761/sakit-hati-
warga-tanjung-priok-demo-yasonna-laoly). Atas pernyataan ini
membuat resah warga Tanjung Priok sakit hati dan membantah
pernyataan Yasonna Laoly tersebut sehingga membuat gaduh se
Tanjung Priok;
b. Mantan Menteri Kesehatan Terawan saat masih menjabat sebagai
Menteri Kesehatan sering membuat pernyataan-pernyataan
kontroversial dengan menyepelekan saat awal pandemi Covid-19
dengan berbagai pernyataan seperti menolak dugaan ahli dari
Harvard yang menduga Covid-19 sudah masuk ke Indonesia,
mengatakan Covid-19 bisa sembuh dengan do’a, mengatakan
Covid-19 penyakit yang bisa sembuh sendiri. Akan tetapi sikap
Terawan yang menyepelekan penyebaran Covid-19 itu berujung
dengan hadiah dari Presiden Jokowi yang menetapkan status
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat sebagai Bencana Nasional
melalui Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 dan Keputusan
Presiden Nomor 12 Tahun 2020. Atas pernyataan-pernyataan
Terawan itu pun membuat kegaduhan seantero Nasional;
c. Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, Yudian Wahyudi
yang menyatakan bahwa “Jadi kalau kita jujur, musuh terbesar
Pancasila itu ya agama” dan juga mengatakan “Saya menghimbau
kepada orang Islam, mulai bergeser dari kitab suci ke konstitusi
kalau dalam berbangsa dan bernegara”. Atas pernyataan ngawur
yang mempertentangkan antara Agama dan Pancasila serta Kitab
Suci dan Konstitusi oleh Yudian Wahyudi sebagai kepala BPIP,
sontak membuat gempar seantero Nasional, sampai-sampai ormas
Islam besar seperti NU, Muhammadiyah, PERSIS sampai MUI
sebagai wadah bersama ormas-ormas Islam seluruhnya mengkritik
keras pernyataan Yudian Wahyudi yang kemudian membuat
kegaduhan luar biasa di tengah masyarakat, bahkan timbul
keresahan ditengah masyarakat yang khawatir akan kebangkitan
paham anti agama di Indonesia;
d. Jaksa Agung RI Burhanuddin Sanitiar, yang dalam rapat kerja
dengan komisi III DPR RI pada tanggal 16 Januari 2020,
menyatakan “Peristiwa Semanggi I, Semanggi II, telah ada hasil
rapat paripurna DPR RI yang menyatakan bahwa peristiwa tersebut
bukan merupakan pelanggaran HAM berat”. Pernyataan itu
menimbulkan kegaduhan dan keresahan ditengah masyarakat,
terutama sekali keluarga korban pelanggaran HAM berat dari
Peristiwa Semanggi I dan Semanggi II. Pernyataan Jaksa Agung RI
tersebut kemudian digugat oleh keluarga Korban peristiwa
Semanggi I dan II di PTUN, yang kemudian PTUN memutuskan
dengan Nomor Putusan: 99/G/2020/PTUN-JKT, bahwa apa yang
disebutkan oleh Jaksa Agung RI terkait Perisitiwa Semanggi I dan
II, oleh Majelis Hakim PTUN yang mengadili perkara itu dinyatakan
sebagai tindakan melawan hukum. Tidak sampai disitu, selain
melawan hukum, dalam pertimbangannya hakim juga menilai
pernyataan Burhanuddin “mengandung asas kebohongan
(bedrod).” sehingga secara hukum telah terbukti Jaksa Agung RI
Burhanuddin Santiar melakukan KEBOHONGAN PUBLIK yang kemudian membuat keresahan ditengah masyarakat, terkhusus
keluarga korban pelanggaran HAM berat dalam peristiwa
Semanggi I dan II.
Bahwa atas pernyataan-pernyataan bohong diatas yang kemudian
membuat keresahan ditengah masyarakat, sesuai logika Penuntut
Umum, harusnya diseret kemuka pengadilan untuk dituntut oleh
Penuntut Umum, apalagi mereka yang disebutkan diatas memiliki
jabatan formal yang sangat penting di Republik ini, sehingga lebih
berbahaya dibanding seorang Habib Rizieq Syihab yang hanya
seorang guru agama yang berdakwah dari pelosok ke pelosok. Tapi
kemudian faktanya Penuntut Umum tidak pernah berani menyeret
mereka yang bercokol pada tampuk kekuasaan, tapi dengan senang
hati melakukan penuntutan kepada Habib Rizieq Syihab, kenapa?
Karena Habib Rizieq Syihab kritis terhadap kebijakan dzalim
penguasa yang tidak berpihak terhadap rakyat, karena Habib Rizieq
Syihab sering menyerukan kepada umat Islam untuk membantu
perjuangan rakyat Palestina dari kekejian penjajah zionis Israel,
karena Habib Rizieq Syihab tidak bosan meminta kepada para
pemimpin agar membuat kebijakan jangan mau didikte oleh Asing dan
Aseng, karena Habib Rizieq Syihab selalu menyerukan kepada
simpatisannya untuk membantu saudara sebangsa yang tertimpa
musibah, karena Habib Rizieq Syihab selalu melawan maksiat yang
mengotori moral bangsa dan menghambat tercapainya tujuan
nasional, karena Habib Rizieq Syihab sangat aktif mewujudkan tujuan
didirikannya negara yakni mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
karena Habib Rizieq Syihab menolak rayuan dari oligarki.
3. Pada Poin ke 30 Replik Penuntut Umum yang menanggapi pledoi
Terdakwa, dalam halaman 26, Penuntut Umum menyebutkan
“Adanya komentar-komentar pro dan kontra tersebut jelas
menunjukkan adanya perpecahan yang timbul dikalangan masyarakat
yang apabila dibiarkan tidak segera diklarifikasi kebenarannya akan menimbulkan konflik horizontal dalam masyarakat antara simpatisan
yang sangat militan dan non simpatisan Terdakwa.”
Komentar Penuntut Umum itu sangatlah tidak aneh jika kita semua
hidup dalam iklim negara yang otoriter yang sangat anti terjadinya
perbedaan pendapat didalam masyarakat. Tapi dalam negara yang
menganut demokrasi apalagi pada era keterbukaan, perbedaan
pendapat adalah hal yang biasa. Tidak aneh pada setiap isu yang
dibicarakan dalam ruang publik, menimbulkan pro maupun kontra.
Karena itu atas pernyataan Replik Penuntut Umum pada poin ke 30
halaman 26, kami menduga Penuntut Umum mendambakan hidup di
negara otoriter atau memang Indonesia sudah menjadi negara yang
menganut otoriter, mana yang benar? wallahu’alam, yang pasti bagi
mereka yang menjunjung UUD 1945, maka biasa saja dalam
menghadapi kondisi pro kontra ditengah masyarakat. Tapi bagi
mereka yang tidak memahami UUD 1945, maka kami maklum bahwa
muncul halusinasi-halusinasi yang membayangkan bila pro kontra
ditengah masyarakat akan selalu berujung pada konflik horizontal.
B. TANGGAPAN ATAS REPLIK PENUNTUT UMUM TERHADAP PLEDOI
DARI PENASIHAT HUKUM HABIB MUHAMMAD RIZIEQ SYIHAB
1. Bahwa Penasihat Hukum Terdakwa pada pokoknya menolak seluruh
dalil-dalil yang disampaikan oleh Penuntut Umum di dalam Repliknya,
oleh karena apa yang disampaikan Penuntut Umum dalam Dakwaan,
Tuntutan dan Repliknya, Penuntut Umum hanya mengada-ada dan
tidak sesuai dengan fakta-fakta persidangan, dan Penasihat Hukum
secara tegas menyatakan yang pada prinsipnya tetap pada
pendapatnya sebagaimana dalam Nota Pembelaan (Pledoi) yang
telah disampaikan sebelumnya.
2. Pada Poin ke 1 Replik Penuntut Umum yang menanggapi pledoi
Penasihat Hukum, halaman 32, Penuntut Umum mengatakan “tugas
Jaksa adalah melaksanakan suatu Undang-Undang untuk diterapkan kepada siapa saja yang melanggarnya, dan tidak bisa dikait-kaitkan
dengan Politik.”
Pernyataan Penuntut Umum tersebut diatas muncul atas respon dari
mukadimah Pledoi yang dibuat oleh Penasihat Hukum hal mana
menceritakan bagaimana Soekarno, Presiden pertama Republik
Indonesia, pernah juga diseret ke meja hijau atas beberapa tuduhan
yang diantaranya, menyebarkan berita bohong yang menyebabkan
keonaran. Kalaulah Penuntut Umum yang menuntut Soekarno saat
itu, yang merupakan perpanjangan tangan dari rezim penjajah ketika
itu masih hidup saat ini, mungkin akan memberi jawaban yang kurang
lebih sama dengan jawaban yang diberikan Penuntut Umum dalam
Replik atas Pledoi Penasihat Hukum Habib Rizieq Syihab.
Tugas Jaksa memang idealnya adalah melaksanakan Undang-
Undang, tapi rasanya naif sekali jika kita tutup mata atas realitas
bahwa begitu banyak kasus yang melibatkan oknum penegak hukum
yang melakukan penegakan hukum tapi tidak semata-mata untuk
kepentingan melaksanakan amanat Undang-Undang an sich,
melainkan begitu banyaknya motivasi non-hukum yang ikut
meliputinya seperti faktor ekonomi, faktor budaya, dan faktor-faktor
lainnya termasuk diantaranya faktor politik. Semua itu bisa terjadi
karena Hukum bukan produk yang lahir ditengah ruang hampa, akan
tetapi merupakan salah satu subsistem kemasyarakatan diantara
subsistem kemasyarakatan lainnya, yang saling mempengaruhi satu
sama lain.
Bukanlah hal yang asing jika kita mendengar oknum penegak hukum
yang dalam proses penegakan hukumnya tidak semata-mata
bermotivasi untuk melaksanakan Undang-Undang, tapi untuk tujuan
mencari jabatan, atau untuk menekan dan memeras direksi sebuah
Bank di Daerah, atau untuk melakukan tindakan korupsi, atau untuk
kepentingan pengembang perumahan, dan tidak jarang untuk
kepentingan politik kekuasaan. Prof. Mahfud MD, yang hari ini menjabat sebagai Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan
Keamanan, dalam bukunya Politik Hukum Di Indonesia,(Jakarta:
Rajawali Pers: 2017) pada halaman 9, mengakui bahwa hukum tidak
steril dari subsistem kemasyarakatan lainnya. Politik kerap kali
melakukan intervensi atas pembuatan dan pelaksanaan hukum.
Apalagi lembaga kejaksaan dalam konstruksi ketatanegaraan
Indonesia hari ini ditempatkan dibawah cabang kekuasaan eksekutif,
yang dalam sejarah Indonesia, paling sering melakukan abuse of
power.
3. Pada poin ke-3, poin ke-4, poin ke-6 dan poin ke-7 Replik
Penuntut Umum yang menanggapi Pledoi Penasihat Hukum,
Penuntut Umum pada pokoknya mengatakan bahwa Penasihat
Hukum keliru karena mengulas pasal-pasal dalam dakwaan yang tidak
diuraikan dalam tuntutan Penuntut Umum. Terhadap dalil tersebut
Penasihat Hukum merasa memiliki beban tanggung jawab untuk
menyelamatkan dan memberikan pencerahan kepada Penuntut
Umum yang tersesat dalam keterbelakangan literasi hukum yang
seharusnya dimiliki seorang penegak hukum.
Bahwa Hakim dalam memutus perkara tidak terikat pada Tuntutan
semata, melainkan juga pada dakwaan yang didakwakan pada
Terdakwa, sehingga Hakim mempunyai kebebasan dalam memilih
dakwaan mana yang sesuai dengan fakta-fakta persidangan
sebagaimana diatur dalam Pasal 182 ayat (3) dan (4) KUHAP
menyebutkan sebagai berikut :
(3) Sesudah itu hakim mengadakan musyawarah terakhir untuk
mengambil keputusan dan apabila perlu musyawarah itu diadakan
setelah terdakwa, saksi, penasihat hukum, penuntut umum dan
hadirin meninggalkan ruangan sidang;
(4) Musyawarah tersebut pada ayat (3) harus didasarkan atas surat
dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam
pemeriksaan di sidang;
Lebih lanjut Yahya Harahap dalam bukunya Pembahasan
Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Pemeriksaan Sidang
Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, mengatakan
“...Memang benar, hakim dalam menjatuhkan berat ringannya
hukuman pidana yang akan dikenakan kepada Terdakwa adalah
bebas. Undang-undang memberi kebebasan kepada Hakim untuk
menjatuhkan pidana antara hukuman minimum dan maksimum yang
diancamkan dalam pasal pidana yang bersangkutan...” (Edisi kedua,
hlm 354, Jakarta: Sinar Grafika, 2018). Atas dasar tersebut diatas
maka kami jelaskan kembali didalam Pledoi kami tersebut.
Dari Penjelasan KUHAP diatas jelas, bahwa Majelis Hakim dalam
menyusun pertimbangan atas Putusan yang akan dijatuhkannya nanti,
didasari oleh Dakwaan dan bukti yang diperoleh dalam persidangan.
Oleh Karena Itu, Penasihat Hukum merasa berkepentingan untuk
membuktikan kengawuran Dakwaan yang diajukan oleh Penuntut
Umum, apakah dakwaan tersebut adalah benar-benar mahkota
sebagaimana diklaim Penuntut Umum atau hanyalah topi usang
belaka, Itu semua semata-mata untuk kepentingan Pembelaan atas
diri Terdakwa dan agar Majelis Hakim dapat menjadikan segala dalil
yang diajukan sebagai pertimbangannya dalam mengambil
keputusan.
Lagi pula apa salahnya Penasihat Hukum mengulas mengenai
mengenai hal-hal yang memang telah sama dipelajari juga dibangku
kuliah hukum. Disini Penuntut Umum menunjukan pribadinya yang
sombong dan angkuh, merasa yang paling maha benar atas segala
dakwaan yang disusunnya. Persis seperti sifat Iblis yang digambarkan
dalam firman Allah SWT:
ى َوا ْستَ ْكبَ َر َو َكا َن ِم َن
بَ ٰ
َ
َس أ
ْبِلي
ِ
اَّل إ
ِ
َس َج ُدوا إ
فَ
َ
َمََلئِ َكِة ا ْس ُج ُدوا ِِل َدم
ْ
نَا ِلل
ْ
ل
قُ
ِذْ
َوإ
ِري َن ﴿
َكافِ
ال ٣٤ْ
Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah
kamu kepada Adam," maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan
dan sombong dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang
kafir.(QS: Al Baqarah, ayat 34)
Ini justru menunjukan, apa yang disampaikan oleh Habib Rizieq
Syihab dalam pledoi pribadinya yang menduga para Penuntut Umum
telah kerasukan Iblis dalam jiwanya pada halaman 96, terbukti
sekarang lewat Replik Penuntut Umum yang sangat menunjukan sifat
sombong dan angkuh persis seperti sifat Iblis. Atas sikap Penuntut
Umum tersebut, Penasihat Hukum hanya menasehati agar Penuntut
Umum segera istighfar serta memohon ampun dan bertaubat kepada
Allah SWT, mudah-mudahan Allah SWT merima taubat Penuntut
Umum.
4. Pada poin ke 5 Replik Penuntut Umum yang menanggapi Pledoi
Penasihat Hukum, halaman ke 33, Bahwa Penuntut Umum telah
gagal dalam memahami makna dari keonaran pada Pasal 14 ayat (1)
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 dan sekaligus tidak mampu
membuktikan bahwa telah terjadinya keonaran di kalangan rakyat
sebagai suatu akibat perbuatan Terdakwa. Penuntut Umum
seharusnya membaca Pledoi Penasihat Hukum berulang-ulang kali
agar dapat memahami secara keseluruhan, agar Penuntut Umum
tidak gagal paham dalam mengkonstruksikan Pasal 14 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 dan harus belajar lebih banyak
lagi tentang asas kasualitas.
5. Pada poin ke 16 dan 17 Replik Penuntut Umum yang menanggapi
Pledoi Penasihat Hukum, halaman ke 35 sampai dengan 39,
Penuntut Umum pada pokoknya menanggapi mengenai uraian analisa
Penasihat Hukum dalam pledoi pada bagian ulasan mengenai Pasal
14 dan 15 Undang-undang Nomor 1 tahun 1946, sampai akhirnya
Penuntut Umum menuduh bahwa Penasihat Hukum ragu-ragu
mengenai keberlakukannya pasal 14 dan pasal 15 Undang-undang
Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Bahwa Penuntut Umum keliru dalam memahami makna “relevansi”,
alih-alih menuduh Penasihat Hukum ragu tentang keberlakuan Pasal
14 dan Pasal 15 Undang-undang Nomor 1 tahun 1946 tentang
Peraturan Hukum Pidana. Penasihat Hukum tidak pernah
menyatakan pasal tersebut tidak berlaku lagi, yang Penasihat Hukum
pertanyakan dan kemudian Penasihat Hukum tolak adalah sesat pikir
Penuntut Umum yang dituangkan dalam Dakwaan dan Tuntutan
terhadap Terdakwa.
Persoalan relevansi penerapan Pasal 14 dan 15 Undang-undang
Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dalam perkara
a quo, Penasihat Hukum tetap pada pendiriannya sesuai Pledoi
bahwa penerapan Pasal 14 dan 15 UU Nomor 1 tahun 1946 tentang
Peraturan Hukum Pidana sudah tidak relevan diterapkan pada masa
sekarang, terlebih setelah amandemen UUD 1945 yang lebih
menjunjung tinggi penghormatan atas Hak Asasi Manusia. Apalagi
konstruksi yang diajukan Penuntut Umum dalam memahami keonaran
dengan sekedar pro kontra, bertentangan dengan semangat
demokrasi dan penghormatan Hak Asasi Manusia sebagaimana yang
dituangkan dalam amandemen UUD 1945.
Begitu juga Penasihat Hukum tetap pada pandangannya dalam
ulasan pada Pledoi terkait unsur-unsur Pasal 14 dan 15 Undang-
undang Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana,
kesemuanya secara utuh membuktikan serampangannya penggunaan
pasal-pasal oleh Penuntut Umum demi mengejar pemenjaraan Habib
Rizieq Syihab, sehingga semakin memperlihatkan kepada publik
bahwa cengkraman oligarki pada institusi penegak hukum bukan
sekedar isapan jempol belaka.
Kembali Penasihat Hukum tegaskan bahwa hal-hal yang berkaitan
dengan penyiaran telah diatur dalam Undang-undang Nomor 32
Tahun 2002 Tentang Penyiaran, sehingga berdasarkan asas Lex
Specialis derogat Lex Generalis, sudah sepatutnya hal ikhawal yang berkaitan dengan penyiaran tunduk pada Undang-undang Penyiaran.
Terlebih dalam perkara a quo, Terdakwa tidak pernah “menyiarkan
berita” sebagimana yang dituduhkan oleh Penuntut Umum. Hal
tersebut telah dengan jelas Penasihat Hukum sampaikan dalam
Pledoi perkara a quo.
Hal ini sejalan apa yang dikemukakan oleh Ahli Tata Negara Dr. Refly
Harun, terkait Pasal 14 ayat (1) hanya ada satu kata kerja nya
menyiarkan, jadi yang disiarkannya itu berita atau pemberitaan
bohong, bukan pemberitahuan, karena itu kata benda, jadi ini kegiatan
mereka yang menggunakan medium penyiaran maka ahli mengatakan
bila memakai rasionalitas dan proporsionalitas wajar jika ancaman nya
10 tahun karena insan penyiaran mempunyai infrastruktur dalam
menyebarkan pemberitaan secara meluas dan digunakan oleh insan-
insan penyiaran pada waktu itu menyiarkan sesuatu yang sengaja
untuk memunculkan keonaran didalam masyarakat, sehingga ada niat
untuk menyiarkan agar muncul keonaran.
6. Pada poin ke 18 Replik Penuntut Umum yang menanggapi Pledoi
Penasihat Hukum, halaman ke 39, Penuntut Umum pada pokoknya
menanggapi kritik dari Penasihat Hukum terkait penggunaan
Wikipedia sebagai sumber referensi. Karena Wikipedia dapat diedit
oleh siapa saja dan derajat kebenarannya pun diragukan karena
penulisnya pun tidak jelas, sehingga tidak bisa dinilai otoritasnya
secara akademik. Penggunaan Wikipedia sebagai sumber kutipan
referensi dapat dimaklumi bila dilakukan oleh siswa SMA yang belum
mempalajari dan memahami metodologi penelitian sebagai standar
keilmiahan suatu karya ilmiah. Akan tetapi sungguh menyedihkan jika
dilakukan oleh orang-orang yang mengaku berpendidikan tinggi
bahkan oleh mereka yang telah bergelar Doktor, sehingga wajar kalau
terdapat pertanyaan apakah saat kuliah Penuntut Umum ikut dalam
mata kuliah Metodologi Penelitian atau bolos dalam kuliah tersebut
7. Pada poin ke 21 Replik Penuntut Umum yang menanggapi Pledoi
Penasihat Hukum pada halaman 145, Penuntut Umum telah secara
tegas menyatakan bahwa berdasarkan fakta persidangan pada saat
Terdakwa membuat video terstimoni Terdakwa belum dinyatakan
positif Covid-19.
Bahwa dalam Replik poin ini, tiba-tiba Penuntut Umum menjadi “ahli”
atau “penasihat komunikasi” dengan memberikan “saran” bagaimana
seharusnya Terdakwa memberikan testimoni. Hal ini semakin
menunjukan bahwa Penuntut Umum dalam melaksanakan tugasnya
tidak sungguh-sungguh bertujuan menemukan kebenaran, fakta
tersebut menjadi sangat miris oleh karena Penuntut Umum yang
notabene bekerja dan menerima upah dari negara yang sumber
penghasilannya diambil dari pajak rakyat namun malah mendzolimi
sang penguasa sesungguhnya yaitu rakyat.
8. Pada poin ke 22 Replik Penuntut Umum yang menanggapi Pledoi
Penasihat Hukum, halaman ke 146-150, tanggapan Penuntut Umum
tersebut membuktikan bahwa Penuntut Umum tidak sanggup
membuktikan secara sah dan meyakinkan, bahwa telah terjadi
keonaran di kalangan masyarakat.
Ketidakmampuan Penuntut Umum dalam menjawab Pledoi Penasihat
hukum membuktikan bahwa Penuntut telah gagal membangun
hubungan kausalitas antara testimoni Terdakwa dengan demonstrasi
yang dilakukan oleh Mahasiswa yang berasal dari BEM Se-Bogor dan
Forum Rakyat Pajajaran Bersatu (FRPB), karena berdasarkan fakta
persidangan keduanya menyatakan bahwa Aksi tersebut tidak ada
hubungannya dengan video testimoni Terdakwa.
Kesimpulan Penuntut Umum bahwa Aksi tersebut adalah keonaran,
bahwa telah dibantah oleh ahli yang dihadirkan Penuntut Umum Dr.
Trubus Rahardiansyah, S.H., M.H., M.SI “Benar jika ada aksi damai
hanya untuk konfirmasi saja dan aksi damai itu sebagai bentuk aspirasi yang tidak menimbulkan keonaran bukanlah keonaran
dan hal tersebut adalah hal yang wajar-wajar saja.”
9. Pada poin ke 23 Replik Penuntut Umum yang menanggapi Pledoi
Penasihat Hukum, halaman ke 43, Penuntut Umum mengatakan
Pledoi, sebagai pembelaan dari Terdakwa maupun Penasihat
Hukumnya, adalah suatu kewajaran yang kemudian diikuti dengan
kalimat “bagaimana mungkin orang melakukan kesalahan dengan
mudahnya mengakui kesalahannya.” Sesungguhnya sama juga bagi
orang-orang yang pandir, disebut pandir karena tidak mau mengakui
dirinya pandir.
C. KESIMPULAN
Majelis Hakim Yang Mulia,
Penuntut Umum Yang Terhormat,
Segenap Pejuang Keadilan dimanapun berada,
Berdasarkan uraian yang telah kami sampaikan di atas, Kami selaku
Penasihat Hukum Terdakwa sampai pada kesimpulan dan memohon
kepada Majelis Hakim agar berkenan memberikan putusan dalam perkara
ini, yaitu sebagai berikut:
1. Menyatakan Terdakwa Habib Muhammad Rizieq Syihab tidak terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
sebagaimana di dakwakan Penuntut Umum dalam Dakwaan Pertama
Primair, Dakwaan Pertama Subsidair, Dakwaan Pertama Lebih
Subsidair, Dakwaan Kedua dan Dakwaan Ketiga;
2. Membebaskan Terdakwa Habib Muhammad Rizieq Syihab oleh
karena itu dari segala Dakwaan dan tuntutan;
3. Memulihkan hak-hak Terdakwa Habib Muhammad Rizieq Syihab
dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya;
4. Menetapkan bukti-bukti surat yang menjadi lampiran pembelaan
Terdakwa dan Penasihat Hukum Terdakwa tetap terlampir dalam
berkas perkara;
5. Membebankan biaya perkara kepada Negara.
Atau bilamana Majelis Hakim yang mulia berpendapat lain mohon putusan
yang seadil-adilnya (ex a quo et bono).
Hormat Kami,
Atas Nama Tim Advokasi Habib Rizieq Syihab
SUGITO ATMO PAWIRO, S.H., M.H. AZIZ YANUAR P, S.H., M.H.
AHMAD MICHDAN, S.H. AHMAD KHOLID, S.H.
EKA RAHENDRA, S.H., M.H. NASRULLAH NASUTION, S.H.,M.Kn.
ACHMAD ARDIANSYAH B, S.H. WISNU RAKADITA, S.H., M.H.
JUANDA ELTARI, S.H. ALI ALATAS, S.H.
HUJJATUL BAIHAQI, S.H. RAMA HENDARTA ADAM, S.H.
DWI HERIADI, S.H. IRVAN ARDIANSYAH, S.H.
...
Duplik PH Habib Hanif
DUPLIK
Dalam perkara nomor 224/Pid.Sus/2021/PN.Jkt.Tim
Atas nama Terdakwa
Muhammad Hanif Alatas alias Habib Hanif Alatas
Disampaikan oleh Tim Penasiat Hukum Terdakwa di muka
persidangan Pengadlilan Negeri Jakarta Timur
Assalamu’alaikum Warakhmatullahi Wabarakatuh
Majelis Hakim yang kami muliakan
Penuntut Umum yang kami hormati
Dan para pecinta keadilan dimanapun berada
Perkenankan kami Para Advokat yang tergabung dalam Tim Advokasi
Habib Hanif Alatas bertindak sebagai Penasehat Hukum atas nama
Terdakwa Muhammad Hanif Alatas alias Habib Hanif Alatas berdasarkan
surat kuasa khusus tertanggal 11 Maret 2021.
Puji Syukur Kehadirat Allah yang Maha Adil, yang telah memberikan kita
nikmat berupa panjang umur dan kesehatan sehingga kita dapat
berkumpul disini menjalankan rangkaian persidangan ini, Shalawat dan
Salam kita sampaikan kepada Junjungan Kita Nabi Besar Rasulullah
Muhammad Salallahu ‘alaihi Wassalam, manusia terbaik dimuka bumi dan
sebaik-baiknya manusia yang patut dicontoh, semoga kita semua
termasuk golongan orang-orang yang kelak mendapatkan syafaat dari
beliau Salallahu ‘alaihi Wassalam di yaumil akhir kelak.
Setelah mendengarkan Replik Penuntut Umum yang dibacakan pada hari
Senin 14 Juni 2020, bahwa dengan penuh semangat Penuntut Umum
telah menggunakan haknya menyampaikan Replik dengan baik, kami
sangat menghargai itu.
Maka Pada persidangan ini, kami pun akan menggunakan Hak kami
menyampaikan Duplik dengan sebaik-baiknya, tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih kepada Majelis Hakim yang mulia yang telah
memimpin jalannya persidangan ini dengan baik dan memastikan setiap
pihak yang terlibat dalam persidangan ini mendapatkan haknya yang
sama dalam setiap proses persidangan, kami juga mengucapkan terima
kasih kepada Penuntut umum yang dengan semangatnya membuat
persidangan ini semakin menarik.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat
dalam memperlancar proses persidangan ini, dalam Duplik ini kami tidak
akan banyak mengulang apa yang telah kami sampaikan dalam Pledooi
yang lalu dan akan menanggapi apa-apa yang perlu kami tanggapi
namun mengenai hal-hal yang tidak kami tanggapi dalam Duplik ini
bukanlah kami menyetujui dalil tersebut atau menerima dalil tersebut
apalagi tidak mampu menjawabnya, namun hal tersebut kami anggap
sudah terwakili dalam Pledooi kami dan kami tidak perlu mengulanginya
lagi sebagaimana yang dilakukan oleh Penuntut Umum dalam Repliknya,
Adapun yang akan kami sampaikan dalam Duplik ini adalah sebagai
berikut :
1. Bahwa Penasihat Hukum tetap pada dalil-dalil yang disampaikan
pada Pledooi/Pembelaan pada tanggal 10 Juni 2021 yang lalu ;
2. Bahwa setelah membaca dan mencermati Replik yang di sampaikan
oleh Penuntut Umum pada sidang sebelumnya, tampak kalau
Penuntut Umum kalap dan emosi menanggapi apa yang disampaikan oleh Terdakwa dan Penasehat Hukum dalam Pledooi terdahulu,
sehingga dalam repliknya terlihat hanya seperti meracau bagai orang
yang sedang kesurupan, tidak tampak kecerdasan dalam Replik
tersebut, jauh dari tulisan yang bersifat ilmiah sebagaimana yang
sering dibanggakan oleh Penuntut Umum yang merasa dirinya
sebagai orang yang terdidik dan penuh sopan santun;
3. Bahwa pada pokoknya Penasehat Hukum Terdakwa menolak seluruh
dalil-dalil dalam Replik Penuntut Umum, oleh karena apa yang
disampaikan Penuntut Umum hanya lebih banyak mengutip BAP yang
di klaim sebagai fakta persidangan, padahal sebagian besar yang
disampaikan oleh saksi-saksi banyak yang bertolak belakang dengan
BAP;
4. Bahwa setelah membaca dan mencermati dalil-dalil Replik Penuntut
Umum pada halaman 27 sampai dengan halaman 47, perlu
Penasehat Hukum Terdakwa sampaikan kepada Penuntut Umum
bahwa Kami sudah sangat jelas menguraikan peristiwa hukum yang
sebenarnya secara objektif, ilmiah yang disusun dalam Pledooi
secara akademis, teknis dan faktual berdasarkan fakta persidangan
yang kami catat bahkan kami rekam sehingga apa yang kami
sampaikan terkait fakta persidangan dapat di eksaminasi dan
dibandingkan dengan rekaman yang ada, hal ini berbanding terbalik
dengan apa yang disampaikan oleh Penuntut Umum yang lebih
banyak menyelundupkan isi BAP, terlebih banyak keterangan para
saksi dimuka persidangan yang bertolak belakang dengan BAP, apa
yang dilakukan Penuntut Umum ini nyata-nyata sebagai perbuatan
zalim, dungu dan pandir;
5. Bahwa Penasehat Hukum dalam Pledooi nya tetap membahas soal
dakwaan, itu semata-mata karena Penasehat hukum berpijak pada
Pasal 182 ayat (4) KUHAP yang menyatakan “Musyawarah tersebut pada ayat (3) harus didasarkan atas surat dakwaan dan segala
sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang”, atas dasar
itulah Penasehat hukum tetap membahas mengenai Dakwaan
sehingga pernyataan Penuntut Umum yang menyebutkan Penasehat
Hukum sesat pikir karena membahas dakwaan adalah pernyataan
yang dangkal seperti orang yang hilang akal;
6. Bahwa setelah mencermati dan membahas dakwaan Penuntut Umum
dalam Pledooi yang lalu, terlihat dakwaan yang seolah-olah
merupakan mahkota Penuntut Umum, namun karena dangkalnya
pikiran dan logika yang sungsang dalam penyusunan Dakwaan,
mahkota tersebut terlihat layaknya seperti Topi Butut;
7. Bahwa secara umum Penuntut Umum tidak dapat membantah
Pledooi terdakwa terkait tidak adanya hubungan kausalitas antara
Video yang tayang di channel youtube kompas TV dengan terbitnya
keonaran dikalangan rakyat, terlihat Penuntut Umum tidak dapat
menghubungkan antara Video Terdakwa tersebut dengan kegiatan
Mahasiswa BEM Kota Bogor yang menyampaikan pendapat terkait
kritik terhadap Pemkot Bogor terkait kebijakan penanggulangan
pandemi Covid-19, bahkan dengan sembrononya untuk memaksakan
kegiatan tersebut terkait dengan Video Terdakwa, Penuntut Umum
menyelundupkan keterangan BAP terkait dengan pernyataan
sikap/Press Release BEM Se Bogor yang dikaitkan dengan
penanganan Kesehatan Habib Rizieq Syihab yang mana pernyataan
sikap/Press Release tersebut hanyalah draft/rancangan dan pada
faktanya saksi M. Abdurahman ketua BEM Kota bogor membantah
kegiatan tersebut terkait dengan Habib Rizieq Syihab, dan pada
persidangan saksi M Abdurahman menyerahkan pernyataan
sikap/Press Release yang resmi yang berbeda dengan apa yang di
klaim oleh Penuntut Umum (Vide Bukti T-13 ), Penuntut Umum juga terlihat masih memaksakan soal kaitan Video Terdakwa dengan aksi
demonstrasi Forum Rakyat Padjajaran Bersatu (FRPB) di depan
perumahan Mutiara Sentul Kabupaten Bogor, fakta persidangan
mengungkap demo tersebut dipicu oleh berita soal Habib Rizieq
Syihab kabur dari RS Ummi (Vide Bukti T-8 dan T-9) dan tidak ada
kaitannya dengan Video Terdakwa, Video Habib Rizieq Syihab dan
Video Dr. Andi Tatat, terkait peristiwa ini Penuntut Umum lagi-lagi
memasukkan BAP seolah-olah itulah keterangan para saksi di
persidangan, Penuntut umum tidak dapat membantah terkait tidak
ada hubungan kausalitas antara Video Terdakwa dengan banyaknya
karangan bunga di lingkungan RS Ummi, berdasarkan hal tersebut
jelas menunjukkan Penuntut Umum licik dan dungu kelewat batas;
8. Bahwa dalam melakukan penuntutan Penuntut Umum dengan
memberikan referensi Putusan Pidana atas dasar Undang-Undang
Nomor : 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana yaitu :
a. Putusan 85/Pid. Sus/2020/PN.Bjr,tanggal 23 November 2020;
b. Putusan 2124/Pid. Sus/2019/PN.Tjk,tanggal 3 Desember 2020;
c. Putusan1346/Pid. Sus/2019/PN.Jkt.Brt ,tanggal 21 Januari
2019;
d. Putusan 42/Pid. Sus/2019/PN.Bbs,tanggal 6 Januari 2019;
e. Putusan 225/Pid. Sus/2019/PN.Bpp,tanggal 21 Okteber 2019;
f. Putusan 19/Pid. Sus/2019/PN.Grt. tanggal 27 Agustus 2019;
g. Putusan 153/Pid. Sus/2020/PN.Mtk,tanggal 2 Febuari 2021;
h. Putusan 115/Pid. Sus/2020/PT.DKI ,tanggal 17 April 2021;
i. Putusan 208/Pid. Sus/2019/PN.Tsm,tanggal 16 Oktober 2019.
Semua referensi Perkara diatas, baik Tuntutan dan Putusannya
rata-rata 5 sampai 7 bulan Penjara Pidana, sedangkan
Terdakwa dituntut 2 Tahun Pidana, Habib Muhammad Rizieq
Syihab 6 Tahun Penjara dan Dr. Andi Tatat 2 Tahun Penjara,
padahal Undang-Undang yang diterapkan sama yakni Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana. Jadi
dimana letak penerapan criminal justice system yang
didalilkan oleh Penuntut Umum?.
Perlu diketahui dalam referensi Putusan tersebut juga terdapat
perkara yang tidak berkaitan dengan perkara pidana Undang-
Undang Nomor : 1 tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum
Pidana yakni Putusan 2124/Pid. Sus/2019/PN.Tjk,tanggal 3
Desember 2020 dan Putusan Nomor : 225/Pid.Sus/2019/PN.
BPP, tanggal 21 Oktober 2019.
Putusan-putusan yang dijadikan referensi oleh Penuntut Umum,
justru membuktikan kedzaliman Penuntut Umum dan bukan atas
dasar criminal justice system. Padahal jelas criminal justice system
menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia dan menjamin semua warga
negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum, hal ini
menunjukkan kesesatan dalam pola berpikir;
9. Bahwa Penuntut Umum dalam Repliknya masih mempertahankan
menggunakan Wikipedia sebagai sumber referensi, padahal jelas
Wikipedia tidak bisa dijadikan sebagai sumber referensi guna
mendapatkan suatu pengertian terhadap suatu istilah. Dikatakan
demikian oleh karena dalam website Wikipedia tersebut
dimungkinkan siapa saja bisa mengedit informasi yang ada
didalamnya.
Penggunaan Wikipedia sebagai sumber kutipan referensi dapat
dimaklumi bila dilakukan oleh seseorang yang belum mempelajari
dan memahami metodologi penelitian sebagai standar ilmiah suatu
karya, akan tetapi sungguhlah sangat mengherankan jika dilakukan
oleh Penuntut Umum yang mengaku berpendidikan tinggi bahkan
ada yang bergelar Doktor. Disini dipertanyakan dimana standar
ilmiah nya.? sehingga patut kami pertanyakan apakah saat kuliah
Penuntut Umum ikut dalam mata kuliah Metodologi penelitian atau
bolos dalam kuliah tersebut ?
10. Bahwa Penuntut Umum pada halaman 47 paragraf 1 (satu) pada
pokoknya tetap memegang definisi kata “onar” atas halusinasi
Penuntut umum yang seolah-olah dinisbatkan sebagai kata onar
menurut KBBI yaitu “…yang dapat berupa huru hara fisik ataupun
non fisik saja seperti perdebatan dikalangan rakyat”, dengan tetap
memaksakan kalimat tersebut sebagai definisi yang didasarkan
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merupakan bentuk dari
sikap keras kepala terhadap kedunguannya sendiri, perlu Penasehat
Hukum sampaikan dengan maksud untuk tidak menggurui agar
Penuntut Umum mengerti, paham dan tidak berhalusinasi, dalam
KBBI Depdiknas, PT Balai Pustaka Jakarta, cetakan edisi ke tiga,
2005, hal. 798 (Vide Bukti T-16) tidak pernah memuat definisi
sebagaimana yang dihayalkan oleh Penuntut Umum, bahkan sebagai
pembanding Penasehat hukum dalam Pledooinya menyampaikan dan
melampirkan definisi kata “onar” menurut KBBI cetakan tahun 1990
(Vide Bukti T-15), KBBI cetakan tahun 2005 edisi ketiga
sebagaimana yang dijadikan rujukan penuntut umum (Vide bukti T-
16), KBBI cetakan tahun 2018 (Vide Bukti T-17), kiranya perlu kami
luruskan definisi kata “onar” yang sebenarnya menurut KBBI agar
Penuntut Umum tidak terjerembab dalam kubangan kesesatan dalam
memahami kata “onar” sebagaimana disebutkan dalam KBBI sebagai
berikut :
a. KBBI terbitan Balai Pustaka tahun 1990 halaman 626 kata
keonaran memilik makna “kegemparan, kerusuhan, keributaan ,
~ itu baru dapat diatasi setelah polisi bertindak“;
b. KBBI terbitan balai pustaka tahun 2005 edisi ketiga halaman 798
dimana dalam KBBI edisi ini yang dijadikan rujukan oleh Penuntut
Umum kata keonaran mengandung makna “kegemparan,
kerusuhan, keributaan , ~ itu baru dapat diatasi setelah polisi
bertindak.”
11. Bahwa dalam Repliknya juga Penuntut Umum menggunakan
terminologi kata “kegaduhan” yang mana Penuntut Umum
mengambil rujukan berdasarkan kutipan keterangan Ahli Eddie OS
Hiariej dalam beberapa putusan yang disampaikan oleh Penuntut
Umum sebagai perbandingan, maka apabila kita melihat definisi
“kegaduhan” dalam KBBI Depdiknas, PT Balai Pustaka Jakarta,
cetakan edisi ketiga, 2005, hlm 325 yaitu : “n perihal gaduh;
kerusuhan; kekacauan; keributan: ~ di desa itu semakin meluas”
maka dapat kita lihat makna tersebut jauh dari apa yang di hayalkan
oleh Penuntut Umum sebagaimana definisi kata “onar” buah dari
halusinasi Penuntut Umum;
12. Bahwa dalam Pasal 14 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 tahun 1946
tersebut menggunakan teminologi frasa “Keonaran” maka
berdasarkan KBBI Depdiknas, PT Balai Pustaka Jakarta, cetakan edisi
ke tiga, 2005, hlm 798, definisi keonaran adalah “n kegemparan;
kerusuhan; keributan; ~ itu baru dapat diatasi setelah polisi
bertindak” (vide Bukti T-16), hal ini sesuai dengan fakta persidangan
sebagaimana yang dijelaskan oleh Ahli Dr. Mudzakir, jadi apa yang di
jelaskan oleh Dr Mudzakir dalam persidangan adalah hal yang sangat
berdasar, ada rujukannya, dan bukanlah karangan beliau
sebagaimana yang dituduhkan oleh Penuntut Umum dalam
Repliknya, maka sebaiknya sebelum menuduh ahli Dr Mudzakir
mengarang soal definisi keonaran, sebaiknya Penuntut Umum
muhasabah diri karena apa yang dituduhkan tersebut ternyata
Penuntut Umumlah yang sudah mengarang definisi seolah-seolah
dinisbatkan dalam KBBI, maka tindakan Penuntut Umum itulah yang
merupakan bentuk nyata kedunguan yang melampaui batas;
13. Bahwa Penuntut Umum pada halaman 48 paragraf 1 (satu) yang
pada pokoknya tetap menggunakan istilah karangan sendiri yaitu
“reaktif covid-19” dan melarang Penasehat Hukum untuk mendasarkan dalil pernyataan kami pada Lampiran Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.01.07/Menkes/413/2020 Tentang Pedoman Pencegahan Dan
Pengendalian Corona Virus Diserse 2019 (Covid-19) yang notabene
merupakan sumber rujukan resmi yang dikeluarkan pemerintah
melalui Menteri kesehatan dalam Pencegahan Dan Pengendalian
Corona Virus Diserse 2019 (Covid-19), hal tersebut merupakan
kebebalan yang secara nyata ditunjukan Penuntut Umum. Kami tidak
habis pikir jika rujukan resmi yang kami gunakan kemudian dilarang
untuk digunakan, maka rujukan mana yang harus dijadikan acuan.?
Apakah menggunakan rujukan jalanan yang tidak mendasar seperti
yang dilakukan Penuntut Umum.? Rasanya kami tidak cukup hina
untuk melakukan halusinasi dan membuat istilah yang tidak
mendasar seperti itu;
14. Bahwa Penuntut Umum pada halaman 56 sampai 57 masih saja
menggunakan keterangan dalam BAP yang nyata-nyata dianulir dan
bertentangan dengan fakta-fakta persidangan.
• Bahwa saksi Bima Arya, saksi M Aditya Abdurahman dan saksi
M Aslam menyatakan dimuka persidangan mengatakan bahwa
yang dilakukan oleh BEM se-Bogor Raya adalah pernyataan
sikap yang ditujukan kepada pemerintah Kota Bogor terkait
kebijakan pemerintah Kota Bogor secara umum dan sama
sekali tidak ada kaitannya dengan keberadaan Habib Rizieq
Syihab di RS UMMI Kota Bogor.
Entah apa yang dilakukan Penuntut Umum saat persidangan
berlangsung hingga keterangan seorang Saksi dimuka persidangan
yang notabene memiliki dampak hukum dan menentukan nasib
Terdakwa justru diselundupkan kesaksian dari BAP yang tidak sesuai dengan fakta persidangan. Sungguh sangat disayangkan apabila
penegak hukum yang dibiayai oleh negara yang bersumber dari
pajak yang dipungut dari rakyat justru malah tidak serius dalam
melakukan pekerjaannya, padahal perkara ini adalah perkara sepele
seperti halnya perkara seorang pedagang lemari yang dipidanakan
oleh seorang pejabat penegak hukum didaerah karena terlambat
mengantar pesanan lemarinya, maka tidaklah pantas
menghamburkan uang rakyat hanya untuk mempidanakan hal-hal
yang sepele yang tidak menyentuh sendi-sendi kehidupan rakyat
banyak;
15. Bahwa setelah membaca dan mencermati Replik Penuntut Umum
pada halaman 59 sampai dengan halaman 93, ternyata hanya
merupakan pengulangan belaka dari tuntutan Penuntut Umum yang
menunjukkan ketidakmampuan Penuntut Umum dalam
mengkonstruksikan peristiwa hukum, bahkan secara licik melakukan
penyelundupan BAP yang bertentangan dengan keterangan saksi
dipersidangan. Oleh karena Kami telah menanggapinya didalam
Pledooi, maka Kami tidak perlu membuang-buang waktu untuk
menanggapinya kembali;
Bahwa berdasarkan, uraian diatas dapat kami simpulkan bahwa Penuntut
Umum telah gagal membuktikan dan mengkonstruksikan hubungan
kausalitas antara Video dan keonaran yang timbul dikalangan rakyat, dan
atas hal tersebut kami memohon sekiranya Majelis Hakim yang mulia
dapat mengabulkan apa yang kami mohonkan dalam pembelaan dan
menolak seluruh apa yang didalilkan oleh Penuntut Umum baik dalam
Dakwaan maupun Tuntutannya.
Kami doakan agar Majelis Hakim yang mulia tetap istiqomah dalam
kebenaran demi terwujudnya keadilan, kami juga medoakan agar Allah
Subhana Wa ta’ala senantiasa melindungi Majelis Hakim yang mulia dari segala macam tekanan dan ancaman dari Pihak-pihak yang
menginginkan Habib Rizieq Syihab dan Terdakwa untuk di penjarakan.
Pada kesempatan ini, kami Penasehat Hukum mohon maaf kepada
Majelis Hakim yang mulia atas segala sikap tindak yang kurang berkenan,
kami juga mohon maaf kepada Penuntut Umum atas segala sikap tindak
kami Penasehat Hukum yang mungkin saja menyinggung ataupun
menyakiti hati Penuntut Umum, serta kami Penasehat Hukum memohon
agar agar dibukakan pintu maaf yang sebesar-besarnya, karena apa yang
menjadi sikap tindak kami Penasehat Hukum hanyalah dalam rangka
menjalankan profesi dan bukanlah dikarenakan adanya kebencian pribadi,
akhir kata semoga kita semua selalu dilindungi Allah SWT agar senantiasa
teguh dalam membela kebenaran demi terwujudnya keadilan.
Wassalamu’alaikum Warakhmatullahi Wabarakatuh
Jakarta, 17 Juni 2021
Hormat kami
Atas Nama Tim Penasehat Hukum
Habib Hanif Alatas
SUGITO ATMO PAWIRO, S.H., M.H. AZIZ YANUAR P, S.H., M.H.
EKA RAHENDRA, S.H., M.H. JUANDA ELTARI, S.H.