Lengkap: Pleidoi HRS Atas Tuntutan JPU Di Kasus Tes Swab RS Ummi (Balas Dendam Politik Via Operasi Penghakiman Dan Penghukuman)



Kamis, 10 Juni 2021

Faktakini.info

PLEDOI MENEGAKKAN KEADILAN & MELAWAN KEZALIMAN KRIMINALISASI PASIEN, DOKTER & RUMAH SAKIT VIA PIDANAISASI PELANGGARAN PROKES MENJADI KEJAHATAN PROKES

BALAS DENDAM POLITIK

VIA OPERASI PENGHAKIMAN & PENGHUKUMAN

NOTA PEMBELAAN

AL-HABIB MUHAMMAD RIZIEQ BIN HUSEIN SYIHAB

ATAS DAKWAAN & TUNTUTAN JAKSA PENUNTUT UMUM

TERKAIT KASUS TEST SWAB PCR DI RS UMMI KOTA BOGOR

No. Reg. Perkara : 225 / Pid.B / 2021 / PN.Jkt.Tim

Pada Pengadilan Negeri Jakarta Timur

TAHUN 2021

،رِﺎﱠﺘﺴﱠ

ﻟا رِﺎﻔﱠَﻐْﻟا ﻟﻠﻪِِٰ ﺪُﻤﳊْ او ،رِﺎﻬﱠﻘَْﻟا رِﺎﱠﺒَﳉْ ا ِﻟﻠﻪٰ ا نَ ﺎﺤﺒﺳ

ّ   َْ َ

ّ    َ ُْ

كﺮﻜﺷ ﻖﺣ ك�ﺮﻜﺷ ﺎﻣ ﻚﻧﺎﺤﺒﺳ ،كﺮﻛذ ﻖﺣ ك�ﺮﻛذ ﺎﻣ ﻚﻧﺎﺤﺒﺳ


ﻚﺗدﺎﺒﻋ ﻦﺴﺣو كﺮﻜﺷو كﺮﻛذ ﻰﻠﻋ ﲏﻋأ ﻢﻬﻠﻟا ،ﻚﺗدﺎﺒﻋ ﻖﺣ ك�ﺪﺒﻋ ﺎﻣ ﻚﻧﺎﺤﺒﺳ

كءِﻶَﺑ ﻰَﻠﻋَ

اﺮًﺑﺎﺻَ

وَ كءِﺂﻤﻌْ ـَﻨِﻟ اﺮًِﻛﺎﺷَ وَ

كءِﺂﻀﻘَِﺑ ﺎًﻴﺿِ

ارَ

ﲏِْﻠْﻌَﺟْ ا ﻢﱠﻬُﱠﻠﻟا

كﲑﻏ اﺪﺣأ ﻮﺟرأ ﻻ ﱴﺣ كاﻮﺳ ﻦﻤﻋ ﻲﺋﺂﺟر ﻊﻄﻗاو كءﺂﺟر ﱯﻠﻗ ﰲ فﺬﻗا ﻢﻬﻠﻟا

ءاﺪﻋﻷا ﲔﻋأ ﰲ ﺎﺒﻫﺮﻣو سﺎﻨﻟا ﲔﻋأ ﰲ اﲑﺒﻛو ﲏﻴﻋ ﰲ اﲑﻐﺻ ﲏﻠﻌﺟا ﻢﻬﻠﻟا

ماﺮﻳ ﻻ يﺬﻟا ﻚﻔﻨﻛو مﺎﻨﺗ ﻻ ﱵﻟا ﻚﻨﻴﻋ ﰲ ﺎﻴﺿﺮﻣو ءﺎﻴﻟوﻷا ﲔﻋأ ﰲ ﺑﺎﻮﺒﳏو

مﺎﻴﻘﻟا مﻮﻳ ﱃإ ﻪﻋﺎﺒﺗأو مﺎﻘﳌا ىوذ ﻪﺑﺎﺤﺻأو ماﺮﻜﻟا ﻪﻟآو م�ﻷا ﲑﺧ ﻰﻠﻋ ﷲ ﻰﻠﺻو

ﻪﺗﺎﻤﻠﻛداﺪﻣو ﻪﺷﺮﻋ ﺔﻧزو ﻪﺴﻔﻧ ءﺎﺿرو ﻪﻘﻠﺧ دﺪﻋ ﲔﳌﺎﻌﻟا بر ﻟﻠﻪ ﺪﻤﳊاو


BAB I PENDAHULUAN

MENEGAKKAN KEADILAN DAN MELAWAN KEZALIMAN

A.MENEGAKKAN KEADILAN

Kepada Yang Mulia Majelis Hakim

Kepada Yang Tercinta Seluruh Penasihat Hukum

Kepada Yang Terhormat Semua Jaksa Penuntut Umum

Kepada Yang Istimewa Segenap Pecinta Keadilan dimana pun berada


Sebelum saya menyampaikan Isi Pokok PLEDOI (NOTA PEMBELAAN) saya atas DAKWAAN

& TUNTUTAN Jaksa Penuntut Umum (JPU), maka terlebih dahulu untuk yang kesekian kalinya saya mengingatkan diri saya khususnya, dan umumnya kepada Majelis Hakim Yang Mulia, seluruh

Pengacara yang tercinta, semua Jaksa Penuntut Umum yang terhormat, serta segenap Para Pecinta Keadilan, bahwasanya salah satu nama Allah SWT adalah AL-’ADL, yang artinya MAHA ADIL.

Dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah SWT yang MAHA ADIL memerintahkan segenap umat manusia untuk bersikap dan berbuat ADIL, serta selalu menegakkan KEADILAN, sebagaimana termaktub dalam Kitab Suci Al-Qur’an :

1.   Allah  SWT  memerintahkan  semua  Umat  Manusia  untuk  BERLAKU  ADIL  dan  BERBUAT KEBAJIKAN sebagaimana Firman-Nya SWT dalam Surat An-Nahl ayat 90  :



    

Artinya : ”Sesungguhnya Allah memerintahkan Berlaku adil dan berbuat kebajikan.

2.   Allah SWT memerintahkan untuk MENETAPKAN HUKUM DENGAN ADIL di tengah Umat

Manusia sebagaimana Firman-Nya SWT dalam Surat An-Nisaa ayat 58 :



  

  • 





Artinya : ”Dan apabila kalian menetapkan Hukum di antara manusia, maka tetapkanlah Hukum dengan adil.”

3.   Allah SWT memerintahkan untuk MENEGAKKAN KEADILAN di tengah Umat Manusia dan Allah SWT menyintai orang-orang yang MENEGAKKAN KEADILAN sebagaimana Firman-Nya SWT dalam Surat Al-Maa-idah ayat 42 :

       





 

Artinya : ”Jika kamu memutuskan perkara di antara mereka, maka putuskanlah dengan adil.

Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil.”

4.   Allah SWT memerintahkan untuk BERSIKAP ADIL kepada SIAPA PUN dan melarang berbuat TIDAK ADIL kepada SIAPA SAJA lantaran KEBENCIAN atau KETIDAK-SUKAAN kepadanya, sebagaimana Firman-Nya SWT dalam Surat Al-Maaidah ayat 8 :

   





     

 

 

   

      

Artinya : ”Hai orang-orang yang beriman, jadilah kalian orang-orang yang menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi-saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada Takwa. Dan bertakwalah kepada Allah.”

5.   Allah SWT memerintahkan untuk BERKATA DENGAN ADIL walau terhadap Kerabat atau Orang Dekat sekali pun sebagaimana Firman-Nya SWT dalam Surat Al-An’aam ayat 152 :

   

  

  

Artinya : ”Dan apabila kamu berkata, maka adillah, walau terhadap kerabat / orang dekat.”

6.   Allah SWT memerintahkan untuk MENEGAKKAN KEADILAN walau terhadap diri sendiri mau pun terhadap Kedua Orang Tua dan Keluarga Dekat, baik Kaya atau pun Miskin, sebagaimana Firman-Nya SWT dalam Surat Al-Nisaa’ ayat 135 :

ني��لٱ

وأ م�سفنأ � ولو � ءادهش

طسقلٱب �م�ق اونوك اونماء

ني�ٱ

اه���

وأ اۥولت ن� اوۚ

لدع� نأ ىوهلٱ اوعبتت �فۖامهب �وأ �ٱف ��قف وأ اينغ ن�ي نإ ۚ��رق�ٱو

١٣٥ ��بخ نولمع� امب ن� �ٱ نإف اوضرع�

Artinya : ”Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.”

PENEGAKAN KEADILAN bukan hanya Ajaran Islam, tapi juga Ajaran Semua Agama, bahkan Amanat Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang telah digariskan dalam Undang Undang Dasar 1945 bahwa setiap orang harus mendapat perlakuan hukum yang sama (EQUALITY BEFORE THE LAW), sehingga tidak boleh ada DISKRIMINASI HUKUM dalam Penegakan Hukum terhadap SIAPA PUN.

Karenanya, jika suatu PELANGGARAN HUKUM diproses, sedang PELANGGARAN HUKUM lain yang sama tidak diproses, maka itu merupakan DISKRIMINASI HUKUM yang tidak dibenarkan dalam Konstitusi dan Tatanan Hukum NKRI. DISKRIMINASI HUKUM adalah PELANGGARAN terhadap HUKUM AGAMA dan HUKUM NEGARA, sekaligus merupakan ANCAMAN bagi Konstitusi dan Tatanan Hukum.

Jadi Jelas, bahwa JUSTICE FOR ALL yaitu KEADILAN UNTUK SEMUA, sehingga tidak boleh ada DISKRIMINASI HUKUM. Siapa pun manusianya dan apa pun Suku, Agama, Budaya, Ras dan Golongannya, wajib diperlakukan dengan ADIL, tanpa terkecuali.

ﻢﻴﻈﻌﻟا ﻲﻠﻌﻟا ﻟﻠﻪﺑﺎ ﻻإ ةﻮﻗ ﻻو لﻮﺣ ﻻو ،ﲑﺼﻨﻟا ﻢﻌﻧو ﱃﻮﳌا ﻢﻌﻧ ،ﻞﻴﻛﻮﻟا ﻢﻌﻧو ﷲ ﺎﻨﺒﺴﺣ

B.MELAWAN KEZALIMAN

Kepada Yang Mulia Majelis Hakim

Kepada Yang Tercinta Seluruh Penasihat Hukum

Kepada Yang Terhormat Semua Jaksa Penuntut Umum

Kepada Yang Istimewa Segenap Pecinta Keadilan dimana pun berad

Dan ketahui pulalah bahwa Allah SWT yang MAHA ADIL mengharamkan KEZALIMAN atas DZAT-Nya dan atas segenap umat manusia. Allah SWT yang MAHA ADIL berfirman dalam HADITS QUDSI :

اﻮْﻤَُﻟﺎَﻈَﺗ ﻼََﻓ ،ﻢْ ﻜُ َﻨـﻴَْـﺑ ﺎﻣًﺮﱠَﳏُ

ُﻪُﺘﻠْﻌَﺟَ وَ

،ﻲْ ﺴِ ﻔَْـﻧ ﻰَﻠﻋَ

ﻢَ ﻠْﱡﻈﻟا ﺖُ

ﻣْﺮﱠﺣَ

ﱐِِّإ ،يْ

دِﺎَﺒﻋِ �َ

Artinya : ”Wahai para hambaku, sesungguhnya Aku haramkan KEZALIMAN atas diri-Ku, dan aku menjadikannya sebagai sesuatu yang HARAM di antara kalian, karenanya janganlah kalian saling MENZALIMI”

HADITS ini SHAHIH ada diriwayatkan dalam Kitab Shahih Muslim hadits ke-2.577, dan Kitab Al-Adab Al-Mufrad karya Imam Al-Bukhari hadits ke-490, dan Kitab Musnad Abi Daud hadits ke-465, dan Kitab Musnad Al-Bazzaar hadits ke-4.053, dan Kitab Shahih Ibnu Hibbaan hadits ke-

619, dan Kitab As-Sunan Al-Kubro karya Imam Al-Baihaqi hadits ke-11.503, serta Kitab Musnad

Imam Ahmad hadits ke-21.420, dan kitab hadits lainnya.

Lalu Rasulullah SAW menegaskan dalam haditsnya bahwa KEZALIMAN akan menjadi

KEGELAPAN di Hari Qiyamat :

ﺔِﻣَﺎَﻴﻘِْﻟا مَﻮَْـﻳ تٌ

ﺎﻤَُﻠُﻇ ﻢَ ﻠْﱡﻈﻟا نﱠ ﺈَِﻓ ﻢَ ﻠْﱡﻈﻟا اﻮﻘﺗا

Artinya  :  ”Takutlah  kalian  berbuat  KEZALIMAN,  karena  KEZALIMAN  itu  merupakan  aneka KEGELAPAN di hari Qiyamat”.

HADITS ini SHAHIH ada diriwayatkan dalam Kitab Shahih Muslim hadits ke-2.578, dan Kitab Al-Adab Al-Mufrad karya Imam Al-Bukhari hadits ke- 483 dan 488, dan Kitab Musnad Al- Bazzaar hadits ke-8.481, dan As-Sunan Al-Kubro karya Imam An-Nasaa-I hadits ke-11.519, dan Kitab Al-Mu’jam Al-Kabir karya Imam Ath-Thabraani hadits ke-13.799, Kitab Al-Mustadrak karya Imam Al-Hakim hadits ke-26 dan 27,  dan Kitab As-Sunan Al-Kubro karya Imam Al-Baihaqi hadits ke-11.501, serta Kitab Musnad Imam Ahmad hadits ke-5.662 dan 6.206, dan kitab hadits lainnya.

Rasulullah SAW menyebut bahwa KEZALIMAN akan menjadi KEGELAPAN yang berlapis- lapis di Hari Qiyamat, di antara KEGELAPAN tersebut adalah bahwa KEZALIMAN akan membuat Pelakunya menjadi orang yang BANGRUT di Hari Qiyamat, sebagaimana HADITS SHAHIH yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA :

"؟ﺲُ

ِﻠﻔْﻤُ ْﻟا ﺎﻣَ

نَورُﺪْ َﺗَأ"

:لَﺎَﻗ

ﻢَﱠﻠﺳَ وَ

 

ﻪِﻴَْﻠﻋَ

 

ُﷲ ﻰﱠﻠﺻَ

 

لَﻮﺳُ رَ

 

نﱠَأ ،ُﻪﻨْﻋَ

 

ُﷲ ﻲَ ﺿِ رَ

 

ةَﺮَـْﻳﺮَﻫُ

 

ﰊَِأ

 

ﻦْ ﻋَ

 

ﻦْ ﻣِ ﺲَ

 

ِﻠﻔْﻤُ ْﻟا

 

نﱠ ِإ"

 

: ﻢَﱠﻠﺳَ وَ

 

ﻪِﻴَْﻠﻋَ

 

ُﷲ ﻰﱠﻠﺻَ

 

لَﺎﻘَـَﻓ

 

."عَ ﺎَﺘﻣَ

 

ﻻَوَ

 

ُﻪَﻟ

 

ﻢَ ﻫَرْدِ

 

ﻻَ ﻦْ ﻣَ

 

ﺎَﻨﻴِﻓ ﺲُ

 

ِﻠﻔْﻤُ ْﻟا"

 

:اﻮُﻟﺎَﻗ

 

،اﺬَ ﻫَ

 

لَﺎﻣَ

 

ﻞَ ﻛَ َأوَ

ِ

 

،اﺬَ ﻫَ فَ

ِِ

 

ﺬََﻗوَ

 

،اﺬَ ﻫَ

ِ

 

ﻢََﺘﺷَ

 

ﺪْ َﻗ ﰐِْ�َوَ

ِِ

 

،ٍةﺎﻛَزَوَ

ِ

 

،مٍﺎَﻴﺻِ وَ

 

، ﻼَﺼَ

 

ِﺑ ﺔِﻣَﺎَﻴﻘِْﻟا مَﻮَْـﻳ ﰐِْ�َ

 

ﱵِﻣﱠُأ

 

ُﻪُﺗﺎَﻨﺴَ ﺣَ

 

ﺖْ َﻴﻨَﻓ نْ ﺈَِﻓ ،ﻪﺗﺎَﻨﺴَ ﺣَ

 

ﻦْ ﻣ اﺬَ ﻫَوَ

 

،ﻪﺗﺎَﻨﺴَ ﺣَ

 

ﻦْ ﻣ اﺬَ ﻫَ

 

ﻰَﻄﻌْ ـُﻴـَﻓ ،اﺬَ ﻫَ

 

بَ ﺮَﺿَ وَ

 

،اﺬَ ﻫَ

 

مَدَ ﻚَ

 

ﻔَﺳَ وَ

 

."رِﺎﱠﻨﻟا ﰲِ حَﺮُِﻃ ﱠﰒُ

 

،ﻪِْﻴَﻠﻋَ

 

ﺖْ ﺣَﺮُِﻄَﻓ ﻢْ ﻫُ �َﺎَﻄﺧَ

 

ﻦْ ﻣِ

 

ﺬَ ﺧُِأ ﻪِْﻴَﻠﻋَ

 

ﺎﻣَ

 

ﻰﻀَ

 

ﻘُْـﻳ نْ َأ ﻞَ ْﺒـَﻗ

 


Artinya : ”Dari Abu Hurairah RA bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW berkata (bertanya) :

”Adakah kamu tahu siapa itu Orang yang BANGKRUT ?” Mereka (Para Shahabat)

menjawab : ”Orang yang BANGKRUT di tengah-tengah kami adalah orang yang tidak

 


punya dirham (uang) mau pun harta.” Maka Rasulullah SAW bersabda : ”Sesungguhnya Orang yang BANGKRUT dari umatku adalah orang yang datang di Hari Qiyamat dengan amal Shalat dan Puasa serta Zakat, dan dia juga datang dengan perbuatan mencaci yang ini dan memfitnah yang itu, serta memakan harta orang ini dan menumpahkan darah orang itu, serta juga memukul orang yang satunya lagi, maka orang yang ini diberikan dari kebaikannya, dan orang yang itu juga diberikan dari kebaikannya, lalu saat habis semua kebaikannya sebelum selesai urusannya, maka diambil dari keburukan mereka dan diberikan ke dirinya, kemudian ia dijebloskan ke dalam Neraka.”


HADITS ini SHAHIH ada diriwayatkan dalam Kitab Shahih Muslim hadits ke-2.581, dan

Kitab Jami’ Imam At-Tirmidzi hadits ke-2.418, dan Kitab Musnad Abi Ya’la Al-Maushili hadits ke-

6.499, dan Kitab Shahih Ibnu Hibbaan hadits ke-4.411 dan 7.359, dan Kitab As-Sunan Al-Kubro karya Imam Al-Baihaqi hadits ke-11.504, serta Kitab Musnad Imam Ahmad hadits ke-8.029 dan

8.414 serta 8.842,  dan kitab hadits lainnya.


Dalam  riwayat  Imam  Ath-Thabarani  di  Kitab  Al-Mu’jam  Al-Awsath  hadits  ke-2.778 menggunakan lafazh MENZALIMI yaitu sebagai berikut :


 

ﺲُ ِﻠﻔْﻤُ ْﻟا ،ﻟﻠﻪِﱠ ا

 

لَﻮﺳُ رَ

 

�َ"

 

:اﻮُﻟﺎَﻗ

 

"؟ﺲُ

 

ِﻠﻔْﻤُ ْﻟا ﺎﻣَ

 

نَورُﺪْ َﺗ

 

ﻞْ ﻫَ"

 

:ﻢَﱠﻠﺳَ وَ

 

ﻪِﻴَْﻠﻋَ

 

ُﷲ ﻰﱠﻠﺻَ

 

ِﻟﻠﻪﱠ ا

 

لُﻮﺳُ رَ

 

لَﺎَﻗ

 

مَﻮَْـﻳ

 

ﰐِْ�َ

 

ﻦْ ﻣَ

 

ﱵِﻣﱠُأ

 

ﻦْ ﻣِ ﺲَ

 

ِﻠﻔْﻤُ ْﻟا

 

نﱠ ِإ"

 

:ﻢَﱠﻠﺳَ وَ

 

ﻪِْﻴَﻠﻋَ

 

ُﷲ ﻰﱠﻠﺻَ

 

لَ ﺎَﻗ

 

."ٌعﺎَﺘﻣَ

 

ﻻَوَ

 

ُﻪَﻟ

 

ﻢَ ﻫَرْدِ

 

ﻻَ ﻦْ ﻣَ

 

ﺎَﻨﻴِﻓ

 

،اﺬَ ﻫَ

 

ﻢََﺘﺷَ وَ

 

،اﺬَ ﻫَ

 

بَ ﺮَﺿَ وَ

 

،اﺬَ ﻫَ

 

لَﺎﻣَ

 

ﻞَ ﻛَ َأوَ

 

اﺬَ ﻫَ

 

ﻢََﻠَﻇ

 

ﺪْ َﻗ

 

ﰐِْ�َوَ

 

،ﺔٍَﻗﺪَ ﺻَ وَ

 

ﻼَﺻَ وَ

 

مٍﺎَﻴﺼِ ِﺑ

 

ﺔِﻣَﺎَﻴﻘِْﻟا

 

ِ     ِ                         ِ       ِِ

 

ِ   ِ   ِِ         ِ   ِ

 

يﺬﱠﻟا ﻲَ ﻀﻘَْـﻳ

 

نْ َأ

 

ﻞَ ْﺒـَﻗ ُﻪُﺗﺎَﻨﺴَ ﺣَ

 

ﺖْ َﻴﻨَﻓ نْ ﺈَِﻓ ،ﻪﺗﺎَﻨﺴَ ﺣَ

 

ﻦْ ﻣ اﺬََﳍوَ

 

،ﻪﺗﺎَﻨﺴَ ﺣَ

 

ﻦْ ﻣ اﺬََﳍ ﺺﱡ

 

َﺘﻘْـُﻴـَﻓ ،ﺪُ

 

ﻘْـَﻴـَﻓ

 

."رﺎﱠﻨﻟا ﰲِ ﻪِِﺑ حَﺮُِﻃ ﱠﰒُ

 

،ﻪِْﻴَﻠﻋَ

 

ﺖْ ﺣَﺮُِﻄَﻓ ﻢْ ﻫُ �َﺎَﻄﺧَ

 

ﻦْ ﻣِ

 

ﺬَ ﺧَ َأ �َﺎَﻄَﳋْ ا ﻦَ ﻣِ

 

ﻪِْﻴَﻠﻋَ

 


Artinya : ”Rasulullah SAW berkata (bertanya) : ”Adakah kamu tahu siapa itu Orang yang BANGKRUT ?” Mereka (Para Shahabat) menjawab : ”Wahai Rasulullah ! Orang yang BANGKRUT di tengah-tengah kami adalah orang yang tidak punya dirham (uang) mau pun harta.” Maka Rasulullah SAW bersabda : ”Sesungguhnya Orang yang BANGKRUT dari umatku adalah orang yang datang di Hari Qiyamat dengan amal Puasa dan Shalat serta  Sedekah,  dan  dia  juga  datang  dengan  perbuatan  MENZALIMI  yang  ini dan memakan harta yang itu, serta memukul orang ini dan mencaci orang itu, maka ia duduk dan diqishash untuk orang yang ini dari kebaikannya, dan untuk orang yang itu dari kebaikannya juga, lalu saat habis semua kebaikannya sebelum selesai urusannya dari berbagai kesalahan, maka diambil dari keburukan mereka dan diberikan ke dirinya, kemudian ia dijebloskan ke dalam Neraka.”

 

Imam Al-Bukhari dalam Kitab Shahihnya hadits ke-2.449 dan 6.534 meriwayatkan tentang akibat KEZALIMAN di Hari Qiyamat :

 

ٌﺔﻤَ ِﻠْﻈﻣَ

 

ُﻩﺪَ ﻨْﻋِ

 


ﺖْ َﻧﺎﻛَ

 


ﻦْ ﻣَ"

 


:لَﺎَﻗ ﻢَﱠﻠﺳَ وَ

 

ﻪِﻴَْﻠﻋَ

 


ُﷲ ﻰﱠﻠﺻَ

 

ِﻟﻠﻪﱠ ا

 


لَﻮﺳُ رَ

 


نﱠَأ

 


،ُﻪْﻨﻋَ

 

ُﷲ ﻲَ ﺿِ رَ

 


ةَﺮَـْﻳﺮَﻫُ

 


ﰊَِأ

 


ﻦْ ﻋَ

 

نْ ﺈَِﻓ ،ﻪِِﺗﺎَﻨﺴَ ﺣَ

 

ﻦْ ﻣِ

 

ﻪِﻴﺧِ َﻷِ

 

ﺬَ ﺧَ ﺆُْـﻳ نْ َأ

 

ﻞِْﺒـَﻗ

 

ﻦْ ﻣِ

 

،ﻢٌﻫَرْدِ

 

ﻻَوَ

 

رٌﺎَﻨﻳدِ

 

ﱠﰒَ ﺲَ

 

ْﻴَﻟ ُﻪﱠﻧﺈَِﻓ ،ﺎﻬَـﻨْﻣِ

 

ُﻪْﻠﱠﻠﺤَ

 

َﺘـَﻴﻠْـَﻓ ﻪِﻴﺧِ َﻷِ

 

."ﻪِْﻴَﻠﻋَ

 

ﺖْ ﺣَﺮُِﻄَﻓ ﻪِﻴﺧِ َأ تِ

 

ﺎَﺌِّﻴﺳَ

 

ﻦْ ﻣِ

 

ﺬَ ﺧُِأ تٌ

 

ﺎَﻨﺴَ ﺣَ

 

ُﻪَﻟ ﻦْ ﻜُ َﻳ ْﱂَ

 


Artinya : ”Dari Abu Hurairah RA bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda : ”Barangsiapa yang pernah berbuat ZALIM kepada saudaranya, maka mohonlah kepadanya untuk dihalalkan (dimaafkan) dari padanya, karena sesungguhnya tidak ada disana (-Akhirat) Dinar mau pun Dirham, sebelum nanti diambil dari kebaikannya buat saudaranya, dan manakala ia tidak punya kebaikan maka diambil dari keburukan saudaranya untuk diberikan kepadanya.”


HADITS ini SHAHIH ada diriwayatkan juga dalam Kitab Jami’ Imam At-Tirmidzi hadits ke-

2.419, dan Kitab Musnad Abi Daud hadits ke-2.440 dan 2.446, dan Kitab Musnad Ibnu Al-Ja’di hadits ke-2.771 dan 2.842, dan Kitab Mushonnaf Ibnu Abi Syaibah hadits ke-34.669, dan Kitab Musnad Al-Bazzar hadits ke-2.524 dan 3.202 serta 8.476, dan Kitab Musnad Imam Ahmad hadits ke-9.615 dan 10.573, dan Kitab Hadits lainnya.


Hati-hati wahai semua saudaraku tercinta, Allah SWT tidak tuli dan tidak buta, Allah SWT Maha Mendengar lagi Maha Melihat, dan Allah SWT tidak akan pernah lalai dari manusia yang ZALIM, di Dunia atau pun di Akhirat Allah SWT pasti akan membalas segala KEZALIMAN, sebagaimana Firman-Nya SWT dalam Surat Ibrahim ayat 42 :


 

ر�ب�ٱ هي� صخش� �و� مهرخؤي ام�إ نۚ

 

ومل�لٱ لمع� ام� �ف� �ٱ �س� �و

 



Artinya : “Dan janganlah sekali-kali kamu mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang ZALIM. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak.”


Perlu diketahui juga bahwasanya saking bencinya Allah SWT terhadap KEZALIMAN, sehingga Allah SWT izinkan bagi orang yang DIZALIMI untuk berkata buruk/kasar kepada orang yang MENZALIMINYA, bahkan boleh menyumpahinya. Allah SWT berfirman dalam Surat An- Nisaa’ ayat 148 :


 

١٤٨ اميلع اعيمس �ٱ ن�و مۚ

 

لظ نم �إ لوقلٱ نم ءوسلٱب ره�ٱ �ٱ ب� �

 


Artinya : ”Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terus terang, kecuali oleh orang yang DIZALIMI. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

 



Tidak sampai disitu, bahkan saking bencinya Allah SWT terhadap KEZALIMAN, maka orang yang DIZALIMI jika berdoa kepada Allah SWT maka TIDAK ADA HIJAB yang menghalangi antara dia dengan Allah SWT, sebagaimana Rasulullah SAW sabdakan :

 


"بٌ

 

ﺎﺠَ ﺣِ

 

ﻟﻠﻪِﱠ ا ﲔََْـﺑوَ

 


ُﻪَﻨـﻴَْـﺑ ﺲَ

 

ْﻴَﻟ ُﻪﱠﻧﺈَِﻓ ،مِﻮُﻠْﻈﳌا َةﻮَﻋْ دَ

 


ﻖِﱠﺗاوَ"

 

Artinya : ”Takutlah terhadap DOA ORANG YANG DIZALIMI, karena sesungguhnya antara dia dan

Allah tidak ada HIJAB (PENGHALANG).”


HADITS ini SHAHIH ada diriwayatkan dalam Kitab Shahih Al-Bukhari hadits ke-1.496 dan

2.448 serta 4.347, dan Kitab Shahih Muslim hadits ke-29 (19), dan Kitab Sunan Ibnu Maajah hadits ke-1.783, dan Kitab Sunan Abi Daudu hadits ke-1.584, dan Kitab Jami’ Imam At-Tirmidzi hadits ke-625 dan 2.014, dan Kitab Sunan Imam Nasaa-i hadits ke-2.522, dan Kitab Shahih Ibnu Khuzaimah hadits ke-2.275 dan 2.346, dan Kitab Shahih Ibnu Hibbaan hadits ke-5.081, dan Kitab Sunan Imam Ad-Daaraquthni hadits ke-2.058, dan Kitab As-Sunan Al-Kubro karya Imam Al- Baihaqi hadits ke-7.276 dan 11.502 serta 13.128, dan Kitab Musnad Imam Ahmad hadits ke-

2.071, dan Kitab Hadits lainnya.


Dan  DOA  ORANG  YANG  DIZALIMI  termasuk  DOA  MUSTAJAB  yang  dijamin  akan dikabulkan oleh Allah SWT , sebagaimana disbadakan Rasulullah SAW :

 

ﺪِ ِﻟاﻮَْﻟا ُةﻮَﻋْ دَوَ

 

،ﺮِِﻓﺎﺴَ

 


ﻤُ ْﻟا ُةﻮَﻋْ دَوَ

 

،مِﻮُﻠْﻈﻤَ ْﻟا ُةﻮَﻋْ دَ

 

:ﻦﱠ ﻬِﻴِﻓ ﻚﱠ ﺷَ

 


ﻻَ ،تٌ

 


ﺑﺎَﺎﺠَ

 


َﺘﺴْ ﻣُ

 

تٍ اﻮَﻋَ دَ ثُ

 


ﻼََﺛ"

 

" ﺪِ َﻟوَ

 

ﻰَﻠﻋَ

 


Artinya : ”Tiga Doa Mustajab (Manjur Pasti Diterima), tidak diragukan keamanjuran ketiganya :

DOA ORANG YANG DIZALIMI, dan Doa Musafir, serta Doa Orangtua untuk anaknya.”


HADITS ini HASAN ada diriwayatkan dalam Kitab Musnad Imam Ahmad hadits ke-7.510 dan 8.581 serta 10.196 dan 10.771, dan Kitab Jami Imam At-Tirmidzi hadits ke-1.905 dan 3.448, dan Kitab Sunan Ibnu Maajah hadits ke-3.862, dan Kitab Musnad Abi Daud hadits ke-2.639, dan Kitab Mushonnaf Ibnu Abi Syaibah hadits ke-29.830, dan Kitab Shahih Ibnu Hibbaan hadits ke-

2.699, dan Kitab Hadits lainnya.


Dahsyatnya, saking bencinya Allah SWT terhadap KEZALIMAN, maka Allah SWT akan mengabulkan Doa Orang yang dizalimi walau pun ia FAJIR (PENDOSA), sebagaimana disabdakan Rasulullah SAW :

 

"ﻪِﺴِ ﻔَْـﻧ ﻰَﻠﻋَ

 


ُﻩرُﻮﺠُ

 

ﻔُـَﻓ اﺮًﺟِ ﺎَﻓ نَ ﺎﻛَ

 

نْ ِإوَ

 


،ٌﺔَﺑﺎﺠَ

 


َﺘﺴْ ﻣُ

 

مِﻮُﻠْﻈﻤَ ْﻟا ُةﻮَﻋْ دَ"

 

Artinya : ”DOA ORANG YANG DIZALIMI Mustajab (Manjur Pasti Diterima), walau pun ia seorang FAJIR (PENDOSA / AHLI MA’SIAT), maka kejahatan/kema’siatannya adalah tanggung- jawab dirinya.”


HADITS ini  HASAN  menurut Imam Al-Haitsami dalam Kitab  Majma’ Az-Zawaa-id  wa Manba' Al-Fawaa-id hadits ke-17.227. HADITS ini ada diriwayatkan dalam Kitab Musnad Imam Ahmad hadits ke 7.895, dan Kitab Musnad Asy-Syihaab Al-Qudhoo’ii hadits ke-315, dan Kitab Mushonnaf Ibnu Abi Syaibah hadits ke-29.374, dan Kitab Musnad Abi Daud ke-2.450, dan Kitab Ad-Du’aa karya Imam Ath-Thabrani hadits ke-1.318.


Lebih Dahsyatnya lagi, saking bencinya Allah SWT terhadap KEZALIMAN, maka Allah SWT akan mengabulkan Doa Orang yang dizalimi walau pun ia KAFIR (BUKAN ISLAM), sebagaimana disabdakan Rasulullah SAW :

 


"بٌ

 

ﺎﺠَ ﺣِ

 


ﺎﻬََـﻧودُ ﺲَ

 

ْﻴَﻟ ُﻪﱠﻧﺈَِﻓ ،اﺮًِﻓﺎﻛَ

 


نَ ﺎﻛَ

 

نْ ِإوَ

 

،مِﻮُﻠْﻈﻤَ ْﻟا َةﻮَﻋْ دَ

 


اﻮﻘُـﱠﺗا"

 

Artinya : ”Takutlah terhadap DOA ORANG YANG DIZALIMI, walau pun ia seorang KAFIR (BUKAN MUSLIM), karena sesungguhnya tiada HIJAB yang menghalanginya.”


HADITS ini  HASAN  menurut Imam Al-Haitsami dalam Kitab  Majma’ Az-Zawaa-id  wa Manba' Al-Fawaa-id hadits ke-17.235. Hadits ini ada diriwayatakn dalam Kitab Musnad Imam Ahmad hadits ke-12.549, dan Kitab Musnad Asy-Syihaab Al-Qudhoo’ii hadits ke-960, dan Kitab Al-Kunaa wal Asmaa hadits ke-1.536, dan Kitab Al-Ahaadiits Al-Mukhtaaroh karya Dhiya-uddin Al-Maqdasi hadits ke-2.748, serta diriwayatkan juga dalam Kitab Makaarimul Akhlaaq karya Imam Ath-Thabrani hadits ke-127dengan redaksi :

 

"ﻪِﺴِ ﻔَْـﻧ ﻰَﻠﻋَ

 


ُﻩﺮُﻔْﻛُ

 

،اﺮًِﻓﺎﻛَ

 


نَ ﺎﻛَ

 

نْ ِإوَ

 

مِﻮُﻠْﻈﻤَ ْﻟا َةﻮَﻋْ دَ

 


اﻮﻘُـﱠﺗا"

 


Artinya : ”Takutlah terhadap DOA ORANG YANG DIZALIMI, walau pun ia seorang KAFIR (BUKAN MUSLIM), soal kekufurannya adalah tanggung-jawab dirinya.”




Camkanlah wahai saudaraku tercinta : Jika orang Fajir (Pendosa) bahkan Kafir (Non Islam) DIZALIMI, maka doanya terhadap orang yang MENZALIMINYA dikabulkan Allah SWT, lalu bagaimana kalau yang DIZALIMI adalah seorang muslim atau mu’min, apalagi kalau yang dizalimi itu adalah para Habaib dan Ulama serta Para Da’i yang selama ini berda’wah di jalan Allah SWT

!?


Takutlah kepada Allah SWT … !!!

 


Akhirnya, saya serukan untuk kesekian kalinya kepada semua yang mengikuti dan menyaksikan SIDANG PENGADILAN ini, termasuk Majelis Hakim Yang Mulia, seluruh Pengacara tercinta, semua JPU terhormat, dan segenap Para Pecinta Keadilan :


”AYO… TEGAKKAN KEADILAN & LAWAN KEZALIMAN” INGAT :

Hari ini kita kumpul di Pengadilan Dunia

Esok kita akan kumpul di Pengadilan Akhirat

Siapa adil di dunia niscaya akan selamat Dunia & Akhirat

Siapa zalim di dunia niscaya akan binasa Dunia & Akhirat



SEKALI LAGI :

”AYO… TEGAKKAN KEADILAN & LAWAN KEZALIMAN”








ﻢﻴﻈﻌﻟا ﻲﻠﻌﻟا ﻟﻠﻪﺑﺎ ﻻإ ةﻮﻗ ﻻو لﻮﺣ ﻻو ،ﲑﺼﻨﻟا ﻢﻌﻧو ﱃﻮﳌا ﻢﻌﻧ ،ﻞﻴﻛﻮﻟا ﻢﻌﻧو ﷲ ﺎﻨﺒﺴﺣ

 








BAB II




OPERASI INTELIJEN HITAM BERSKALA BESAR


Kepada Yang Mulia Majelis Hakim

Kepada Yang Tercinta Seluruh Penasihat Hukum

Kepada Yang Terhormat Semua Jaksa Penuntut Umum

Kepada Yang Istimewa Segenap Pecinta Keadilan dimana pun berada




Semua KASUS PELANGGARAN PROKES yang saya hadapi, mulai dari Kasus Petamburan dan Megamendung hingga Kasus RS UMMI tidak murni masalah hukum, namun lebih kental warna politisnya, dan ini semua merupakan bagian dari OPERASI INTELIJEN HITAM BERSKALA BESAR yang bertujuan untuk membunuh Karakter saya, sekaligus mentarget untuk memenjarakan saya selama mungkin demi kepentingan OLIGARKI ANTI TUHAN yang telah menguasai hampir semua sendi kekuasaan di Negeri ini.


OPERASI INTELIJEN HITAM BERSKALA BESAR tersebut adalah Gerakan Politik Balas Dendam terhadap saya dan FPI serta kawan-kawan seperjuangan yang dianggap sebagai halangan dan ancamam bagi geraka OLIGARKI ANTI TUHAN.


Kami  sebut INTELIJEN  HITAM karena  mereka tidak  bekerja  untuk  keselematan  Bangsa dan Negara, tapi hanya untuk Kepentingan OLIGARKI. Sedang Intelijen yang bekerja dengan Ikhlas untuk menjaga dan melindungi Bangsa dan Negara dari segala rongrongan, itulah yang pantas disebut INTELIJEN PUTIH.


Semoga Allah SWT memberkahi INTELIJEN PUTIH dan menghancurkan INTELIJEN HITAM, serta menyelamatkan Bangsa dan Negara Indonesia dari Kerakusan dan Keserakahan serta Kezaliman OLIGARKI ANTI TUHAN.


Ketahuilah bahwa Dunia dan Isinya cukup mememuhi kebutuhan hidup seluruh umat manusia, namun

Dunia dan isinya tidak akan pernah mampu memenuhi keserakahan seorang manusia sekali pun.



ﻢﻴﻈﻌﻟا ﻲﻠﻌﻟا ﻟﻠﻪﺑﺎ ﻻإ ةﻮﻗ ﻻو لﻮﺣ ﻻو ،ﲑﺼﻨﻟا ﻢﻌﻧو ﱃﻮﳌا ﻢﻌﻧ ،ﻞﻴﻛﻮﻟا ﻢﻌﻧو ﷲ ﺎﻨﺒﺴﺣ

 




A. POLITISASI HUKUM


Kepada Yang Mulia Majelis Hakim

Kepada Yang Tercinta Seluruh Penasihat Hukum

Kepada Yang Terhormat Semua Jaksa Penuntut Umum

Kepada Yang Istimewa Segenap Pecinta Keadilan dimana pun berada




Setelah saya mengikuti PROSES HUKUM yang sangat melelahkan ini, mulai dari PEMERIKSAAN hingga digelarnya PERSIDANGAN sampai PEMBACAAN PLEDOI ini, saya semakin percaya dan semakin yakin bahwa ini adalah KASUS POLITIK yang dibungkus dan dikemas dengan KASUS HUKUM, sehingga Hukum hanya menjadi alat LEGALISASI dan JUSTIFIKASI untuk memenuhi DENDAM POLITIK OLIGARKI terhadap saya dan keluarga serta kawan-kawan.


Apalagi setelah saya mendengar dan mambaca TUNTUTAN JPU yang menjatuhkan saya dengan Tuntutan Penjara 6 Tahun. TUNTUTAN JPU tersebut tidak masuk di akal dan berada jauh di luar nalar, bahkan terlalu sadis dan tidak bermoral, karena :


1.  Bahwa Kasus Test Swab PCR di RS UMMI adalah KASUS PELANGGARAN PROTOKOL KESEHATAN.


2.   Bahwa KASUS PELANGGARAN PROTOKOL KESEHATAN adalah Kasus PELANGGARAN bukan Kasus KEJAHATAN, sehingga cukup diterapkan SANKSI ADMINSTRASI bukan SANKSI HUKUM PIDANA PENJARA.



3.   Bahwa sesuai Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) No 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019, di halaman 7 – 8 pada angka 5 dan 6 ditetapkan sebagai berikut :


1)   Memuat   sanksi   terhadap   pelanggaran   penerapan   protokol   kesehatan   dalam pencegahan dan pengendalian Corona Virus Disease 2019 (Covi-19) yang dilakukan oleh perorangan, pelaku usaha, pengelola, penyelenggara, , atau penanggung-jawab tempat dan fasilitas umum.


2)   Sanksi sebagaimana dimaksud pada angka 5) berupa :

a)   teguran lisan atau teguran tertulis ;

b)   kerja sosial ;

c)   denda administratif : atau

d)   penghentian atau penutupan sementara penyelenggaraan usaha

 


Jadi jelas dalam Inpres No 6 Tahun 2020 tersebut bahwa PELANGGARAN PROTOKOL KESEHATAN hanya diterapkan HUKUM ADMISNITRASI bukan HUKUM PIDANA PENJARA.


4.   Bahwa TUNTUTAN JPU dalam Kasus Test Swab PCR RS UMMI adalah bentuk abuse of power yaitu penyalah-gunaan wewenang / penyalah-gunaan kekuasaan, yang melampaui batas, dan bentuk ”KRIMINALISASI Pasien dan Dokter serta Rumah Sakit” yang harus dihentikan, serta bentuk DISKRIMINASI HUKUM yang manipulatif, sehingga wajib DIBATALKAN DEMI HUKUM.


5.   Bahwa JPU menjadikan KASUS PELANGGARAN PROKES sebagai KEJAHATAN yang jauh lebih jahat dan lebih berat dari pada KASUS KORUPSI, buktinya antara lain :



a.   Bahwa  dalam  Kasus  Koruptor  Djoko  Tjandra  :  Ternyata  Djoko  Tjandra  dan  Jaksa Pinangki  masing-masing hanya dituntut 4 tahun penjara, sedang Irjen Napoleon lebih ringan hanya dituntut 3 tahun penjara, dan Brigjen Prasetyo lebih ringan lagi hanya dituntut 2,5 tahun penjara. Bahkan Kasus mantan Bos Garuda Ary Askhara hanya dituntut 1 tahun penjara.



b.   Bahwa dalam Konferensi Pers Online ICW (Indonesian Corruption Watch) pada tgl 19

April 2020 dipaparkan DATA ICW yang menunjukkan bahwa sepanjang Tahun 2019 dari

911 Terdakwa Korupsi 604 orang dituntut di bawah 4 tahun penjara.



c.   Bahwa Peneliti ICW Kurnia Ramadhana pada tgl 22 Maret 2021 memberi keterangan pers bahwa sepanjang Tahun 2020 dari 1.298 Terdakwa Korupsi rata-rata tuntutan hanya 4 tahun penjara.


Jadi, dalam pandangan JPU bahwa KASUS PELANGGARAN PROTOKOL KESEHATAN bukan sekedar  KEJAHATAN  biasa, tapi jauh  LEBIH JAHAT  dan  LEBIH BERAT dari pada KASUS KORUPSI yang telah merampok uang Rakyat dan membangkrutkan Negara, sehingga KASUS PELANGGARAN PROTOKOL KESEHATAN harus dituntut 6 tahun penjara.


Selain itu ternyata juga bagi JPU bahwa KASUS PELANGGARAN PROTOKOL KESEHATAN bukan hanya KEJAHATAN biasa, tapi KEJAHATAN LUAR BIASA, sehingga jauh LEBIH JAHAT dan LEBIH BERAT dari pada KASUS PENISTAAN AGAMA yang pernah dilakukan AHOK sehingga buat Gaduh Satu Negeri, juga jauh LEBIH JAHAT dan LEBIH BERAT dari pada KASUS PENYIRAMAN AIR KERAS tehadap Petugas Negara & Penyidik KPK Novel Baswedan sehingga salah satu matanya Buta Permanen. BUKTINYA : Ahok Si Penista Agama hanya dituntut Hukuman Percobaan 2 tahun, sedang Penyiram Air Keras ke Penyidik KPK hanya dituntut 1 tahun penjara, tapi  KASUS PELANGGARAN PROTOKOL KESEHATAN dituntut 6 tahun penjara.


Itulah sebabnya menanggapi TUNTUTAN 6 TAHUN PENJARA yang diajukan JPU terhadap SAYA, maka  Wakil  Ketua Dewan  Pertimbangan  Majelis Ulama Indonesia (Wantim MUI) KH Muhyiddin Junaidi pd tanggal 3 Juni 2021 menyatakan di berbagai Media Massa sbb :

 

”Kami sangat kecewa dengan Tuntutan JPU terhadap Habib Rizieq, karena itu sangat memberatkan, di  luar nalar logika  sehat, beraroma  politik dan  bernuansa  dendam serta mengada-ada.”


Kekecewaan para Habaib dan Ulama serta Umat Islam terhadap Tuntutan JPU sangat wajar, karena fakta menunjukkan banyak Kasus Korupsi yang merugikan Negara milyaran hingga Trilyunan rupiah tapi dituntut ringan, sementara hanya Kasus Pelanggaran Protokol Kesehatan dituntut sampai penjara 6 tahun. Itulah sebabnya saya bertambah yakin bahwa semua KASUS PROKES yang hadapi di PN Jakarta Timur, mulai dari Kasus Petamburan dan Kasus Megamendung hingga Kasus RS UMMI hanya merupakan bagian dari OPERASI INTELIJEN HITAM BERSKALA BESAR yang liar dan jahat serta sadis dan kejam.


Semoga Majelis Hakim yang mulia diselamatkan oleh Allah SWT dari jeratan jahat OPERASI INTELIJEN HITAM BERSKALA BESAR tersebut, dan diberi kekuatan oleh Allh SWT untuk tetap mempertahankan Indonesia sebagai NEGARA HUKUM bukan sebagai NEGARA KEKUASAAN sebagaimana Amanat Konstitusi Pancasila dan UUD 1945.



ﻢﻴﻈﻌﻟا ﻲﻠﻌﻟا ﻟﻠﻪﺑﺎ ﻻإ ةﻮﻗ ﻻو لﻮﺣ ﻻو ،ﲑﺼﻨﻟا ﻢﻌﻧو ﱃﻮﳌا ﻢﻌﻧ ،ﻞﻴﻛﻮﻟا ﻢﻌﻧو ﷲ ﺎﻨﺒﺴﺣ




B.OLIGARKI ANTI TUHAN




Kepada Yang Mulia Majelis Hakim

Kepada Yang Tercinta Seluruh Penasihat Hukum

Kepada Yang Terhormat Semua Jaksa Penuntut Umum

Kepada Yang Istimewa Segenap Pecinta Keadilan dimana pun berada




Sebelum saya BUKTIKAN dengan memaparkan berbagai INDIKASI yang menjadi PETUNJUK bahwa KASUS yang saya hadapi lebih tepat disebut sebagai KASUS POLITIK ketimbang KASUS HUKUM, maka saya memandang perlu untuk memaparkan RANGKAIAN PERISTIWA yang saya hadapi, sebelum dan saat serta setelah, saya dirawat di Rumah Sakit UMMI Kota Bogor, agar menjadi jelas BENANG MERAH yang menghubungkan semua Rangkaian Kejadian tersebut dengan KASUS yang sedang saya hadapi di pengadilan ini, sehingga menjadi masukan penting bagi mereka yang punya HATI JERNIH dan AKAL SEHAT serta NURANI KEADILAN untuk mengambil KESIMPULAN.


Sejak saya dan Keluarga beserta Para Sahabat bersama Umat Islam Indonesia terlibat langsung dalam AKSI BELA ISLAM 411 pada tgl 4 November 2016 di Depan Istana Presiden, dan dilanjutkan dengan AKSI BELA ISLAM 212 pada tgl 2 Desember Tahun 2016 di Lapangan Monumen Nasional (Monas) Jakata, kemudian dilanjutkan lagi denga AKSI-AKSI BELA ISLAM

 

lainnya yang berjilid-jilid, seperti AKSI BELA ISLAM 121, 161, 21-2, 313 dan 55 serta lainnya, yang dengan izin Allah SWT dan karunia serta anugerah-Nya bahwa semua AKSI BELA ISLAM tersebut telah menjadi MEDIA DA’WAH yang luar biasa, antara lain :


1.   PENYADARAN  UMAT  tentang  betapa  pentingnya  PERSAUDARAAN  dan  PERSATUAN  di dalam melengserkan dan melongsorkan KESOMBONGAN dan KEANGKUHAN Kekuasaan OLIGARKI.


2.   PEMOMPA  SEMANGAT  UMAT  untuk  selalu  berjuang  MENEGAKKAN  KEADILAN  dan

MELAWAN KEZALIMAN tanpa merasa takut terhadap RESIKO PERJUANGAN.


3.   PEMILAH ANTARA HAQ DAN BATHIL agar tidak dicampur-adukkan dengan tetap selalu menjunjung tinggi bahwa AYAT SUCI DI ATAS AYAT KONSTITUSI.


PRINSIP JUANG kami selama ini adalah AYAT SUCI DI ATAS AYAT KONSTITUSI, karena AYAT SUCI adalah WAHYU ILAHI yang datang dari YANG MAHA SUCI, sehingga menjadi HARGA MATI yang wajib DIPATUHI dan DITAATI tanpa KOMPROMI, serta tidak boleh DIREVISI apalagi DIGANTI. Sedang AYAT KONSTITUSI adalah produk AKAL INSANI yang wajib tunduk kepada AYAT SUCI, sehingga manakala berkesusaian dengan Ayat Suci maka wajib dipatuhi dan ditaati, sebaliknya manakala bertentangan dengan Ayat Suci maka wajib diperbaiki dan direvisi, bahkan bisa diganti melalui jalur Konstitusional.


PRINSIP JUANG kami telah sejalan dengan SILA PERTAMA PANCASILA yang menjunjung tinggi KETUHANAN YANG MAHA ESA yang bukan lagi sebagai PILAR NEGARA, akan tetapi jauh lebih tinggi lagi yaitu sebagai DASAR NEGARA, sebagaimana ditetapkan oleh UUD 1945 dalam Pembukaan dan Pasal 29 ayat 1 yang berbunyi : ”Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa”.


INDONESIA memang bukan NEGARA AGAMA akan tetapi Indonesia juga bukan Negara Iblis atau Negara Setan atau Negara Kafir atau Negara Thogut atau Negara Atheis atau Negara Komunis, melainkan Indonesia adalah Negara yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, yaitu Negara yang menjunjung tinggi Norma-Norma dan Nilai-Nilai Luhur KETUHANAN YANG MAHA ESA yang tertuang dalam AYAT-AYAT SUCI yang datang dari TUHAN YANG MAHA ESA lagi MAHA SUCI.


Oleh  karenanya,  semua  produk  Hukum dan  Aturan  serta  Perundangan-undangan  di Indonesia harus selaras dan sejalan serta sesuai dengan Norma-Norma dan Nilai-Nilai Luhur KETUHANAN YANG MAHA ESA yang tertuang dalam AYAT-AYAT SUCI yang datang dari TUHAN YANG MAHA ESA lagi MAHA SUCI.


PRINSIP JUANG kami tersebut telah membuat KEBAKARAN UBUN-UBUN Para Gerombolan ATHEIS dan KOMUNIS yang Pasca Reformasi 1998 banyak yang menyamar menjadi LIBERALIS dan SEKULARIS, sehingga mereka Risau, Kacau dan Galau, serta Marah, Murka dan Kalap, karena selama ini mereka selalu berkampanye secara besar-besaran dengan Dana Tak

 

Terbatas mencuci otak Rakyat Indonesia dan merusak Imannya kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan slogan AYAT KONSTITUSI DI ATAS AYAT SUCI.


Mereka semakin KEBAKARAN UBUN-UBUN manakala saya dan Para Sahabat seperjuangan sepanjang Tahun 2016 dan 2017 secara terus menerus melalui SEMINAR dan DISKUSI serta TABLIGH AKBAR membongkar habis-habisan INDIKASI KEBANGKITAN NEO PKI, sekaligus menggelar AKSI PARADE TAUHID yang dikuti ratusan ribu massa Long March dari Senayan menuju Istana untuk menolak KEBANGKITAN NEO PKI.


Pada Tahun 2016 dalam Simposium Mewaspadai Kebangkitan PKI di hadapan ratusan pensiunan TNI bersama Para Sesepuhnya, seperti Jenderal TNI (Pur) Sayyidiman dan Jenderal TNI (Pur) Tri Sutrisno serta lainnya, saya telah bahas tuntas INDIKASI KEBANGKITAN NEO PKI, antara lain :


1.   Tuntutan Pencabutan TAP MPRS No XXV Tahun 1966 tentang Pembubaran dan Pelarangan

PKI sekaligus Pelaragan Penyebaran Paham Marxisme dan leninisme serta Komunisme.

2.   Penghapusan  Sejarah  Pengkhianatan  PKI  dari  Kurikulum  Pelajaran  di  semua  jenjang

Pendidikan di Indonesia.

3.   Penghentian Pemutaran Film Pengkhianatan G30S/PKI dari Stasiun TVRI dan Televisi Swasta.

4.   Penghapusan Litsus Bersih PKI bagi Calon Pejabat di Indonesia.

5.   Putra-Putri PKI yang masih mengususng Ideologi PKI masuk ke Parpol dan menjadi Anggota

DPR RI dan Pejabat Negara.

6.   Pembuatan dan Penyebaran Buku mau pun Film Pembelaan terhadap PKI.

7.   Adanya  RUU  KKR  (Komisi  Kebenaran  dan  Rekonsiliasi)  yang  memposisikan  PKI  sebagai

Korban sehingga harus direhabilitasi.

8.   Pembelaan Komnas HAM dan LSM LIBERAL terhadap PKI atas nama HAM.

9.   Bantuan Negara China Komunis kepada Indonesia berikut Kompensasinya.

10. Kerja-sama sejumlah Parpol dengan Partai Komunis China.

11. Pagelaran Seminar dan Temu Kangen antar Keluarga PKI sekaligus Promosi Ideologi mereka.

12. Pembentukan Ormas dan Orsospol serta LSM yang berafiliasi kepada Neo PKI.

13. Pemutar Balikkan Sejarah PKI melalui Buku, Film, Wawancara, Seminar, Diskusi, TV dan

MEDSOS serta  berbagai Media Cetak mau pun Elekronik lainnya.

14. Penyebaran Lambang Palu Arit PKI di kalangan Selebritis dan Kawula Muda secara besar-

besaran.

15. Usulan Penghapusan Kolom Agama dari KTP.

16. Sejak Reformasi ada upaya semua Presiden didorong-dorong untuk minta maaf kepada PKI

dengan dalih Rekonsiliasi.

17. Adanya Jargon REVOLUSI MENTAL yang dulu pernah menjadi Jargon PKI.

18. Adanya Jargon SAMA RATA SAMA RASA yang juga dulu pernah jadi Jargon PKI.

19. Anggota DPR RI dari PDIP Ribka Ciptaning mengarang buku “Aku Bangga jadi Anak PKI” dan buku “Anak PKI masuk Parlemen”.

20. Pengakuan  Anggota  DPR  RI dari PDIP Ribka Ciptaning bahwa Jutaan Pendukung PKI di Indonesia merapat dan memilih serta memenangkan Partai PDIP agar berkuasa, sehingga Anak Keturunan PKI bisa kembali bangkit.

 



Dan kini satu per satu INDIKASI tersebut di atas terbukti, antara lain :


1.   Adanya RUU HIP yang mengadopsi MANIFESTO POLITIK PKI 1960-an dengan memeras PANCASILA menjadi TRISILA bahkan EKASILA. Setelah diprotes ternyata pembahasan RUU tsbt bukan dibatalkan, tapi hanya ditunda untuk menunggu pengesahan di saat umat Islam lengah.


2.   Adanya PP No 57 Tahun 2021 menghapus Mata Kuliah Wajib PANCASILA dan BAHASA INDONESIA.


3.   Adanya Kamus Sejarah Indonesia yang diterbitkan Kemendikbud RI telah dengan sengaja menghilangkan sejumlah TOKOH ISLAM seperti Pendiri NU KH Hasyim Asy’ari dan Pelopor NKRI M. Natsir, juga KH Mas Mansur, Mr Syafruddin Prawiranegara, dsb. Dan sebaliknya banyak TOKOH PKI justru dimasukkan ke dalam Kamus Sejarah tersebut, seperti : Darsono Notosudirjo (Hal 51), DN Aidit (Hal 58), Henk Sneevlit (Hal 87), Semaoen (Hal 262), dsb.


4.   Adanya sejumlah Pendukung Ideologi PKI yang diangkat sebagai Pejabat, seperti HILMAR FARID sebagai Dirjen Kemendikbud RI yang berpendapat bahwa PKI tidak berontak dan hanya  Korban  Fitnah  Orde Baru, serta berencana untuk merevisi Film G30S/PKI sesuai pendapatnya tersebut.



5.   Adanya Test Wawasan Kebangsaan (TWK) di KPK yang pertanyaannya beraroma ANTI AGAMA, antara lain : Apakah anda bersedia melepas Jilbab demi Bangsa dan Negara ? Jika anda diminta memilih, anda pilih Al-Qur’an atau Pancasila ? Lalu dengan entengnya di berbagai Media Massa Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Cahyo Kumolo menyebut bahwa Test Wawasan Kebangsaan (TWK)   sama dengan Litsus di Zaman Orde Baru. Padahal Litsus di Zaman Orba untuk memastikan bahwa Pegawai Negeri tidak terkontaminasi Ideologi PKI yang Anti Tuhan dan Anti Agama, sedang TWK di KPK untuk memastikan ASN siap meninggalakan Ajaran Agama dengan dalih demi Bangsa dan Negara. Apakah TWK bentuk balas dendam Neo PKI terhadap Umat Islam ?


Sejak AKSI-AKSI BELA ISLAM dan AKS-AKSI ANTI PKI sepanjang Tahun 2016, saya dan Keluarga serta Para Sahabat seperjuangan menjadi TARGET KRIMINALISASI dan MAKARISASI bahkan TERORISASI, sehingga sepanjang Tahun 2017 aneka ragam REKAYASA KASUS dialamatkan kepada kami, bahkan kami menjadi TARGET OPERASI INTELIJEN HITAM BERSKALA BESAR yang bekerja untuk Kepentingan OLIGARKI ANTI TUHAN.


OPERASI INTELIJEN HITAM BERSKALA BESAR telah menebar aneka ragam TEROR dan INTIMIDASI terhadap kami, seperti : Pelemparan Bom Molotov ke beberapa Posko FPI, dan Penembakan Kamar Pribadi saya di Pesantren MARKAZ SYARIAH Megamendung Bogor, serta Peledakan Bom Mobil di acara Tabligh Akbar saya di Cawang Jakarta, juga pengepungan dan pengeroyokan serta percobaan pembunuhan terhadap saya dan kawan-kawan oleh Gerombolan

 

Preman GMBI depan Mapolda Jawa Barat di Bandung, yang kesemuanya sampai saat ini tak satu pun diproses hukum dan diungkap kasusnya oleh para APARAT PENEGAK HUKUM.


Tidak  sampai disitu, OPERASI  INTELIJEN  HITAM BERSKALA  BESAR  juga  membangun KOLABORASI dengan berbagai INDUSTRI MEDSOS untuk membunuh KARAKTER saya dan FPI secara habis-habisan. Sejak Tahun 2016 tersebut Identitas saya dan FPI menjadi TERLARANG tampil di Facebook dan Instagram serta Twitter, baik nama lengkap, inisial, logo, atribut, foto, video, pernyataan, atau berita apa pun yang terkait saya dan FPI. Namun jahat dan sadisnya, tayangan apa saja terkait saya dan FPI yang sifatnya menghina dan melecehkan serta membunuh karakter, maka TIDAK DILARANG tampil di Facebook mau pun Instagram dan Twitter, bahkan ramai menghiasi Facebook dan Instagram serta Twitter.


Saat itu ESKALASI POLITIK cukup memanas, sehingga saya dan Para Sahabat pernah menawarkan Dialog dan Rekonsiliasi kepada REZIM PENGUASA untuk meredam Konflik, karena kami bukan sedang BER-OPOSISI melainkan sedang BERHISBAH yaitu BER-AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR.


OPISISI tidak sama dengan HISBAH, Gerakan Oposisi adalah Gerakan Politik yang sering Subjektif Tidak Objektif dalam menilai Kebijakan Pemerintah, sehingga segala Kebijakan Pemerintah, yang baik mau pun yang tidak baik, tetap sering DIKRITISI. Sedang Gerakan HISBAH yaitu   AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR bukan Gerakan Politik, melainkan Gerakan Sosial Keagamaan yang harus selalu Objektif, artinya saat Kebijakan Pemerintah itu baik dan bagus, maka harus diapresiasi dan didukung, namun saat Kebijakan Pemerintah itu tidak baik atau kurang tepat, maka wajib dikritisi, bahkan jika kebijakan tersebut bertentangan dengan Agama dan Konstitusi, maka wajib diprotes keras, namun tetap harus dalam Koridor Konstitusi.


Sayangnya saat itu REZIM PENGUASA kurang menyambut baik ajakan kami untuk Dialog dan Rekonsiliasi, akibat ulah para BuzzeRp Bayaran dan Para Pembinanya yang selalu mengadu domba dan memecah belah Pejabat dan Rakyat untuk Kepentingan OLIGARKI ANTI TUHAN.


Akhirnya ESKALASI POLITIK semakin tinggi dan memanas, bahkan masyarakat baik di tinggkat elit mau pun di tingkat akar rumput mulai terbelah dimana-mana, sehingga saya dan Keluarga memilih jalan untuk sementara waktu HIJRAH ke Kota Suci Mekkah, demi menghindarkan KONFLIK HORIZONTAL yang bisa mengantarkan kepada kerusuhan dan pertumpahan darah.


Namun ternyata ada OPERASI INTELIJEN HITAM BERSKALA BESAR yang menjadikan HIJRAH kami sebagai PENGASINGAN, sehingga kami tidak bisa pulang selama 3,5 tahun. Dan saya beserta Keluarga selama dalam PENGASINGAN tersebut kerap mengalami TEROR dan INTIMIDASI berupa aneka FITNAH yang ingin mencelakakan saya sekeluarga agar ditangkap oleh Pemerintah Saudi.


Ternyata  para  Sahabat  seperjuangan  saya  di  Indonesia  pun  terus  DITEROR  dan

DIINTIMIDASI serta DIKRIMINALISASI, bahkan DIMAKARASIASI hingga DITERORISASI. Selain itu

 


ada juga terjadi upaya percobaan pembunuhan terhadap Saksi Ahli IT Alumni ITB Ir Hermansyah yang dengan setia membela saya,   beliau di hapadan isterinya dihadang dan diserang serta ditusuk-tusuk di tengah jalan tol. Belum lagi terjadi SABOTASE dalam Acara Reuni 212 pada tahun

2018 dengan Peledakan BOM PIPA di lokasi Acara di Monas.



ﻢﻴﻈﻌﻟا ﻲﻠﻌﻟا ﻟﻠﻪﺑﺎ ﻻإ ةﻮﻗ ﻻو لﻮﺣ ﻻو ،ﲑﺼﻨﻟا ﻢﻌﻧو ﱃﻮﳌا ﻢﻌﻧ ،ﻞﻴﻛﻮﻟا ﻢﻌﻧو ﷲ ﺎﻨﺒﺴﺣ



C.DIALOG DAN REKONSILIASI




Kepada Yang Mulia Majelis Hakim

Kepada Yang Tercinta Seluruh Penasihat Hukum

Kepada Yang Terhormat Semua Jaksa Penuntut Umum

Kepada Yang Istimewa Segenap Pecinta Keadilan dimana pun berada




Selama di Kota Suci Mekkah pada setahun pertama sebelum saya dicekal / diasingkan, saya selalu membuka diri dan megajak PEMERINTAH INDONESIA untuk BERDIALOG menyelesaikan semua Konflik demi menjaga persatuan dan kesatuan NKRI. Pada awal bulan Syawwal 1438 H sekitar Akhir Mei 2017 saat saya berada di Kota Tarim – Yaman, saya ditelpon Menko Polhukam RI Jenderal TNI (Pur) Wiranto dan beliau mengajak saya dkk untuk membangun kesepakatan agar tetap membuka pintu Dialog dan Rekonsiliasi. Kami sambut baik himbauan beliau tersebut, karena sejak semula justru itu yang kami harapkan.


Lalu sekitar Awal Juni 2017 yang juga pertengahan bulan Syawwal 1438 H, saya bertemu dan berdialog langsung dengan Kepala BIN (Badan Intelijen Negara) Jenderal Polisi (Pur) Budi Gunawan bersama Timnya di salah satu Hotel Berbintang Lima di Kota Jeddah – Saudi Arabia. Hasil pertemuan tersebut SANGAT BAGUS, kita buat kesepakatan tertulis hitam di atas putih yang ditanda-tangani oleh saya dan Komandan Operasional BIN Mayjen TNI (Pur) Agus Soeharto di hadapan  Kepala BIN dan  Timnya, yang kemudian  Surat tersebut dibawa ke Jakarta dan dipersaksikan serta ditanda-tangani juga oleh Ketua Umum MUI Pusat KH Ma’ruf Amin yang kini menjadi Wakil Presiden RI.


Di antara isi kesepakatan tersebut adalah ”Stop semua kasus hukum saya dkk” sehingga tidak ada lagi Fitnah Kriminalisasi, dan sepakat mengedepankan DIALOG dari pada Pengerahan Massa, serta siap mendukung semua kebijakan Pemerintahan Jokowi selama tidak bertentangan dengan Ajaran Agama Islam dan Konstitusi Negara Indonesia.


Dan saya juga dua kali bertemu dan berdialog langsung dengan Kapolri Jenderal Polisi (Pur) Muhammad Tito Carnavian pada tahun 2018 dan 2019 di salah satu Hotel Berbintang Lima di dekat Masjidil Haram Kota Suci Mekkah. Dalam dua kali pertemuan tersebut saya menekankan

 

bahwa saya siap tidak terlibat sama sekali dengan urusan politik praktis terkait Pilpres 2019 dengan tiga syarat :


1.   Stop Penodaan Agama


Artinya siapa pun yang menista / menodai agama apa pun harus diproses hukum sesuai Amanat UU Anti Penodaan Agama yang tertuang dalam Perpres No 1 Tahun 1965 dan KUHP Pasal 156a. Sebagaimana Ahok Si Penista A-Qur’an diproses,  maka selain Ahok seperti Abu Janda, Ade Armando, Denny Siregar, dan semua gerombolan mereka yang sering menodai Agama dan menista Ulama juga harus diproses hukum, sesuai dengan Prinsip Equality Before The Law sebagaimana dimanatkan UUD 1945.


2.   Stop Kebangkitan PKI


Artinya sesuai Amanat TAP MPRS RI No XXV Tahun 1966 tentang Pembubaran dan Pelarangan PKI sekaligus Pelarangan Penggunaan Atribut PKI dan Pelarangan Penyebaran Paham Komunisme dan Marxisme serta Lininisme, yang Sanksi Hukum Pidananya sudah tertuang dalam UU No 27 Tahun 1999 ttg Perubahan KUHP yang berkaitan dengan kejahatan terhadap Keamanan Negara yaitu : KUHP Pasal 107 huruf a, c, d dan e, yang kesemuanya khusus terkait kejahatan penyebaran paham Komunisme dan Marxisme serta Leninisme.


3.   Stop Penjualan Aset Negara ke Asing mau pun Aseng


Artinya semua Aset dan Kekayaan Negara sebesar-besarnya digunakan untuk kesejahteraan Rakyat dan Bangsa Indonesia, lalu khusus Pribumi Indonesia perlu diberi kesempatan bersaing yang sehat dengan Asing mau pun Aseng agar bisa jadi Tuan di Negeri sendiri dengan tanpa bermaksud DISKRIMINASI.


Namun sayang sejuta sayang, Dialog dan Kesepakatan yang sudah sangat bagus dengan Menko Polhukam RI dan Kepala BIN serta Kapolri saat itu, akhirnya semua kandas akibat adanya OPERASI INTELIJEN HITAM BERSKALA BESAR yang berhasil mempengaruhi Pemerintah Saudi, sehingga saya dicekal / diasingkan dan tidak bisa pulang ke Indonesia.


SAYA TIDAK TAHU apakah Menko Polhukam RI Wiranto dan Kepala BIN Budi Gunawan serta Kapolri Tito Carnavian yang MENGKHIANATI Dialog dan Kesepakatan, serta mereka terlibat dalam OPERASI INTELIJEN HITAM BERSKALA BESAR tersebut, atau memang disana ada PIHAK LAIN yang memiliki KEKUATAN BESAR yang melakukan OPERASI RAHASIA untuk melayani OLIGARKI ANTI TUHAN yang bersembunyi di balik INSTRUMEN KEKUASAAN. Wallaahu A’lam.


Namun yang jelas, SIAPA PUN yang bermain dan menggelar OPERASI LIAR semacam ini sangat berbahaya, sekaligus sangat mengancam Persatuan dan kesatuan NKRI, sehingga WAJIB DIHENTIKAN.

 


Karenanya, demi keutuhan NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, Pemerintah Indonesia wajib merangkul Para Ulama bukan memukul, dan wajib memeluk Para Tokoh bukan menggebuk, serta wajib menyayang Para Aktivis bukan menendang, sehingga semua KEKUATAN BANGSA disatukan untuk menghentikan OPERASI LIAR dari segelintir MANUSIA JAHAT yang menjilat Para OLIGARKI ANTI TUHAN.


Saya  dan  Keluarga dibantu Para Sahabat setia yang ada di Kota Suci Mekkah terus berusaha  keluar  dari  PENGASINGAN  yang  dibungkus dengan  nama  PENCEKALAN.  Akhirnya Alhamdulillaah, setelah jatuh bangun penuh suka duka, dengan izin dan pertolongan Allah SWT, saya dan Keluarga bisa kembali ke Tanah Air, walau pun hingga detik-detik terakhir di Bandara Jeddah saat keberangkatan saya dari Saudi masih saja ada upaya untuk menggagalkan Kepulangan saya sekeluarga.


Setibanya saya dan Keluarga di Tanah Air, serangan BuzzeRp Bayaran yang dikenadlikan oleh OPERASI INTELIJEN HITAM BERSKALA BESAR tidak berhenti mendorong supaya POLISI menangkap saya. Bahkan pasca acara Maulid Nabi Muhammad SAW di Petamburan yang diselenggarakan pada tgl 14 November 2020, serangan tersebut semakin gencar dan masif dengan memanfaatkan issue PELANGGARAN PROKES yang terjadi dalam acara Maulid tersebut, walau pun sudah membayar Denda Administratif sebesar Rp.50 juta.


Dan tgl 17 November 2020 saat saya menerima KLIRENS KESEHATAN dari pihak Bandara Cengkareng yang terlambat diserahkan ke saya, maka saya baru mulai melaksanakan ISOLASI MANDIRI di Rumah Petamburan, namun ISOLASI MANDIRI saya di Rumah Petamburan sangat terganggu dengan sejumlah hal, antara lain :


1.   Tgl 19 November 2020 Jalan Raya Petamburan wilayah tempat tinggal saya didatangi oleh Pasukan KOOPSUS TNI (Komando Operasi Khusus TNI) yang terdiri dari tiga pasukan elite TNI, yaitu :   Kopassus AD, Marinir AL serta Paskhas AU, mereka lewat sambil berhenti sebentar dengan menyalakan sirine di mulut Gang Markas Besar FPI, sehingga masyarakat resah.


Sebenarnya Pasukan Elit KOOPSUS ini hanya boleh bergerak dengan Perintah Presiden, namun saya tidak yakin kalau yang menggerakkannya saat itu adalah PRESIDEN, tapi saya lebih yakin bahwa yang menggerakkannya adalah OPERASI INTELIJEN HITAM BERSKALA BESAR yang telah menyusup ke semua lini Pemerintahan mau pun Swasta untuk Kepentingan OLIGARKI ANTI TUHAN.


2.   Tgl 20 November 2020 Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurrahman saat Apel Kodam Jaya di Monas tanpa sebab yang jelas mengancam dan menantang perang FPI, lalu menurunkan Pasukan Perang lengkap dengan Kendaraan Tempur Panser dan lainnya hanya untuk menurunkan BALIHO UCAPAN SELAMAT DATANG HRS  di Petamburan dan tempat lainnya di Jakarta dan sekitarnya.

 















Padahal FPI bukan MILISI BERSENJATA, melainkan Ormas Sosial Keagamaan yang banyak bergerak di Bidang Da’wah dan Kemanusiaan, bahkan di berbagai Daerah FPI sering turun bareng dengan TNI dan POLRI dalam menanggulangi Bencana Alam. Karenanya, saya juga tidak yakin OPERASI PENURUNAN BALIHO tersebut murni kemauan Pangdam Jaya, akan tetapi saya tetap yakin kalau semua itu tidak lepas dari OPERASI INTELIJEN HITAM BERSKALA BESAR yang telah menyusup ke semua lini, termasuk   TNI dan POLRI untuk Kepentingan OLIGARKI ANTI TUHAN.




Kini Sang Pangdam yang sukses dalam OPERASI PENURUNAN BALIHO diangkat menjadi PANGKOSTRAD, saya doakan semoga dengan jabatan barunya berani mengerahkan pasukan ke PERTEMPURAN bukan ke PETAMBURAN,  khususnya ke PAPUA untuk melawan PARA TERORIS SEPARATIS yang sedang merongrong NKRI dan membunuhi aparat dan warga sipil.

Itulah sebabnya saya dan keluarga memilih untuk pindah ISOLASI MANDIRI dari Rumah Petamburan ke Rumah di Sentul Bogor agar lebih tenang dari gangguan OPERASI INTELIJEN HITAM BERSKALA BESAR.

ﻢﻴﻈﻌﻟا ﻲﻠﻌﻟا ﻟﻠﻪﺑﺎ ﻻإ ةﻮﻗ ﻻو لﻮﺣ ﻻو ،ﲑﺼﻨﻟا ﻢﻌﻧو ﱃﻮﳌا ﻢﻌﻧ ،ﻞﻴﻛﻮﻟا ﻢﻌﻧو ﷲ ﺎﻨﺒﺴﺣ

 

BAB III

DARI RUMAH SAKIT KE RUANG SIDANG

Kepada Yang Mulia Majelis Hakim

Kepada Yang Tercinta Seluruh Penasihat Hukum

Kepada Yang Terhormat Semua Jaksa Penuntut Umum

Kepada Yang Istimewa Segenap Pecinta Keadilan dimana pun berada

Pada hari SELASA tgl 24 November 2020 tengah malam saya dan istri secara resmi menjalani perawatan di RS UMMI Kota Bogor, dan sengaja perawatan tersebut kami rahasiakan agar tidak ada yang besuk, sehingga tidak mengganggu perawatan, sekaligus supaya tidak menimbulkan KEHEBOHAN di tengah masyarakat.

Namun pada hari RABU tgl 25 November 2020 lagi-lagi OPERASI INTELIJEN HITAM BERSKALA BESAR membongkar perawatan saya di RS UMMI tersebut dan para BuzzeRp pun menebar berbagai HOAX dengan menyebut saya kritis dan sekarat, bahkan mati akibat Covid.

Pada hari KAMIS tgl 26 November 2020 pagi OPERASI INTELIJEN HITAM BERSKALA BESAR pun menggelar OPERASI PENGIRIMAN BUNGA ke RS UMMI dari pihak-pihak yang tidak jelas yang dikirim secara SEKALIGUS dan berisi kalimat-kalimat menghina dan memperolok-olok. OPERASI PENGIRIMAN BUNGA tersebut dimaksudkan untuk memainkan OPINI JAHAT bahwa SAYA sedang KRITIS bahkan SEKARAT di RS UMMI akibat Covid, senada dengan aneka HOAX yang ditebar para BuzzeRp di media sosial . Di malam harinya Wali Kota Bogor Bima Arya mendatangi RS UMMI bersama Satgas Covidnya dan KOAR-KOAR di Media, sehingga banyak Kerabat dan Sahabat resah, lalu menanyakan kondisi saya dan istri melalui Keluarga kami.

Itulah sebabnya, pada malam hari itu juga banyak Habaib, Ulama dan Para Tokoh meminta kepada menantu kami Hb Muhammad Hanif Alattas untuk membuat REKAMAN VIDEO singkat buat Kerabat dan Sahabat untuk meredam FITNAH dan HOAX tersebut, sehingga Kerabat dan Sahabat pun yang semula resah menjadi tenang.

Pada hari JUMAT 27 November 2020 pagi dini hari Hb Hanif Alattas membuat Video Klarifikasi yang isinya menerangkan bahwa saya ”baik-baik saja” dan masih dalam perawatan serta meminta doa semua pihak, karena memang kondisi saya saat masuk RS stabil berdasarkan Pemeriksaan Dokter dan Hasil Laboratorium yang semakin hari semakin baik, serta juga belum ada Hasil Test PCR yang menyatakan saya POSITIF COVID, disamping saya “merasa” segar dan sehat. Begitu juga pihak RS UMMI melalui Direktur Utamanya Dr. Andi Tatat langsung

25

mengklarifikasi segala Berita HOAX tentang saya untuk menenangkan masyarakat, sekaligus menjaga ketenangan pelayanan kesehatan di RS UMMI.

Jadi, Berita HOAX dan KOAR-KOAR Walikota Bogor Bima Arya secara konkrit telah menyebabkan keresahan dan kepanikan masyarakat, sedang Rekaman Video Klarifikasi Hb Hanif Alattas dan Wawancara Klarifikasi DR Andi Tatat justru sebaliknya yaitu telah berhasil menenangkan dan menyejukkan masyarakat.

Selanjutnya, hari JUM’AT tgl 27 November 2020 di siang hari saya melakukan Test PCR bersama Tim Mer-C di RS UMMI tanpa didampingi Satgas Covid Kota Bogor, karena mereka tidak datang sesuai jadwal yang telah ditetapkan. Di malam harinya kembali Walikota Bogor Bima Arya bersama Satgas Covidnya mendatangi RS UMMI untuk meminta Rekam Medis saya dan memaksa pelaksanaan Test PCR ulang, serta kembali KOAR-KOAR di Media sambil tebar ancaman periksa paksa dan sebagainya. Padahal Satgas Covid tidak berhak mengambil Rekam Medis Pasien, karena Rekam Medis Pasien secara online sudah tersambung dengan Dinkes Kota Bogor dan Kemenkes RI, serta tiap hari terlaporkan secara Real Time. Selain itu Satgas Covid tidak berhak melakukan Test PCR, yang berhak adalah Dinas Kesehatan bukan Satgas Covid, apalagi melakukan Test PCR ulang kepada orang yang baru ditest PCR.

Pada hari SABTU tgl 28 November 2020 pagi dini hari sekitar pukul 02.00 WIB, Walikota Bogor setelah berunding dengan Tim Satgas, di dalamnya ada Kapolres Kota Bogor, langsung menugaskan Ketua Satpol PP Kota Bogor untuk melaporkan RS UMMI dengan tuduhan menghalang-halangi Satgas Covid Kota Bogor dalam melaksanakan tugas. Padahal sudah ada kesepakatan antara Walikota Bogor dengan RS UMMI untuk menunggu Hasil Test PCR saya, tapi hanya beberapa jam dari kesepakatan tersebut, tiba-tiba Walikota Bogor berubah pikiran setelah rapat dengan Kapolres Kota Bogor bersama Tim Satgas Covid.

PERUBAHAN DRASTIS Sikap Walikota Bogor Bima Arya yang begitu cepat, dari KAMIS tgl 26 November 2020 di malam hari Bima Arya datang ke RS UMMI, dan JUM’AT tgl 27 November 2020 juga malam hari buat kesepakatan dengan RS UMMI untuk menunggu Hasil Test PCR, lalu SABTU tgl 28 November 2020 pagi di hari sekitar pukul 02.00 WIB sudah buat LAPORAN POLISI terhadap RS UMMI terkait perawatan saya disana, maka menjadi INDIKASI KUAT bahwa semua itu merupakan bagian dari OPERASI INTELIJEN HITAM BERSKALA BESAR yang terus mengejar dan mengganggu saya selama ini.

Akhirnya, malam hari itu juga yaitu SABTU tgl 28 November 2020 tersebut saya memohon izin ke RS UMMI untuk pulang dan melanjutkan perawatan di rumah dengan pertimbangan :

1. Bahwa berdasarkan Hasil Test Laboratorium kondisi saya semakin hari semakin baik dari sejak masuk RS UMMI.

2. Bahwa saya punya Tim Medis Pribadi dari Tim Mer-C yang sangat berpengalaman akan melanjutkan Pendampingan dan Pemeriksaan Kesehatan dalam ISOLASI MANDIRI di rumah.

26

3. Bahwa TEROR dan INTIMIDASI dari Walikota Bogor BIMA ARYA yang terus menerus sangat mengganggu perawatan saya, sekaligus merusak ketenangan RS UMMI.

4. Bahwa OPERASI BERITA HOAX dari BuzzeRp dan OPERASI PENGIRIMAN BUNGA dari pihak yang tidak jelas ke RS UMMI juga sangat mengganggu.

5. Bahwa Walikota Bogor melaporkan RS UMMI ke polisi, sehingga saya semakin tidak enak hati terhadap RS UMMI yang sudah banyak membantu saya dalam perawatan.

Sebelum saya keluar dari RS UMMI ada dua hal yang saya lakukan :

1. Membuat Surat Pernyataan melarang mempublikasikan Hasil Test Laboratorium mau pun Hasil Test Swab dan PCR tanpa izin saya, kecuali laporan yang sebagaimana mestinya seperti pengiriman sample dan laporan Real Time ke Dinkes Kota Bogor mau pun Kemnkes RI.

2. Membuat Rekaman Testimoni untuk RS UMMI sebagai tanda Terima Kasih saya atas kerja keras para Tenaga Medis RS UMMI dalam perawatan saya, sehingga saya ”merasa” sehat wal afiyat.

HASIL RESMI Test PCR baru SAYA terima dari Dr Hadiki melalui Habib Hanif Alattas pada tgl 30 November 2020 sesuai Keterangan SAYA dan Keterangan Saksi Fakta Dr Hadiki serta Saksi Mahkota Habib Hanif Alattas di depan persidangan, karena Test PCR dilaksanakan hari JUM’AT 27 November 2020, sementara hari SABTU dan AHAD yaitu tgl 28 dan 29 November 2020 merupakan HARI LIBUR, sehingga Laporan Hasil PCR baru bisa disampaikan kepada SAYA pada hari SENIN tgl 30 November 2020

Hasil Test PCR tersebut menyatakan bahwa saya POSITIF COVID, sehingga atas arahan Tim Mer-C maka saya wajib melanjutkan ISOLASI MANDIRI di bawah pengawasan Tim Mer-C hingga sembuh. Saya juga dapat penjelasan bahwa kondisi covid saya sudah ke arah membaik, atau tidak lagi berbahaya, sehingga jika saya tetap konsisten ikut arahan Tim Medis, maka akan lebih cepat sembuh. Dan kenyataannya memang seperti itu, setelah saya ikuti semua arahan Tim Mer-C dengan izin Allah SWT saya sembuh total dalam waktu relatif singkat. Alhamdulillaah.

Oleh karena saya masih dalam MASA ISOLASI MANDIRI, pada hari SELASA tgl 1 Desember 2020 saya tidak bisa memenuhi PANGGILAN PERTAMA Polda Metro Jaya untuk Pemeriksaan sebagai SAKSI KASUS PELANGGARAN PROKES dalam KERUMUNAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW DI PETAMBURAN.

Entah kenapa, pada hari KAMIS tgl 3 Desember 2020 Kapolri Jenderal (Pol) Idham Aziz umbar ancaman keras terhadap saya dan FPI. Lalu esoknya hari JUM’AT tgl 4 Desember 2020 Kapolda Metro Jaya Irjen (Pol) Fadil Imran juga ancam sikat saya dan FPI. Pada hari yang sama 3 Anggota BIN (Badan Intelijen Negara) yang sedang melakukan penyusupan dan pengintaian di Pesantren MARKAZ SYARIAH Megamendung Bogor dengan menggunakan DRONE tertangkap oleh Petugas Pos Penjagaan Pesantren. Dan setelah diperiksa secara baik-baik, kemudian

27

diketahui melalui Kartu Identitasnya bahwa mereka bertiga adalah Anggota BIN, maka dilepas dan dibebaskan secara terhormat, karena mereka adalah Petugas Negara.

Pada hari SABTU tgl 5 Desember 2020 saya dan Keluarga beserta Penjaga Rumah Sentul Bogor melihat ada DRONE mutar-mutar di atas rumah saya dan mondar-mandir di sekitar rumah tinggal kami di Sentul - Bogor. Dan ada Laporan dari Penjaga Rumah bahwa di depan Perumahan Mutiara Sentul pun ada beberapa mobil asing yang mencurigakan selalu standby selama 24 jam untuk memperhatikan siapa saja yang keluar dari Komplek Perumahan.

Karenanya kami memutuskan untuk melanjutkan ISOLASI MANDIRI di Tempat Peristirahatan di Luar Kota yaitu di suatu tempat di Daerah Karawang yang asri, alami dan segar, jauh dari pengawasan dan pengintaian pihak mana pun, juga tidak diketahui Kerabat mau pun Sahabat agar tidak ada tamu yang mengganggu, sekaligus bisa gelar pengajian khusus sekeluarga tiap hari selama ISOLASI.

Pada hari AHAD tgl 6 Desember 2020 sekitar jam 22.00 kami sekeluarga berangkat dari rumah kami di Sentul – Bogor menuju tempat peristirahatan di Karawang. Kami memilih jalan di waktu malam untuk menghindari MACET karena bersama kami banyak perempuan dan anak-anak bahkan beberapa bayi. Ternyata beberapa mobil asing mencurigakan yang selama ini standby depan Komplek Perumahan mulai mengikuti dan menguntit rombongan kami. Dan secara mengejutkan di tengah Tol Karawang kami dikejar dan dipepet hingga keluar Tol Karawang Timur, namun berhasil dihalau dan dihalangi oleh para Pengawal kami dari Laskar FPI, sehingga saya dan keluarga selamat dari kejaran mereka.

Sampai pagi dini hari jam 00.30 SENIN 7 Desember 2020, Laskar Pengawal kami terus dikejar dan diserang serta ditembaki secara brutal oleh Gerombolan Orang Tak Dikenal (OTK) tersebut. Saya dan keluarga selamat, tapi 6 Laskar FPI diculik, dan akhirnya mereka dibawa masuk kembali ke dalam Tol Karawang, lalu dibawa ke KM 50, selanjutnya digiring ke suatu tempat untuk disiksa dengan sadis dan dibunuh secara kejam dan biadab. Semoga Allah SWT menjadikan mereka sebagai Syuhada dan memasukkann ke dalam Surga Firdaus-Nya :

اللهم اغفر لهم مغفرة جامعة وارحمهم رحمة واسعة وأدخلهم جنة الفردوس الأعلى

أرحم الراحمين 􀊮 برحمتك

Dan semoga Allah SWT menghancurkan sehancur-hancurnya para pelaku pembantaian 6 Syuhada FPI dan yang memerintahkannya serta para Aktor Intelektualnya juga yang merestuinya dan semua yang terlibat dalam Pembantaian SADIS dan BRUTAL tersebut secara langsung mau pun tidak langsung :

اللهم دمِّ رهم تدم يرًا واقتلهم بددًا ولا تغادر منهم أحدًا منتقم 􀊮 متين 􀊮 قوي 􀊮

28

Akhirnya pagi hari itu juga SENIN 7 Desember 2020 sekitar Jam 10.00 WIB saya masih belum bisa memenuhi PANGGILAN KEDUA Polda Metro Jaya untuk Pemeriksaan sebagai SAKSI KASUS PELANGGARAN PROKES dalam KERUMUNAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW DI PETAMBURAN, karena saya masih harus istirahat pemulihan kesehatan di luar kota, apa lagi di pagi dini hari tersebut saya dan keluarga baru saja mendapat SERANGAN BRUTAL oleh GEROMBOLAN ORANG TAK DIKENAL (OTK) yang menembaki rombongan kami dan menculik 6 pengawal kami. Penyidik di Polda Metro Jaya menerima ‘udzur kami dan memberi waktu hingga hari SENIN tgl 14 Desember 2020 untuk pemeriksaan sebagai SAKSI.

Masih di hari yang sama SENIN 7 Desember 2020 sekitar Jam 12.00 WIB : Kapolda Metro Jaya Irjen (Pol) Fadil Imran dan Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurrahman secara mengejutkan gelar SIARAN PERS yang mengakui bahwa yang MENGINTAI dan MENGUNTIT saya dari Sentul hingga Tol Kerawang adalah ANGGOTA POLDA METRO JAYA, dan mengakui juga bahwa mereka yang MEMBUNUH 6 Laskar FPI yang mengawal saya dan keluarga. Bagi saya sekeluarga PENGAKUAN KAPOLDA METRO JAYA yang didampingi PANGDAM JAYA tersebut merupakan PERTOLONGAN ALLAH SWT yang luar biasa, karena tanpa pengakuan mereka tersebut maka saya dan Keluarga tidak akan pernah tahu siapa PARA BAJINGAN pengintai dan penguntit serta pengganggu kami di Jalan Tol Karawang malam itu, dan tidak akan pernah tahu pula siapa PARA BAJINGAN BIADAB yang menculik dan menyiksa serta membantai 6 Laskar Pengawal kami secara Sadis dan Biadab.

الحمد ﻟﻠﻪ الذي كشف سرَّ الأعداء حتى نعلم من قتل الشهداء

اللهم مزِّق الأعداء كلَّ ممزَّق مزَّقته أعداءك انتصارًا لأنبياءك ورسلك وأولياءك

رب العالمين 􀊮 بحق سيد المرسل

Selanjutnya, pada hari RABU tgl 9 Desember 2020 Polda Metro Jaya langsung mengumumkan di berbagai Media Cetak mau pun Elektronik bahwa saya sebagai TERSANGKA KASUS PELANGGARAN PROKES dalam KERUMUNAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW DI PETAMBURAN. Padahal sampai saat itu saya belum pernah diperiksa sebagai SAKSI, bahkan sebelumnya justru sudah ada kesepakatan dengan Polda Metro Jaya bahwa saya akan jalani pemeriksaan pada hari SENIN 14 November 2020 sebagai SAKSI KASUS PELANGGARAN PROKES dalam KERUMUNAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW DI PETAMBURAN.

Hari KAMIS tgl 10 Desember 2020 Polda Metro Jaya mengancam akan JEMPUT PAKSA saya. Dan hari JUM’AT 11 Desember 2020 saya mengirim Penasihat Hukum ke Penyidik Polda Metro Jaya untuk menanyakan kejelasan berita. Akhirnya hari SABTU tgl 12 Desember 2020 saya secara sukarela didampingi Pengacara mendatangi POLDA METRO JAYA secara untuk menjalankan pemeriksaan, tapi saya langsung DITANGKAP dan DITAHAN hingga saat ini.

29

Selama saya ditahan di Rutan Polda Metro Jaya, saya pun langsung dijadikan lagi sebagai TERSANGKA dalam KASUS KERUMUNAN MEGAMENDUNG KABUPATEN BOGOR dan KASUS TEST SWAB PCR RS UMMI KOTA BOGOR, sehingga saya dadili di Pengadilan Negeri Jakarta Timur sebagai TERDAKWA dalam TIGA KASUS PELANGGARAN PROKES, yaitu : KERUMUNAN MAULID NABI SAW DI PETAMBURAN dan KERUMUNAN SPONTAN MASYARAKAT MEGAMENDUNG KABUPATEN BOGOR, serta TEST SWAB PCR RS UMMI KOTA BOGOR.

Dalam Kasus PROKES PETAMBURAN dan Kasus PROKES MEGAMENDUNG oleh Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Timur saya dinyatakan bersalah melanggar Pasal 93 ayat (1) UU No 6 Tahun 2018 ttg Kekarantinaan Kesehatan, tapi dengan VONIS BERBEDA untuk masing-masing kasus walau pun dengan UU dan Pasal serta Ayat yang sama. Kasus PROKES MEGAMENDUNG divonis Denda Rp. 20 juta tanpa hukuman penjara, sedang Kasus PROKES PETAMBURAN yang sudah bayar denda Rp. 50 juta justru dihukum penjara 8 bulan dengan potong masa tahanan. Kini tinggal menunggu VONIS Kasus Test Swab PCR RS UMMI kota Bogor.

Tidak sampai disitu, kemudian serangan terhadap saya dan Keluarga serta Para Shahabat seperjuangan berikut Ormas FPI masih berlanjut. Pada Tgl 30 Desember 2020 Ormas FPI dibubarkan dan dilarang, lalu Rekening Saya dan Keluarga serta para Pengurus FPI dibekukan, kemudian Pesantren yang saya dirikan diancam mau ditutup, selanjutnya pengurus FPI ditangkapi, ada yang dikriminalisasi dan ada juga yang diterorisasi, sementara Kasus Pembantaian 6 Syuhada FPI di Km 50 ditutup-tutupi bahkan ada upaya untuk dipeti-eskan, para pelakunya tidak ditangkap bahkan tidak juga diumumkan namanya, sedang Komnas HAM melakukan TRANSAKSI NYAWA dengan Para Pembantai dan Pelindungnya, sementara DPR RI bungkam seribu bahasa.

Rentetan TEROR dan INTIMIDASI serta PEMBUNUHAN KARAKTER terhadap saya dan kawan-kawan, yang datang secara terus menerus tanpa henti, dari sejak PARADE TAUHID MENOLAK KEBANGKITAN PKI, hingga AKSI BELA ISLAM 411 dan 212 di Tahun 2016, lalu PENGASINGAN saya di Kota Suci Mekkah selama 3,5 tahun dari pertengahan Tahun 2017 sampai akhir Tahun 2020, hingga pulang ke Tanah Air dan sampai dihadirkan di dalam sidang ini, menjadi BUKTI bahwa TIGA KASUS PELANGGARAN PROKES yang saya hadapi merupakan bagian dari OPERASI INTELIJEN HITAM BERSKALA BESAR yang didanai PARA OLIGARKI ANTI TUHAN, sehingga Ketiga Kasus Hukum tersebut hanya dijadikan sekedar ALAT JUSTIFIKASI dengan menunggangi POLISI dan JAKSA PENUNTUT UMUM dalam rangka BALAS DENDAM POLITIK via OPERASI PENGHAKIMAN dan PENGHUKUMAN untuk KRIMINALISASI dan PIDANAISASI PELANGGARAN PROKES menjadi KEJAHATAN PROKES.

Jadi jelas bahwasanya TIGA KASUS PELANGGARAN PROKES yang saya hadapi, termasuk Kasus Test Swab PCR RS UMMI Kota Bogor adalah KASUS POLITIK yang dibungkus dan dikemas dengan KASUS HUKUM, sehingga Hukum hanya menjadi alat LEGALISASI dan JUSTIFIKASI untuk memenuhi DENDAM POLITIK OLIGARKI terhadap saya dan Keluarga serta Kawan-Kawan.

30

Jika TIGA KASUS PELANGGARAN PROKES tersebut adalah murni hanya MASALAH PELANGGARAN PROKES, maka kenapa ada RIBUAN PELANGGARAN PROTOKOL KESEHATAN (PROKES) di Tanah Air sejak awal Pandemi hingga kini, bahkan banyak dilakukan oleh Tokoh Nasional, mulai dari Artis hingga Pejabat, tidak terkecuali Menteri dan Presiden, akan tetapi waktu kita selama ini hanya habis dikuras untuk KRIMINALISASI PELANGGARAN PROKES yang melibatkan SAYA dkk saja pada Kerumunan Maulid Nabi Muhammad SAW di Petamburan dan Kerumunan Sambutan Spontan Masyarakat di Megamendung Kabupaten Bogor, serta Perawatan SAYA di Rumah Sakit UMMI Kota Bogor, sehingga SAYA diproses ke Pengadilan dengan 3 Kasus dan 3 Sidang untuk 3 Vonis melalui 11 Dakwaan dengan 18 Pasal Undang-Undang ?!

Dan jika benar TIGA KASUS PELANGGARAN PROKES tersebut adalah murni hanya MASALAH PELANGGARAN PROKES, mana mungkin sampai terjadi hal-hal yang sangat TRAGIS, antara lain :

1. Penangkapan Saya dan Menantu 5. Pemblokiran Rekening Saya dan Keluarga

2. Penangkapan Pengurus FPI 6. Pemblokiran 75 Rekening Pengurus FPI

3. Pembubaran Ormas FPI 7. Upaya Penutupan Pesantren MARKAZ SYARIAH

4. Pelarangan Atribut FPI 8. Teror terhadap Keluarga dan Sahabat

Dan TRAGEDI yang paling SADIS adalah PEMBANTAIAN 6 PENGAWAL SAYA DARI LASKAR FPI DI KM 50

Akhirnya, saya hanya bisa memohon kepada Allah SWT :

اللهم ارزقنا نصرًا عزيزًا وفتحًا مبينًا وخلاصًا جميلاً وفرَجًا عاجلا بحق فاطمة وأبيها وأمِّها وجدَّﺗﻬا وإخوﺗﻬا وبعلها وبنيها ومحبِّيها

عليهم الصلاة والسلام

رب العالمين 􀊮 متين برحمتك نستغيث ... 􀊮 قوي 􀊮

حسبنا لله ونعم الوكيل، نعم المولى ونعم النصير، ولا حول ولا قوة إلا ﺑﺎﻟﻠﻪ العلي العظيم

BAB IV

KRIMINALISASI PASIEN, DOKTER DAN RUMAH SAKIT

Kepada Yang Mulia Majelis Hakim

Kepada Yang Tercinta Seluruh Penasihat Hukum

Kepada Yang Terhormat Semua Jaksa Penuntut Umum

Kepada Yang Istimewa Segenap Pecinta Keadilan dimana pun berada

POLITIK KRIMINALISASI sangat berbahaya, karena tidak lagi mencari KEBENARAN, akan tetapi hanya mencari PEMBENARAN, sehingga siapa saja yang melakukan praktek POLITIK KRIMINALISASI maka telinganya akan menjadi TULI tidak bisa mendengar SUARA KEBENARAN, dan mulutnya akan menjadi BISU tidak bisa berkata BENAR, serta matanya akan menjadi BUTA tidak bisa melihat CAHAYA KEBENARAN. Karenanya POLITIK KRIMINALISASI akan menghancurkan sendi-sendi KEADILAN dan meluluh-lantakkan TATANAN HUKUM serta menyuburkan KEZALIMAN.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an tentang orang-orang yang TULI, BISU dan BUTA dari KEBENARAN :

1. Surat Al-Baqarah ayat 18 :

يَرۡجِعُونَ ١٨ 􀆅 هُمۡ َ 􀈯 َ 􀇖ٞۡ 􀈭 مٌ ُ 􀈲 صُ م بُ ۡ

Artinya : ”Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar).”

2. Surat Al-Baqarah ayat 171 :

عۡقِلوُنَ ١٧١ 􀈬 َ 􀆅 هُمۡ َ 􀈯 َ 􀇖ٞۡ 􀈭 مٌ ُ 􀈲 صُمُّ ب ُۡ

Artinya : ”Mereka tuli, bisu dan buta, maka (oleh sebab itu) mereka tidak mengerti.”

POLITIK KRIMINALSASI membuat pelakunya kehilangan HATI JERNIH dan AKAL SEHAT serta NURANI KEADILAN, sehingga ia akan jatuh ke martabat yang sangat hina. Allah SWT telah menegaskan dalam Al-Qur’an bahwa manusia yang tidak menggunakan Hati Jernih dan Akal Sehat untuk mengenal KEBENARAN, serta tidak menggunakan Mata untuk melihat CAHAYA KEBENARAN dan tidak menggunakan Telinga untuk mendengar SUARA KEBENARAN, maka

32

derajat mereka lebih rendah dari BINATANG TERNAK, sebagaimana Firman-Nya SWT dalam Surat Al-A’raaf ayat 179 :

􀆅 َّ 􀇻ُٞ 􀈭ۡ

َكَِ 􀉌􀊤 فۡقَهُونَ بهَِا وَلهَُمۡ أ وْ َٰٓ 􀈬 َ 􀆅 لهَُمۡ قُلُو ٞ ب َّ

ُسَۡمَعُونَ بهَِا أ 􀈹 􀆅 ونَ بهَِا وَلهَُمۡ ءَاذَا ٞ ن َّ 􀇲 بۡ ُِ 􀈬ُ

ٰمِ 􀉿 كَ ٱ نۡ َ

َۡ كَِ هُمُ 􀉌􀊤 وْ َٰٓ 􀆁

ُضَلُّ أ

َ فَلِٰونُ ١٧٩ 􀊀 بلَۡ هُمۡ أ ٱ ل ۡ

Artinya : ”Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu bagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.”

POLITIK KRIMINALISASI memang sering sulit dibuktikan secara konkrit (nyata), karena selalu tampil atas nama Hukum dan Undang-Undang, bahkan terkadang ada pelaku yang sadar sedang melakukan Kriminalisasi tapi tetap dilakukan dengan dalih tugas, dan ada juga pelakunya yang memang tidak sadar sama sekali sedang melakukan Kriminalisasi, karena tanpa terasa ia dijadikan operator saja oleh Aktor Intelektual yang sebenarnya.

Namun demikian sejumlah indikasinya bisa menjadi Bukti Petunjuk adanya Kriminalisasi, sekurangnya ada tiga indikator Kriminalisasi, yaitu : Pertama, adanya Praktek Pidanaisasi. Kedua, adanya Diskriminasi Hukum. Ketiga, adanya Manipulasi Fakta.

I. PRAKTEK PIDANAISASI

MEMPIDANAKAN suatu perbuatan yang bukan pidana adalah bentuk PIDANAISASI, sama halnya dengan MENGKRIMINALKAN suatu perbuatan yang bukan kriminal adalah bentuk KRIMINALISASI. Baik PIDANAISASI mau pun KRIMINALISASI adalah bentuk praktek KEJAHATAN HUKUM yang sangat berbahaya bagi PENEGAKAN KEADILAN, apalagi manakala praktek PIDANAISASI atau KRIMINALISASI dilakukan oleh Para PENEGAK HUKUM.

KRIMINALISASI terhadap siapa pun hukumnya HARAM, sekali pun terhadap orang yang kita benci atau musuhi, karena Allah SWT memerintahkan kita untuk berbuat dan bersikap adil kepada semua umat manusia, dan sekaligus memperingatkan agar jangan sampai kebencian kita kepada seseorang atau kepada suatu kaum membuat kita tidak adil terhadap mereka, sebagaimana Allah SWT Firmankan dalam Surat Al-Maa-idah ayat 8 :

                         

33

Artinya :”Hai orang-orang yang beriman, jadilah kalian orang-orang yang menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi-saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada Takwa. dan bertakwalah kepada Allah.”

PELANGGARAN PROKES adalah sebuah PELANGGARAN bukan KEJAHATAN, sehingga dalam ATURAN pun disebut sebagai PELANGGARAN PROKES tidak disebut sebagai KEJAHATAN PROKES. Penggunaan istilah ini pun diakui oleh para Pakar Hukum Pidana mau pun Hukum Tata Negara, baik di tingkat Nasional mau pun Internasional. Karenanya PELANGGARAN PROKES sebagai sebuah Pelanggaran yang bukan Kejahatan cukup diberi Sanksi Administrasi bukan Sanksi Pidana.

Hal tersebut di atas disepakati oleh Para Saksi Ahli antara lain : DR Refly Harun (Ahli Tata Negara), DR Muzakkir (Ahi Hukum Pidana), DR Abdul Choir Ramadhan (Ahli Teori Hukum Pidana), dan DR Luthfi Hakim Ahli Hukum Pidana Kesehatan.

حسبنا لله ونعم الوكيل، نعم المولى ونعم النصير، ولا حول ولا قوة إلا ﺑﺎﻟﻠﻪ العلي العظيم

II. DISKRIMINASI HUKUM

POLITIK KRIMINALISASI adalah suatu KEZALIMAN yang sangat jauh dari nilai-nilai KEADILAN, karena hanya berisi DISKRIMINASI HUKUM, sehingga bertentangan dengan Ajaran Islam yang ANTI DISKRIMINASI.

Allah SWT telah menegaskan bahwa standar kemuliaan manusia adalah TAQWA, tiada ukuran keutamaan apa pun di antara manusia kecuali hanya TAQWA. Firman-Nya dalam Surat Al-Hujuraat ayat 13 :

هَا 􀈬ُّ

َ

َعَارَفُوٓۚا إنَِّ 􀈋 لَِ ِ 􀉋 بَآ 􀈰 ا وَ َ 􀉅 مۡ شُعُو ٗ 􀈲ُٰ 􀉰 وَجَعَلۡ َ 􀆳 اسَُّ ن َٰ 􀈍 ٱ 􀉂􀊑َٰٓ

ُم مِّن ذَكَرٖ وَأ 􀈲ُٰ 􀉰 إنِاَّ خَلقَۡ َ

مۡ عِندَ 􀈲 رَمَ ُ 􀈱ۡ

َمۚۡ إِنَّ 􀈲 قَٮٰ ُ 􀈩 ۡ 􀄬 أ ٱ َّ

َ

ٞ ١٣ 􀇞 عَليِمٌ خَبِ 􀄬 ٱ ََّ 􀉁

Artinya : ”Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

34

Dan Rasulullah SAW pernah bersabda :

أَيهَُّا النَّاسُ، أَلَا إِنَّ رَبَّكُمْ وَاحِدٌ، وَإِنَّ أَﺑَﺎكُمْ وَاحِدٌ، أَلَا لَا فَضْلَ لِعَرَبِيٍّ عَلَى عَ جَمِيٍّ ، وَلَا 􀊮 "َ

لِعَجَمِيٍّ عَلَى عَرَبِيٍّ، وَلَا أَحمَْرَ عَلَى أَسْوَدَ، وَلَا أَسْوَدَ عَلَى أَحمَْرَ، إِلَّا ﺑِﺎلتَّقْوَى أَبلََّغ تُ ".

Artinya : ”Wahai Manusia, ketahuilah bahwa sesungguhnya Tuhan kalian adalah satu, dan sesungguhnya Ayah kalian juga satu, ingatlah bahwasanya tiada Keutamaan bagi Arab atas ‘Ajam, dan tiada keutamaan bagi ‘Ajam atas Arab, dan tiada Keutamaan bagi Hitam atas Merah, dan tiada Keutamaan bagi Merah atas Hitam, kecuali dengan Taqwa. Saksikanlah bahwa aku telah menyampaikan.”

HADITS ini SHAHIH ada diriwayatkan dalam Kitab Musnad Imam Ahmad hadits ke-23.489, dan Kitab Musnad Abdullah Ibnul Mubarak hadits ke-239, dan Kitab Syu’abul Iman karya Imam Al-Baihaqi hadits ke-4.774, Kitab Mu’jam Ibnu ‘Asakir hadits ke-1.045, dan Kitab Majma’ Az-Zawaa-id karya Nuuruddin Al-Haitsami hadits ke-5.622, dan Kitab hadits lainnya.

Dalam penegakan Hukum, Islam secara tegas menolak DISKRIMINASI HUKUM, sebagaimana Allah SWT tegaskan dalam Al-Qur’an bahwa keadilan harus ditegakkan walau terhadap kerabat atau orang dekat sekali pun, sebagaimana Firman-Nya SWT dalam Surat Al-An’aam ayat 152 :

         

Artinya : “ Dan apabila kamu berkata, maka adillah, walau terhadap kerabat / orang dekat”

Dan Rasulullah SAW juga pernah mengingatkan tentang Bahaya Diskrimnasi Hukum sambil beliau bersumpah :

إِنَّماَ هَلَكَ مَنْ كَانَ قبَْلَكُمْ إِذَا سَرَقَ فِيْهِمُ الشَّرِيْفُ ترََكُوْهُ، وَإِذَا سَرَقَ فِيْهِمُ الضَّع يْفُ يقَُامُ

عَلَيْهِ الحَْدُّ، وَيْمُ اﻟٰﻠﻪِّ إِنْ كَانَتْ فَاطِمَةُ بِنْتُ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَ ا.

Artinya : “Sesungguhnya telah binasa umat sebelum kamu lantaran jika di tengah mereka ada seorang (yang dianggap) mulia / terhormat mencuri atau dibiarkan, tapi jika ada di tengah mereka seorang lemah / rakyat biasa mencuri maka ditegakkan atasnya hukum, Demi Allah, jika Fathimah putri Muhammad mencuri, niscaya aku potong tangannya”

35

Dari HADITS SHAHIH ini kita mendapat pelajaran sangat berharga, antara lain :

1. Betapa pentingnya PENEGAKKAN KEADILAN.

2. Bahwa KETIDAK-ADILAN hanya membawa PETAKA.

3. Tidak boleh ada DISKRIMINASI dalam Penegakkan Hukum.

4. Betapa Adilnya Nabi Muhammad SAW.

5. Betapa Agungnya dan Mulianya kedudukan Sayyidah Fathimah RA, sehingga dijadikan contoh utama oleh Nabi SAW untuk memberi pesan bahwasanya jangankan orang lain yang dianggap terhormat, bahkan Fathimah Az-Zahra sekali pun, yang merupakan semulia-mulianya wanita, pemimpin wanita semesta alam, kecintaan dan jantung hati Nabi SAW, namun kalau salah tetap harus dihukum.

Subhaanallaah … betapa Agung dan Mulia serta Sempurnanya Akhaq Nabi Muhammad SAW.

POLITIK KRIMINALISASI sama sekali tidak berpegang pada prinsip EQUALITY BEFORE THE LAW yang NON DISKRIMINATIF, sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945 Pasal 27 ayat 1 yang berbunyi : ”Semua Warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum.”

Ada ribuan PELANGGARAN PROTOKOL KESEHATAN (PROKES) di Tanah Air sejak awal Pandemi hingga kini, bahkan banyak dilakukan oleh Tokoh Nasional, mulai dari Artis hingga Pejabat, tidak terkecuali Menteri dan Presiden, akan tetapi waktu kita selama ini hanya habis dikuras untuk KRIMINALISASI PELANGGARAN PROKES yang melibatkan SAYA pada Kerumunan Petamburan di Jakarta dan Kerumunan Megamendung di Kabupaten Bogor, serta Test Swab PCR di Rumah Sakit UMMI Kota Bogor, sehingga SAYA diproses ke Pengadilan dengan 3 Kasus & 3

Sidang untuk 3 Vonis melalui 11 Dakwaan dengan 18 Pasal Undang-Undang.

Walikota Jakarta Pusat DR Bhayu Meghantara M.Si memberi Kesakksian dalam sidang KASUS KERUMUNAN PETAMBURAN ini bahwa di Jakarta banyak terjadi PELANGGARAN PROKES, tapi tak satu pun yang dipidanakan kecuali KASUS KERUMUNAN PETAMBURAN yang melibatkan SAYA. Bahkan juga memberi kesaksian bahwasanya Pemprov Jakarta hanya mengenakan Sanksi Denda kepada SAYA dan tidak pernah lapor polisi untuk dipidanakan.

Dan Ketua Satpol PP Kabupaten Bogor Agus Ridallah dalam sidang KASUS KERUMUNAN MEGAMENDUNG juga memberi kesaksian bahwa bahwa di Kabupaten Bogor pun banyak terjadi PELANGGARAN PROKES tapi tak satu pun yang dipidanakan kecuali KASUS KERUMUNAN MEGAMENDUNG yang juga melibatkan SAYA. Bahkan juga memberi kesaksian bahwa ia tidak pernah melaporkan SAYA ke Polisi, melainkan yang dilaporkan hanya soal kerumunannya.

Serta Wali Kota Bogor DR Bima Arya dalam sidang KASUS TEST SWAB PCR RS UMMI pun memberi kesaksian bahwa di Kota Bogor banyak terjadi PELANGGARAN PROKES tapi tak satu pun yang dipidanakan kecuali KASUS TEST SWAB PCR RS UMMI yang pun melibatkan SAYA.

36

Bahkan juga memberi kesaksian bahwa ia dan Stafnya tidak pernah melaporkan

SAYA ke Polisi, melainkan hanya melaporkan RS UMMI.

Jadi jelas, ketiga KASUS PELANGGARAN PROKES itu memang dirancang untuk mempidanakan SAYA, sehingga tidak bisa dipungkiri bahwa ini semua adalah KRIMINALISASI dan sekaligus DISKRIMINASI untuk memenuhi syahwat pelampiasan DENDAM POLITIK OLIGARKI.

Adanya DISKRIMINASI dalam Kasus SAYA diakui oleh Majelis Hakim KASUS KERUMUNAN PETAMBURAN melalui Amar Putusannya menyatakan :

”Bahwa dalam perkara A quo dari pertanyaan TERDAKWA mau pun PENASIHAT HUKUMNYA ada KETERANGAN SAKSI yang menyatakan banyaknya terjadi KERUMUNAN MASSA yang mengabaikan Aturan PROTOKOL KESEHATAN namun tidak memiliki IMPLIKASI HUKUM. Memanglah mencermati FENOMENA tersebut MAJELIS berpendapat sbb :

1. Bahwa telah terjadi KETIMPANGAN PERLAKUAN atau DISKRIMINASI yang seharusnya tidak terjadi dalam Negara Kesstuan Republik Indonesia yang mengagungkan dirinya sebagai NEGARA HUKUM bukan sebagai NEGARA KEKUASAAN.

2. Bahwa telah terjadi pengabaian Aturan PROTOKOL KESEHATAN oleh masyarakat itu sendiri karena kejenuhan terhadap kondisi PANDEMI ini dan juga ada PEMBEDAAN PERLAKUAN di antara masyarakat satu sama lain.”

Pernyataan yang sangat tulus dan mulia dari Majelis Hakim KASUS KERUMUNAN PETAMBURAN, namun sayangnya tidak diikuti dengan pemenuhan RASA KEADILAN, sehingga tetap saja KASUS KERUMUNAN PETAMBURAN mau pun KASUS KERUMUNAN MEGAMENDUNG yang divonis sebagai PELANGGARAN PROKES dikenakan Sanksi Pidana terkait Pasal 93 ayat (1) UU No 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Dan walau pun kedua Kasus tersebut sama-sama divonis lewat UU dan Pasal serta Ayat yang sama, namun ada PERBEDAAAN SANKSI, yaitu KASUS KERUMUNAN MEGAMENDUNG hanya divonis Denda Rp 20 juta Tanpa Penjara, sedang KASUS KERUMUNAN PETAMBURAN yang sebelumnya sudah bayar Denda Rp 50 juta, tapi masih tetap ditambah dengan Vonis Penjara 8 bulan tanpa mempertimbangkan Denda yang sudah dibayar tersebut.

Pantas, seorang mantan Hakim Mahkamah Kontitusi RI, DR Hamdan Zoelva SH, MH, mengomentari Vonis Kedua Kasus tersebut dalam cutian di akun Twitter TResminya dengan pernyataan :

”Putusan Perkara HRS, memenuhi aspek hukum memenuhi pelanggaran pidana, tetapi tidak memenuhi rasa keadilan. Hukum tanpa rasa keadilan adalah hukum yang kehilangan jiwa.”

Namun demikian PENGAKUAN JUJUR Majelis Hakim KASUS KERUMUNAN PETAMBURAN tentang adanya DISKRIMINASI dalam proses hukum SAYA, serta PENGAKUAN JUJUR Majelis

37

Hakim tentang pentingnya penegakan

prinsip EQUALITY BEFORE THE LAW yang NON DISKRIMINATIF, patut diacungkan jempol. Tidak seperti JPU dalam Kasus RS UMMI ini yang berusaha mencari dalih penghalalan DISKRIMINASI dan dalih pembenaran melanggar prinsip EQUALITY BEFORE THE LAW, sebagaimana dituangkan sendiri oleh JPU dalam Pembukaan TUNTUTAN-nya halaman 2 yang berbunyi sbb :

”Asas EQUALITY BEFORE THE LAW dalam keadaan apa pun tidak bisa dilaksanakan secara ”rigid”, atau tidak dapat dilaksanakan sebagaimana ”Pukat Harimau”, yang digunakan nelayan untuk menangkap ikan, baik ikan kecil mau pun ikan yang besar seluruhnya dapat terjaring.”

Sungguh sangat memalukan dan sekaligus menjijikkan tatkala Penegak Hukum mengucapkan kalimat seperti ini, yang secara terang-terangan membenarkan tindakan DISKRIMINASI dan mengabaikan prinsip EQUALITY BEFORE THE LAW dalam penegakan hukum. Kalimat seperti ini sangat sangat tidak pantas diucapkan oleh seorang Penegak Hukum, karena :

1. Bahwa Prinsip EQUALITY BEFORE THE LAW adalah Amanat Konstitusi yaitu : Pancasila sila kedua ”Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” dan sila kelima ”Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia”, serta UUD 1945 Pasal 27 ayat 1 yang berbunyi : ”Semua Warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum.”

2. Bahwa sesulit apa pun Penegakan Prinsip EQUALITY BEFORE THE LAW tetap saja seorang Penegak Hukum wajib berusaha sekuat tenaga dan semaksimal kemampuan untuk menegakkannya.

3. Bahwa Pengabaian Prinsip EQUALITY BEFORE THE LAW dalam penegakan hukum akan mengantarkan kepada DISKRIMINASI HUKUM yang diharamkan semua Agama dan dilarang Konstitusi Negara.

4. Bahwa sikap Penegak Hukum yang mencari-cari Dalih Pembenaran DISKRIMINASI dalam penegakan hukum akan membuat si Penegak Hukum merasa benar dan merasa tidak bersalah saat melakukan KEZALIMAN DISKRIMINASI.

5. Bahwa sikap Penegak Hukum yang mencari-cari Dalih Pembenaran DISKRIMINASI dalam penegakan hukum juga akan meluluh-lantakkan norma-norma hukum dan nilai-nilai kehidupan serta sendi-sendi keadilan di tengah kehidupan berbangsa dan bertanah-air.

Melalui sidang terhormat ini di hadapan Majelis Hakim yang mulia, SAYA mengingatkan bahwa di dalam ruang sidang ini, Para Saksi Ahli antara lain : DR Refly Harun (Ahli Tata Negara), DR Muzakkir (Ahli Hukum Pidana), DR Abdul Choir Ramadahan (Ahli Teori Hukum Pidana), DR Luthfi Hakim (Ahli Hukum Pidana Kesehatan), dan DR M Nasser (Ahli Hukum Kesehatan) semuanya sepakat bahwa DISKRIMINASI HUKUM adalah Pelanggaran terhadap Konstitusi dan sekaligus merupakan ancaman bagi Tatanan Hukum, yang bisa membuat kehancuran Bangsa dan Negara.

38

Karenanya menurut hemat SAYA bahwasanya Para Penegak Hukum yang berprinsip seperti Prinsip JPU tadi wajib segera disingkirkan dari Dunia Peradilan, karena keberadaan mereka hanya membuat keonaran dan kekacauan di Dunia Hukum, serta sangat membahayakan Penegakan Hukum di Negara Hukum Indonesia.

Penegak Hukum yang sudah tidak peduli dengan Prinsip EQUALITY BEFORE THE LAW yang NON DISKRIMINATIF dalam penegakan hukum, maka akan mudah untuk memperdagangkan Kasus dan Perkara, memperjual-belikan Pasal dan Ayat, serta mengindustrikan Hukum dan Perundang-undangan. Menko Polhukam RI Prof DR Mahfud MD dalam salah satu ceramahnya yang viral tentang INDUSTRI HUKUM sebagai berikut :

”Sering kali di Indonesia itu, hukum menjadi industri itu sendiri. Tahu hukum menjadi industri itu sendiri? Hukum dibuat sedemikian rupa agar orang yang benar menjadi salah, yang salah menjadi benar.”

Lalu Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi RI ini melanjutkan :

”Karena Hukum itu diindustrikan, hukum itu bisa diolah sedemikian rupa, bisa menjadi Industri Hukum bukan Hukum Industri, maka kalau ada orang berperkara kepada saya, seketika itu juga saya bisa mengatakan kalau anda mau menang saya tahu pasalnya, saya tahu Undang-Undangnya, tapi kalau anda mau salah, saya tahu juga pasalnya, saya tahu Undang-Undangnya untuk menyatakan anda salah, saya tahu pasalnya dan Undang-Undangnya untuk menyatakan anda benar. Tinggal saya memilih.”

Bahkan Prof Dr Mahfud MD dalam cuitan di Twitter Resminya pada tgl 9 November 2017 pernah menyatakan :

”Setiap kasus bs dicari pasal benar atau salahnya mnrt hukum. Tinggal siapa yg lihai m,encari atau membeli. Intelektual tukang bs mencarikan pasal2 sesuai dgn esanan dan bayarannya.”

Semoga Allah SWT selamatkan Bangsa dan Negara Indonesia dari Para Penegak Hukum yang korup dan berhati Iblis, yang suka memperdagangkan Kasus dan Perkara, memperjual-belikan Pasal dan Ayat, serta mengindustrikan Hukum dan Perundang-undangan.

حسبنا لله ونعم الوكيل، نعم المولى ونعم النصير، ولا حول ولا قوة إلا ﺑﺎﻟﻠﻪ العلي العظيم

39

III.MANIPULASI FAKTA

POLITIK KRIMINALISASI juga menghalalkan segala acara dalam rangka mencari PEMBENARAN, di antaranya adalah MANIPULASI FAKTA. Dan MANIPULASI FAKTA ini merupakan KEJAHATAN SERIUS dalam Penegakan Hukum. Karenanya seorang Penegak Hukum Sejati yang selalu mencari kebenaran pasti akan senantiasa menjaga diri dari kejahatan MANIPULASI FAKTA.

Dalam KASUS TEST SWAB PCR DI RS UMMI KOTA BOGOR, banyak kita dapatkan PAKTEK MANIPULATIF, baik dengan menghilangkan Fakta Kebenaran atau membuat Fakta Bohong atau Cara Kontroversial lainnya.

1. MENGHILANGKAN FAKTA KEBENARAN

Banyak Fakta Persidangan KASUS TEST SWAB PCR DI RS UMMI KOTA BOGOR, baik berupa Keterangan Saksi Fakta yang kuat mau pun Pendapat Ahli yang bagus diabaikan begitu saja oleh JAKSA Penuntut Umum (JPU), karena tidak sesuai dengan syahwat mencari pembenaran dalam praktek Politik Kriminalisasi, antara lain :

a. Semua SAKSI FAKTA A DE CHARGE yang dihadirkan oleh SAYA dan Penasihat Hukum diabaikan JPU, sehingga tak satu pun kesaksian mereka dijadikan bahan pertimbangan dalam membuat Analisa Hukum untuk mengambil kesimpulan.

b. Semua SAKSI AHLI A DE CHARGE yang dihadirkan oleh SAYA dan Penasihat Hukum juga diabaikan oleh JPU, yaitu :

1) Saat SAYA dan Penasihat Hukum menghadirkan Saksi Ahli Sosiologi seorang PROFESOR DOKTOR dan REKTOR PERGURUAN TINGGI yaitu Prof DR Musni Umar yang diakui di dalam mau pun luar negeri, dengan seenaknya JPU meremehkan keahliannya dalam ruang sidang. Tentu merupakan Hak JPU menerima atau menolak pendapat Ahli, tapi bukan Hak Jaksa untuk menghina dan melecehkan Keahlian para Saksi Ahli.

2) Bahkan pada saat SAYA dan Penasihat Hukum menghadirkan enam Saksi Ahli sekaligus, yaitu : DR Refly Harun (Ahli Tata Negara), DR Muzakkir (Ahli Hukum Pidana), DR Abdul Choir Ramadahan (Ahli Teori Hukum Pidana), DR Luthfi Hakim (Ahli Hukum Pidana Kesehatan), DR Tonang (Ahli Kesehatan dan Epidemiologi) dan DR Frans (Ahli Linguistik Forensik), ternyata JPU dengan angkuh dan sombong langsung menolak semua Saksi Ahli tersebut tanpa alasan yang logis, kecuali DR Muzakkir (Ahli Hukum Pidana), itu pun JPU ingin seenaknya memaksakan pendapatnya kepada Saksi Ahli tersebut hingga ditegur oleh Hakim Ketua dari Majelis


Hakim yang mulia.

40

Lucunya, dalam Tuntutan halaman 119 JPU mengklaim bahwa Saksi Ahli DR Muzakkir sengaja tidak menjawab pertanyaan JPU, untuk mengesankan bahwa Saksi Ahli seolah tidak bisa menjawab pertanyaan JPU, padahal JPU sendiri yang tidak mampu mengajukan pertanyaan yang berkualitas dan juga tidak mampu memahami uraian ilmiah Saksi Ahli, sehingga sampai ditegur oleh Hakim Ketua dengan mengatakan kepada JPU : ”Kok anda begitu saja tidak mengerti ?!”

Sungguh sangat kami sesalkan para JPU yang konon katanya berpendidikan tinggi dan konon katanya menjunjung tinggi kesopanan, ternyata berani dengan sengaja dan secara sadar melakukan perbuatan yang sangat hina yaitu MANIPULASI FAKTA dengan cara MENGHILANGKAN FAKTA KEBENARAN.

2. MEMBUAT FAKTA BOHONG

Dalam KASUS TEST SWAB PCR DI RS UMMI KOTA BOGOR, dalam DAKWAAN mau pun TUNTUTAN JPU ada didapat FAKTA PALSU yang tidak pernah dipersaksikan oleh Keterangan TERDAKWA mau pun Saksi Fakta atau pun Pendapat Ahli, tapi oleh JPU dijadikan sebagai Fakta Persidangan demi mendapat Dalil Pembenaran atas Dakwaan atau Tuntutannya hanya untuk memenuhi syahwat Politik Kriminalisasinya, antara lain :

a. Dalam TUNTUTAN halaman 19 pada bagian DAKWAAN KEDUA, JPU tanpa punya rasa malu dengan semangat jahat untuk mempidanakan dan mengkriminalisasikan serta memenjarakan SAYA menyatakan :

”Akibat perbuatan Tedakwa mengisi Formulir Persetujuan Umum (General Consent) tgl 24 November 2020 dan membuat surat pernyataan yang pada pokoknya tidak mau memberikan informasi terkait hasil pemeriksaan terdakwa yang POSITIF COVID merupakan tindakan dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah.”

Disini ada Manipulasi Data dan Fakta, karena tidak ada seorang Saksi pun, baik Saksi Fakta mau pun Saksi Ahli yang menyatakan bahwa SAYA sudah POSITIF COVID dengan hasil Test PCR pada tgl 24 November 2020 saat ditanda-tangani General Consent RS UMMI hingga tgl 28 November 2020 saat dibuat Surat Pernyataan tersebut, karena Faktanya Test PCR baru dilakukan tgl 27 November 2020.

HASIL RESMI Test PCR baru SAYA terima dari Dr Hadiki melalui Habib Hanif Alattas pada tgl 30 November 2020 sesuai Keterangan SAYA dan Keterangan Saksi Fakta Dr Hadiki serta Saksi Mahkota Habib Hanif Alattas di depan persidangan, karena Test PCR dilaksanakan hari JUM’AT 27 November 2020, sementara hari SABTU dan AHAD yaitu tgl 28 dan 29 November 2020 merupakan HARI LIBUR, sehingga Laporan Hasil PCR baru bisa disampaikan kepada SAYA pada hari SENIN tgl 30 November 2020

41

Dari mana JPU bisa langsung menyebut sudah POSITIF COVID sejak tgl 24 November 2020 tanpa Fakta Kesaksian dan tanpa Data Hasil Test PCR !?

Padahal ada pengakuan JPU bahwa Test PCR baru diambil tgl 27 November 2020 dalam TUNTUTAN JPU halaman 121 yang berbunyi : ”Test PCR tersebut diambil oleh Tim Mer-C pada hari Jum’at tgl 27 November 2020 setelah Shalat Jum’at, hasilnya diperoleh Positif Covid-19”.

Namun JPU tetap saja licik, karena dalam pengakuan ini kalimat ”hasilnya diperoleh Positif Covid-19” ditebalkan oleh JPU tanpa disebut kapan keluar hasil tersebut, seolah hasil tersebut diterima oleh SAYA dan RS UMMI pada hari itu juga yaitu Jum’at 27 November2020.

Padahal HASIL RESMI Test PCR baru SAYA terima dari Dr Hadiki melalui Habib Hanif Alattas pada tgl 30 November 2020 sesuai Keterangan SAYA dan Keterangan Saksi Fakta Dr Hadiki serta Saksi Mahkota Habib Hanif Alattas di depan persidangan, karena Test PCR dilaksanakan hari JUM’AT 27 November 2020, sementara hari SABTU dan AHAD yaitu tgl 28 dan 29 November 2020 merupakan HARI LIBUR, sehingga Laporan Hasil PCR baru bisa disampaikan kepada SAYA pada hari SENIN tgl 30 November 2020

Selain itu, Formulir GENERAL CONSENT yang disediakan di setiap RS adalah Hak Pasien untuk mengisi dan menanda-tanganinya sesuai UU Kesehatan dan UU Kedokteran mau pun UU Rumah Sakit. Dan dalam GENERAL CONSENT sudah dijelaskan bahwa Kerahasiaan Pasien tetap wajib dijaga KECUALI untuk keperluan kesehatan yang sudah diatur dalam UU seperti pengiriman sampling ke Laboratorium atau laporan ke Dinkes dan Kemenkes, apalagi pada saat Darurat Wabah, sehingga pengisian General Consent atau pembuatan Surat Pernyataan yang sejalan dengannya tidak bisa diartikan sebagai menghalangi Penanggulangan Wabah, justru itu merupakan bagian Hak Pasien yang tetap harus dijaga sesuai UU Kesehatan dan UU Kedokteran mau pun UU Rumah Sakit, tanpa melanggar UU Kekarantinaan Kesehatan mau pun UU Penanggulangan Wabah.

b. Dalam TUNTUTAN halaman 20 pada bagian DAKWAAN KEDUA, JPU melanjutkan pernyataannya sbb :

”Akibat perbuatan terdakwa tersebut menimbulkan Penyebaran Covid 19 di wilayah Kota Bogor mengalami peningkatan”

Disini jelas sekali JPU menjadikan OBSERVASI dan PERAWATAN serta PENGOBATAN SAYA di RS UMMI dan ISOLASI MANDIRI di Rumah setelah pulang dari RS UMMI, sebagai penyebab Peningkatan Covid di Kota Bogor.

42

Kok bisa JPU yang konon katanya berpendidikan tinggi dan konon katanya selalu menjunjung kesopanan, secara serampangan dan seenaknya menuduh dan memfitnah bahwa OBSERVASI dan PERAWATAN serta PENGOBATAN SAYA di RS UMMI sebagai penyebab Peningkatan Covid di Kota Bogor. Sungguh sangat menjijikkan melihat cara-cara kotor dan jorok JPU dalam membuat Analisa Hukum dengan FAKTA KHAYALAN alias PALSU demi mendapat Dalil Pembenaran atas Dakwaan atau Tuntutannya hanya untuk memenuhi syahwat Politik Kriminalisasinya.

Sebagian Jaksa dalam Kasus RS UMMI ini memang terlibat juga dalam Tim Jaksa dalam KASUS KERUMUNAN MEGAMENDUNG dan KASUS KERUMUNAN PETAMBURAN. Dalam kedua KASUS KERUMUNAN tersebut mengaitkan dan menghubungkan Peristiwa Kerumunan dengan Peningkatan Covid masih bisa dianggap logis dan wajar, karena memang kerumunan berpotensi meningkatkan penyebaran virus, sehingga masih ada potensi hubungan kausalitas (sebab akibat), akan tetapi itu pun masih harus dibuktikan melalui Penyelidikan Epidemiologis yang dilanjutkan dengan Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat oleh Pemerintah yang berwenang, untuk memastikan bahwa Kerumunan tersebut sebagai sebab satu-satunya atau setidaknya sebagai sebab dominan bagi terjadinya Peningkatan Covid di wilayah tersebut.

Namun dalam KASUS PERAWATAN SAYA di RS UMMI Kota Bogor yang dijadikan sebagai sebab Peningkatan Covid di Kota Bogor sangat tidak logis dan amat tidak wajar, walau pun benar ada Data Peningkatan Covid di Kota Bogor, namun tidak ada hubungan kausalitas sama sekali dengan SAYA yang dirawat sebagai pasien di RS UMMI. Dan Para Saksi dari Satgas Covid Kota Bogor di persidangan tak satu yang menyatakan bahwa Peningkatan Covid di Kota Bogor akibat SAYA dirawat di RS UMMI.

Bahkan setelah SAYA pulang ke rumah di Sentul Kabupaten Bogor yaitu tgl 28 November 2020 langsung melanjutkan ISOLASI MANDIRI di bawah pengawasan Tim Mer-C, sehingga tidak melakukan kontak fisik dengan SIAPA PUN, lalu dari mana JPU langsung menyatakan bahwa akibat SAYA pulang tgl 28 November 2020, maka pada tgl 1 Desember 2020 langsung terjadi Peningkatan Covid di Kota Bogor, sebagaimana tertera di TUNTUTAN halaman 20 pada bagian DAKWAAN KEDUA tadi secara lengkap :

”Akibat perbuatan terdakwa tersebut menimbulkan Penyebaran Covid 19 di wilayah Kota Bogor mengalami peningkatan. Hal tersebut berdasarkan penetapan Gugus Tugas Nasional Kota Bogor masuk dalam Zona Resiko Sedang / Zona Orange per tanggal 1 Desember 2020, jumlah pasien Covid 19 yang sudah terkonfirmasi sebagai berikut : Jumlah terkonfirmasi Positif 3.398 orang, meninggal 98 orang, masih sakir 540 orang dan sembuh 2.760 orang.”

Ajaib Data Peningkatan Covid Kota Bogor tersebut dibebankan kepada SAYA yang dirawat di RS UMMI dan lanjut ISOLASI di rumah tanpa kontak dengan siapa pun selama perawatan. Kenapa JPU tidak sekalian saja peningkatan Covid di seluruh Indonesia juga dibebankan kepada SAYA agar angkanya lebih fantastis !?

Justru orang yang suspect / probable / konfirm covid sekali pun yang melakukan perawatan di RUMAH SAKIT atau melakukan ISOLASI MANDIRI di rumah sesuai aturan, telah mengambil langkah tepat dalam menekan Peningkatan Covid tersebut. Lain halnya orang yang Positif Covid keluyuran di jalan atau di pasar, bahkan yang sehat pun jika tidak menjaga PROKES, termasuk berpotensi meningkatkan Penyebaran Covid.

Jadi, Otak Jaksa sudah kusut dan rusak, karena AKAL SEHAT mustahil menjadikan OBSERVASI dan PERAWATAN serta PENGOBATAN PASIEN di RUMAH SAKIT sebagai penyebab Peningkatan Covid. Ini Bukti bahwa JPU telah mengarang cerita sehingga mengambil kesimpulan dengan FAKTA PALSU.

Sekali lagi, sungguh sangat kami sesalkan para JPU yang konon katanya berpendidikan tinggi dan konon katanya menjunjung tinggi kesopanan, ternyata berani dengan sengaja dan secara sadar melakukan perbuatan yang sangat hina yaitu MANIPULASI FAKTA dengan cara MEMBUAT FAKTA BOHONG.

3. CARA KONTROVERSIAL LAINNYA

Dalam Fakta Persidangan sering terjadi SAKSI FAKTA diminta pendapat, sementara SAKSI AHLI ditanya Fakta Kasus. Padahal perbedaan antara SAKSI FAKTA dan SAKSI AHLI adalah bahwa SAKSI FAKTA memberi keterangan berdasarkan sesuatu yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri, sedang SAKSI AHLI memberikan keterangannya berdasarkan keahlian khusus yang dimilikinya.

Dan praktek SAKSI FAKTA diminta pendapat, sementara SAKSI AHLI ditanya Fakta Kasus sering terjadi semenjak pembuatan BAP hingga pemeriksaan di persidangan, termasuk dalam KASUS TEST SWAB PCR DI RS UMMI KOTA BOGOR .

Banyak Saksi Fakta dalam BAP KASUS TEST SWAB PCR DI RS UMMI KOTA BOGOR ditanya tentang PENDAPAT dan ASUMSI mereka. Padahal Saksi Fakta tidak boleh ditanya tentang PENDAPAT atau ASUMSINYA, tapi hanya boleh ditanya tentang apa yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri. Dan sebaliknya banyak sekali Saksi Ahli ditunjukkan oleh Penyidik FAKTA-FAKTA KASUS secara rinci berikut berbagai Dokumen dan Barang Buktinya, lalu ditanya pendapatnya tentang FAKTA KASUS tersebut. Berikut rinciannya :

a. Hampir semua SAKSI FAKTA KASUS TEST SWAB PCR DI RS UMMI KOTA BOGOR kecuali Dr Andi Tatat (Dirut RS MMI) dan Dr. Nuri (Petugas Laboratorium RSCM Jakarta) serta Zulfickar (Manager Media RS UMMI Kota Bogor), saat pembuatan BAP ditunjukkan oleh Penyidik Kepolisian beberapa Rekaman Video ttg SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat yang menyatakan bahwa SAYA ”baik-baik saja”, lalu ditunjukkan Rekam Medis SAYA, kemudian diminta PENDAPAT SAKSI FAKTA sambil digiring oleh Penyidik untuk menyatakan bahwa

44

SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat telah BERBOHONG, bahkan dalam Ruang Sidang pun JPU sering menggiring hal serupa sebagaimana di BAP :

1) Walikota Bogor Bima Arya di BAP TAMBAHAN tgl 18 Jan 2021 No 5 ttg Rekam Medis & N0 6 – 10 ttg Video.

2) Kasatpol PP Kota Bogor Agustian Syah BAP TAMBAHAN tgl 26 Jan 2021 No 7 - 10 ttg Video.

3) Dr. Sri Nowo Retno (Kadinkes Kota Bogor) di BAP TAMBAHAN tgl 26 Jan 2021 No 6 - 9 ttg Rekam Medis & No 12 ttg Video.

4) Johan Musali (Anggota Satgas Covid Kota Bogor) di BAP tgl 29 Des 2020 No 16 ttg Rekam Medis & BAP TAMBAHAN tgl 26 Jan 2021 No 8 ttg Video.

5) Ferro Sopacua (Anggota Satgas Covid Kota Bogor) di BAP TAMBAHAN tgl 30 Des 2020 No 9 – 11 ttg Video.

6) Dr. Sarbini (Ketua Presidium Mer-C) di BAP TAMBAHAN tgl 14 Jan 2021 No 11 ttg Rekam Medis & No 12 – 13ttg Video).

7) Dr. Hadiki (Relawan Mer-C) di BAP TAMBAHAN tgl 11 Jan 2021 No 23 ttg Video.

8) Dr. Tonggo Mea (Relawan Mer-C) di BAP TAMBAHAN tgl 14 Jan 2021 No 6 ttg Video.

9) Dr. Faris (Dr Jaga RS UMMI) di BAP TAMBAHAN tgl 27 Jan 2021 No 6 - 7 ttg Rekam Medis & No 8 ttg Video.

10) Dr. Nerina (Dr Rawat RS UMMI) di BAP TAMBAHAN tgl 11 Jan 2021 No 15 - 17 ttg Rekam Medis & No 18 - 20 ttg Video.

11) Dr. Nuri (Lab RSCM) hanya ditanya seputar Hasil Laboratorium Hasil Pemeriksaan PCR SAYA.

12) Herdiansyah (Pedagang Sayur) di BAP TAMBAHAN tgl 28 Jan 2021 No 13 ttg Rekam Medis & No 14 - 16 ttg Video.

13) Dr Najamudin (Direktur Umum RS UMMI) di BAP TAMBAHAN tgl 11 Jan 2021 No 25 ttg Rekam Medis & No 27 ttg Video & BAP TAMBAHAN tgl 27 Jan 2021 No 8 – 9 ttg Video.

14) Fitri Sri Lestari (Perawat RS UMMI) di BAP TAMBAHAN tgl 27 Jan 2021 No 13 - 14 ttg Rekam Medis & No 15 ttg Video.

15) Zulfickar (Manager Media RS UMMI) di BAP tgl 27 Jan 2021 No 10 : Video yg diupload saksi.

16) Ahmad Suhadi (Pimpinan FMPB) di BAP tgl 14 Jan 2021 No 8 - 10 ttg Video.

17) Ikha Nurhakim (Anggota FMPB) di BAP tgl 14 Jan 2021 N0 10 – 13 ttg Video.

18)M Aditiya (Ketua BEM se-Bogor Raya) di BAP tgl 27 Jan 2021 No 11 ttg Video & No 15 – 16 ttg Rekam Medis.

19) M Aslam (Anggota BEM se-Bogor Raya) di BAP tgl 27 Jan 2021 No 14 - 16 ttg Video & No 13 ttg Rekam Medis.

b. SAKSI MAHKOTA pun Hb Hanif Alattas saat pembuatan BAP ditunjukkan oleh Penyidik Kepolisian ditunjukkan Rekam Medis SAYA, kemudian diminta PENDAPAT SAKSI FAKTA, namun SAKSI menolak untuk menjawab kecuai nanti di persidangan.sebagaimana di BAP tgl 4 Jan 2021 No 35 ttg Rekam Medis.

45

c. Semua SAKSI AHLI saat pembuatan BAP oleh Penyidik Kepolisian ada yang diceritakan FAKTA KASUS, bahkan ada yang ditunjukkan FAKTA KASUS berupa beberapa Rekaman Video ttg SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat yang menyatakan bahwa SAYA ”baik-baik saja”, lalu ditunjukkan berbagai Dokumen dan Rekam Medis SAYA, kemudian diminta PENDAPAT SAKSI terhadap FAKTA KASUS sambil digiring Penyidik untuk menyatakan bahwa SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat telah BERBOHONG.

1) DR TRI YUNIS (Ahli Epidemiologi & Anggota Satgas Covid Kota Bogor) saat pembuatan BAP oleh Penyidik Kepolisian diceritakan FAKTA KASUS SAYA, kemudian diminta PENDAPAT SAKSI tentang FAKTA KASUS tersebut, sambil digiring oleh Penyidik untuk memposisikan SAYA sebagai pihak yang melanggar PIDANA sebagaimana termaktub dalam BAP SAKSI AHLI tgl 28 Des 2020 No Soal 16 s/d 19.

Saksi Ahli ini ditolak oleh SAYA dan Penasihat Hukum karena posisinya sebagai ANGGOTA SATGAS COVID KOTA BOGOR, artinya satu Grup dengan PELAPOR, sehingga diragukan INDEPENDENSI dan OBJEKTIVITASNYA.

SAYA cantumkan Saksi Ahli ini disini bukan untuk mengambil pendapatnya, karena sudah SAYA tolak, tapi untuk sebagai BUKTI bagi CARA KONTROVERSIAL PENYIDIK dalam buat BAP.

2) DR TRUBUS (Ahli Hukum Sosiologi) saat pembuatan BAP oleh Penyidik Kepolisian diceritakan FAKTA KASUS SAYA secara rinci sebagaimana tertulis dalam BAP SAKSI AHLI tgl 18 Jan 2021 Soal No 3, bahkan ditunjukkan oleh Penyidik FAKTA KASUS beberapa Rekaman Video ttg SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat yang menyatakan bahwa SAYA ”baik-baik saja”, lalu ditunjukkan berbagai Dokumen dan Rekam Medis SAYA, kemudian diminta PENDAPAT SAKSI terhadap FAKTA KASUS tersebt, sambil digiring Penyidik untuk menyatakan bahwa SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat telah BERBOHONG, sebagaimana tertulis dalam BAP SAKSI AHLI tgl 18 Jan 2021 Soal No 13 ttg Dokumen dan Rekam Medis SAYA, dan Soal No 14 – 15 ttg Video.

3) DR ANDHIKA (Ahli Lingusitik Forensik) saat pembuatan BAP oleh Penyidik Kepolisian diceritakan FAKTA KASUS SAYA secara rinci sebagaimana tertulis dalam BAP SAKSI AHLI tgl 18 Jan 2021 Soal No 3, bahkan ditunjukkan oleh Penyidik FAKTA KASUS beberapa Rekaman Video ttg SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat yang menyatakan bahwa SAYA ”baik-baik saja”, lalu ditunjukkan berbagai Dokumen dan Rekam Medis SAYA, kemudian diminta PENDAPAT SAKSI terhadap FAKTA KASUS tersebt, sambil digiring Penyidik untuk menyatakan bahwa SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat telah BERBOHONG, sebagaimana tertulis dalam BAP SAKSI AHLI tgl 18 Jan 2021 Soal No 18 ttg Dokumen dan Rekam Medis SAYA, dan Soal No 19 - 22 ttg Video.

Sekali lagi dan sekali lagi, sungguh sangat kami sesalkan para JPU yang konon katanya berpendidikan tinggi dan konon katanya menjunjung tinggi kesopanan, ternyata berani dengan sengaja dan secara sadar melakukan perbuatan yang sangat hina yaitu MANIPULASI FAKTA dengan CARA-CARA KONTROVERSIAL yang tidak jujur dan jauh dari amanah semacam ini.

4. KISAH AYAH, ANAK DAN DOKTER

Dalam rangka mengcounter MANUVER JAHAT Penyidik Kepolisian dan Jaksa Penuntut Umum yang tidak jujur dan amanah tersebut, karena didorong oleh semangat mencari DALIL PEMBENARAN bukan mencari FAKTA KEBENARAN, sekaligus unutk meluruskan Sikap Saksi Fakta mau pun Pendapat Saksi Ahli, maka SAYA membawakan sebuah cerita pengandaian tentang Kisah Ayah, Anak dan Dokter sebagai gambaran tentang FAKTA KASUS RS UMMI, sbb :

”Ada seorang Ayah ditanya oleh anaknya tentang kondisi dirinya, maka ia menjawab :”Saya baik-baik saja”, dan saat jumpa sahabatnya yang berprofesi Dokter, ia juga berkata yang sama. Lalu Sang Dokter mengajak Sang Ayah mengikuti Test Swab PCR di sebuah Rumah Sakit untuk mengantisipasi karena sedang musim Pandemi. Sebelum Hasil Test PCR keluar, tersebar berita HOAX bahwa Si Ayah di Rumah Sakit sedang Kritis dan Parah, bahkan ada berita ia sudah Mati akibat Covid, sehingga Kerabat dan Sahabat Si Ayah resah dan menghubungi anaknya, maka Si Anak pun untuk meredam HOAX dan menenangkan keresahan langsung mengklarifikasi lewat Rekaman Video singkat bahwa Ayahnya sesuai yang ia lihat dan tanyakan langsung bahwa Ayahnya baik-baik saja. Dan Sang Dokter pun saat ditanya wartawan tentang kebenaran berita KRITIS dan PARAH, juga menjawab bahwa Si Ayah baik-baik saja dan masih dalam OBSERVASI PEMERIKSAAN. Beberapa hari kemudian keluar Hasil Test PCR ternyata si Ayah POSITIF COVID, sehingga harus dirawat. Semenjak itu Si Ayah, Si Anak dan Si Dokter jika ditanya kondisi Si Ayah maka dijawab sesuai Hasil Test PCR bahwasanya Si Ayah POSITIF COVID. Pertanyaannya apakah Si Ayah, Si Anak dan Si Dokter saat memberi pernyataan jawaban sebelum ada Hasil Test PCR bisa dikatagorikab BERBOHONG ?!”

Setelah mendengar kisah terebut, maka semua SAKSI baik SAKSI FAKTA mau pun SAKSI AHLI sepakat bahwa baik Si Ayah mau pun Si Anak dan Si Dokter tidak boleh disebut BERBOHONG apalagi disebut mau berbuat KEONARAN karena mereka menjawab sesuai FAKTA KONDISI saat ditanya, dan motif tujuannya pun dengan niat dan maksud untuk meredam HOAX dan FITNAH yang meresahkan Kerabat dan Sahabat.

حسبنا لله ونعم الوكيل، نعم المولى ونعم النصير، ولا حول ولا قوة إلا ﺑﺎﻟﻠﻪ العلي العظيم

BAB V

FAKTA SIDANG

A. KETERANGAN SAKSI FAKTA (19 orang) :

I. Bima Arya : Wali Kota Bogor.

10 (Sepuluh) Kebohongan dan Kelicikan Bima Arya :

1. Bahwa benar Walikota Bogor Bima Arya datang ke RS UMMI tgl 26 dan 27 November 2020 ke RS UMMI di malam hari bersama Satgas Covid-19, termasuk Kapolres dan Dandim Kota Bogor, mereka disambut baik oleh RS UMMI dan dipertemukan dengan Keluarga HRS, lalu musyawarah sepakat untuk selesaikan masalah secara KEKELUARGAAN.

FAKTANYA : Tengah malam sepulang dari RS UMMI setelah Rapat dengan Tim Satgas yang di dalamnya ada Kapolres Kota Bogor, tiba-tiba Bima Arya berubah pikiran dan langsung menugaskan Stafnya yaitu Kasatpol PP Kota Bogor Agustian Syah untuk buat LAPORAN POLISI pada tgl 28 november 2020 pagi dini hari sekitar jam 02.00 WIB. Dan di dalam sidang Bima Arya mengaku bahwa ia lebih mengedepankan Penyelesaian Hukum dari pada Penyelesaian Kekeluargaan, sehingga bertolak belakang dengan Kesepakatan Musyawarah yang ingin Penyelesaian Kekeluargaan.

2. Bahwa benar Walikota Bogor Bima Arya janji kepada Habaib dan Ulama Kota Bogor bahwa Laporan Polisi akan dicabut.

FAKTANYA : Laporan Polisi tidak pernah dicabut dengan alasan dilarang oleh Kapolda Jawa Barat.

3. Bahwa benar Walikota Bogor Bima Arya menyatakan bahwa RS UMMI tidak Kooperatif dan tidak pernah melapor sampai saat Bima Arya hadir dalam sidang Tgl 8 April 2021.

FAKTANYA :

a. Saat Walikota Bogor Bima Arya datang ke RS UMMI disambut baik dan sangat kooperatif, serta permintaan Bima agar SAYA Test PCR dipenuhi, serta Bima Arya minta Kontak Tim Mer-C yang nelakukan Test PCR diberikan.

b. Laporan Rekam Medis Pasien sudah disampaikan secara online dan Real Time ke Dinkes Kota Bogor dan Kemenkes RI sejak H +1 oleh Bagian Rekam Medis RS Ummi sesuai dengan aturan.

c. Laporan Hasit Test PCR SAYA juga sudah dikirim juga secara online dan Real Time oleh Laboratorium RSCM ke Kemenkes RI pd tgl 27 November 2020.

48

d. Jadi Laporan tersebut bukan langsung ke Walikota atau ke Satgas Covid-19, karena Satgas Covid tidak berwenang mengambil Rekam Medis Pasien dari Rumah Sakit.

e. Ada pun Laporan Hasil PCR Pasien ke Dinkes Kota Bogor baru disampaikan tgl 16 Desember 2020, karena Berkas Pasien tersebut diambil Petugas Penyidik Kepolisian Polresta Bogor akibat Laporan Bima Arya cs tgl 28 November 2020, dan baru dikembalikan kurang lebih dua minggu kemudian.

4. Bahwa benar Walikota Bogor Bima Arya menuduh RS UMMI menghalangi Test PCR terhadap SAYA.

FAKTANYA : Saat RS UMMI sudah setuju Satgas Covid Kota Bogor yang ditugaskan Bima Arya untuk mendampingi Tim Mer-C untuk Tets PCR SAYA, namun setalah diberi waktu ba’da Jum’at & ditunggu hingga jam 14.00 WIB, ternyata Satgas Covid Kota Bogor TIDAK DATANG, sehingga atas permintaan SAYA maka Tim Mer-C langsung melakukan Test PCR tanpa didampingi mereka, karena khawatir bawa sampling Test PCR ke Laboratorium terlambat sebab saat itu hari Jum’at akhir hari kerja.

5. Bahwa benar Walikota Bogor Bima Arya merasa dihalang-halangi oleh SAYA dan menantunya Hb Hanif Alattas karena menurutnya MENOLAK Test PCR Ulang.

FAKTANYA : SAYA keberatan Test PCR dua kali dalam waktu berdekatan dan Hb Hanif hanya menanyakan apa urgensi Test PCR dua kali dalam waktu berdekatan. Setelah dicecar pertanyaan dalam sidang akhirnya Bima Arya mengaku bahwa sebenarnya SAYA dan Hb Hanif TIDAK MENGHALANGINYA, melainkan hanya mengarahkan agar komunikasi dengan Tim Mer-C yang telah melakukan Test PCR terhadap SAYA.

6. Bahwa benar Walikota Bogor Bima Arya sudah DAMAI dengan RS UMMI dan janji tidak akan lanjut ke Polisi.

FAKTANYA : Tetap lanjut ke Polisi.

7. Bahwa benar Walikota Bogor Bima Arya mengaku hanya melaporkan RS UMMI saja.

FAKTANYA : SAYA dan Hb Hanif dijadikan TERSANGKA oleh POLISI dan JAKSA, sehingga jadi TERDAKWA di Pengadilan, bahkan Hb Hanif DITAHAN.

8. Bahwa benar Walikota Bogor Bima Arya dalam sidang pada awalnya mengaku sudah dapat janji dari Hb Hanif tentang Laporan Hasil PCR.

FAKTANYA : Setelah dicecar dengan pertanyaan dalam sidang oleh Hb Hanif akhirnya mengaku bahwa yang janji adalah Tim Mer-C bukan Hb Hanif.

9. Bahwa benar Walikota Bogor Bima Arya mengaku menindak tegas semua Pelenggar Prokes di Kota Bogor

49

FAKTANYA : Hanya RS UMMI dan SAYA serta Hb Hanif yang dipidanakan hingga disidangkan ke Pengadilan.

10. Bahwa benar Walikota Bogor Bima Arya mengaku bahwa jika ada seseorang yang tidak tahu dirinya sakit lalu mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja, kemudian setelah diperiksa Dokter ternyata dia sakit, maka orang tersebut tidak bisa disebut BERBOHONG karena TIDAK TAHU.

FAKTANYA : Khusus untuk SAYA tetap disebut BERBOHONG walau pun TIDAK TAHU.

Selain itu Walikota Bogor Bima Arya memberi kesaksian :

1. Bahwa benar terkait perawatan SAYA di RS UMMI Kota Bogor TIDAK ADA KERUSUHAN / HURU HARA di Kota Bogor.

2. Bahwa benar tidak ada DEMO MAHASISWA terkait Perawatan SAYA di RS UMMI Kota Bogor.

3. Bahwa benar SAKSI tidak pernah menugaskan Ka Satpol PP untuk melaporkan SAYA mau pun menantunya Hb Hanif Alattas, melainkan hanya melaporkan RS UMMI saja.

4. Bahwa benar pasca Pelaporan RS UMMI ada pertemuan antara SAKSI dengan Para Habaib dan Ulama serta Tokoh Kota Bogor.

5. Bahwa benar di Kota Bogor banyak PELANGGARAN PROKES yang dikenakan Sanksi Administratif, tapi tidak ada yang dipidanakan kecuali Kasus RS UMMI.

6. Bahwa benar ada Rumah Sakit lain yang terlambat melapor terkait Covid tapi tidak dilaporkanoleh SAKSI mau pun Stafnya ke polisi.

7. Bahwa benar SAKSI setuju jika seseorang menyatakan dirinya merasa segar atau sehat atau baik-baik saja sesuai yang dia rasa, karena belum ada Hasil Pemeriksaan Dokter atau dia belum tahu kalau dirinya sakit, maka orang tersebut tidak boleh disebut BERBOHONG.

8. Bahwa benar SAKSI ditunjukkan Penyidik beberapa Rekaman Video ttg SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat yang menyatakan bahwa SAYA ”baik-baik saja”, lalu ditunjukkan Rekam Medis SAYA, kemudian diminta PENDAPAT SAKSI sambil digiring Penyidik untuk menyatakan bahwa SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat telah BERBOHONG. (BAP TAMBAHAN tgl 18 Jan 2021 No 5 ttg Rekam Medis & N0 6 – 10 ttg Video)

II. Agustian Syah : Ka Satpol PP Kota Bogor (PELAPOR}.

1. Bahwa benar pada tgl 26 November 2020 malam SAKSI diajak Walikota Bogor Bima Arya ke RS UMMI.

2. Bahwa benar pada tgl 27 November 2020 malam SAKSI diajak Waloikota Bogor musyawarah dengan RS UMMI.

50

3. Bahwa benar pada tgl 27 November 2020 malam SAKSI diajak rapat oleh Walikota Bogor bersama Kapolresta Bogor dan Tim Satgas Covid untuk melaporkan RS UMMI ke Polisi.

4. Bahwa benar pd tgl 28 November 2020 pagi dini hari sekitar pukul 02.00 WIB SAKSI melaporkan RS UMMI ke Polrest Bogor.

5. Bahwa benar SAKSI yang ditugaskan oleh Walikota Bogor Bima Arya untuk buat Laporan Polisi terhadap RS UMMI.

6. Bahwa benar SAKSI hanya melaporkan RS UMMI bukan melaporkan SAYA.

7. Bahwa benar di Kota Bogor banyak PELANGGARAN PROKES yang dikenakan Sanksi Administratif, tapi tidak ada yang dipidanakan kecuali Kasus RS UMMI.

8. Bahwa benar ada Rumah Sakit lain yang terlambat melapor terkait Covid tapi tidak dilaporkan ke polisi.

9. Bahwa benar terkait perawatan SAYA di RS UMMI Kota Bogor TIDAK ADA Keonaran / Kegemparan / Kerusuhan / Huru Hara / Kegaduhan / Keributan di Kota Bogor dalam bentuk apa pun.

10. Bahwa benar jika seseorang menyatakan dirinya merasa segar atau sehat atau baik-baik saja sesuai yang dia rasa, karena belum ada Hasil Pemeriksaan Dokter atau dia belum tahu kalau dirinya sakit, maka orang tersebut tidak boleh disebut BERBOHONG.

11. Bahwa benar SAKSI ditunjukkan Penyidik beberapa Rekaman Video ttg SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat yang menyatakan bahwa SAYA ”baik-baik saja”, lalu ditunjukkan Rekam Medis SAYA, kemudian diminta PENDAPAT SAKSI sambil digiring Penyidik untuk menyatakan bahwa SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat telah BERBOHONG. (BAP TAMBAHAN tgl 26 Jan 2021 No 7 - 10 ttg Video)

III. Dr. Sri Nowo Retno : Kadinkes Kota Bogor.

1. Bahwa benar di Kota Bogor ada RS Rujukan Covid selain RS UMMI yang terlambat mengirim laporan, tapi tidak dipidanakan.

2. Bahwa benar saat SAYA dirawat di RS UMMI bulan November 2020 yang memastikan seseorang POSITIF COVID adalah Test Swab PCR bukan Rapid Test Antigen.

3. Bahwa benar selama belum ada Hasil Test PCR maka SAYA tidak boleh disebut KONFIRM COVID.

4. Bahwa benar jika seseorang menyatakan dirinya merasa segar atau sehat atau baik-baik saja sesuai yang dia rasa, karena belum ada Hasil Pemeriksaan Dokter atau dia belum tahu kalau dirinya sakit, maka orang tersebut tidak boleh disebut BERBOHONG.

5. Bahwa benar SAKSI ditunjukkan Penyidik beberapa Rekaman Video ttg SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat yang menyatakan bahwa SAYA ”baik-baik saja”, lalu ditunjukkan Rekam Medis SAYA, kemudian diminta PENDAPAT SAKSI sambil digiring Penyidik untuk menyatakan bahwa SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat telah BERBOHONG. (BAP TAMBAHAN tgl 26 Jan 2021 No 6 - 9 : Rekam Medis & no 12 : Video)


IV. Johan Musali : Anggota Satgas Covid Kota Bogor.

1. Bahwa benar di Kota Bogor ada RS Rujukan Covid selain RS UMMI yang terlambat mengirim laporan, tapi tidak dipidanakan.

2. Bahwa benar saat SAYA dirawat di RS UMMI bulan November 2020 yang memastikan seseorang POSITIF COVID adalah Test Swab PCR bukan Rapid Test Antigen.

3. Bahwa benar selama belum ada Hasil Test PCR maka SAYA tidak boleh disebut KONFIRM COVID.

4. Bahwa benar jika seseorang menyatakan dirinya merasa segar atau sehat atau baik-baik saja sesuai yang dia rasa, karena belum ada Hasil Pemeriksaan Dokter atau dia belum tahu kalau dirinya sakit, maka orang tersebut tidak boleh disebut BERBOHONG.

5. Bahwa benar SAKSI ditunjukkan Penyidik beberapa Rekaman Video ttg SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat yang menyatakan bahwa SAYA ”baik-baik saja”, lalu ditunjukkan Rekam Medis SAYA, kemudian diminta PENDAPAT SAKSI sambil digiring Penyidik untuk menyatakan bahwa SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat telah BERBOHONG. (BAP tgl 29 Des 2020 No 16 ttg Rekam Medis & BAP TAMBAHAN tgl 26 Jan 2021 No 8 ttg Video)

V. Ferro Sopacua : Anggota Satgas Covid Kota Bogor.

1. Bahwa benar di Kota Bogor ada RS Rujukan Covid selain RS UMMI yang terlambat mengirim laporan, tapi tidak dipidanakan.

2. Bahwa benar saat SAYA dirawat di RS UMMI bulan November 2020 yang memastikan seseorang POSITIF COVID adalah Test Swab PCR bukan Rapid Test Antigen.

3. Bahwa benar selama belum ada Hasil Test PCR maka SAYA tidak boleh disebut KONFIRM COVID.

4. Bahwa benar jika seseorang menyatakan dirinya merasa segar atau sehat atau baik-baik saja sesuai yang dia rasa, karena belum ada Hasil Pemeriksaan Dokter atau dia belum tahu kalau dirinya sakit, maka orang tersebut tidak boleh disebut BERBOHONG.

5. Bahwa benar SAKSI ditunjukkan Penyidik beberapa Rekaman Video ttg SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat yang menyatakan bahwa SAYA ”baik-baik saja”, lalu ditunjukkan Rekam Medis SAYA, kemudian diminta PENDAPAT SAKSI sambil digiring Penyidik untuk menyatakan bahwa SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat telah BERBOHONG. (BAP TAMBAHAN tgl 30 Des 2020 No 9 – 11 ttg Video)

52

VI. Dr. Sarbini : Ketua Presidium Mer-C.

1. Bahwa benar SAKSI adalah Presidium Tim Mer-C yang menugaskan Tim Mer-C melakukan pendampingan Kesehatan SAYA atas permintaan SAYA sendiri.

2. Bahwa benar SAYA saat didampingi Tim Mer-C sejak tgl 12 November 2020 dalam kondisi KELELAHAN.

3. Bahwa benar sejak tgl 17 November 2020 Tim Mer-C mendampingi dan mengawasi SAYA melakukan ISOLASI MANDIRI di Rumah Petamburan lalu lanjut di Rumah Sentul Bogor.

4. Bahwa benar saat itu yang memastikan seseorang POSITIF COVID adalah Test Swab PCR bukan Rapid Test Antigen.

5. Bahwa benar selama belum ada Hasil Test PCR maka SAYA tidak boleh disebut KONFIRM COVID.

6. Bahwa benar jika SAYA merasa segar atau sehat sebelum ada Hasil Test PCR, maka SAYA tidak boleh disebut BERBOHONG, karena Subjektivitas Pasien berdasarkan apa yang dirasa, sedang Objektivitas Dokter berdasarkan Hasil Pemeriksaan.

7. Bahwa Bahwa benar Tim Mer-C mau pun RS UMMI tidak pernah menghalang-halangi Petugas Covid dalam melaksanakan tugasnya.

8. Bahwa benar SAKSI ditunjukkan Penyidik beberapa Rekaman Video ttg SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat yang menyatakan bahwa SAYA ”baik-baik saja”, lalu ditunjukkan Rekam Medis SAYA, kemudian diminta PENDAPAT SAKSI sambil digiring Penyidik untuk menyatakan bahwa SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat telah BERBOHONG. (BAP TAMBAHAN tgl 14 Jan 2021 No 11 ttg Rekam Medis & No 12 - 13 ttg Video)

VII. Dr. Hadiki : Relawan Mer-C.

1. Bahwa benar SAKSI adalah Relawan Tim Mer-C yang melakukan pendampingan Kesehatan SAYA.

2. Bahwa benar SAYA saat didampingi Tim Mer-C sejak tgl 12 November 2020 dalam kondisi KELELAHAN.

3. Bahwa benar sejak tgl 17 November 2020 SAKSI mendampingi dan mengawasi SAYA melakukan ISOLASI MANDIRI di Rumah Petamburan lalu lanjut di Rumah Sentul Bogor.

4. Bahwa benar SAKSI pada hari SENIN tgl 23 November 2020 melakukan Rapid Test Antigen terhadap SAYA dan hasilnya adalah REAKTIF.

5. Bahwa benar SAKSI mengusulkan agar SAYA dirawat di RS untuk mendapat pemeriksaan dan pengobatan serta perawatan yang lebih intensif.

6. Bahwa benar SAYA setuju untuk dirawat RS dan memilih RS UMMI Kota Bogor, karena dekat Rumahnya yang di Sentul, sekaligus SAYA sudah sejak lama biasa berobat di RS UMMI sehingga ada Rekam Riwayat Medisnya.

53

7. Bahwa benar pada hari SELASA tgl 24 November 2020 malam SAKSI mengantar SAYA ke RS UMMI untuk dirawat.

8. Bahwa benar SAKSI menginfokan kepada pihak RS UMMI tentang kondisi SAYA yang DIDUGA terpapar Covid, yang kemudian dipahami oleh Dokter yang menerima sebagai Konfirm Covid, padahal belum ada Hasil Test Swab PCR.

9. Bahwa benar saat itu yang memastikan seseorang POSITIF COVID adalah Test Swab PCR bukan Rapid Test Antigen.

10. Bahwa benar selama belum ada Hasil Test PCR maka SAYA tidak boleh disebut KONFIRM COVID.

11. Bahwa benar jika SAYA merasa segar atau sehat sebelum ada Hasil Test PCR, maka SAYA tidak boleh disebut BERBOHONG.

12. Bahwa benar Tim Mer-C mau pun RS UMMI tidak pernah menghalang-halangi Petugas Covid dalam melaksanakan tugasnya.

13. Bahwa benar pada hari JUM’AT tgl 27 November 2020 siang setelah Shalat Jum’at Tim Mer-C melakukan Test Swab PCR terhadap SAYA di RS UMMI.

14. Bahwa benar pada hari JUM’AT tgl 27 November 2020 sore sample Test PCR SAYA dibawa oleh Tim Mer-C ke Laboratorium RSCM di Jakarta.

15. Bahwa benar pada hari JUM’AT tgl 27 November 2020 malam Tim Mer-C dikontak oleh Walikota Bogor Bima Arya yang meminta Hasil Tes PCR SAYA, tapi dijawab bahwa Hasil Test tsb belum ada.

16. Bahwa benar HASIL RESMI Test PCR baru SAYA terima dari SAKSI melalui Habib Hanif Alattas pada tgl 30 November 2020, karena Test PCR dilaksanakan hari JUM’AT 27 November 2020, sementara hari SABTU dan AHAD yaitu tgl 28 dan 29 November 2020 merupakan HARI LIBUR, sehingga Laporan Hasil PCR baru bisa disampaikan kepada SAYA pada hari SENIN tgl 30 November 2020

17. Bahwa benar setelah Hasil Test PCR tersebut SAYA terima pada Tgl 30 November 2020 di rumah dan hasilnya adalah POSITIF COVID, sehingga SAYA lanjut ISOLASI MANDIRI di rumah bawah pengawasan Tim Mer-C hingga sembuh total.

18. Bahwa benar SEBELUM tgl 30 November 2020 SAYA tidak pernah tahu kalau TERPAPAR COVID-19.

19. Bahwa benar SAKSI ditunjukkan Penyidik beberapa Rekaman Video ttg SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat yang menyatakan bahwa SAYA ”baik-baik saja”, lalu ditunjukkan Rekam Medis SAYA, kemudian diminta PENDAPAT SAKSI sambil digiring Penyidik untuk menyatakan bahwa SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat telah BERBOHONG. (BAP TAMBAHAN tgl 11 Jan 2021 No 23 ttg Video)


VIII. Dr. Tonggo Mea : Relawan Mer-C.

1. Bahwa benar SAKSI adalah Relawan Tim Mer-C yang ikut melakukan pendampingan Kesehatan SAYA.

54

2. Bahwa benar SAYA saat didampingi Tim Mer-C sejak tgl 12 November 2020 dalam kondisi KELELAHAN.

3. Bahwa benar sejak tgl 17 November 2020 SAKSI mendampingi dan mengawasi SAYA melakukan ISOLASI MANDIRI di Rumah Petamburan lalu lanjut di Rumah Sentul Bogor.

4. Bahwa benar Dr Hadiki dari Tim Mer-C pada hari SENIN tgl 23 November 2020 melakukan Rapid Test Antigen terhadap SAYA dan hasilnya adalah REAKTIF.

5. Bahwa benar Tim Mer-C mengusulkan agar SAYA dirawat di RS untuk mendapat pemeriksaan dan pengobatan serta perawatan yang lebih intensif.

6. Bahwa benar SAYA setuju untuk dirawat RS dan memilih RS UMMI Kota Bogor, karena dekat Rumahnya yang di Sentul, sekaligus SAYA sudah sejak lama biasa berobat di RS UMMI sehingga ada Rekam Riwayat Medisnya.

7. Bahwa benar pada hari SELASA tgl 24 November 2020 malam Tim Mer-C mengantar SAYA ke RS UMMI untuk dirawat.

8. Bahwa benar saat itu yang memastikan seseorang POSITIF COVID adalah Test Swab PCR bukan Rapid Test Antigen.

9. Bahwa benar selama belum ada Hasil Test PCR maka SAYA tidak boleh disebut KONFIRM COVID.

10. Bahwa benar jika SAYA merasa segar atau sehat sebelum ada Hasil Test PCR, maka SAYA tidak boleh disebut BERBOHONG.

11. Bahwa benar Tim Mer-C mau pun RS UMMI tidak pernah menghalang-halangi Petugas Covid dalam melaksanakan tugasnya.

12. Bahwa benar pada hari JUM’AT tgl 27 November 2020 siang setelah Shalat Jum’at Tim Mer-C melakukan Test Swab PCR terhadap SAYA di RS UMMI.

13. Bahwa benar pada hari JUM’AT tgl 27 November 2020 sore sample Test PCR SAYA dibawa oleh Tim Mer-C ke Laboratorium RSCM di Jakarta.

14. Bahwa benar setelah Hasil Test PCR tersebut SAYA terima pada Tgl 30 November 2020 di rumah dan hasilnya adalah POSITIF COVID, sehingga SAYA lanjut ISOLASI MANDIRI di rumah bawah pengawasan Tim Mer-C hingga sembuh total.

15. Bahwa benar SEBELUM tgl 30 November 2020 SAYA tidak pernah tahu kalau TERPAPAR COVID-19.

16. Bahwa benar SAKSI ditunjukkan Penyidik beberapa Rekaman Video ttg SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat yang menyatakan bahwa SAYA ”baik-baik saja”, lalu ditunjukkan Rekam Medis SAYA, kemudian diminta PENDAPAT SAKSI sambil digiring Penyidik untuk menyatakan bahwa SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat telah BERBOHONG. (BAP TAMBAHAN tgl 14 Jan 2021 No 6 ttg Video)

IX. Dr. Faris : Dr Jaga RS UMMI.

1. Bahwa benar saat SAYA masuk ke RS UMMI tidak dalam kondisi Kritis mau pun Parah.

2. Bahwa benar SAKSI ditunjukkan Penyidik beberapa Rekaman Video ttg SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat yang menyatakan bahwa SAYA ”baik-baik saja”, lalu

55

ditunjukkan Rekam Medis SAYA, kemudian diminta PENDAPAT SAKSI sambil digiring Penyidik untuk menyatakan bahwa SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat telah BERBOHONG. (BAP TAMBAHAN tgl 27 Jan 2021 No 6 - 7 ttg Rekam Medis & No 8 ttg Video)

X. Dr. Nerina : Dr Rawat RS UMMI.

1. Bahwa benar SAKSI adalah Dokter Spesialis Internis yang merawat SAYA di RS UMMI.

2. Bahwa benar saat SAKSI menerima SAYA sebagai pasien di RS UMMI dalam kondisi Relatif Stabil dan Relatif Baik, tidak dalam keadaan Kritis atau Parah.

3. Bahwa benar SAKSI yang menulis pada Laporan Diagnosa Awal bahwa SAYA ”Konfirm Covid” berdasarkan Keterangan Dr Hadiki dari Tim Mer-C yang mengantar dan menyerahkan SAYA.

4. Bahwa benar saat SAYA diserahkan tidak ada Hasil Test Swab PCR.

5. Bahwa benar seharusnya sebelum ada Hasil Test PCR, SAYA tidak boleh dalam Laporan Diagnosa Awal disebut Konfirm Covid, tapi cukup ditulis Suspect atau Probable.

6. Bahwa benar Hasil Radilogi RS UMMI menyatakan bahwa SAYA terinfeksi Paru antara Ringan hingga sedang, sehingga direkomendasikan agar SAYA ditest Swab PCR untuk memastikan Covid atau tidaknya.

7. Bahwa benar kondisi SAYA selama perawatan di RS UMMI semakin hari semakin baik.

8. Bahwa benar Limfosit SAYA saat masuk RS UMMI berada di posisi angka 5 dari ambang batas 20 – 40. Limfosit adalah yang menentukan kekuatan Imun seseorang.

9. Bahwa benar Limfosit SAYA setelah 24 jam dirawat di RS UMMI naik ke posisi angka 16 dari ambang batas 20 – 40. Dan selanjutnya semakin hari semakin baik.

10. Bahwa benar SAYA selama mengikuti perawatan di RS UMMI sangat patuh dan taat terhadap semua arahan dan petunjuk Dokter.

11. Bahwa benar SAKSI tidak pernah mengatakan kepada SAYA secara eksplisit bahwa ANDA COVID, karena belum ada hasil Test Swab PCR.

12. Bahwa benar Dr Nerina dkk di RS UMMI membuat Grup WA dengan nama Grup HARIS yang isinya adalah saling tukar informasi antar Dokter tentang langkah-langkah yang diambil dalam merawat dan mengobati SAYA. Dan Grup WA ini pun tidak ada pembicaraan tentang SAYA apakah terpapar covid atau tidak, karena belum ada Hasil Test Swab PCR, namun memang penanganan pasien suspect atau probable atau posiitif covid secara umum mempunyai prosedur yang hampir sama seperti sama-sama ada kewajiban memakai APD, dan sama-sama harus ditest Swab PCR, dsb.

13. Bahwa benar SAKSI ditunjukkan Penyidik beberapa Rekaman Video ttg SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat yang menyatakan bahwa SAYA ”baik-baik saja”, lalu ditunjukkan Rekam Medis SAYA, kemudian diminta PENDAPAT SAKSI sambil digiring Penyidik untuk menyatakan bahwa SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat telah BERBOHONG. (BAP TAMBAHAN tgl 11 Jan 2021 No 15 - 17 ttg Rekam Medis & No 18 - 20 ttg Video)

56

XI. Dr. Nuri : Lab RSCM.

1. Bahwa benar sample Test Swab PCR SAYA dibawa ke Laporatotium RSCM di Jakarta.

2. Bahwa benar Hasil Test Swab PCR SAYA di Laboratorium RSCM sudah secara langsung dan Real Time terlaporkan ke Sistem Data Base Kemenkes RI.

3. Bahwa benar belum ada aturan yang melarang pasien Suspect / Probable / Konfirm Covid untuk makan bersama keluarga.

4. Bahwa benar jika seseorang menyatakan dirinya merasa segar atau sehat atau baik-baik saja sesuai yang dia rasa, karena belum ada Hasil Pemeriksaan Dokter atau dia belum tahu kalau dirinya sakit, maka orang tersebut tidak boleh disebut BERBOHONG.

5. Bahwa benar SAKSI ditunjukkan Penyidik beberapa Rekaman Video ttg SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat yang menyatakan bahwa SAYA ”baik-baik saja”, lalu ditunjukkan Rekam Medis SAYA, kemudian diminta PENDAPAT SAKSI sambil digiring Penyidik untuk menyatakan bahwa SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat telah BERBOHONG.


XII. Herdiansyah : Pedagang Sayur.

1. Bahwa benar SAKSI berdagang sayuran di Pasar di Kota Bogor agak jauh dari RS UMMI.

2. Bahwa benar SAKSI tahu SAYA dirawat di RS UMMI hanya dari Media.

3. Bahwa benar SAKSI mendengar simpang siur ttg SAYA di RS UMMI melalui Media.

4. Bahwa benar SAKSI tidak pernah konfirmasi tentang SAYA ke RS UMMI.

5. Bahwa benar faktanya di Kota Bogor tidak ada KERUSUHAN / KERIBUTAN terkait Perawatan SAYA di RS UMMI.

6. Bahwa benar SAKSI ditunjukkan Penyidik beberapa Rekaman Video ttg SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat yang menyatakan bahwa SAYA ”baik-baik saja”, lalu ditunjukkan Rekam Medis SAYA, kemudian diminta PENDAPAT SAKSI sambil digiring Penyidik untuk menyatakan bahwa SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat telah BERBOHONG. (BAP TAMBAHAN tgl 28 Jan 2021 No 13 ttg Rekam Medis & No 14 - 16 ttg Video)

XIII. Dr Najamudin : Direktur Umum RS UMMI.

1. Bahwa benar SAYA masuk dan keluar dari RS UMMI dengan izin, tidak lari.

2. Bahwa benar SAYA telah menyelesaikan semua kewajiban Administrasi Perawatan di RS UMMI.

3. Bahwa benar selama belum ada Hasil Test PCR maka SAYA tidak boleh disebut KONFIRM COVID.

4. Bahwa benar jika SAYA merasa segar atau sehat sebelum ada Hasil Test PCR, maka SAYA tidak boleh disebut BERBOHONG.

57

5. Bahwa benar RS UMMI mau pun SAYA dan Keluarga tidak pernah menghalang-halangi Petugas Covid dalam melaksanakan tugasnya.

6. Bahwa benar ada tiga perawat RS UMMI yang melayani perawatan SAYA ditest Swab PCR dengan hasil ketiganya NEGATIF.

7. Bahwa benar jika seseorang menyatakan dirinya merasa segar atau sehat atau baik-baik saja sesuai yang dia rasa, karena belum ada Hasil Pemeriksaan Dokter atau dia belum tahu kalau dirinya sakit, maka orang tersebut tidak boleh disebut BERBOHONG.

8. Bahwa benar SAKSI ditunjukkan Penyidik beberapa Rekaman Video ttg SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat yang menyatakan bahwa SAYA ”baik-baik saja”, lalu ditunjukkan Rekam Medis SAYA, kemudian diminta PENDAPAT SAKSI sambil digiring Penyidik untuk menyatakan bahwa SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat telah BERBOHONG. (BAP TAMBAHAN tgl 11 Jan 2021 No 25 ttg Rekam Medis & No 27 ttg Video & BAP TAMBAHAN tgl 27 Jan 2021 No 8 – 9 ttg Video)

XIV. Fitri Sri Lestari : Perawat RS UMMI.

1. Bahwa benar saat SAYA masuk ke RS UMMI dalam keadaan Stabil tidak Kritis atau Parah.

2. Bahwa benar kondisi SAYA di RS UMMI semakin hari semakin baik.

3. Bahwa benar selama perawatan SAYA selalu mematuhi semua arahan Dokter dan Perawat.

4. Bahwa benar jika seseorang menyatakan dirinya merasa segar atau sehat atau baik-baik saja sesuai yang dia rasa, karena belum ada Hasil Pemeriksaan Dokter atau dia belum tahu kalau dirinya sakit, maka orang tersebut tidak boleh disebut BERBOHONG.

5. Bahwa benar ada tiga perawat RS UMMI yang melayani perawatan SAYA ditest Swab PCR dengan hasil ketiganya NEGATIF.

6. Bahwa benar SAKSI ditunjukkan Penyidik beberapa Rekaman Video ttg SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat yang menyatakan bahwa SAYA ”baik-baik saja”, lalu ditunjukkan Rekam Medis SAYA, kemudian diminta PENDAPAT SAKSI sambil digiring Penyidik untuk menyatakan bahwa SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat telah BERBOHONG. (BAP TAMBAHAN tgl 27 Jan 2021 No 13 - 14 ttg Rekam Medis & No 15 ttg Video)

XV. Zulfickar : Manager Media RS UMMI.

1. Bahwa benar SAKSI bekerja di bagian Media RS UMMI.

2. Bahwa benar Rekaman Video SAYA adalah Testimoni penghargaan untuk pelayanan RS UMMI yang dibuat sebelum ada Hasil PCR dan sebelum SAYA pulang dari RS UMMI.

3. Bahwa benar bahwa Rekaman Video Hb Hanif Alattas menantu SAYA untuk meredam berita HOAX yang memfitnah bahwa SAYA Kritis dan Parah di RS UMMI, bahkan sudah Mati akibat Covid.

58

4. Bahwa benar Rekaman Video Hb Hanif dibuat sebelum ada Hasil PCR SAYA.

5. Bahwa benar penayangan kedua Video tersebut adalah inisitaif SAKSI bukan diminta atau disuruh oleh SAYA mau pun menantunya Hb Hanif Alattas.

6. Bahwa benar jika seseorang menyatakan dirinya merasa segar atau sehat atau baik-baik saja sesuai yang dia rasa, karena belum ada Hasil Pemeriksaan Dokter atau dia belum tahu kalau dirinya sakit, maka orang tersebut tidak boleh disebut BERBOHONG.

7. Bahwa benar SAKSI ditunjukkan Penyidik beberapa Rekaman Video ttg SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat yang menyatakan bahwa SAYA ”baik-baik saja”, lalu ditunjukkan Rekam Medis SAYA, kemudian diminta PENDAPAT SAKSI sambil digiring Penyidik untuk menyatakan bahwa SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat telah BERBOHONG. (BAP tgl 27 Jan 2021 No 10 ttg Video yg diupload saksi)


XVI. Ahmad Suhadi : FMPB.

XVII. Ikha Nurhakim : FMPB.

Keduanya sama memberi kesaksian :

1. Bahwa benar FMPB adalah organisasi yang dibentuk mendadak sehari sebelum Demo hanya untuk keperluan mendemo SAYA.

2. Bahwa benar mereka tinggal di Kabupaten Bogor bukan di Kota Bogor dan jauh dari RS UMMI.

3. Bahwa benar mereka bukan penghuni Perumahan Mutiara Sentul dan mereka pun tinggal jauh dari perumahan tersebut.

4. Bahwa benar mereka Demo tanpa Pemberitahuan ke Polisi, tapi mereka tidak dibubarkan oleh Polisi, padahal polisi ada saat mereka Demo di Sentul.

5. Bahwa benar mereka Demo di Sentul hanya sebentar sekitar 15 sampai 20 menit saja, dan mereka bubar sendiri dengan damai.

6. Bahwa benar mereka Demo di Sentul tanpa niat sedikit pun untuk buat KEONARAN

7. Bahwa benar mereka Demo di Sentul dengan Damai tanpa ada KEONARAN dalam bentuk apa pun.

8. Bahwa benar mereka Demo karena ada BERITA HOAX bahwa SAYA lari dari RS UMMI.

9. Bahwa benar mereka Demo bukan karena Wawancara Klarifikasi Dr Andi Tatat atau pun karena Rekaman Video Klarifikasi Habib Hanif, juga bukan karena Rekaman Testimoni SAYA, tapi semata-mata karena ada BERITA HOAX bahwa SAYA lari dari RS UMMI.

10. Bahwa benar mereka tidak pernah konfirmasi berbagai berita HOAX tentang SAYA ke RS UMMI di Kota Bogor.

11. Bahwa benar mereka Demo di Sentul hanya mau Konfirmasi berita ke SAYA apa benar TERAKWA lari dari RS UMMI.

12. Bahwa benar mereka mengaku KHILAF dan MINTA MAAF kepada SAYA dalam ruang sidang.

59

13. Bahwa benar jika seseorang menyatakan dirinya merasa segar atau sehat atau baik-baik saja sesuai yang dia rasa, karena belum ada Hasil Pemeriksaan Dokter atau dia belum tahu kalau dirinya sakit, maka orang tersebut tidak boleh disebut BERBOHONG.

14. Bahwa benar mereka ditunjukkan Penyidik beberapa Rekaman Video ttg SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat yang menyatakan bahwa SAYA ”baik-baik saja”, lalu ditunjukkan Rekam Medis SAYA, kemudian diminta PENDAPAT mereka sambil digiring Penyidik untuk menyatakan bahwa SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat telah BERBOHONG. (BAP Ahmad Suhadi tgl 14 Jan 2021 No 8 - 10 ttg Video & BAP Ikha Nurhakim tgl 14 Jan 2021 N0 10 – 13 ttg Video)

XVIII. M Aditiya : Ketua BEM se-Bogor Raya.

XIX. M Aslam : Anggota BEM se-Bogor Raya.

Keduanya sama memberi kesaksian :

1. Bahwa benar mereka adalah Pengurus BEM se-Bogor Raya, dimana M Aditya sebagai Ketua, sedang M Aslam sebagai Anggota.

2. Bahwa benar BEM se-Bogor Raya sama sekali tidak melakukan Demo berkaitan dengan urusan SAYA.

3. Bahwa benar Surat Pernyataan BEM se-Bogor Raya yang ditunjukkan JPU yang di antara isinya ada keterkaitan dengan urusan SAYA hanya baru berupa DRAFT.

4. Bahwa benar Surat Pernyataan BEM se-Bogor Raya yang resmi hanya berisi tiga poin dan tak satu pun tekait dengan urusan SAYA.

5. Bahwa benar mereka ditunjukkan Penyidik beberapa Rekaman Video ttg SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat yang menyatakan bahwa SAYA ”baik-baik saja”, lalu ditunjukkan Rekam Medis SAYA, kemudian diminta PENDAPAT mereka sambil digiring Penyidik untuk menyatakan bahwa SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat telah BERBOHONG. (BAP M Aditya tgl 27 Jan 2021 No 11 ttg Video & No 15 – 16 ttg Rekam Medis & BAP M Aslam tgl 27 Jan 2021 No 14 - 16 ttg Video & No 13 ttg Rekam Medis)

B. KETERANGAN SAKSI FAKTA A DE CHARGE (4 Orang) :

I. Veni : Petugas Rekam Medis RS UMMI.

1. Bahwa benar di Rekam Medis SAYA tertulis ”Confirm Covid” tapi belum ada Hasil Test PCR, sehingga diminta untuk Test PCR buat memastikan.

2. Bahwa benar di Rekam Medis SAYA tertulis ”Confirm Covid” tapi belum ada Hasil Test PCR, sehingga oleh SAKSI dicatat sebagai SUSPECT.

60

3. Bahwa benar Rekam Medis SAYA sudah terlapor secara Real Time ke Sistem Komputer Kemenkes RI mau pun Dinkes Pemkot Bogor mulai dari H+1 dari hari masuk ke RS UMMI.

4. Bahwa benar selain Laporan ke Kemenkes RI dan Dinkes Pemkot Bogor, ada juga laporan di Grup WA Khusus Rumah Sakit se-Kota Bogor bersama Dinkes Pemkot Bogor, sehingga Rekam Medis SAYA juga terlaporkan di Grup WA tersebut secara Real Time.

5. Bahwa benar Rekam Medis SAYA disita oleh Petugas Penyidik Kepolisian, sehingga membuat Laporan Lanjutan Rekam Medis SAYA ke Kemenkes RI mau pun ke Dinkes Pemkot Bogor terlambat hingga tgl 16 Desember 2020, karena harus menunggu Rekam Medis SAYA tersebut dikembalikan.

6. Bahwa benar yang bisa mengakses Rekam Medis SAYA di RS UMMI hanya Petugas Rekam Medis, sehingga jika ada Dokter atau Menejmen yang ingin tahu, maka harus melalui Petugas Rekam Medis yang memegang Paswordnya.


II. Hb Mahdi Assegaf : Tokoh Habaib Kota Bogor.

1. Bahwa benar banyak berita HOAX yang menyebar di tengah masyarakat bahwa SAYA Kritis dan Parah dirawat di ruang ICU, bahkan sudah Mati di RS akibat Covid, sehingga meresahkan para Habaib dan Ulama serta Umat di Kota Bogor dan sekitarnya.

2. Bahwa benar Wawancara Walikota Bogor di TV yang juga mengerahkan Satgas Covid ke RS UMMI telah menambah keresahan Para Habaib dan Ulama serta Tokoh Kota Bogor dan sekitarnya.

3. Bahwa benar banyak Habaib dan Ulama serta Tokoh di Kota Bogor dan sekitarnya yang menghubungi SAKSI menanyakan berita HOAX tersebut, karena SAKSI punya hubungan dekat dengan SAYA mau pun menantunya Hb Hanif Alattas.

4. Bahwa benar SAKSI menghubungi Hb Hanif Alattas selaku menantu SAYA untuk mengkonfirmasi berita dan mendapat jawaban bahwa semua berita tersebut adalah HOAX dan FITNAH.

5. Bahwa benar SAKSI mengusulkan kepada Hb Hanif Alattas untuk membuat REKAMAN VIDEO SINGKAT menjelaskan tentang kondisi SAYA dalam rangka meredam berita HOAX agar Habaib dan Ulama serta Umat menjadi tenang.

6. Bahwa benar berbagai Berita HOAX tentang SAYA telah sangat meresahkan Habaib dan Ulama serta Umat, tapi Wawancara Klarifikasi Dr Andi Tatat di TV dan Rekaman Video Klarifikasi Hb Hanif serta Rekaman Testimoni SAYA justru sebaliknya sangat menenangkan Umat dan menghilangkan segala keresahan.

7. Bahwa benar terkait perawatan SAYA di RS UMMI Kota Bogor TIDAK ADA Keonaran / Kegemparan / Kerusuhan / Huru Hara / Kegaduhan / Keributan di Kota Bogor dalam bentuk apa pun.

61

8. Bahwa benar justru dengan adanya perawatan SAYA di RS UMMI, maka para Habaib dan Ulama serta Umat semakin tenang, karena SAYA menurut mereka sebagai Tokoh yang dicintai Umat berada dalam pengawasan Para Dokter yang berpengalaman.

9. Bahwa benar SAKSI bersama para Habaib dan Ulama serta Tokoh Kota Bogor menemui Walikota Bogor Bima Arya untuk menanyakan tentang alasan Pelaporan Polisi terhadap RS UMMI yang justru sudah berjasa besar memberi perawatan dan pengobatan kepada SAYA.

10. Bahwa benar Walikota Bogor di hadapan Para Habaib dan Ulama serta Tokoh Kota Bogor berjanji untuk mencabut Laporan Polisinya terhadap RS UMMI.

11. Bahwa benar Walikota Bogor juga berjanji untuk menyelesaikan masalah RS UMMI secara Kekeluargaan.

12. Bahwa benar ternyata Walikota Bogor BERBOHONG atau INGKAR JANJI, karena Laporan Polisi terhadap RS UMMI tidak pernah dicabut, bahkan di Sidang Pengadilan mengaku hanya akan mengedepankan Hukum daripada Kekeluargaan.

III. Hb Abdullah Masyhur : Tokoh Habaib Kota Bogor

1. Bahwa benar banyak berita HOAX yang menyebar di tengah masyarakat bahwa SAYA Kritis dan Parah dirawat di ruang ICU, bahkan sudah Mati di RS akibat Covid, sehingga meresahkan para Habaib dan Ulama serta Umat di Kota Bogor dan sekitarnya.

2. Bahwa benar Wawancara Walikota Bogor di TV yang juga mengerahkan Satgas Covid ke RS UMMI telah menambah keresahan Para Habaib dan Ulama serta Tokoh Kota Bogor dan sekitarnya.

3. Bahwa benar SAKSI sempat lewat RS UMMI dan melihat serta mendengar pihak RS UMMI menerangkan bahwa SAYA dirawat di RS UMMI, tapi tidak dijelaskan tentang sakit apa.

4. Bahwa benar berbagai Berita HOAX tentang SAYA telah sangat meresahkan Habaib dan Ulama serta Umat, tapi Wawancara Klarifikasi Dr Andi Tatat di TV dan Rekaman Video Klarifikasi Hb Hanif serta Rekaman Testimoni SAYA justru sebaliknya sangat menenangkan Umat dan menghilangkan segala keresahan.

5. Bahwa benar SAKSI tinggal tidak jauh dari RS UMMI dan SAKSI sering hadir Majelis dan Ziarah yang lokasinya bersebelahan dengan RS UMMI.

6. Bahwa benar jama’ah Majelis dan Ziarah serta masyarakat sekitar RS UMMI tidak ada yang RESAH karena takut tertular Covid akibat SAYA dirawat di RS UMMI.

7. Bahwa benar terkait perawatan SAYA di RS UMMI Kota Bogor TIDAK ADA Keonaran / Kegemparan / Kerusuhan / Huru Hara / Kegaduhan / Keributan di sekitar RS UMMI mau pun di seluruh Kota Bogor dalam bentuk apa pun.

8. Bahwa benar justru dengan adanya perawatan SAYA di RS UMMI, maka para Habaib dan Ulama serta masyarakat di sekitar RS UMMI semakin tenang, karena SAYA sebagai Tokoh yang dicintai Umat berada dalam pengawasan Para Dokter yang berpengalaman.


IV. Ust Slamet Maarif : Ketua Umum Persaudaraan Alumni 212

1. Bahwa benar banyak berita HOAX yang menyebar di tengah masyarakat bahwa SAYA Kritis dan Parah dirawat di ruang ICU, bahkan sudah Mati di RS akibat Covid, sehingga meresahkan para Habaib dan Ulama serta Tokoh secara Nasional.

2. Bahwa benar di antara Berita HOAX ada Editan Foto SAKSI dan Gubernur Jakarta Anies Baswedan yang sedang melihat SAYA terbaring Kritis di sebuah ruangan RS dengan penonton Akun tersebut yang mencapai jutaan orang. Padahal SAKSI belum pernah besuk SAYA saat Sakit di RS UMMI karena memang siapa pun tidak boleh besuk, termasuk semua Pengurus DPP FPI.

3. Bahwa benar Wawancara Walikota Bogor di TV yang juga mengerahkan Satgas Covid ke RS UMMI telah menambah keresahan Para Habaib dan Ulama serta Tokohsecara Nasional.

4. Bahwa benar banyak Habaib dan Ulama serta Tokoh dari berbagai Daerah yang menghubungi SAKSI menanyakan berita HOAX tersebut, karena SAKSI sebagai salah satu Ketua DPP FPI dan juga Ketum PA 212 punya hubungan dekat dengan SAYA mau pun menantunya Hb Hanif Alattas.

5. Bahwa benar SAKSI menghubungi Hb Hanif Alattas selaku menantu SAYA untuk mengkonfirmasi berita dan mendapat jawaban bahwa semua berita tersebut adalah HOAX dan FITNAH.

6. Bahwa benar SAKSI mengusulkan kepada Hb Hanif Alattas untuk membuat REKAMAN VIDEO SINGKAT menjelaskan tentang kondisi SAYA dalam rangka meredam berita HOAX agar Habaib dan Ulama serta Umat secara Nasional menjadi tenang.

7. Bahwa benar berbagai Berita HOAX tentang SAYA telah sangat meresahkan Habaib dan Ulama serta Umat, tapi Wawancara Klarifikasi Dr Andi Tatat di TV dan Rekaman Video Klarifikasi Hb Hanif serta Rekaman Testimoni SAYA justru sebaliknya sangat menenangkan Umat dan menghilangkan segala keresahan.

8. Bahwa benar Berita Hoax dan Wawancara Walikota Bogor Bima Arya menjadi penyebab KERESAHAN, sedang Klarifikasi Hb Hanif Alattas dan Dr Andi Tatat justru menjadi peredam KERESAHAN dan sekaligus pencipta KETENANGAN di tengah Umat.

9. Bahwa benar terkait perawatan SAYA di RS UMMI Kota Bogor TIDAK ADA Keonaran / Kegemparan / Kerusuhan / Huru Hara / Kegaduhan / Keributan di Kota Bogor mau pun Kota-Kota lainnya dalam bentuk apa pun.

10. Bahwa benar justru dengan adanya perawatan SAYA di RS UMMI, maka para Habaib dan Ulama serta Umat di berbagai Daerah semakin tenang, karena SAYA sebagai Tokoh yang dicintai Umat berada dalam pengawasan Para Dokter yang berpengalaman.

C. SAKSI AHLI DARI JPU (4 Orang) :

Bahwa KETIGA SAKSI saat pemeriksaan oleh Penyidik Kepolisian ada yang diceritakan FAKTA KASUS, bahkan ada yang ditunjukkan FAKTA KASUS berupa beberapa Rekaman Video ttg SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat yang menyatakan bahwa SAYA ”baik-baik saja”, lalu ditunjukkan berbagai Dokumen dan Rekam Medis SAYA, kemudian diminta PENDAPAT SAKSI terhadap FAKTA KASUS sambil digiring Penyidik untuk menyatakan bahwa SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat telah BERBOHONG.

Bahwa KETIGA SAKSI diceritakan oleh SAYA Kisah Ayah, Anak dan Dokter yang diandaikan sebagai gambaran Kasus RS UMMI, maka KETIGA SAKSI sepakat bahwa baik Si Ayah mau pun Si Anak dan Si Dokter tidak boleh disebut BERBOHONG apalagi disebut mau berbuat KEONARAN.

Selain itu KETIGA SAKSI masing-masing menyampaikan pendapat sebagai berikut :

I. DR TRI YUNIS : Ahli Epidemiologi & Anggota Satgas Covid Kota Bogor

Saksi Ahli ini ditolak oleh SAYA dan Penasihat Hukum karena posisinya sebagai ANGGOTA SATGAS COVID KOTA BOGOR, artinya satu Grup dengan PELAPOR, sehingga diragukan INDEPENDENSI dan OBJEKTIVITASNYA.

II. DR TRUBUS : Ahli Hukum Sosiologi

1. Bahwa jika seseorang menyatakan dirinya merasa segar atau sehat atau baik-baik saja sesuai yang dia rasa, karena belum ada Hasil Pemeriksaan Dokter atau dia belum tahu kalau dirinya sakit, maka orang tersebut tidak boleh disebut BERBOHONG.

2. Bahwa penerapan UU No 1 Tahun 1946 di zaman sekarang sudah TIDAK RELEVAN, karena UU tersebut saat dibuat untuk konteks kondisi darurat baru merdeka yang penuh dengan berita BOHONG UNTUK membuat KEONARAN.

3. Bahwa Kisah Ayah, Anak dan Dokter yang diandaikan sebagai gambaran Kasus RS UMMI, maka baik Si Ayah mau pun Si Anak dan Si Dokter tidak boleh disebut BERBOHONG apalagi disebut mau berbuat KEONARAN, sehingga tidak bisa dikenakan pasal 14 baik ayat (1) atau ayat (2) dan tidak ada sangkut pautnya dengan pasal 15.

4. Bahwa DEMO DAMAI merupakan penyampaian aspirasi yang dijamin undang-undang dan tidak bisa disebut sebagai KEONARAN;

64

5. Bahwa KEONARAN yang dimaksud dalam pasal 14 ayat (1) bukan sekedar kegelisahan atau pro kontra ditengan masyarskat akan tetapi harus dibarengi dengan KEKACAUAN / KERUSUHAN.

6. Keonaran dikalangan rakyat harus bersifat MELUAS.

7. Bahwa KERESAHAN PUBLIK itu urusan hati, tidak bisa diukur, sehingga tidak bisa dituangkan dalam perbuatan ONAR. Jadi hanya perbuatan yang bisa diukur saja yang boleh dituangkan dalam perbuatan ONAR.

8. Bahwa benar SAKSI AHLI saat pemeriksaan oleh Penyidik Kepolisian diceritakan FAKTA KASUS SAYA secara rinci sebagaimana tertulis dalam BAP SAKSI AHLI tgl 18 Jan 2021 Soal No 3, bahkan ditunjukkan oleh Penyidik FAKTA KASUS beberapa Rekaman Video ttg SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat yang menyatakan bahwa SAYA ”baik-baik saja”, lalu ditunjukkan berbagai Dokumen dan Rekam Medis SAYA, kemudian diminta PENDAPAT SAKSI terhadap FAKTA KASUS tersebt, sambil digiring Penyidik untuk menyatakan bahwa SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat telah BERBOHONG, sebagaimana tertulis dalam BAP SAKSI AHLI tgl 18 Jan 2021 Soal No 13 ttg Dokumen dan Rekam Medis SAYA, dan Soal No 14 – 15 ttg Video.

III. DR ANDHIKA : Ahli Lingusitik Forensik

1. Bahwa jika seseorang menyatakan dirinya merasa segar atau sehat atau baik-baik saja sesuai yang dia rasa, karena belum ada Hasil Pemeriksaan Dokter atau dia belum tahu kalau dirinya sakit, maka orang tersebut tidak boleh disebut BERBOHONG.

2. Bahwa orang yang berbicara berdasarkan APA YANG DIA TAU maka tidak dapat dikatakan BOHONG.

3. Bahwa benar Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah RUJUKAN RESMI dalam Bahasa Indonesia.

4. Bahwa benar menurut KBBI bahwa makna ONAR adalah Huru-hara, Gempar, Keributan dan Kegaduhan, sedang makan KEONARAN lebih khusus lagi yatu Kegemparan, Kerusuhan dan Keributan.

5. Bahwa SAKSI AHLI mencoba mengartikan ONAR dengan makna RESAH, namun SAKSI AHLI tidak mampu menunjukkan rujukan ilmiahnya, sehingga pendapat tersebut ditolak oleh SAYA dan Penasihat Hukum, apalagi ada bantahan dari Saksi Ahli Lingusitik Forensik DR Frans dan Ahli Sosiologi Prof DR Musni Umar serta Ahli Hukum Pidana DR Muzakkir, yang ketiganya dihadirkan oleh SAYA dan Penasihat Hukum, serta menerangkan bahwa

65

ONAR adalah Kerusuhan dan Keributan serta Huru Hara. Bahkan pendapat Ahli tersbeut juga terbantahkan oleh pendapat Saksi Ahli Sosiologi yang dihadirkan JPU yaitu DR TRUBUS.

6. Bahwa SAKSI juga mencoba mengartikan MASYARAKAT cukup hanya DUA ORANG, namun juga TIDAK ADA REFERENSI ILMIAHNYA, sehingga dibantah juga oleh Saksi Ahli Lingusitik Forensik DR Frans dan Ahli Sosiologi Prof DR Musni Umar serta Ahli Hukum Pidana DR Muzakkir, yang ketiganya dihadirkan oleh SAYA dan Penasihat Hukum, serta menerangkan bahwa makna MASYARAKAT tidak cukup hanya dua orang saja, tapi harus banyak.

7. Bahwa benar SAKSI AHLI saat pemeriksaan oleh Penyidik Kepolisian diceritakan FAKTA KASUS SAYA secara rinci sebagaimana tertulis dalam BAP SAKSI AHLI tgl 18 Jan 2021 Soal No 3, bahkan ditunjukkan oleh Penyidik FAKTA KASUS beberapa Rekaman Video ttg SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat yang menyatakan bahwa SAYA ”baik-baik saja”, lalu ditunjukkan berbagai Dokumen dan Rekam Medis SAYA, kemudian diminta PENDAPAT SAKSI terhadap FAKTA KASUS tersebt, sambil digiring Penyidik untuk menyatakan bahwa SAYA dan Hb Hanif Alattas serta Dr Andi Tatat telah BERBOHONG, sebagaimana tertulis dalam BAP SAKSI AHLI tgl 18 Jan 2021 Soal No 18 ttg Dokumen dan Rekam Medis SAYA, dan Soal No 19 - 22 ttg Video.


III. DR MUZAKKIR : Ahli Hukum Pidana

1. Bahwa Penerapan UU No 1 Tahun 1946 di zaman sekarang sudah TIDAK RELEVAN, karena UU tersebut saat dibuat untuk konteks kondisi darurat baru merdeka yang penuh dengan berita BOHONG untuk membuat KEONARAN, sehingga tidak lagi sesuai dengan NORMA HUKUM.

2. Bahwa Penerapan UU No 1 Tahun 1946 di zaman sekarang sudah TIDAK TEPAT, karena UU tersebut terkait PENYIARAN sebagaimana bunyi Pasal 14 ayat (1) : ”Barang siapa, dengan MENYIARKAN berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggitingginya sepuluh tahun”, sehingga soal PENYIARAN semestinya ditarik ke UU Penyiaran No 32 Th 2002 bukan ke UU No 1 Tahun 1946.

3. Bahwa dalam konteks PENYIARAN maka yang bertanggung-jawab adalah yang menyiarkan bukan yang memberi pernyataan atau menjawab pertanyaan.

4. Bahwa Penerapan UU No 1 Tahun 1946 di zaman sekarang sudah TIDAK LOGIS, karena SANKSI dalam UU tersebut dipandang sudah tidak sesuai dengan Konteks Kekinian, sehingga dalam RUU KUHP yang baru Pasal 309 dicantumkan pasal serupa tersebut, tapi dengan Sansksi Hukum hanya 2 tahun.

5. Bahwa Penerapan UU No 1 Tahun 1946 dalam Kasus PELANGGARAN PROKES lebih TIDAK RELEVAN dan lebih TIDAK TEPAT serta lebih TIDAK LOGIS, karena PELANGGARAN PROKES bukan KEJAHATAN, kalau pun dikatagorikan sebagai Pidana termasuk Pidana Ringan bukan Pidana Berat.

6. Bahwa jika seseorang menyatakan dirinya merasa segar atau sehat atau baik-baik saja sesuai yang dia rasa, karena belum ada Hasil Pemeriksaan Dokter atau dia belum tahu kalau dirinya sakit, maka orang tersebut tidak boleh disebut BERBOHONG, karena Subjektivitas Pasien berdasarkan Apa yang Dirasa, sedang Objektivitas Dokter berdasarkan Hasil Pemeriksaan.

69

7. Bahwa Kisah Ayah, Anak dan Dokter yang diandaikan sebagai gambaran Kasus RS UMMI, maka baik Si Ayah mau pun Si Anak dan Si Dokter tidak boleh disebut BERBOHONG apalagi disebut mau berbuat KEONARAN, sehingga tidak bisa dikenakan pasal 14 baik ayat (1) atau ayat (2) dan tidak ada sangkut pautnya dengan pasal 15.

8. Bahwa MENGGANGGU ketenangan Rumah Sakit dan pengobatan pasien di musim Pandemi termasuk menghalang-halangi Pelaksanaan Penanganan Wabah.

9. Bahwa tidak bisa dibenarkan PENYITAAN Rekam Medis dari Rumah Sakit yang bisa menggangu pelayanan RS dan bisa membahayakan jiwa pasien.

10. Bahwa PENYITAAN Rekam Medis dari Rumah Sakit yang bisa menggangu pelayanan RS dan bisa membahayakan jiwa pasien termasuk menghalang-halangi Pelaksanaan Penanganan Wabah.

11. Bahwa Pasien yang BERHAK menolak Petugas yang tidak berwenang terkait perawatan dan pengobatannya.

12. Bahwa ONAR adalah Huru-hara, Keributan, Kegaduhan, Kegemparan, Kerusuhan dan Keributan.

13. Bahwa Pro Kontra pendapat atau Demo Damai menyatakan pendapat bukan KEONARAN.

14. Bahwa masyarakat adalah Kumpulan Banyak Orang bukan satu dua orang.

IV. DR REFLY HARUN : Ali Hukum Tata Negara

1. Bahwa Penerapan UU No 1 Tahun 1946 di zaman sekarang sudah TIDAK RELEVAN, karena UU tersebut saat dibuat untuk konteks kondisi darurat baru merdeka yang penuh dengan berita BOHONG untuk membuat KEONARAN, sehingga tidak lagi sesuai dengan NORMA HUKUM.

2. Bahwa Penerapan UU No 1 Tahun 1946 di zaman sekarang sudah TIDAK TEPAT, karena UU tersebut saat dibuat untuk konteks KEJAHATAN BERAT yang merongrong Kemerdekaan Indonesia saat baru merdeka.

3. Bahwa Penerapan UU No 1 Tahun 1946 di zaman sekarang sudah TIDAK LOGIS, karena SANKSI dalam UU tersebut dipandang sudah tidak sesuai dengan Konteks Kekinian, sehingga dalam RUU KUHP yang baru Pasal 309 dicantumkan pasal serupa tersebut, tapi dengan Sansksi Hukum hanya 2 tahun.

70

4. Bahwa Penerapan UU No 1 Tahun 1946 dalam Kasus PELANGGARAN PROKES lebih TIDAK RELEVAN dan lebih TIDAK TEPAT serta lebih TIDAK LOGIS, karena PELANGGARAN PROKES bukan KEJAHATAN, kalau pun dikatagorikan sebagai Pidana termasuk Pidana Ringan bukan Pidana Berat.

5. Bahwa jika seseorang menyatakan dirinya merasa segar atau sehat atau baik-baik saja sesuai yang dia rasa, karena belum ada Hasil Pemeriksaan Dokter atau dia belum tahu kalau dirinya sakit, maka orang tersebut tidak boleh disebut BERBOHONG, karena Subjektivitas Pasien berdasarkan Apa yang Dirasa, sedang Objektivitas Dokter berdasarkan Hasil Pemeriksaan.

6. Bahwa Kisah Ayah, Anak dan Dokter yang diandaikan sebagai gambaran Kasus RS UMMI, maka baik Si Ayah mau pun Si Anak dan Si Dokter tidak boleh disebut BERBOHONG apalagi disebut mau berbuat KEONARAN, sehingga tidak bisa dikenakan UU No 1 Tahun 1946 pasal 14 baik ayat (1) atau ayat (2) dan tidak ada sangkut pautnya dengan pasal 15.

7. Bahwa UU No 1 Tahun 1946 memang masih berlaku, tapi jangan dijaidikan ALASAN untuk mengurung diri dalam aturan lama yang TIDAK RELEVAN, sehingga menolak KONTEKS KEKINIAN.

8. Bahwa untuk tidak lagi menggunakan UU No 1 Tahun 1946 yang sudah ketinggalan zaman tersebut ada tiga jalan : Pertama, Pencabutan UU via Perppu / UU Baru. Kedua, Gugat melalui Yudicial Review ke mahakamah Konstitusi. Ketiga, lewat Putusan Hakim yang mengenyampingkan UU tersebut karena ada UU lain yang lebih Relevan, Tepat dan Logis.

9. Bahwa disarankan kepada MAJELIS HAKIM untuk mengenyampingkan UU No 1 Tahun 1946 dalam mengambil keputusan, karena sudah tidak sesuai dengan konteks kekinian.

10. Bahwa ONAR adalah Huru-hara, Keributan, Kegaduhan, Kegemparan dan Kerusuhan.

V. DR TONANG : Ahli Kesehatan dan Epidemiologi

1. Bahwa Penerapan UU No 1 Tahun 1946 di zaman sekarang sudah TIDAK RELEVAN, karena UU tersebut saat dibuat untuk konteks kondisi darurat baru merdeka yang penuh dengan berita BOHONG untuk membuat KEONARAN.

2. Bahwa Kisah Ayah, Anak dan Dokter yang diandaikan sebagai gambaran Kasus RS UMMI, maka baik Si Ayah mau pun Si Anak dan Si Dokter tidak boleh disebut BERBOHONG apalagi disebut mau berbuat KEONARAN.

71

3. Bahwa KERAHASIAAN DATA PASIEN dilindungi UU, hanya boleh dibuka saat darurat sesuai aturan, bukan dibuka untuk publik tanpa aturan.

4. Bahwa MENGGANGGU ketenangan Rumah Sakit dan pengobatan pasien di musim Pandemi termasuk menghalang-halangi Pelaksanaan Penanganan Wabah.

5. Bahwa tidak bisa dibenarkan PENYITAAN Rekam Medis dari Rumah Sakit yang bisa menggangu pelayanan RS dan bisa membahayakan jiwa pasien.

6. Bahwa PENYITAAN Rekam Medis dari Rumah Sakit yang bisa menggangu pelayanan RS dan bisa membahayakan jiwa pasien termasuk menghalang-halangi Pelaksanaan Penanganan Wabah.

7. Bahwa Pasien yang BERHAK menolak Petugas yang tidak berwenang terkait perawatan dan pengobatannya.

8. Bahwa Pasien yang memeriksakan diri atau merawat atau berobat ke Rumah Sakit saat Pandemi sudah melakukan hal yang tepat dan sesuai dengan Pelaksanaan Penanggulangan Wabah.

9. Bahwa SATGAS COVID adalah badan Ad-Hoc yang tupoksinya terkait KEBIJAKAN STRATEGIS, sehingga secara teknis tidak berhak mengambil Rekam Medsi Pasien atau melakukan Test Swab Antigen mau pun PCR.

10. Bahwa ONAR adalah Huru-hara, Keributan, Kegaduhan, Kegemparan dan Kerusuhan.


VI. DR FRANS : Ahli Linguistik Forensik

1. Bahwa benar Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah RUJUKAN RESMI dalam Bahasa Indonesia.

2. Bahwa benar menurut KBBI bahwa makna BOHONG adalah tidak sesuai dengan yang sebenarnya, dusta, palsu.

3. Bahwa benar menurut KBBI bahwa makna ONAR adalah Huru-hara, Gempar, Keributan dan Kegaduhan, sedang makan KEONARAN adalah Kegemparan, Kerusuhan dan Keributan.

4. Bahwa jika seseorang menyatakan dirinya merasa segar atau sehat atau baik-baik saja sesuai yang dia rasa, karena belum ada Hasil Pemeriksaan Dokter atau dia belum tahu kalau dirinya sakit, maka orang tersebut tidak boleh disebut BERBOHONG.

72

5. Bahwa orang yang berbicara berdasarkan APA YANG DIA TAU maka tidak dapat dikatakan BOHONG.

6. Bahwa BOHONG tidak sama dengan KELIRU, dan BOHONG harus ada NIAT untuk melakukan kebohongan.

7. Bahwa Kisah Ayah, Anak dan Dokter yang diandaikan sebagai gambaran Kasus RS UMMI, maka baik Si Ayah mau pun Si Anak dan Si Dokter tidak boleh disebut BERBOHONG apalagi disebut mau berbuat KEONARAN.

8. Bahwa Pro Kontra pendapat atau Demo Damai menyatakan pendapat bukan KEONARAN.

9. Bahwa masyarakat adalah Kumpulan Banyak Orang bukan satu dua orang.

VII. DR ABDUL CHAIR RAMADHAN : Ahli Teori Hukum Pidana

1. Bahwa penerapan UU No 1 Tahun 1946 di zaman sekarang sudah TIDAK RELEVAN, karena UU tersebut saat dibuat untuk konteks kondisi darurat baru merdeka yang penuh dengan berita BOHONG untuk membuat KEONARAN, sehingga tidak lagi sesuai dengan NORMA HUKUM.

2. Bahwa Penerapan UU No 1 Tahun 1946 di zaman sekarang sudah TIDAK LOGIS, karena SANKSI dalam UU tersebut dipandang sudah tidak sesuai dengan Konteks Kekinian, sehingga dalam RUU KUHP yang baru Pasal 309 dicantumkan pasal serupa tersebut, tapi dengan Sansksi Hukum hanya 2 tahun.

3. Bahwa Penerapan UU No 1 Tahun 1946 dalam Kasus PELANGGARAN PROKES lebih TIDAK RELEVAN dan lebih TIDAK LOGIS, serta sangat TIDAK TEPAT, karena PELANGGARAN PROKES bukan KEJAHATAN, kalau pun dikatagorikan sebagai Pidana termasuk Pidana Ringan bukan Pidana Berat.

4. Bahwa UU No 1 Tahun 1946 bukan aturan untuk Prokes atau PSBB, sehingga tidak bisa diterapkan dalam urusan PELANGGARAN PROTOKOL KESEHATAN.

5. Bahwa jika seseorang menyatakan dirinya merasa segar atau sehat atau baik-baik saja sesuai yang dia rasa, karena belum ada Hasil Pemeriksaan Dokter atau dia belum tahu kalau dirinya sakit, maka orang tersebut tidak boleh disebut BERBOHONG, karena Subjektivitas Pasien berdasarkan Apa yang Dirasa, sedang Objektivitas Dokter berdasarkan Hasil Pemeriksaan.

73

6. Bahwa Kisah Ayah, Anak dan Dokter yang diandaikan sebagai gambaran Kasus RS UMMI, maka baik Si Ayah mau pun Si Anak dan Si Dokter tidak boleh disebut BERBOHONG apalagi disebut mau berbuat KEONARAN, sehingga tidak bisa dikenakan UU No 1 Tahun 1946 pasal 14 baik ayat (1) atau ayat (2) dan tidak ada sangkut pautnya dengan pasal 15.

7. Bahwa ONAR adalah Huru-hara, Keributan, Kegaduhan, Kegemparan, Kerusuhan dan Keributan.

8. Bahwa Pro Kontra pendapat atau Demo Damai menyatakan pendapat bukan KEONARAN.

9. Bahwa masyarakat adalah Kumpulan Banyak Orang bukan satu dua orang.

VIII. DR LUTHFI HAKIM : Ahi Medco Legal & Hukum Pidana Kesehatan

1. Bahwa Penerapan UU No 1 Tahun 1946 di zaman sekarang sudah TIDAK RELEVAN, karena UU tersebut saat dibuat untuk konteks kondisi darurat baru merdeka yang penuh dengan berita BOHONG untuk membuat KEONARAN, sehingga tidak lagi sesuai dengan NORMA HUKUM.

2. Bahwa Penerapan UU No 1 Tahun 1946 di zaman sekarang sudah TIDAK LOGIS, karena SANKSI dalam UU tersebut dipandang sudah tidak sesuai dengan Konteks Kekinian, sehingga dalam RUU KUHP yang baru Pasal 309 dicantumkan pasal serupa tersebut, tapi dengan Sansksi Hukum hanya 2 tahun.

3. Bahwa Penerapan UU No 1 Tahun 1946 dalam Kasus PELANGGARAN PROKES lebih TIDAK RELEVAN dan lebih TIDAK LOGIS, serta sangat TIDAK TEPAT, karena PELANGGARAN PROKES bukan KEJAHATAN, kalau pun dikatagorikan sebagai Pidana termasuk Pidana Ringan bukan Pidana Berat.

4. Bahwa jika seseorang menyatakan dirinya merasa segar atau sehat atau baik-baik saja sesuai yang dia rasa, karena belum ada Hasil Pemeriksaan Dokter atau dia belum tahu kalau dirinya sakit, maka orang tersebut tidak boleh disebut BERBOHONG, karena Subjektivitas Pasien berdasarkan Apa yang Dirasa, sedang Objektivitas Dokter berdasarkan Hasil Pemeriksaan.

5. Bahwa Kisah Ayah, Anak dan Dokter yang diandaikan sebagai gambaran Kasus RS UMMI, maka baik Si Ayah mau pun Si Anak dan Si Dokter tidak boleh disebut BERBOHONG apalagi disebut mau berbuat KEONARAN, sehingga tidak bisa dikenakan UU No 1 Tahun 1946 pasal 14 baik ayat (1) atau ayat (2) dan tidak ada sangkut pautnya dengan pasal 15.

6. Bahwa KERAHASIAAN DATA PASIEN dilindungi UU, hanya boleh dibuka saat darurat sesuai aturan, bukan dibuka untuk publik tanpa aturan.

74

7. Bahwa MENGGANGGU ketenangan Rumah Sakit dan pengobatan pasien di musim Pandemi termasuk menghalang-halangi Pelaksanaan Penanganan Wabah.

8. Bahwa tidak bisa dibenarkan PENYITAAN Rekam Medis dari Rumah Sakit yang bisa menggangu pelayanan RS dan bisa membahayakan jiwa pasien.

9. Bahwa PENYITAAN Rekam Medis dari Rumah Sakit yang bisa menggangu pelayanan RS dan bisa membahayakan jiwa pasien termasuk menghalang-halangi Pelaksanaan Penanganan Wabah.

10. Bahwa Pasien yang BERHAK menolak Petugas yang tidak berwenang terkait perawatan dan pengobatannya.

11. Bahwa Pasien yang memeriksakan diri atau merawat atau berobat ke Rumah Sakit saat Pandemi sudah melakukan hal yang tepat dan sesuai dengan Pelaksanaan Penanggulangan Wabah.

12. Bahwa SATGAS COVID adalah badan Ad-Hoc yang tupoksinya terkait KEBIJAKAN STRATEGIS, sehingga secara teknis tidak berhak mengambil Rekam Medsi Pasien atau melakukan Test Swab Antigen mau pun PCR.

13. Bahwa ONAR adalah Huru-hara, Keributan, Kegaduhan, Kegemparan, Kerusuhan dan Keributan.

14. Bahwa Pro Kontra pendapat atau Demo Damai menyatakan pendapat bukan KEONARAN.

15. Bahwa masyarakat adalah Kumpulan Banyak Orang bukan satu dua orang.

E. SAKSI MAHKOTA :

I. Dr Andi Tatat (Dirut RS MMI)

1. Bahwa benar pada awalnya saat SAKSI diperiksa oleh Penyidik Kepolisian sebagai SAKSI pada tgl 6 Januari 2021 hanya berkaitan dengan PELANGGARAN PROKES, sehingga diduga melanggar Pasal 14 ayat (1) atau ayat (2) UU No. 4 / Th. 1984 ttg Wabah Penyakit Menular terkait dugaan dengan sengaja menghalangi pelaksanaan Penanggulangan Wabah, dan atau Pasal 216 ayat (1) KUHP terkait dugaan dengan sengaja tidak mentaati atau dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tugas pejabat.

75

2. Bahwa benar saat SAKSI diperiksa sebagai TERSANGKA pada tgl 15 Januari 2021 ada penambahan pasal yaitu Pasal 14 dan atau Pasal 15 UU No 1 Tahun 1946 ttg Peraturan Hukum Pidana terkait dugaan dengan sengaja menyiarkan kebohongan untuk menimbulkan keonaran. Bahkan akhirnya pasal tambahan inilah yang justru djadikan DAKWAAN KESATU baik yang Primer mau pun Subsider dan Lebih Subsider.

3. Bahwa benar SAYA masuk dan pulang dari Rumah Sakit secara baik-baik dengan melunasi semua pembayaran dan atas izin RS UMMI mau pun Dokter yang merawat.

4. Bahwa benar selama belum ada Hasil Test PCR maka SAYA tidak boleh disebut KONFIRM COVID.

5. Bahwa benar jika SAYA merasa segar atau sehat sebelum ada Hasil Test PCR, maka SAYA tidak boleh disebut BERBOHONG.

6. Bahwa benar RS UMMI mau pun SAYA dan Keluarga tidak pernah menghalang-halangi Petugas Covid dalam melaksanakan tugasnya.

7. Bahwa benar ada tiga perawat RS UMMI yang melayani perawatan SAYA ditest Swab PCR dengan hasil ketiganya NEGATIF.

8. Bahwa benar Dr Andi Tatat dkk di RS UMMI membuat Grup WA dengan nama Grup HARIS yang isinya adalah saling tukar informasi antar Dokter tentang langkah-langkah yang diambil dalam merawat dan mengobati SAYA. Dan Grup WA tidak ada pembicaraan tentang SAYA apakah terpapar covid atau tidak, karena belum ada Hasil Test Swab PCR, namun memang penanganan pasien suspect atau probable atau posiitif covid secara umum mempunyai prosedur yang hampir sama seperti sama-sama ada kewajiban memakai APD, dan sama-sama harus ditest Swab PCR, dsb.

9. Bahwa benar sebelum masuk RS UMMI SAYA merasa KELELAHAN, tapi setelah masuk RS UMMI dalam waktu singkat setelah diberi Infus dan Obat SAYA merasa segar dan baik-baik saja, karena RASA LELAH yang semula dirasa telah hilang.

10. Bahwa benar SAYA merasa sehat dan segar serta baik-baik saja sebelum ada Hasil Test PCR.

11. Bahwa benar SAYA saat ditanya Dokter dan Keluarga tentang konsisi SAYA sebelum ada Hasil PCR selalu menjawab sesuai yang SAYA rasakan yaitu sehat dan baik-baik saja.

12. Bahwa benar SAYA tidak pernah sengaja atau bermaksud BERBOHONG apalagi menyiarkan KEBOHONGAN dengan mengaku sehat, karena memang SAYA bicara apa yang dirasa yaitu segar dan sehat, apalagi pada saat SAYA masuk RS UMMI dalam

76

kondisi STABIL, ditambah dengan Laporan Dokter bahwa kondisi SAYA semakin hari semakin bagus, dan saat itu belum ada Hasil Test PCR.

13. Bahwa benar SAYA dan HABIB HANIF ALATTAS serta SAKSI TIDAK BERBOHONG, karena bicara atas dasar apa yang dilihat dan dirasa serta diketahui, sebab saat itu belum ada Hasil Test PCR.

14. Bahwa benar selama perawatan SAYA di RS UMMI para Dokter mau pun Perawat saat melayani SAYA selalu menggunakan APD (Alat Pelindung Diri), karena itu merupakan Protap Satndar atau SOP dalam merawat Pasien yang Suspect atau Probable atau Positif Covid.

15. Bahwa benar tgl 24 November 2020 SAYA dengan sukarela ke RS UMMI untuk General Medical Check Up karena KELELAHAN, sekaligus untuk Observasi dan Pemeriksaan serta Perawatan dan Pengobatan, sehingga SAYA mengikuti pemeriksan Darah di Laboratorium, dan Radiologi serta City Scan Thorax, juga EKG dan lainnya, untuk mendeteksi kalau ada penyakit yang diderita.

16. Bahwa benar SAYA saat masuk RS UMMI dalam keadaan relatif stabil dan bisa duduk mau pun berdiri serta berjalan secara normal, tidak dalam keadaan kritis atau parah atau tidak sadarkan diri.

17. Bahwa benar SAYA saat perawatan di RS UMMI merasa semakin hari semakin baik dan segar, bahkan dalam waktu sehari saja sudah hilang rasa lelah dan demam serta batuknya.

18. Bahwa benar SAKSI tahu adanya HOAX dari Para BuzzeRp yang menyebut bahwa SAYA Kritis dan Parah di Ruang ICU, bahkan sudah MATI akibat Covid, sehingga MERESAHKAN Kerabat dan Shahabat SAYA.

19. Bahwa benar SAKSI saat dihadang Wartawan dan ditanya ”Apakah benar SAYA Kritis dan Parah serta sudah pakai VENTILATOR DI RUANG ICU”, SAKSI menjawab bahwa kondisi SAYA ”baik-baik saja dan selanjutnya masih menunggu hasil pemeriksaan”. Dan jawaban SAKSI tersebut untuk meredam kepanikan dan keresahan Kerabat dan Shahabat akibat HOAX yang disebar BuzzeRp. Wawancara tersebut terjadi sebelum ada Hasil Test PCR, dan jawaban SAKSI tersebut bukan Siaran Pers Resmi RS UMMI, tapi jawaban spontan atas pertanyaan Wartawan yang menghadang dam mendadak.

20. Bahwa benar SAKSI tahu bahwa HOAX yang disebar BuzzeRp telah menimbulkan KERESAHAN di kalangan Habaib dan Ulama serta Umat, sedang Wawancara SAKSI di Televisi dan Rekaman Video Klarifikasi HABIB HANIF ALATTAS menantu SAYA justru

77

yang berhasil MEREDAM dan MENENANGKAN serta MENYEJUKKAN di kalangan Habaib dan Ulama serta Umat.

21. Bahwa benar setelah ada Wawancara SAKSI dan Video Klarifikasi HABIB HANIF ALATTAS memang masih ada beberapa BERITA HOAX beredar, itulah sebabnya dibuat lagi REKAMAN TESTIMONI SAYA agar Umat melihat dan mendengar langsung dari SAYA yang menjadi KORBAN HOAX, sehingga BERITA HOAX tersebut teredam habis dan tuntas.

22. Bahwa benar selain adanya BERITA HOAX yang menyerang SAYA, baru sehari SAYA dirawat tiba-tiba ada OPERASI PENGIRIMAN BUNGA dari pihak yang tidak jelas SECARA SEKALIGUS ke RS UMMI yang berisi aneka tulisan menghina dan mengolok-olok.

23. Bahwa benar tgl 27 November 2020 SAYA setuju dengan Pelaksanaan Test Swab PCR di RS UMMI lewat Tim Mer-C didampingi Tim Satgas Covid Kota Bogor, tapi Tim Satgasnya tidak datang.

24. Bahwa benar SAYA dan Keluarga mau pun RS UMMI tidak pernah menghalang-halangi Satgas Covid dalam melaksanakan Tugasnya.

25. Bahwa benar SAYA sepulang dari RS UMMI berkomitmen dengan RS UMMI untuk tetap melanjutkan perawatan dan pengobatan dengan ISOLASI MANDIRI DI RUMAH di bawah arahan Tim Dokter Mer-C, sehingga tidak melakukan kontak fisik dengan siapa pun sesuai aturan.

26. Bahwa benar tgl 28 November 2021 sebelum pulang dari RS UMMI SAYA membuat Rekaman Video Testimoni sebagai Penghargaan untuk RS UMMI yang telah merawat SAYA secara profesional dan proporsional, sebelum ada Hasil Test PCR.

27. Bahwa benar Hasil Test PCR SAYA baru diterima RS UMMI pada Tgl 16 Desember 2020 di rumah dan hasilnya adalah POSITIF COVID.

28. Bahwa benar di Kota Bogor tidak ada satu pun Demo yang dilakukan kelompok masyarakat atau pun mahasiswa terkait perawatan SAYA di RS UMMI.

29. Bahwa benar di Kota Bogor dan sekitarnya sama sekali TIDAK ADA KEONARAN akibat Perawatan SAYA di RS UMMI.

30. Bahwa benar di sekitar RS UMMI pun tidak ada keresahan akibat SAYA dirawat di RS UMMI, bahkan masyarakat tenang karena SAYA ditangani oleh Para dokter yang berpengalaman.

78

31. Bahwa benar SAYA diobservasi dan dirawat serta diobati di RS UMMI bukan untuk menghalangi Pelaksanaan Penanggulangan Wabah sebagaimana tuduhan dan Fitnah JPU yang ngawur, justru sebaliknya untuk ikut melaksanakan Penanggulangan Wabah, karena SAYA tidak keluyuran di Jalan Raya atau di Pasar mau pun di Keramaian, tapi justru datang mengisolasi diri di RUMAH SAKIT RUJUKAN COVID.


II. Hb Hanif Alattas (Menantu SAYA) di BAP tgl 4 Jan 2021 N0 35 ttg Rekam Medis.

1. Bahwa benar pada awalnya saat SAKSI diperiksa oleh Penyidik Kepolisian sebagai SAKSI pada tgl 4 Januari 2021 hanya berkaitan dengan PELANGGARAN PROKES, sehingga diduga melanggar Pasal 14 ayat (1) atau ayat (2) UU No. 4 / Th. 1984 ttg Wabah Penyakit Menular terkait dugaan dengan sengaja menghalangi pelaksanaan Penanggulangan Wabah, dan atau Pasal 216 ayat (1) KUHP terkait dugaan dengan sengaja tidak mentaati atau dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tugas pejabat.

2. Bahwa benar saat SAKSI diperiksa sebagai TERSANGKA pada tgl 15 Januari 2021 ada penambahan pasal yaitu Pasal 14 dan atau Pasal 15 UU No 1 Tahun 1946 ttg Peraturan Hukum Pidana terkait dugaan dengan sengaja menyiarkan kebohongan untuk menimbulkan keonaran. Bahkan akhirnya pasal tambahan inilah yang justru djadikan DAKWAAN KESATU baik yang Primer mau pun Subsider dan Lebih Subsider.

3. Bahwa benar tgl 23 November 2020 SAYA periksa Test Swab Antigen di rumah oleh Dr Hadiki dari Tim Mer-C yang mengenakan pakaian APD (Alat Pelindung Diri) dan hasilnya hanya diberitahu kepada SAYA, sehingga SAKSI tidak tahu tentang hasil pemeriksaan tersebut.

4. Bahwa benar selama perawatan SAYA di RS UMMI para Dokter mau pun Perawat saat melayani SAYA selalu menggunakan APD (Alat Pelindung Diri), karena itu merupakan Protap Satndar atau SOP dalam merawat Pasien yang Suspect atau Probable atau Positif Covid.

5. Bahwa benar tgl 24 November 2020 SAKSI ikut mengantar SAYA dengan sukarela ke RS UMMI untuk General Medical Check Up karena KELELAHAN, sekaligus untuk Observasi dan Pemeriksaan serta Perawatan dan Pengobatan, sehingga SAYA mengikuti pemeriksan Darah di Laboratorium, dan Radiologi serta City Scan Thorax, juga EKG dan lainnya, untuk mendeteksi kalau ada penyakit yang diderita.

6. Bahwa benar SAYA saat masuk RS UMMI dalam keadaan relatif stabil dan bisa duduk mau pun berdiri serta berjalan secara normal, tidak dalam keadaan kritis atau parah atau tidak sadarkan diri.

79

7. Bahwa benar SAYA saat perawatan di RS UMMI merasa semakin hari semakin baik dan segar, bahkan dalam waktu sehari saja sudah hilang rasa lelah dan demam serta batuknya.

8. Bahwa benar SAKSI tahu adanya HOAX dari Para BuzzeRp yang menyebut bahwa SAYA Kritis dan Parah di Ruang ICU, bahkan sudah MATI akibat Covid, sehingga MERESAHKAN Kerabat dan Shahabat SAYA.

9. Bahwa benar SAYA merasa RESAH dan SANGAT TERGANGGU dengan berbagai berita HOAX yang disebar Para BuzzeRp, apalagi SAYA sedang menjalani pemeriksaan dan perawatan di RUMAH SAKIT.

10. Bahwa benar SAYA tahu dan setuju dengan Rekaman Video SAKSI yang mengabarkan bahwa SAYA ”baik-baik saja” sesuai dengan yang SAYA sampaikan kepada SAKSI bahwa SAYA merasa segar dan ”baik-baik saja”, untuk meredam KERESAHAN Kerabat dan Shahabat akibat HOAX yang disebar Para BuzzeRp. Dan Rekaman tersebut dibuat sebelum ada Hasil Test PCR SAYA artinya sebelum ada kepastian bahwa SAYA POSITIF COVID.

11. Bahwa benar SAKSI tahu lewat media Jawaban Dirut RS UMMI Dr Andi Tatat saat dihadang Wartawan dan ditanya ”Apakah benar Habib Rizieq Kritis dan Parah serta sudah pakai VENTILATOR DI RUANG ICU”, Dr Andi Tatat menjawab bahwa kondisi SAYA ”baik-baik saja dan selanjutnya masih menunggu hasil pemeriksaan”. Dan sepengetahuan SAKSI bahwa jawaban Dr Andi Tatat tersebut untuk meredam kepanikan dan keresahan Kerabat dan Shahabat akibat HOAX yang disebar BuzzeRp. Wawancara tersebut terjadi sebelum ada Hasil Test PCR, dan jawaban Dr Andi Tatat tersebut bukan Siaran Pers Resmi RS UMMI, tapi jawaban spontan atas pertanyaan Wartawan yang menghadang dam mendadak.

12. Bahwa benar SAKSI tahu bahwa HOAX yang disebar BuzzeRp telah menimbulkan KERESAHAN di kalangan Habaib dan Ulama serta Umat, sedang Rekaman Video SAKSI dan Wawancara Dirut RS UMMI Dr Andi Tatat di Televisi justru yang berhasil MEREDAM dan MENENANGKAN serta MENYEJUKKAN di kalangan Habaib dan Ulama serta Umat.

13. Bahwa benar setelah ada Wawancara Dr Abdi Tatat dan Video Klarifikasi SAKSI memang masih ada beberapa BERITA HOAX beredar, itulah sebabnya dibuat lagi REKAMAN TESTIMONI SAYA agar Umat melihat dan mendengar langsung dari SAYA yang menjadi KORBAN HOAX, sehingga BERITA HOAX tersebut teredam habis dan tuntas.

80

14. Bahwa benar selain adanya BERITA HOAX yang menyerang SAYA, baru sehari SAYA dirawat tiba-tiba ada OPERASI PENGIRIMAN BUNGA dari pihak yang tidak jelas SECARA SEKALIGUS ke RS UMMI yang berisi aneka tulisan menghina dan mengolok-olok.

15. Bahwa benar tgl 27 November 2020 SAYA setuju dengan Pelaksanaan Test Swab PCR di RS UMMI lewat Tim Mer-C didampingi Tim Satgas Covid Kota Bogor, tapi Tim Satgasnya tidak datang.

16. Bahwa benar SAYA dan Keluarga mau pun RS UMMI tidak pernah menghalang-halangi Satgas Covid dalam melaksanakan Tugasnya.

17. Bahwa benar SAYA pulang dari Rumah Sakit secara baik-baik dengan melunasi semua pembayaran dan atas izin RS UMMI mau pun Dokter yang merawat.

18. Bahwa benar SAYA sepulang dari RS UMMI tetap melanjutkan perawatan dan pengobatan dengan ISOLASI MANDIRI DI RUMAH di bawah arahan Tim Dokter Mer-C, sehingga tidak melakukan kontak fisik dengan siapa pun sesuai aturan.

19. Bahwa benar tgl 28 November 2021 sebelum pulang dari RS UMMI SAYA membuat Rekaman Video Testimoni sebagai Penghargaan untuk RS UMMI yang telah merawat SAYA secara profesional dan proporsional, sebelum ada Hasil Test PCR.

20. Bahwa benar HASIL RESMI Test PCR baru SAYA terima dari Dr Hadiki melalui SAKSI pada tgl 30 November 2020, karena Test PCR dilaksanakan hari JUM’AT 27 November 2020, sementara hari SABTU dan AHAD yaitu tgl 28 dan 29 November 2020 merupakan HARI LIBUR, sehingga Laporan Hasil PCR baru bisa disampaikan kepada SAYA pada hari SENIN tgl 30 November 2020

21. Bahwa benar setelah Hasil Test PCR tersebut SAYA terima pada Tgl 30 November 2020 di rumah dan hasilnya adalah POSITIF COVID, sehingga SAYA lanjut ISOLASI MANDIRI di rumah bawah pengawasan Tim Mer-C hingga sembuh total.

22. Bahwa benar SEBELUM tgl 30 November 2020 SAYA tidak pernah tahu kalau TERPAPAR COVID-19.

23. Bahwa benar sebelum masuk RS UMMI SAYA merasa KELELAHAN, tapi setelah masuk RS UMMI dalam waktu singkat setelah diberi Infus dan Obat SAYA merasa segar dan baik-baik saja, karena RASA LELAH yang semula dirasa telah hilang.

24. Bahwa benar SAYA merasa sehat dan segar serta baik-baik saja sebelum ada Hasil Test PCR.

81

25. Bahwa benar SAYA saat ditanya Dokter dan Keluarga tentang konsisi SAYA sebelum ada Hasil PCR selalu menjawab sesuai yang SAYA rasakan yaitu sehat dan baik-baik saja.

26. Bahwa benar SAYA tidak pernah sengaja atau bermaksud BERBOHONG apalagi menyiarkan KEBOHONGAN dengan mengaku sehat, karena memang SAYA bicara apa yang dirasa yaitu segar dan sehat, apalagi pada saat SAYA masuk RS UMMI dalam kondisi STABIL, ditambah dengan Laporan Dokter bahwa kondisi SAYA semakin hari semakin bagus, dan saat itu belum ada Hasil Test PCR.

27. Bahwa benar SAYA dan SAKSI serta Dirut RS UMMI Dr Andi Tatat TIDAK BERBOHONG, karena bicara atas dasar apa yang dilihat dan dirasa serta diketahui, sebab saat itu belum ada Hasil Test PCR.

28. Bahwa benar di Kota Bogor tidak ada satu pun Demo yang dilakukan kelompok masyarakat atau pun mahasiswa terkait perawatan SAYA di RS UMMI.

29. Bahwa benar SAKSI tahu melalui media pada tgl 30 November 2020 ada DEMO DAMAI yang dilakukan FMPB dengan massa sekitar 15 sampai 20 orang dari Parung Kabupaten Bogor di depan Perumahan Mutiara Sentul Kabupaten Bogor.

30. Bahwa benar di Kota Bogor dan sekitarnya sama sekali TIDAK ADA KEONARAN akibat Perawatan SAYA di RS UMMI.

31. Bahwa benar di sekitar RS UMMI pun tidak ada keresahan akibat SAYA dirawat di RS UMMI, bahkan masyarakat tenang karena SAYA ditangani oleh Para dokter yang berpengalaman.

32. Bahwa benar SAYA diobservasi dan dirawat serta diobati di RS UMMI bukan untuk menghalangi Pelaksanaan Penanggulangan Wabah sebagaimana tuduhan dan Fitnah JPU yang ngawur, justru sebaliknya untuk ikut melaksanakan Penanggulangan Wabah, karena SAYA tidak keluyuran di Jalan Raya atau di Pasar mau pun di Keramaian, tapi justru datang mengisolasi diri di RUMAH SAKIT RUJUKAN COVID.

33. Bahwa benar sesudah ada kepastian Konfirmasi Covid maka SAYA selalu berterus terang kepada siapa pun bahwa dirinya sedang TERPAPAR COVID dan sedang menjalankan perawatan sekaligus pengobatan Covid-19.


F. KETERANGAN TERDAKWA :

HABIB MUHAMMAD RIZIEQ SYIHAB

I. BAGIAN PERTAMA : KETERANGAN DI EKSEPSI TERDAKWA :

82

1. Bahwa benar SAYA tiga tahun setengah tinggal / diasingkan di Kota Suci MEKKAH.

2. Bahwa benar SAYA beberapa kali mencoba pulang tapi gagal karena DICEKAL/DIASINGKAN.

3. Bahwa benar SAYA dicekal Pemerintah Saudi atas permintaan Pemerintah RI.

4. Bahwa benar SAYA saat pulang tgl 9 November 2020 sempat diganggu agar gagal.

5. Bahwa benar SAYA dengan izin Allah SWT tgl 10 November 2020 BERHASIL pulang.

6. Bahwa benar SAYA punya SURAT BEBAS COVID dari Otoritas Saudi Arabia.

7. Bahwa benar SAYA tidak diperiksa kesehatan di Bandara Soetta.

8. Bahwa benar SAYA tidak dapat Klirens Kesehatan saat tiba di Bandara Soetta.

9. Bahwa benar SAYA tidak tahu Surat Edaran Isolasi 14 hari bagi WNI dari luar negeri.

10. Bahwa benar SAYA setelah terima Surat Edaran pada tgl 17 November 2020 melakukan ISOLASI MANDIRI di rumah di bawah pengawasan Tim Mer-C.

II. BAGIAN KEDUA : KETERANGAN TERDAKWA DI PERSIDANGAN :

1. Bahwa benar pada awalnya saat SAYA diperiksa oleh Penyidik Kepolisian sebagai SAKSI pada tgl 4 Januari 2021 hanya berkaitan dengan PELANGGARAN PROKES, sehingga diduga melanggar Pasal 14 ayat (1) atau ayat (2) UU No. 4 / Th. 1984 ttg Wabah Penyakit Menular terkait dugaan dengan sengaja menghalangi pelaksanaan Penanggulangan Wabah, dan atau Pasal 216 ayat (1) KUHP terkait dugaan dengan sengaja tidak mentaati atau dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tugas pejabat.

2. Bahwa benar saat SAYA diperiksa sebagai TERSANGKA pada tgl 15 Januari 2021 ada penambahan pasal yaitu Pasal 14 dan atau Pasal 15 UU No 1 Tahun 1946 ttg Peraturan Hukum Pidana terkait dugaan dengan sengaja menyiarkan kebohongan untuk menimbulkan keonaran. Bahkan akhirnya pasal tambahan inilah yang justru djadikan DAKWAAN KESATU baik yang Primer mau pun Subsider dan Lebih Subsider.

3. Bahwa benar SAYA sangat KELELAHAN sepulang dari Saudi Arabia akibat adanya upaya penggagalan kepulangan SAYA via Operasi Intelijen Berskala Besar sejak di Saudi dan ditambah lagi adanya sambutan jutaan Umat yang ANTUSIAS dan SPONTAN di

83

Bandara Cengkareng sehingga terjadi himpitan berdesakan dan kemacetan berjam-jam saat menuju rumah di Petamburan.

4. Bahwa benar tgl 23 November 2020 SAYA periksa Test Swab Antigen di rumah oleh Dr Hadiki dari Tim Mer-C yang mengenakan pakaian APD (Alat Pelindung Diri) dan hasilnya Reaktif.

5. Bahwa benar selama perawatan SAYA di RS UMMI para Dokter mau pun Perawat saat melayani SAYA selalu menggunakan APD (Alat Pelindung Diri), karena itu merupakan Protap Satndar atau SOP dalam merawat Pasien yang Suspect atau Probable atau Positif Covid.

6. Bahwa benar tgl 24 November 2020 SAYA dengan sukarela ke RS UMMI untuk General Medical Check Up karena KELELAHAN, sekaligus untuk menelusuri Hasil Reaktif Test Antigen melalui Observasi dan Pemeriksaan serta Perawatan dan Pengobatan, sehingga SAYA mengikuti pemeriksan Darah di Laboratorium, dan Radiologi serta City Scan Thorax, juga EKG dan lainnya.

7. Bahwa benar melalui General Medical Check Up di RS UMMI, SAYA mendapat Informasi lengkap tentang kondisi Jantung dan Paru-Paru serta Organ Tubuh lainnya, dan juga Kondisi Gula Darah dan Garam Darah, Cholesterol dan Limfosit serta lainnya. Jadi, pemeriksaan SAYA di RS UMMI tidak semata-mata hanya untuk memastikan ada Covid atau tidak, tapi juga untuk menelusuri kemungkinan adanya penyakit lain seperti : Diabetes Melitus atau Tekanan Darah Tinggi atau Cholesterol yang tidak stabil atau Kekentalan Darah yang tidak normal, dan lain-lain.

8. Bahwa benar saat masuk RS UMMI SAYA menanda-tangani Formulir General Concent (Persetujuan Umum) di RS UMMI yang artinya bahwa Rahasia Pasien hanya boleh dibuka untuk kepentingan kesehatan sesuai aturan. Pengisisan General Consent oleh SAYA saat itu sebagai Pasien di RS UMMI yang pada pokoknya :

a. Tidak mengumumkan keberadaaan Pasien di RS UMMI.

b. Tidak mengizinkan siapa pun membesuk Pasien kecuali Keluarga.

c. Tidak mempublikasikan Informasi Medis Pasien kecuali kepada yang berwenang sesuai aturan.

9. Bahwa benar SAYA saat masuk RS UMMI dalam keadaan relatif stabil dan bisa duduk mau pun berdiri serta berjalan secara normal, tidak dalam keadaan kritis atau parah atau tidak sadarkan diri sebagaimana diakui oleh para Saksi Fakta dari RS UMMI yang merawat SAYA.

10. Bahwa benar SAYA saat perawatan di RS UMMI merasa semakin hari semakin baik dan segar, bahkan dalam waktu sehari saja sudah hilang rasa lelah dan demam serta batuknya.

84

11. Bahwa benar hasil Pemeriksaan Laboratorium SAYA menunjukkan bahwa LIMFOSIT (yaitu Imun Kekebalan Tubuh) yang saat SAYA masuk RS UMMI berada pada poin 5 dari ambang batas antara 20 sampai 40, justru dalam sehari setelah disuntik dan diinfus serta diberi obat naik drastis ke poin 16, lalu selanjutnya semakin baik.

12. Bahwa benar selama SAYA dirawat di RS UMMI tidak ada satu pun Dokter mau pun Perawat yang mengabarkan kepada SAYA bahwa SAYA terpapar Covid atau Konfirm Covid, melainkan mereka hanya menyampaikan bahwa SAYA mengalami Infeksi Paru dan Gula Darah yang tinggi serta Tensi Darah yang tidak stabil, dan beberapa informasi Laboratorium lainnya seperti posisi Cholesterol, limfosit dan Triglserid, dll. Dan Dr Nerina berdasarkan rekomendasi Hasil Radiologi menyarankan agar SAYA melakukan TEST Swab PCR untuk memastikan apakah terpapar Covid atau tidak.

13. Bahwa benar selama perawatan SAYA di RS UMMI para Dokter mau pun Perawat saat melayani SAYA selalu menggunakan APD (Alat Pelindung Diri), karena itu merupakan Protap Satndar atau SOP dalam merawat Pasien yang Suspect atau Probable atau Positif Covid.

14. Bahwa benar tgl 24 November 2020 SAYA dengan sukarela ke RS UMMI untuk General Medical Check Up karena KELELAHAN, sekaligus untuk Observasi dan Pemeriksaan serta Perawatan dan Pengobatan, sehingga SAYA mengikuti pemeriksan Darah di Laboratorium, dan Radiologi serta City Scan Thorax, juga EKG dan lainnya, untuk mendeteksi kalau ada penyakit yang diderita.

15. Bahwa benar SAYA saat masuk RS UMMI dalam keadaan relatif stabil dan bisa duduk mau pun berdiri serta berjalan secara normal, tidak dalam keadaan kritis atau parah atau tidak sadarkan diri.

16. Bahwa benar SAYA saat perawatan di RS UMMI merasa semakin hari semakin baik dan segar, bahkan dalam waktu sehari saja sudah hilang rasa lelah dan demam serta batuknya.

17. Bahwa benar SAYA tahu adanya HOAX dari Para BuzzeRp yang menyebut bahwa SAYA Kritis dan Parah di Ruang ICU, bahkan sudah MATI akibat Covid, sehingga MERESAHKAN Kerabat dan Shahabat SAYA.

18. Bahwa benar SAYA sendiri merasa RESAH dan SANGAT TERGANGGU dengan berbagai berita HOAX yang disebar Para BuzzeRp, apalagi SAYA sedang menjalani pemeriksaan dan perawatan di RUMAH SAKIT.

19. Bahwa benar SAYA tahu dan setuju dengan Rekaman Video Hb Hanif Alattas yang mengabarkan bahwa SAYA ”baik-baik saja” sesuai dengan yang SAYA sampaikan

85

kepadanya bahwa SAYA merasa segar dan ”baik-baik saja”, untuk meredam KERESAHAN Kerabat dan Shahabat akibat HOAX yang disebar Para BuzzeRp.

Dan Rekaman tersebut dibuat sebelum ada Hasil Test PCR artinya sebelum ada kepastian bahwa SAYA POSITIF COVID.

20. Bahwa benar SAYA tahu lewat media dan setuju dengan Jawaban Dirut RS UMMI Dr Andi Tatat saat dihadang Wartawan dan ditanya ”Apakah benar Habib Rizieq Kritis dan Parah serta sudah pakai VENTILATOR DI RUANG ICU”, Dr Andi Tatat menjawab bahwa kondisi SAYA ”baik-baik saja dan selanjutnya masih menunggu hasil pemeriksaan”, untuk meredam kepanikan dan keresahan Kerabat dan Shahabat akibat HOAX yang disebar BuzzeRp. Wawancara tersebut terjadi sebelum ada Hasil Test PCR, dan jawaban Dr Andi Tatat tersebut bukan Siaran Pers Resmi RS UMMI, tapi jawaban spontan atas pertanyaan Wartawan yang menghadang dam mendadak.

21. Bahwa benar SAYA tahu dan rasakan sendiri bahwa HOAX yang disebar BuzzeRp telah menimbulkan KERESAHAN di kalangan Habaib dan Ulama serta Umat, sedang Rekaman Video Hb Hanif Alattas dan Wawancara Dirut RS UMMI Dr Andi Tatat di Televisi justru yang berhasil MEREDAM dan MENENANGKAN serta MENYEJUKKAN di kalangan Habaib dan Ulama serta Umat.

22. Bahwa benar setelah ada Wawancara Dr Abdi Tatat dan Video Klarifikasi SAKSI memang masih ada beberapa BERITA HOAX beredar, itulah sebabnya dibuat lagi REKAMAN TESTIMONI SAYA agar Umat melihat dan mendengar langsung dari SAYA yang menjadi KORBAN HOAX, sehingga BERITA HOAX tersebut teredam habis dan tuntas.

23. Bahwa benar SAYA sendiri merasa RESAH dan SANGAT TERGANGGU dengan berbagai berita HOAX yang disebar Para BuzzeRp, apalagi SAYA sedang menjalani pemeriksaan dan perawatan di RUMAH SAKIT.

24. Bahwa benar selain adanya BERITA HOAX yang menyerang SAYA, baru sehari SAYA dirawat tiba-tiba ada OPERASI PENGIRIMAN BUNGA dari pihak yang tidak jelas SECARA SEKALIGUS ke RS UMMI yang berisi aneka tulisan menghina dan mengolok-olok sesuai Keterangan SAYA dan Dua Saksi Mahkota HABIB HANIF dan Dr ANDI TATAT.

25. Bahwa benar di bulan November 2020 saat SAYA dirawat di RS UMMI ketentuan yang berlaku dari Kementerian Kesehatan RI dalam menentukan seseorang itu POSITIF COVID atau NEGATIF COVID adalah Hasil Test Swab PCR bukan Rapid Test atau pun Tets Swab Antigen.

26. Bahwa benar tgl 27 November 2020 SAYA setuju dengan Pelaksanaan Test Swab PCR di RS UMMI lewat Tim Mer-C didampingi Tim Satgas Covid Kota Bogor, tapi Tim Satgasnya tidak datang.

86

27. Bahwa benar SAYA dan Keluarga mau pun RS UMMI tidak pernah menghalang-halangi Satgas Covid dalam melaksanakan Tugasnya.


28. Bahwa benar SAYA pulang dari RS UMMI atas permintaan sendiri dengan 5 (lima) alasan :

a. Bahwa berdasarkan Hasil Test Laboratorium kondisi saya semakin hari semakin baik dari sejak masuk RS UMMI.

b. Bahwa saya punya Tim Medis Pribadi dari Tim Mer-C yang sangat berpengalaman akan melanjutkan Pendampingan dan Pemeriksaan Kesehatan dalam ISOLASI MANDIRI di rumah.

c. Bahwa TEROR dan INTIMIDASI dari Walikota Bogor BIMA ARYA dan Satgas Covidnya yang terus menerus sangat mengganggu perawatan saya, sekaligus merusak ketenangan RS UMMI.

d. Bahwa OPERASI BERITA HOAX dari BuzzeRp dan OPERASI PENGIRIMAN BUNGA dari pihak yang tidak jelas secara sekaligus ke RS UMMI juga sangat mengganggu, karena isi tulisan Karangan Bunga tersebut menghina dan mengolok-olok.

e. Bahwa Walikota Bogor melalui Kasatpol PP Kota Bogor melaporkan RS UMMI ke polisi, sehingga membuat saya semakin tidak enak hati terhadap RS UMMI yang sudah banyak membantu saya dalam perawatan dan pengobatan.

29. Bahwa benar SAYA pulang dari Rumah Sakit secara baik-baik dengan melunasi semua pembayaran dan atas izin RS UMMI mau pun Dokter yang merawat.

30. Bahwa benar SAYA sepulang dari RS UMMI tetap melanjutkan perawatan dan pengobatan dengan ISOLASI MANDIRI DI RUMAH di bawah arahan Tim Dokter Mer-C, sehingga tidak melakukan kontak fisik dengan siapa pun sesuai aturan.

31. Bahwa benar semula Dokter yang merawat SAYA yaitu Dr Nerina keberatan SAYA pulang, karena masih harus menuntaskan perawatan dan pengobatan, namun setelah mendengar kelima alasan di atas beliau setuju dengan syarat perawatan dan pengobatan tetap dilanjutkan dengan ISOLASI MANDIRI DI RUMAH di bawah pengawasan Tim Dokter dari Mer-C.

32. Bahwa benar tgl 28 November 2021 SAYA sebelum pulang membuat Surat pernyataan melarang Rahasia Pasien untuk diberikan ke siapa pun kecuali sebagaimana mestinya sesuai General Consent yang sudah ditanda-tangani SAYA pada awal masuk RS UMMI seperti pengiriman sample ke laboratorium dan laporan Real Time ke Dinkes Kota Bogor mau pun Kemenkes RI.

87

33. Bahwa benar tgl 28 November 2021 SAYA sebelum pulang dari RS UMMI membuat Rekaman Video Testimoni sebagai Penghargaan untuk RS UMMI yang telah merawat SAYA secara profesional dan proporsional, sebelum ada Hasil Test PCR.

34. Bahwa benar HASIL RESMI Test PCR baru SAYA terima dari Dr Hadiki melalui Habib Hanif Alattas pada tgl 30 November 2020, karena Test PCR dilaksanakan hari JUM’AT 27 November 2020, sementara hari SABTU dan AHAD yaitu tgl 28 dan 29 November 2020 merupakan HARI LIBUR, sehingga Laporan Hasil PCR baru bisa disampaikan kepada SAYA pada hari SENIN tgl 30 November 2020

35. Bahwa benar setelah Hasil Test PCR tersebut SAYA terima pada Tgl 30 November 2020 di rumah dan hasilnya adalah POSITIF COVID, sehingga SAYA lanjut ISOLASI MANDIRI di rumah bawah pengawasan Tim Mer-C hingga sembuh total.

36. Bahwa benar SEBELUM tgl 30 November 2020 SAYA tidak pernah tahu kalau TERPAPAR COVID-19.

37. Bahwa benar sebelum masuk RS UMMI SAYA merasa KELELAHAN, tapi setelah masuk RS UMMI dalam waktu singkat setelah diberi Infus dan Obat, SAYA merasa segar dan baik-baik saja, karena RASA LELAH yang semula dirasa telah hilang.

38. Bahwa benar SAYA merasa sehat dan segar serta baik-baik saja sebelum ada Hasil Test PCR.

39. Bahwa benar SAYA saat ditanya Dokter dan Keluarga tentang konsisi SAYA sebelum ada Hasil PCR selalu menjawab sesuai yang SAYA rasakan yaitu sehat dan baik-baik saja.

40. Bahwa benar SAYA tidak pernah sengaja atau bermaksud BERBOHONG apalagi menyiarkan KEBOHONGAN dengan mengaku sehat, karena memang SAYA bicara apa yang dirasa yaitu segar dan sehat, apalagi pada saat SAYA masuk RS UMMI dalam kondisi STABIL, ditambah dengan Laporan Dokter bahwa kondisi SAYA semakin hari semakin bagus, dan saat itu belum ada Hasil Test PCR.

41. Bahwa benar SAYA dan menantu Hb Hanif Alattas serta Dirut RS UMMI Dr Andi Tatat TIDAK BERBOHONG, karena bicara atas dasar apa yang dilihat dan dirasa serta diketahui, sebab saat itu belum ada Hasil Test PCR.

42. Bahwa benar di Kota Bogor tidak ada satu pun Demo yang dilakukan kelompok masyarakat atau pun mahasiswa terkait perawatan SAYA di RS UMMI.

43. Bahwa benar SAYA tahu melalui media massa pada tgl 30 November 2020 ada DEMO DAMAI yang dilakukan FMPB dengan massa sekitar 15 sampai 20 orang dari Parung Kabupaten Bogor di depan Perumahan Mutiara Sentul Kabupaten Bogor.

88

44. Bahwa benar di Kota Bogor dan sekitarnya sama sekali TIDAK ADA KEONARAN akibat Perawatan SAYA di RS UMMI.

45. Bahwa benar SAYA TIDAK BERBOHONG dan TIDAK MENIMBULKAN KEONARAN dalam Kasus Perawatan SAYA di RS UMMI, karena apa yang SAYA sampaikan saat itu adalah apa yang SAYA rasakan saat itu, dan pernyataan SAYA pun tidak menimbulkan keonaran dalam bentuk apa pun di Kota Bogor mau pun Tempat lainnya, bahkan justru pernyataan SAYA tersebut berhasil meredam keresahan Habaib dan Ulama serta Umat akibat berita-bertia HOAX yang selama ini menyebut SAYA sudah kritis dan parah bahkan sudah Mati akibat Covid.

46. Bahwa benar di sekitar RS UMMI pun tidak ada keresahan akibat SAYA dirawat di RS UMMI, bahkan masyarakat tenang karena SAYA ditangani oleh Para dokter yang berpengalaman.

47. Bahwa benar SAYA diobservasi dan dirawat serta diobati di RS UMMI bukan untuk menghalangi Pelaksanaan Penanggulangan Wabah sebagaimana tuduhan dan Fitnah JPU yang ngawur, justru sebaliknya untuk ikut melaksanakan Penanggulangan Wabah, karena SAYA tidak keluyuran di Jalan Raya atau di Pasar mau pun di Keramaian, tapi justru datang mengisolasi diri di RUMAH SAKIT RUJUKAN COVID.

48. Bahwa benar sesudah ada kepastian Konfirmasi Covid maka SAYA selalu berterus terang kepada siapa pun bahwa dirinya sedang TERPAPAR COVID dan sedang menjalankan negatifan sekaligus pengobatan Covid-19.

حسبنا لله ونعم الوكيل، نعم المولى ونعم النصير، ولا حول ولا قوة إلا ﺑﺎﻟﻠﻪ العلي العظيم

BAB VI

POIN-POIN PENTING

FAKTA PERSIDANGAN

Kepada Yang Mulia Majelis Hakim

Kepada Yang Tercinta Seluruh Penasihat Hukum

Kepada Yang Terhormat Semua Jaksa Penuntut Umum

Kepada Yang Istimewa Segenap Pecinta Keadilan dimana pun berada

Dari semua Fakta-Fakta Persidangan yang mencakup Keterangan Saksi Fakta dan Keterangan Saksi Ahli serta Keterangan Terdakwa, ditambah Bukti Surat dan Petunjuk lainnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

A. Bahwa benar TERDAKWA telah menyampaikan dalam EKSEPSINYA di awal persidangan sebagai berikut :

1. Bahwa benar SAYA tiga tahun setengah tinggal / diasingkan di Kota Suci MEKKAH.

2. Bahwa benar SAYA beberapa kali mencoba pulang tapi gagal karena DICEKAL/DIASINGKAN.

3. Bahwa benar SAYA dicekal Pemerintah Saudi atas permintaan Pemerintah RI.

4. Bahwa benar SAYA saat pulang tgl 9 November 2020 sempat diganggu agar gagal.

5. Bahwa benar SAYA dengan izin Allah SWT tgl 10 November 2020 BERHASIL pulang.

6. Bahwa benar SAYA punya SURAT BEBAS COVID dari Otoritas Saudi Arabia.

7. Bahwa benar SAYA tidak diperiksa kesehatan di Bandara Soetta.

8. Bahwa benar SAYA tidak dapat Klirens Kesehatan saat tiba di Bandara Soetta.

9. Bahwa benar SAYA tidak tahu Surat Edaran Isolasi 14 hari bagi WNI dari luar negeri.

10. Bahwa benar SAYA setelah terima Surat Edaran pada tgl 17 November 2020 melakukan ISOLASI MANDIRI di rumah di bawah pengawasan Tim Mer-C.

90

B. Bahwa benar TERDAKWA telah memberikan keterangan saat PEMERIKSAAN TERDAKWA di persidangan sebagai berikut :

1. Bahwa benar SAYA sangat KELELAHAN sepulang dari Saudi Arabia akibat adanya upaya penggagalan kepulangan SAYA via Operasi Intelijen Berskala Besar sejak di Saudi dan ditambah lagi adanya sambutan jutaan Umat yang ANTUSIAS dan SPONTAN di Bandara Cengkareng sehingga terjadi himpitan berdesakan dan kemacetan berjam-jam saat menuju rumah di Petamburan.

2. Bahwa benar tgl 23 November 2020 SAYA periksa Test Swab Antigen di rumah oleh Dr Hadiki dari Tim Mer-C yang mengenakan pakaian APD (Alat Pelindung Diri) dan hasilnya Reaktif.

Jadi TIDAK BENAR pendapat JPU bahwa orang yang diperiksa oleh Dokter yang menggunakan pakaian APD (Alat Pelindung Diri) menunjukkan bahwa orang tersebut pasti POSTITIF COVID sebagaimana bisa dipahami dari uraian JPU dalam TUNTUTAN-nya halaman 149.

FAKTANYA : siapa saja yang Suspect atau Probable atau Positif Covid saat diperiksa maka Dokter atau Perawat yang memeriksa diwajibkan mengenakan pakaian APD. Bahkan orang sehat sekali pun saat diperiksa Swab Antigen mau pun Swab PCR maka pemeriksanya wajib mengenakan pakaian APD.

Selain itu tuduhan JPU bahwa dengan hasil Test Swab Antigen yang Reaktif sudah cukup menunjukkan bahwa SAYA sudah TERPAPAR COVID adalah suatu KEBODOHAN dan KEDUNGUAN serta KEPANDIRAN terhadap Aturan, karena sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI No HK.01.07/MENKES/446/2021 tertanggal 8 Februari 2021 tentang Penggunaan Rapid Diasnotic Test Antigen dalam Pemeriksaan Covid-19 bahwa mulai tgl dikeluarkan keputusan tersebut baru Hasil Test Antigen dijadikan sebagai Standar Penentuan Covid-19, sedang sebelum tgl 8 Februari 2021 Test Antigen belum jadi Standar Ukur Penentuan Covid-19, tapi yang jadi Standar Ukur Penentuan Covid-19 adalah Test Swab PCR.

3. Bahwa benar selama perawatan SAYA di RS UMMI para Dokter mau pun Perawat saat melayani SAYA selalu menggunakan APD (Alat Pelindung Diri), karena itu merupakan Protap Standar atau SOP dalam merawat Pasien yang Suspect atau Probable atau Positif Covid.

Jadi sekali lagi TIDAK BENAR pendapat JPU bahwa setiap PASIEN yang dilayani Dokter mau pun Perawat dengan menggunakan pakaian APD (Alat Pelindung Diri) menunjukkan bahwa PASIEN tersebut pasti POSTITIF COVID sebagaimana bisa dipahami dari uraian JPU dalam TUNTUTAN-nya halaman 149.

FAKTANYA : siapa saja PASIEN yang Suspect atau Probable atau Positif Covid saat diperiksa maka Dokter atau Perawat yang memeriksa diwajibkan mengenakan pakaian APD. Bahkan

91

sebagaimana tadi telah ditegaskan di pOin ke-12 bahwa orang sehat sekali pun saat diperiksa Swab Antigen mau pun Swab PCR maka pemeriksanya wajib mengenakan pakaian APD.

4. Bahwa benar tgl 24 November 2020 SAYA dengan sukarela ke RS UMMI untuk General Medical Check Up karena KELELAHAN, sekaligus untuk menelusuri Hasil Reaktif Test Antigen melalui Observasi dan Pemeriksaan serta Perawatan dan Pengobatan, sehingga SAYA mengikuti pemeriksan Darah di Laboratorium, dan Radiologi serta City Scan Thorax, juga EKG dan lainnya.

Dan melalui General Medical Check Up di RS UMMI, SAYA mendapat Informasi lengkap tentang kondisi Jantung dan Paru-Paru serta Organ Tubuh lainnya, dan juga Kondisi Gula Darah dan Garam Darah, Cholesterol dan Limfosit serta lainnya. Jadi, pemeriksaan SAYA di RS UMMI tidak semata-mata hanya untuk memastikan ada Covid atau tidak, tapi juga untuk menelusuri kemungkinan adanya penyakit lain seperti : Diabetes Melitus atau Tekanan Darah Tinggi atau Cholesterol yang tidak stabil atau Kekentalan Darah yang tidak normal, dan lain-lain.

Jadi TIDAK BENAR tuduhan JPU dalam TUNTUTAN-nya halaman 149 bahwa pernyataan SAYA tentang General Medical Check Up di RS UMMI adalah BOHONG, JPU menyatakan bahwa :

”TERDAKWA masuk RS UMMI bukan untuk General Check Up, melainkan karena Pemeriksaan Rapid Test yang dilakukan Dr Hadiki hasilnya Reaktif.”

Luar Biasa saking semangatnya JPU mengkriminalisasikan Pasien dan Dokter serta Rumah Sakit, sampai semua FAKTA KEBENARAN dianggap KEBOHONGAN hanya karena tidak sesuai SYAHWAT JAHAT JPU yang ingin memenjarakan SAYA. Mungkin karena JPU sudah biasa BERBOHONG, sehingga menilai orang lain sebagi PEMBOHONG seperti diri mereka yang sering BERBOHONG.

5. Bahwa benar saat masuk RS UMMI SAYA menanda-tangani Formulir General Concent (Persetujuan Umum) di RS UMMI yang artinya bahwa Rahasia Pasien hanya boleh dibuka untuk kepentingan kesehatan sesuai aturan. Pengisisan General Consent oleh SAYA saat itu sebagai Pasien di RS UMMI yang pada pokoknya :

a. Tidak mengumumkan keberadaaan Pasien di RS UMMI.

b. Tidak mengizinkan siapa pun membesuk Pasien kecuali Keluarga.

c. Tidak mempublikasikan Informasi Medis Pasien kecuali kepada yang berwenang sesuai aturan.

Pengisisan tersebut tidak langgar aturan, bahkan sudah sesuai dengan HAK KERAHASIAAN PASIEN yang dilindungi UU Kesehatan dan UU Kedokteran serta UU Rumah Sakit, tanpa melanggar UU Kekarantinaan Kesehatan mau pun UU Penanggulangan Wabah di saat Pandemi, karena oleh RS UMMI sampling pemeriksaan SAYA sebagai Pasien tetap dikirim ke

92

Laboratorium dan Rekam Medisnya tetap dilaporkan secara Real Time ke Dinkes Kota Bogor mau pun Kemenkes RI.

Dan Presiden Jokowi melalui cuitan di Twitter Resminya pada tgl 3 Maret 2020 pernah menyatakan dengan tegas dan jelas sbb :

”Saya telah memerintahkan menteri untuk mengingatkan agar rumah sakit dan pejabat pemerintah untuk tidak membuka privasi pasien yang dirawat karena virus korona. Hak-hak pribadi mereka harus dijaga. Begitu juga Media massa, saya minta untuk menghormati privasi mereka.”

Sejumlah Pejabat dan Tokoh Nasional banyak yang merahasikan Kondisi Kesehatan mereka, seperti Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto merahasiakan dirinya kena Covid pada Tahun 2020, dan Komisaris Utama Pertamina Ahok juga merahasiakan dirinya sekeluarga terkena Covid, sehingga anggota Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay pada tgl 22 Januari 2021 di berbagai Medai Massa mengatakan bahwa tidak ada kewajiban seorang pasien positif covied -19 secara aktif harus mengumumkan dirinya terpapar.

Jadi TIDAK BENAR tuduhan JPU dalam TUNTUTAN-nya halaman 22 pada bagian DAKWAAN KETIGA bahwa pengisisan General Consent (Persetujuan Umum) dan penanda-tanganannya oleh SAYA di RS UMMI adalah berarti :

”dengan kehendak TERDAKWA dan dengan sengaja bertujuan menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah”.

JPU telah dengan sengaja mengabaikan Keterangan Saksi Ahli di depan persidangan ini, yatitu DR Tonang (Ahli Kesehatan dan Epidemiologi) dan DR Luthfi Hakim (Ahli Medco Legal & Hukum Pidana Kesehatan) serta DR Nasser (Ahi Hukum Kesehatan) yang mereka telah sepakat menyatakan di depan persidangan bahwa KERAHASIAAN DATA PASIEN dilindungi UU, hanya boleh dibuka saat darurat sesuai aturan, bukan dibuka untuk publik tanpa aturan.

Penilaian JPU ini bahwa Pengisian General Consent Rumah Sakit adalah PELANGGARAN HUKUM sangat berbahaya sekali, karena Formulir General Consent merupakan protap standar di setiap Rumah Sakit dan juga merupakan HAK KERAHASIAAN PASIEN yang dilindungi Undang-Undang.

Dan parahnya lagi JPU menganggap HAK KERAHASIAAN PASIEN sebagaimana dimaksud dalam General Consent Rumah Sakit sebagai bentuk PELANGGARAN terhadap Pelaksanaan Penanggulangan Wabah, padahal DATA PASIEN yang diperlukan untuk Penanggulangan Wabah oleh pihak Rumah Sakit tetap dibuka sesuai aturan, seperti pengiriman sampling pemeriksaan Pasien ke Laboraotorium dan pelaporan Rekam Medis Pasien secara Real Time ke Dinkes Kota / Kabupaten mau pun ke Kemenkes RI.

6. Bahwa benar SAYA saat masuk RS UMMI dalam keadaan relatif stabil dan bisa duduk mau pun berdiri serta berjalan secara normal, tidak dalam keadaan kritis atau parah atau tidak sadarkan diri sebagaimana diakui oleh para Saksi Fakta dari RS UMMI yang merawat SAYA.

7. Bahwa benar SAYA saat perawatan di RS UMMI merasa semakin hari semakin baik dan segar, bahkan dalam waktu sehari saja sudah hilang rasa lelah dan demam serta batuknya.

8. Bahwa benar hasil Pemeriksaan Laboratorium SAYA menunjukkan bahwa LIMFOSIT (yaitu Imun Kekebalan Tubuh) yang saat SAYA masuk RS UMMI berada pada poin 5 dari ambang batas antara 20 sampai 40, justru dalam sehari setelah disuntik dan diinfus serta diberi obat naik drastis ke poin 16, lalu selanjutnya semakin baik.

9. Bahwa benar selama SAYA dirawat di RS UMMI tidak ada satu pun Dokter mau pun Perawat yang mengabarkan kepada SAYA bahwa SAYA sudah TERPAPAR COVID atau KONFIRM COVID atau POSITIF COVID, melainkan mereka hanya menyampaikan bahwa SAYA mengalami Infeksi Paru dan Gula Darah yang tinggi serta Tensi Darah yang tidak stabil, dan beberapa informasi Laboratorium lainnya seperti posisi Hemoglobin, Lekosit, Trombosit, Cholesterol, Segmen, Limfosit, Natrium dan Kalium, serta lainnya. Dan Dr Nerina berdasarkan rekomendasi Hasil Radiologi menyarankan agar SAYA melakukan TSET Swab PCR untuk memastikan apakah terpapar Covid atau tidak.

Jadi TIDAK BENAR tuduhan JPU yang menyatakan dalam TUNTUTAN-nya di halaman 148 :

”Bahwa TERDAKWA mengetahui bahwa ia dalam kondisi sakit dan terpapar Covid-19 bukan dalam kondisi sehat-sehat saja”.

Darimana JPU langsung memastikan bahwa SAYA sejak awal masuk RS UMMI sudah mengetahui TERPAPAR COVID, sedang Dokter yang merawatnya saja masih baru mau mesmastikan apakah SAYA terpapar covid atau tidak melalui Tets Swab PCR !?

Darimana JPU langsung memastikan bahwa SAYA sejak awal masuk RS UMMI sudah mengetahui TERPAPAR COVID, sedang Dokter yang merawatnya saja tidak tahu bahwa SAYA TERPAPAR COVID atau POSISITIF COVID sebelum ada Hasil Test Swab PCR !?

Padahal SEMUA Saksi Fakta baik dari RS UMMI mau pun dari Tim Mer-C sudah memberi keterangan di bawah sumpah depan persidangan ini bahwa SAYA saat masuk RS UMMI hari Selasa tgl 24 November 2020 belum ditest Swab PCR, dan baru dilakukan Test Swab PCR pada hari Jum’at tgl 27 November 2020.

HASIL RESMI Test PCR tersebut baru SAYA terima dari Dr Hadiki melalui Habib Hanif Alattas pada tgl 30 November 2020 sesuai Keterangan SAYA dan Keterangan Saksi Fakta Dr Hadiki serta Saksi Mahkota Habib Hanif Alattas di depan persidangan, karena Test PCR dilaksanakan hari JUM’AT 27 November 2020, sementara hari SABTU dan AHAD yaitu tgl 28

94

dan 29 November 2020 merupakan HARI LIBUR

, sehingga Laporan Hasil PCR baru bisa disampaikan kepada SAYA pada hari SENIN tgl 30 November 2020.

Namun semua kesaksian tersebut diabaikan oleh JPU karena tidak sesuai dengan keinginan Syahwat Jahat JPU yang ingin mengarang cerita sendiri bahwa SAYA sudah tahu TERPAPAR COVID sejak awal masuk RS UMMI agar semua DAKWAAN JPU menjadi seolah-olah ”Dakwaan Benar”.

10. Bahwa benar Dr Nerina dkk di RS UMMI membuat Grup WA dengan nama Grup HARIS yang isinya adalah saling tukar informasi antar Dokter tentang langkah-langkah yang diambil dalam merawat dan mengobati SAYA. Dr Nerina dan Dr Andi Tatat dalam persidangan memberi keterangan bahwa dalam Grup WA ini pun tidak ada pembicaraan tentang SAYA apakah terpapar covid atau tidak, karena belum ada Hasil Test Swab PCR, namun memang penanganan pasien suspect atau probable atau posiitif covid secara umum mempunyai prosedur yang hampir sama seperti sama-sama ada kewajiban memakai APD, dan sama-sama harus ditest Swab PCR, dsb.

Jadi sekali lagi TIDAK BENAR tuduhan JPU yang menyatakan dalam TUNTUTAN-nya di halaman 148 tadi bahwa SAYA sejak awal masuk RS UMMI sudah mengetahui bahwa ia dalam kondisi sakit dan terpapar Covid-19. Bagaimana SAYA sebagai PASIEN bisa tahu, sementara Dokternya saja masih sedang melakukan OBSERVASI dan BELUM MEMUTUSKAN karena belum ada Hasil Test Swab PCR !?

Nyata sekali bahwa JPU dalam TUNTUTAN banyak Mengarang Cerita Bohong dan Memanipulasi Fakta Persidangan serta melakukan MANUVER untuk membentuk OPINI JAHAT. Na’uudzu Billaahi Min Dzaalik.

11. Bahwa benar SAYA tahu adanya HOAX dari Para BuzzeRp yang menyebut bahwa SAYA Kritis dan Parah di Ruang ICU, bahkan sudah MATI akibat Covid, sehingga MERESAHKAN Kerabat dan Shahabat SAYA.

12. Bahwa benar SAYA sendiri merasa RESAH dan SANGAT TERGANGGU dengan berbagai berita HOAX yang disebar Para BuzzeRp, apalagi SAYA sedang menjalani pemeriksaan dan perawatan di RUMAH SAKIT.

13. Bahwa benar SAYA tahu dan setuju dengan Rekaman Video Hb Hanif Alattas yang mengabarkan bahwa SAYA ”baik-baik saja” sesuai dengan yang SAYA sampaikan kepadanya bahwa SAYA merasa segar dan ”baik-baik saja”, untuk meredam KERESAHAN Kerabat dan Shahabat akibat HOAX yang disebar Para BuzzeRp. Dan Rekaman tersebut dibuat sebelum ada Hasil Test PCR artinya sebelum ada kepastian bahwa SAYA POSITIF COVID.

14. Bahwa benar SAYA tahu dan setuju dengan Jawaban Dirut RS UMMI Dr Andi Tatat saat dihadang Wartawan dan ditanya ”Apakah benar SAYA Kritis dan Parah serta sudah pakai VENTILATOR DI RUANG ICU”, Dr Andi Tatat menjawab bahwa kondisi SAYA ”baik-baik saja

95

dan selanjutnya masih menunggu hasil pemeriksaan”, untuk meredam kepanikan dan keresahan Kerabat dan Shahabat akibat HOAX yang disebar BuzzeRp.

Wawancara tersebut terjadi sebelum ada Hasil Test PCR, dan jawaban Dr Andi Tatat tersebut bukan Siaran Pers Resmi RS UMMI, tapi jawaban spontan atas pertanyaan Wartawan yang menghadang dam mendadak.

15. Bahwa benar SAYA tahu dan rasakan sendiri bahwa HOAX yang disebar BuzzeRp telah menimbulkan KERESAHAN di kalangan Habaib dan Ulama serta Umat, sedang Rekaman Video Hb Hanif Alattas dan Wawancara Dirut RS UMMI Dr Andi Tatat di Televisi justru yang berhasil MEREDAM dan MENENANGKAN serta MENYEJUKKAN di kalangan Habaib dan Ulama serta Umat.

Jadi TIDAK BENAR tuduhan JPU dalam TUNTUTAN-nya halaman 155 yang menyatakan :

”faktanya setelah video tersebut dibuat bahkan berdasarkan pengakuan TERDAKWA dan SAKSI HANIF ALATAS di depan persidangan justru semakin banyak video-video hoaks yang beredar”.

Pernyataan JPU ini SANGAT JAHAT dan merupakan pernyataan SESAT dan MENYESATKAN, karena berisi FITNAH dan PEMUTAR-BALIKKAN FAKTA PERSIDANGAN dan LOGIKA, antara lain :

a. Bahwa SAYA dan SAKSI HANIF ALATAS tidak pernah menyatakan di depan persidangan bahwa setelah VIDEO KLARIFIKASI HABIB HANIF dibuat maka VIDEO HOAX semakin banyak. Kok JPU menyatakan kebalikannya !?

b. Bahwa SAYA dan SAKSI HANIF ALATAS justru menyatakan di depan persidangan bahwa setelah VIDEO KLARIFIKASI HABIB HANIF dibuat maka KERESAHAN Habaib dan Ulama serta Umat akibat Berita HOAX teratasi dan teredam.

c. Bahwa SAYA dan SAKSI HANIF ALATAS hanya menyatakan di depan persidangan bahwa setelah VIDEO KLARIFIKASI HABIB HANIF dibuat memang masih ada beberapa BERITA HOAX beredar, itulah sebabnya dibuat lagi REKAMAN TESTIMONI SAYA agar Umat melihat dan mendengar lansgung dari SAYA yang menjadi KORBAN HOAX, sehingga BERITA HOAX tersebut teredam habis dan tuntas.

d. Bahwa tetap beredarnya HOAX tentang SAYA Kritis dan Parah di Ruang ICU, bahkan sudah MATI akibat Covid, meskipun telah diberikan KLARIFIKASI justru menunjukkan sebuah INDIKASI KUAT bahwa ada upaya MASSIF dan SISTEMATIS dari para BuzzeRp serta AKTOR INTELEKTUAL di belakang mereka untuk menyerang PSIKOLOGIS dan KEHORMATAN SAYA serta menebar keresahan di kalangan Kebarat dan Sahabat SAYA. Sehingga para BuzzeRp ini tidak peduli dengan adanya KLARIFIKASI sekali pun. Yang terpenting dengan adanya klarifikasi tersebut keresahan Kerabat, Sahabat dan Ummat akibat HOAX HRS KRITIS bisa diredam dan ditenangkan.

96

e. Bahwa Logika yang disampaikan JPU terbalik, seharusnya Logika yang benar adalah : Jika sudah diklarifikasi saja para BuzzeRp itu tetap menebar HOAX HRS KRITIS, apalagi kalau tidak ada klarifikasi, bisa makin liar hoax yang mereka sebarkan.

Itulah FAKTA PERSIDANGAN serta LOGIKA SEHAT yang sebenarnya.

Kok JPU nekat MEMUTAR-BALIKKAN FAKTA yang disaksikan oleh Majelis Hakim dan Penasihat Hukum serta jutaan pemirsa lewat Video Streaming PN Jakarta Timur ini !?

IBLIS mana yang merasuki jiwa Para JPU sehingga berani mengarang CERITA BOHONG sambil MENEBAR FITNAH di forum pengadilan terhormat yang disaksikan jutaan orang se-Indonesia ini !?

16. Bahwa benar selain adanya BERITA HOAX yang menyerang SAYA, baru sehari SAYA dirawat tiba-tiba ada OPERASI PENGIRIMAN BUNGA dari pihak yang tidak jelas SECARA SEKALIGUS ke RS UMMI yang berisi aneka tulisan menghina dan mengolok-olok sesuai Keterangan SAYA dan Dua Saksi Mahkota HABIB HANIF dan Dr ANDI TATAT.

Jadi TIDAK BENAR pernyataan JPU dalam TUNTUTAN-nya halaman 156 yang berbunyi :

”Ratusan Karangan Bunga yang dikirim ke RS UMMI oleh masyarakat yang pro dan kontra.”

Dari Keterangan Saksi Fakta yang mana JPU mendapat keterangan bahwa RATUSAN KARANGAN BUNGA tersebut dikirim oleh masyarakat yang pro dan kontra ?!

Dan bagaimana bisa OPERASI KARANGAN BUNGA yang dikirim SEBELUM ada Rekaman Wawancara Dr ANDI TATAT dan Rekaman Video Klarifikasi HABIB HANIF serta Rekaman Video Testimoni SAYA bisa disebut sebagai sebab KERESAHAN dan KEONARAN akibat dari Wawancara dan Klarifikasi serta Testimoni !?

Kok Otak JPU jadi NYUNGSANG, sehingga pendapatnya jadi tidak karu-karuan dan ngawur serta amburadul semacam ini !?

17. Bahwa benar di bulan November 2020 saat SAYA dirawat di RS UMMI ketentuan yang berlaku dari Kementerian Kesehatan RI dalam menentukan seseorang itu POSITIF COVID atau NEGATIF COVID adalah Hasil Test Swab PCR bukan Rapid Test atau pun Tets Swab Antigen.

18. Bahwa benar tgl 27 November 2020 SAYA setuju dengan Pelaksanaan Test Swab PCR di RS UMMI lewat Tim Mer-C didampingi Tim Satgas Covid Kota Bogor, tapi Tim Satgasnya tidak datang.

Jadi TIDAK BENAR tuduhan JPU bahwa SAYA menolak Test Swab PCR sehingga sebagaimana dinyatakan JPU dalam TUNTUTAN-nya halaman 129 :

”Satgas Covid-19 Kota Bogor TIDAK BISA MELAKSANAKAN tugasnya untuk melakukan Swab PCR test Covid-19 terhadap TERDAKWA.”

Jadi FAKTA YANG BENAR adalah bahwa SAYA setuju ditest Swab PCR di RS UMMI, dan SAYA juga setuju yang melakukan Test Swab PCR nya adalah Tim Dokter Pribadi SAYA dari Tim Mer-C, serta SAYA pun setuju Tim Satgas Covid Kota Bogor mendampingi dan menyaksikan pelaksanaan Test Swab PCR. Dan itu menjadi KESEPAKATAN BERSAMA antara SAYA, RS UMMI dan Tim Mer-C serta Satgas Covid Kota Bogor, namun saat pelaksanaannya ternyata Satgas Covid Kota Bogor TIDAK HADIR.

19.Bahwa benar TUPOKSI Satgas Covid adalah membuat KEBIJAKAN STRATEGIS dalammenanggulangi Wabah, bukan mendatangi Rumah Sakit satu per satu untuk minta RekamMedis para Pasien atau pun melakukan Rapid Test / Test Swab Antigen / Test Swab PCRkepada para pasien satu per satu.

Jadi TIDAK BENAR pernyataan JPU dalam TUNTUTAN-nya di halaman 129 tadi :

”Satgas Covid-19 Kota Bogor tidak bisa MELAKSANAKAN TUGASNYA untuk melakukan Swab PCR test Covid-19 terhadap TERDAKWA.”

Disini JPU tetap ”Ngotot” dan ”Keras Kepala” bahwa Pemeriksaan Test Swab PCR adalah bagian dari TUGAS SATGAS COVID. Padahal telah dinyatakan berulang kali di depan persidangan oleh para Saksi Ahli Hukum Kesehatan DR M Nasser, dan Saksi Ahli Kesehatan dan Epidemiologi DR Tonang, serta Saksi Ahli Medco Legal dan Hukum Pidana Kesehatan DR Luthfi Hakim : ”Bahwa SATGAS COVID adalah badan Ad-Hoc yang tupoksinya terkait KEBIJAKAN STRATEGIS, sehingga secara teknis tidak berhak mengambil Rekam Medis Pasien atau melakukan Test Swab Antigen mau pun Test Swab PCR.

20.Bahwa benar kedatangan Satgas Covid Kota Bogor ke RS UMMI untuk minta Rekam MedisPasien dan untuk melakukan Test Swab PCR terhadap Pasien adalah sudah keluar dariTUPOKSI-nya, sehingga ANDAI PUN DITOLAK oleh RS UMMI mau pun Pasien, maka tidakberarti menghalangi Satgas Covid dalam melaksanakan tugasnya, karena memang bukanTUPOKSI mereka.

98

21. Namun demikian RS UMMI mau pun SAYA tetap menerima kehadiran Satgas Covid Kota Bogor walau di luar TUPOKSI-nya, bahkan mengikuti arahan dan sarannya, sehingga RS UMMI mau pun SAYA tidak pernah menghalangi Satgas Covid Kota Bogor.

22. Bahwa benar SAYA dan Keluarga mau pun RS UMMI tidak pernah menghalang-halangi Satgas Covid dalam melaksanakan Tugasnya, BUKTINYA :

a. Saat Walikota Bogor Bima Arya dan Satgas Covid Kota Bogor datang ke RS UMMI disambut hangat oleh RS UMMI mau pun Keluarga SAYA yang diwakili oleh Habib Hanif Alattas, dan ini diakui sendiri oleh Walkot Bogor Bima Arya dalam kesaksiannya di persidangan ini.

b. Saat Walikota Bogor Bima Arya dan Satgas Covid Kota Bogor meminta agar SAYA ditest Swab PCR, maka SAYA dan Keluarga juga RS UMMI setuju dan siap melaksanakannya bersama Tim Mwer-C, dan ini juga diakui sendiri oleh Walikota Bogor Bima Arya dalam kesaksiannya di persidangan ini.

c. Saat Walikota Bogor Bima Arya dan Satgas Covid Kota Bogor meminta agar pelaksanaan Tets Swab PCR terhadap SAYA yang akan dilakukan oleh Tim Mer-C didampingi oleh Satgas Covid Kota Bogor, maka SAYA dan Keluarga juga RS UMMI setuju dan menjadwalkannya, dan ini pun diakui sendiri oleh Walikota Bogor Bima Arya dalam kesaksiannya di persidangan ini.

d. Saat pelaksaan Test Swab PCR terhadap SAYA oleh Tim Mer-C sesuai jadwal yang sudah ditentukan, ternyata Tim Satgas Covid Kota Bogor TIDAK DATANG. Ini pun akhirnya diakui baik oleh Walikota Bogor Bima Arya mau pun para saksi dari Satgas Covid Kota Bogor dalam persidangan ini bahwa mereka memang TIDAK HADIR dengan berbagai alasan keterlambatan.

e. Saat Walikota Bogor Bima Arya dan Satgas Covid Kota Bogor meminta Tets Swab PCR terhadap SAYA diulang, maka dengan santun SAYA melalui Habib Hanif Alattas menanyakan urgensi Test Swab PCR DUA KALI di hari yang sama dalam waktu yang sangat berdekatan dengan selisih hanya beberapa jam, sehingga Habib Hanif Alattas menyarankan agar menunggu saja Hasil Test PCR dari Tim Mer-C, dan Walkot Bogor Bima Arya serta Satgas Covid Kota Bogor setuju. Ini pun diakui oleh Walikota Bogor Bima Arya dalam kesaksiannya di persidangan ini.

f. Selain itu RS UMMI secara Real Time setiap hari melaporkan kondisi seluruh pasien Suspect / Probable / Positif Covid di RS UMMI, termasuk SAYA, ke Dinkes Kota Bogor dan Kemenkes RI, sehingga Walikota Bogor dan Satgas Covidnya bisa kapan saja melihat dan memeriksa serta mendapatkan laporan tentang SAYA dari Dinkes Kota Bogor, tanpa mesti datang ke RS UMMI.

99

Jadi TIDAK BENAR tuduhan JPU dalam TUNTUTAN-nya halaman 129 bahwa ”Satgas Covid Kota Bogor tidak bisa melaksanakan tugasnya untuk melakukan Swab PCR Test Covid-19 terhadap TERDAKWA”, seolah SAYA menolak dan menghalang-halangi Satgas Covid sehingga Test Swab PCR tidak terlaksana terhadap SAYA.

23. Bahwa benar SAYA pulang dari RS UMMI atas permintaan sendiri dengan 5 (lima) alasan :

a. Bahwa berdasarkan Hasil Test Laboratorium kondisi saya semakin hari semakin baik dari sejak masuk RS UMMI.

b. Bahwa saya punya Tim Medis Pribadi dari Tim Mer-C yang sangat berpengalaman akan melanjutkan Pendampingan dan Pemeriksaan Kesehatan dalam ISOLASI MANDIRI di rumah.

c. Bahwa TEROR dan INTIMIDASI dari Walikota Bogor BIMA ARYA dan Satgas Covidnya yang terus menerus sangat mengganggu perawatan saya, sekaligus merusak ketenangan RS UMMI.

d. Bahwa OPERASI BERITA HOAX dari BuzzeRp dan OPERASI PENGIRIMAN BUNGA dari pihak yang tidak jelas secara sekaligus ke RS UMMI juga sangat mengganggu, karena isi tulisan Karangan Bunga tersebut menghina dan mengolok-olok.

e. Bahwa Walikota Bogor melalui Kasatpol PP Kota Bogor melaporkan RS UMMI ke polisi, sehingga membuat saya semakin tidak enak hati terhadap RS UMMI yang sudah banyak membantu saya dalam perawatan dan pengobatan.

24. Bahwa benar semula Dokter yang merawat SAYA yaitu Dr Nerina keberatan SAYA pulang, karena masih harus menuntaskan perawatan dan pengobatan, namun setelah mendengar kelima alasan di atas beliau setuju dengan syarat perawatan dan pengobatan tetap dilanjutkan dengan ISOLASI MANDIRI DI RUMAH di bawah pengawasan Tim Dokter dari Mer-C.

Jadi TIDAK BENAR tuduhan JPU dalam TUNTUTAN-nya halaman 149 bahwa saat SAYA membuat Video Testimoni hendak pulang dari RS UMMI : ”Dr Nerina yang merupakan DPJP TERDAKWA belum mengizinkan TERDAKWA untuk meninggalkan RS UMMI”, seolah SAYA memaksa pulang atau melarikan diri dari RS UMMI.

25. Bahwa benar tgl 28 November 2021 sebelum pulang dari RS UMMI SAYA membuat Surat pernyataan melarang Rahasia Pasien untuk diberikan ke siapa pun kecuali sebagaimana mestinya sesuai General Consent yang sudah ditanda-tangani SAYA pada awal masuk RS UMMI seperti pengiriman sample ke laboratorium dan laporan Real Time ke Dinkes Kota Bogor mau pun Kemenkes RI.

100

Jadi TIDAK BENAR tuduhan JPU dalam TUNTUTAN-nya halaman 22 bahwa pengisisan General Consent (Persetujuan Umum) dan pendanda-tangannnya oleh SAYA di RS UMMI adalah berarti :

”dengan kehendak TERDAKWA dan dengan sengaja bertujuan menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah”, sebagaimana sudah dijelaskan di poin 14 tadi.

26. Bahwa benar tgl 28 November 2021 SAYA sebelum pulang dari RS UMMI membuat Rekaman Video Testimoni sebagai Penghargaan untuk RS UMMI yang telah merawat SAYA secara profesional dan proporsional, sebelum ada Hasil Test PCR.

27. Bahwa benar HASIL RESMI Test PCR baru SAYA terima dari Dr Hadiki melalui Habib Hanif Alattas pada tgl 30 November 2020, sesuai Keterangan SAYA dan Keterangan Saksi Fakta Dr Hadiki serta Saksi Mahkota Habib Hanif Alattas di depan persidangan, karena Test PCR dilaksanakan hari JUM’AT 27 November 2020, sementara hari SABTU dan AHAD yaitu tgl 28 dan 29 November 2020 merupakan HARI LIBUR, sehingga Laporan Hasil PCR baru bisa disampaikan kepada SAYA pada hari SENIN tgl 30 November 2020

28. Bahwa benar setelah Hasil Test PCR tersebut SAYA terima pada Tgl 30 November 2020 di rumah dan hasilnya adalah POSITIF COVID, sehingga SAYA lanjut ISOLASI MANDIRI di rumah bawah pengawasan Tim Mer-C hingga sembuh total.

29. Bahwa benar SEBELUM tgl 30 November 2020 SAYA tidak pernah tahu kalau TERPAPAR COVID-19.

Jadi TIDAK BENAR tuduhan JPU dalam TUNTUTAN-nya halaman 144 – 147 bahwa Wawancara Dr ANDI TATAT tertanggal 26 Novmber 2020, dan Rekaman Video Klarifikasi HABIB HANIF tertanggal 27 November 2020, serta Rekaman Testimoni SAYA tertanggal 28 November 2020 yang semuanya menyatakan bahwa SAYA ”Baik-Baik saja” adalah sebagai upaya membuat KEBOHONGAN untuk menutup-nutupi kebenaran, sehingga JPU di halaman 147 menyimpulkan bahwa semua rekaman tersebut :

”dengan maksud supaya masyarakat percaya kondisi kesehatan terdakwa MOH RIZIEQ BIN HUSEIN SHIHAB alias HABIB MUHAMMAD RIZIEQ SHIHAB yang dirawat di RS UMMI Kota Bogor seolah-olah dalam keadaan baik dan tidak terkonfirmasi Covid-19.”

Tuduhan JPU ini sangat CULAS dan LICIK, karena JPU tetap ”ngotot” bahwa SAYA sejak awal masuk RS UMMI sudah tahu TERKONFIRMASI COVID-19, sehingga JPU dengan sengaja dan sadar serta tanpa punya rasa malu mengabaikan FAKTA PERSIDANGAN bahwa sebelum Tgl 30 November 2020 SAYA belum menerima Hasil Test Swab PCR yang menyatakan SAYA Konfirmasi Covid-19.

HASIL RESMI Test PCR baru SAYA terima dari Dr Hadiki melalui Habib Hanif Alattas pada tgl 30 November 2020 sesuai Keterangan SAYA dan Keterangan Saksi Fakta Dr Hadiki serta Saksi Mahkota Habib Hanif Alattas di depan persidangan, karena Test PCR dilaksanakan hari JUM’AT 27 November 2020, sementara hari SABTU dan AHAD yaitu tgl 28 dan 29 November 2020 merupakan HARI LIBUR, sehingga Laporan Hasil PCR baru bisa disampaikan kepada SAYA pada hari SENIN tgl 30 November 2020

Bahkan Dr NERINA sendiri sebagai DPJP yang merawat SAYA yang dalam Laporan Diagnosa Awalnya menulis bahwa SAYA ”Konfirmasi Covid” atas kesalah-pahaman laporan Dr HADIKI dari Tim Mer-C, akhirnya Dr NERINA bersama Dr HADIKI sama-sama MENGAKUI di depan persidangan bahwa SAYA saat masuk RS UMMI belum ada Hasil Test Swab PCR, dan mereka berdua juga sepakat mengakui bahwa tanpa Hasil Test Swab PCR maka SAYA belum boleh dan tidak bisa disebut KONFIRMASI COVID, serta mereka berdua mengakui juga bahwa saat SAYA keluar dari RS UMMI tgl 28 November pun belum menerima Hasil Test PCR-nya.

Jadi jelas, JPU tidak peduli dengan KEBENARAN FAKTA PERSIDANGAN. JPU hanya peduli dengan SYAHWAT KRIMINALISASI walau pun harus berbohong atau ngarang cerita atau memutar-balikkan fakta, dan walau pun semua orang tahu akan bohong dan dustanya, mereka tetap tidak peduli. Bagi JPU yang penting SAYA harus salah dan wajib dipersalahkan serta mesti dipenjara sesuai pesanan atau tekanan OLIGARKI BUSUK.

30. Bahwa benar SAYA pulang dari Rumah Sakit secara baik-baik dengan melunasi semua pembayaran dan atas izin RS UMMI mau pun Dokter yang merawat.

31. Bahwa benar SAYA sepulang dari RS UMMI tetap melanjutkan perawatan dan pengobatan dengan ISOLASI MANDIRI DI RUMAH di bawah arahan Tim Dokter Mer-C, sehingga tidak melakukan kontak fisik dengan siapa pun sesuai aturan.

Jadi TIDAK BENAR tuduhan JPU dalam TUNTUTAN-nya halaman 130 bahwa SAYA sepulang dari RS UMMI sangat ”membahayakan bagi orang yang berada di sekitar SAYA”, seolah SAYA keluyuran ke pasar atau ke jalan atau ke keramaian lainnya. Tuduhan JPU tersebut SESAT dan MENYESATKAN.

32. Bahwa benar SAYA sejaka awal ISOLASI tgl 17 November 2020 sampai dirawat di RS UMMI tgl 24 – 28 November hingga pulang dari RS UMMI lalu melanjutkan perawatan dan pengobatan dengan ISOLASI MANDIRI DI RUMAH di bawah arahan Tim Dokter Mer-C, sehingga tidak melakukan kontak fisik dengan orang luar.

Jadi TIDAK BENAR tuduhan JPU yang menyatakan bahwa sejak SAYA dirawat di RS UMMI hingga pulang tgl 28 November 2020, menjadi sebab Peningkatan Covid di Kota Bogor, sebagaimana tertera di TUNTUTAN JPU halaman 20 :

”Akibat perbuatan terdakwa tersebut menimbulkan Penyebaran Covid 19 di wilayah Kota Bogor mengalami peningkatan. Hal tersebut berdasarkan penetapan Gugus Tugas

102

Nasional Kota Bogor masuk dalam Zona Resiko Sedang / Zona Orange per tanggal 1 Desember 2020, jumlah pasien Covid 19 yang sudah terkonfirmasi sebagai berikut : Jumlah terkonfirmasi Positif 3.398 orang, meninggal 98 orang, masih sakir 540 orang dan sembuh 2.760 orang.”

Disini jelas sekali JPU menjadikan OBSERVASI dan PERAWATAN serta PENGOBATAN SAYA di RS UMMI dan ISOLASI MANDIRI di Rumah setelah pulang dari RS UMMI, sebagai penyebab Peningkatan Covid di Kota Bogor.

Padahal FAKTA PERSIDANGAN membuktikan tidak ada satu pun Dokter mau pun Perawat yang kontak langsung dengan SAYA selama perawatan di RS UMMI yang TERPAPAR COVID. Bahkan Tiga Orang Perawat RS UMMI yang melayani langsung SAYA selama perawatan di RS UMMI sempat diperiksa Test Swab PCR oleh Satgas Covid Kota Bogor, ternyata hasilnya semua NEGATIF, sebagaimana kesaksian Dirut RS UMMI Dr Andi Tatat, dan Dir Umum RS UMMI Dr Najamuddin, serta Perawat RS UMMI Fitri Sri Lestari.

Kok bisa JPU yang konon katanya berpendidikan tinggi dan konon katanya selalu menjunjung kesopanan, secara serampangan dan seenaknya menuduh dan memfitnah bahwa OBSERVASI dan PERAWATAN serta PENGOBATAN SAYA di RS UMMI hingga ISOLASI MANDIRI di Rumah setelah pulang dari RS UMMI, sebagai penyebab Peningkatan Covid di Kota Bogor !?

Ajaib Data Peningkatan Covid Kota Bogor tersebut dibebankan kepada SAYA yang dirawat di RS UMMI dan lanjut ISOLASI di rumah tanpa kontak dengan siapa pun selama perawatan. Kenapa JPU tidak sekalian saja peningkatan Covid di seluruh Indonesia juga dibenankan kepada SAYA agar angkanya lebih fantastis !?

Justru orang yang suspect / probable / konfirm covid sekali pun yang melakukan perawatan di RUMAH SAKIT atau melakukan ISOLASI MANDIRI di rumah sesuai aturan, telah mengambil langkah tepat dalam menekan Peningkatan Covid tersebut. Lain halnya orang yang Positif Covid keluyuran di jalan atau di pasar, bahkan yang sehat pun jika tidak menjaga PROKES, termasuk berpotensi meningkatkan Penyebaran Covid.

Jadi, Otak Jaksa sudah kusut dan rusak, karena AKAL SEHAT mustahil menjadikan OBSERVASI dan PERAWATAN serta PENGOBATAN PASIEN di RUMAH SAKIT sebagai penyebab Peningkatan Covid. Ini Bukti bahwa JPU telah mengarang cerita sehingga mengambil kesimpulan dengan FAKTA PALSU.

Sungguh sangat menjijikkan melihat cara-cara kotor dan jorok JPU dalam membuat Analisa Hukum dengan FAKTA KHAYALAN alias PALSU demi mendapat Dalil Pembenaran atas Dakwaan atau Tuntutannya hanya untuk memenuhi syahwat Politik Kriminalisasinya.

103

33. Bahwa benar sebelum masuk RS UMMI SAYA merasa KELELAHAN, tapi setelah masuk RS UMMI dalam waktu singkat setelah diberi Infus dan Obat, SAYA merasa segar dan baik-baik saja, karena RASA LELAH yang semula dirasa telah hilang.

34. Bahwa benar SAYA merasa sehat dan segar serta baik-baik saja sebelum ada Hasil Test PCR.

35. Bahwa benar SAYA saat ditanya Dokter dan Keluarga tentang konsisi SAYA sebelum ada Hasil PCR selalu menjawab sesuai yang SAYA rasakan yaitu sehat dan baik-baik saja.

36. Bahwa benar SAYA tidak pernah sengaja atau bermaksud BERBOHONG apalagi menyiarkan KEBOHONGAN dengan mengaku sehat, karena memang SAYA bicara apa yang dirasa yaitu segar dan sehat, apalagi pada saat SAYA masuk RS UMMI dalam kondisi STABIL, ditambah dengan Laporan Dokter bahwa kondisi SAYA semakin hari semakin bagus, dan saat itu belum ada Hasil Test PCR.

37. Bahwa benar SAYA dan menantu Hb Hanif Alattas serta Dirut RS UMMI Dr Andi Tatat TIDAK BERBOHONG, karena bicara atas dasar apa yang dilihat dan dirasa serta diketahui, sebab saat itu belum ada Hasil Test PCR.

38. Bahwa benar di Kota Bogor tidak ada satu pun Demo yang dilakukan kelompok masyarakat atau pun mahasiswa terkait perawatan SAYA di RS UMMI.

Jadi TIDAK BENAR pernyataan JPU dalam TUNTUTAN-nya halaman 70 - 73 bahwa Saksi M Aditya (Ketua BEM se-Bogor Raya) dan saksi M Aslam (Anggota BEM se-Bogor Raya) melakukan Demo di Kota Bogor karena terkait Perawatan SAYA di RS UMMI, karena kedua Saksi tersebut di depan persidangan telah mencabut semua keterangannya di BAP dan menyatakan bahwa di hadapan Majelis Hakim yang mulia :

a. Bahwa benar BEM se-Bogor Raya sama sekali tidak melakukan Demo berkaitan dengan urusan SAYA.

b. Bahwa benar Surat Pernyataan BEM se-Bogor Raya yang ditunjukkan JPU yang di antara isinya ada keterkaitan dengan urusan SAYA hanya baru berupa DRAFT.

c. Bahwa benar Surat Pernyataan BEM se-Bogor Raya yang resmi hanya berisi tiga poin dan satu pun tekait dengan urusan SAYA.

Kok bisa JPU yang konon katanya berpendidikan tinggi dan konon katanya menjunjung tinggi kesopanan melakukan MANIPULASI KESAKSIAN secara terang-terangan tanpa punya rasa malu sedikit pun juga !?

104

39. Bahwa benar pada tgl 30 November 2020 ada Demo Damai yang dilakukan FMPB dengan massa sekitar 15 sampai 20 orang dari Parung Kabupaten Bogor di depan Perumahan Mutiara Sentul Kabupaten Bogor.

Jadi TIDAK BENAR pernyataan JPU dalam TUNTUTAN-nya di halaman 154 – 156 bahwa akibat Wawancara Dr ANDI TATAT tertanggal 26 November 2020, dan Rekaman Video Klarifikasi HABIB HANIF tertanggal 27 November 2020, serta Rekaman Testimoni SAYA tertanggal 28 November 2020, yang semuanya menyatakan bahwa SAYA ”Baik-Baik saja”, telah timbulkan KEONARAN berupa Demo yang digelar FMPB (Forum Mayarakat Padjadjaran Bersatu) di depan Perumahan Mutiara sentul Kabupaten Bogor.

Padahal dalam TUNTUTAN JPU sendiri halaman 154 jpu menuliskan sebagi berikut :

”Pada tanggal 30 November 2020 Forum Mayarakat Padjadjaran Bersatu (FMPB) melakukan aksi unjuk rasa tentang ”Penolakan terhadap terdakwa Moh Rizieq Syihab yang kabur dari RS UMMI”.

Jadi jelas sesuai Pengakuan Pengurus FMPB Saksi Ahmad Suhadi dan Saksi Ikha Nurhakim yang dibenarkan oleh JPU sendiri bahwa FMPB melakukan Aksi Demo karena BERITA HOAX yang sebut HABIB RIZIEQ LARI DARI RS UMMI, bukan karena Wawancara dan Klarifikasi serta Testimoni yang sebut SAYA ”Baik-Baik saja”.

Lagi pula KALAU PUN Demo FMPB tetap mau dikaitkan dengan perawatan SAYA di RS UMMI, ternyata Demo FMPB adalah DEMO DAMAI yang diikuti sekitar 15 sampai 20 orang saja, selama kurang lebih hanya 20 menit, tanpa ada KEONARAN dalam bentuk apa pun, sesuai dengan PENGAKUAN kedua Saksi Pelaku Demo tersebut dari Pengurus FMPB, Ahmad Suhadi dan Ikha Nurhakim.

Lagi-lagi Otak JPU ”nyungsang”, sehingga antara FAKTA yang dituangkan dan diakui JPU dalam TUNTUTAN-nya dan Kesimpulan JPU itu sendiri BERBANDING TERBALIK.

40. Bahwa benar di Kota Bogor dan sekitarnya sama sekali TIDAK ADA KEONARAN akibat Perawatan SAYA di RS UMMI. Makna ONAR dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sebagai Rujukan Resmi Bahasa Indonesia adalah Huru Hara, Gempar, Keributan dan Kegaduhan. Sedang KEONARAN artinya lebih khusus lagi yaitu Kegemparan, Kerusuhan dan Keributan.

Jadi TIDAK BENAR pernyataan JPU bahwa Wawancara dan Klarifikasi serta Testimoni yang sebut SAYA ”Baik-Baik saja” telah timbulkan KEONARAN berupa Pro Kontra di tengah masyarakat. JPU menyatakan dalam TUNTUTAN-nya di halaman133 sbb :

”Dengan adanya tayangan Video yang bertentangan dengan kenyataan tersebut menimbulkan keonaran di kalangan rakyat dan menyebabkan kegaduhan baik yang pro mau pun kontra.”

JPU terlalu melebar kemana-mana dalam memaknai kata ONAR dan KEONARAN, sehingga Pro dan Kontra pendapat atau perdebatan di tengah masyarakat juga disebut KEONARAN, begitu pun DEMO DAMAI sekedar UNJUR RASA pun disebut KEONARAN, dengan DALIH bahwa ONAR dan KEONARAN juga bermakna KERESAHAN.

JPU mengambil pendapat Saksi Ahli Lingusitik Forensik DR ANDHIKA yang mencoba mengartikan ONAR dengan makna RESAH, namun SAKSI AHLI tersebut tidak mampu menunjukkan rujukan ilmiahnya, sehingga pendapat tersebut ditolak oleh SAYA dan Penasihat Hukum, apalagi ada bantahan dari Saksi Ahli Lingusitik Forensik DR FRANS dan Ahli Sosiologi Prof DR Musni Umar serta Ahli Hukum Pidana DR Muzakkir, yang ketiganya dihadirkan oleh SAYA dan Penasihat Hukum, serta menerangkan di depan persidangan bahwa ONAR adalah Kerusuhan dan Keributan serta Huru Hara, BUKAN KERESAHAN.

JPU juga berdalih dengan pendapat Saksi Ahli Sosiologi Hukum DR TRUBUS yang dikutip JPU dalam TUNTUTAN halaman 97 dan 150 bahwa Saksi Ahli tersebut berpendapat sbb :

”Kata Onar dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menunjukkan bahwa onar mencakup kejadian huru hara, gempar, keributan, kegaduhan, yang dapat berupa huru hara fisik atau pun kegemparan non fisik saja seperti perdebatan di kalangan rakyat.”

Padahal dalam KBBI tidak ada keterangan apa pun tentang kegemparan fisik atau pun non fisik. KBBI hanya menyebutkan bahwa makna ONAR adalah Huru Hara, Gempar, Keributan dan Kegaduhan. Sedang KEONARAN adalah Kegemparan, Kerusuhan dan Keributan.

Dan Saksi Ahli Sosiologi Hukum DR Trubus pun di depan persidangan menyatakan bahwa DEMO DAMAI merupakan penyampaian aspirasi yang dijamin undang-undang dan tidak bisa disebut sebagai KEONARAN, dan bahwa KEONARAN yang dimaksud dalam pasal 14 ayat (1) bukan sekedar kegelisahan atau pro kontra ditengan masyarakat akan tetapi harus dibarengi dengan KEKACAUAN / KERUSUHAN, serta sifat KEONARAN harus meluas.

Dan di depan persidangn ini juga DR Trubus menolak ONAR diartikan RESAH, menurutnya bahwa KERESAHAN PUBLIK itu urusan hati, tidak bisa diukur, sehingga tidak bisa dituangkan dalam perbuatan ONAR. Jadi hanya perbuatan yang bisa diukur saja yang boleh dituangkan dalam perbuatan ONAR.

Selain itu dalam BAP Saksi Ahli Sosiologi Hukum DR TRUBUS tertanggal 18 Januari 2020 pada jawaban nomor 9 di halaman 16 Saksi Ahli DR TRUBUS menyatakan :

”Penjelasan Pasal XIV UU No 1 Tahun 1946 memberikan penjelasan bahwa yang dimaksud KEONARAN adalah bukan hanya kegelisahan dan menggoncangkan hati penduduk yang tidak sedikit jumlahnya, tetapi lebih dari itu berupa KEKACAUAN”.

106

Pendapat Saksi Ahli ini sempat ditanyakan kembali di dalam persidangan oleh Habib Hanif Alattas dan Saksi Ahli membenarkan serta menguatkannya kembali, sehingga menjadi FAKTA PERSIDANGAN yang memiliki kekuatan pembuktian, namun justru DIABAIKAN oleh JPU karena tidak menguntungkan bagi DAKWAAN dan TUNTUTAN JPU.

Sebagai Tabahan Penting tentang TAFSIR KEONARAN : Bahwa Saksi Ahli Teori Hukum Pidana DR Abdul Choir Ramadhan yang dihadirkan oleh SAYA dan Penasihat Hukum, menerangkan di depan persidangan dan juga menuangkan dalam Pendapat Hukumnya halaman 76 sbb :

”Timbulnya KEONARAN sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 14 ayat (1) menunjukkan bahwa DELIK ini adalah DELIK MATERIIL, harus benar-benar terjadi keonaran di kalangan rakyat. Menyangkut tentang makna keonaran, Penjelasan Pasal 14 menyatakan : ”Keonaran adalah lebih hebat dari pada kegelisahan dan menggoncangkan hati penduduk yang tidak sedikit jumlahnya. KEKACAUAN meuat juga KEONARAN.”

Lalu Saksi Ahli DR Abdul Choir Ramadhan menekankan :

”Dengan adanya PENAFSIRAN OTENTIK ini, maka tidak dapat ditafsirkan lain selain dari penafsiran yang diberikan oleh pembentuk undang-undang.”

Itulah sebabnya Saksi Ahli Hukum Pidana DR Muzakkir di depan persidangan dan juga dituangkan dalam Pendapat Hukumnya halaman 28 manyatakan :

”Dengan demikian, demonstrasi, konprensi pers, dan cuitan-cuitan / tweet pro dan kontra di media sosial tidak dapat dikualifikasi sebagai bentuk KEONARAN di kalangan rakyat.”

Dengan demikian tidak ada alasan bagi JPU untuk menafsirkan KEONARAN dengan Tafsirnya Sendiri yang memasukkan resah, gelisah, pro kontra, perdebatan, perbedaan pendapat, unjuk rasa dan Demo Damai sebagai KEONARAN. Penafsiran JPU ngawur dan amburadul serta kacau balau.

41. Bahwa benar SAYA tidak BERBOHONG dan TIDAK MENIMBULKAN KEONARAN dalam Kasus Perawatan SAYA di RS UMMI, karena apa yang SAYA sampaikan saat itu adalah apa yang SAYA rasakan saat itu, dan pernyataan SAYA pun tidak menimbulkan keonaran dalam bentuk apa pun di Kota Bogor mau pun Tempat lainnya, bahkan justru menjadi pernyataan SAYA tersebut berhasil meredam keresahan Habaib dan Ulama serta Umat akibat berita-bertia hoax yang selama ini menyebut SAYA sudah kritis dan parah bahkan sudah Mati akibat Covid.

Jadi TIDAK BENAR tuduhan JPU dalam TUNTUTAN di halaman 150 yang menyatakan sbb :

”Terlihat ONAR akibat KEBOHONGAN yang dilakukan TERDAKWA tersebut :

107

• Terjadinya Demontrasi yang dilakukan FMPB.

• Ratusan Karangan Bunga yang dikirim ke RS UMMI oleh masyarakat yang pro dan kontra.

• Pernyataan sikap BEM se- Bogor terkait Intervensi Walikota Bogor.

• Adanya keresahan di tengah masyarakat khususnya masyarakat di Babakan Peundeuy Kel. Baranangsiang Kec, Bogor Timur timbul rasa curiga kepada pengajian Habib di Empang yang dikhawatirkan menularkan virus Covid 19. Karena sering berkumpul melakukan pengajian.

Disini JPU mengemukanan EMPAT BUKTI KEONARAN PALSU. SAYA menyebutnya sebagai KEONARAN PALSU karena memang keempat peristiwa yang disebutkan JPU BUKAN KEONARAN, akan tetapi sengaja DIONARISASI oleh JPU agar bisa jadi BUKTI PEMBENARAN untuk TUDUHAN JAHAT JPU terhadap SAYA.

Jadi jelas bahwa ONARISASI hal yang bukan KEONARAN adalah KEONARAN PALSU :

1) KEONARAN PALSU PERTAMA : Terjadinya Demontrasi yang dilakukan FMPB.

Tadi di poin ke-44 sudah dijelaskan bahwa sesuai PENGAKUAN Pengurus FMPB Saksi Ahmad Suhadi dan Saksi Ikha Nurhakim sebagai Pelaku Demo tersebut yang dibenarkan oleh JPU sendiri dalam TUNTUTAN halaman 154 bahwasanya FMPB melakukan Aksi Demo karena BERITA HOAX yang sebut HABIB RIZIEQ LARI DARI RS UMMI.

Jadi jelas Demo FMPB tersebut bukan karena TESTIMONI SAYA yang dituduh JPU sebagai KEBOHONGAN, akan tetapi karena BERITA HOAX yang sebut HABIB RIZIEQ LARI DARI RS UMMI, sekali lagi karena BERITA HOAX yang sebut HABIB RIZIEQ LARI DARI RS UMMI, bukan karena TESTIMONI SAYA.

Lagi pula KALAU PUN Demo FMPB tetap mau dikaitkan dengan perawatan SAYA di RS UMMI, ternyata Demo FMPB adalah DEMO DAMAI yang diikuti sekitar 15 sampai 20 orang saja, selama kurang lebih hanya 20 menit, tanpa ada KEONARAN dalam bentuk apa pun, sesuai dengan PENGAKUAN kedua Saksi Pelaku Demo tersebut dari Pengurus FMPB, Ahmad Suhadi dan Ikha Nurhakim. Aksi UNJUK RASA dalam bentuk DEMO DAMAI dilindungi UNDANG-UNDANG dan bukan termasuk KEONARAN.

Disini Logika Hukum JPU mandek dan mandul, karena orang awam saja paham bahwa andaikata Aksi Demo Damai itu disebut KEONARAN, mana mungkin dizinkan oleh UNDANG-UNDANG.

2) KEONARAN PALSU KEDUA : Ratusan Karangan Bunga yang dikirim ke RS UMMI oleh masyarakat yang pro dan kontra.

108

Tadi di poin ke-23 sudah dijelaskan bahwa OPERASI KARANGAN BUNGA yang dikirim ke RS UMMI terjadi jauh SEBELUM ada Rekaman Video Testimoni SAYA, sehingga tidak mungkin OPERASI KARANGAN BUNGA tersebut dijadikan sebagai akibat Rekaman Video Testimoni SAYA.

Disini lagi-lagi Logika Hukum JPU ”nyungsang” tidak karuan, karena hanya ORANG TIDAK WARAS saja yang menjadikan AKIBAT lebih dulu dari SEBAB.

Lagi pula AKAL SEHAT mana yang mengatakan bahwa Pengiriman Karangan Bunga adalah bentuk KEONARAN !?

3) KEONARAN PALSU KETIGA : Pernyataan sikap BEM se- Bogor terkait Intervensi Walikota Bogor.

Tadi di poin ke-43 sudah dijelaskan bahwa Saksi M Aditya (Ketua BEM se-Bogor Raya) dan saksi M Aslam (Anggota BEM se-Bogor Raya) di depan persidangan telah mencabut semua keterangannya di BAP dan menyatakan di hadapan Majelis Hakim yang mulia bahwa BEM se-Bogor Raya sama sekali tidak melakukan Demo berkaitan dengan urusan SAYA, dan bahwa Surat Pernyataan BEM se-Bogor Raya yang ditunjukkan JPU yang di antara isinya ada keterkaitan dengan urusan SAYA hanya baru berupa DRAFT, serta bahwa Surat Pernyataan BEM se-Bogor Raya yang RESMI hanya berisi tiga poin dan tak satu pun tekait dengan urusan SAYA.

Bahkan Walkot Kota Bogor Bima Arya pun telah memberi kesaksian di depan persidangan bahwa Demo BEM se-Bogor Raya tersebut sama sekali tidak ada kaitan dengan TERDKWA.

Jadi, disini jelas bahwa JPU secara terang-terangan tanpa punya rasa malu sedikit pun juga MEMANIPULASI FAKTA PERSIDANGAN dengan MENGONARISASI Demo Mahasiswa yang tidak ada kaitan dengan SAYA !?

4) KEONARAN PASLU KEEMPAT : Adanya KERESAHAN di tengah masyarakat khususnya masyarakat di Babakan Peundeuy Kel. Baranangsiang Kec. Bogor Timur timbul rasa curiga kepada pengajian Habib di Empang yang dikhawatirkan menularkan virus Covid 19. Karena sering berkumpul melakukan pengajian.

Kesimpulan JPU disini terlalu naif dan sangat lemah serta sama sekalitidak berbobot, karena hanya berpegang kepada keterangan seorang Saksi Herdiansyah (Pedagang Sayur) yang tinggal dan berdagang sayuran jauh dari RS UMMI, dan berdasarkan PENGAKUANNYA SENDIRI di depan persidangan bahwa :

a. SAKSI tahu SAYA dirawat di RS UMMI hanya dari Media.

b. SAKSI mendengar simpang siur berita ttg SAYA di RS UMMI juga melalui Media.

c. SAKSI tidak pernah konfirmasi tentang SAYA ke RS UMMI.

d. SAKSI sendiri tidak pernah bertanya kepada masyarakat, khususnya masyarakat di sekitar RS UMMI, terisitimewanya JAMA’AAH Pengajian Habib di Empang Bogor yang bersebelahan dengan RS UMMI.

e. SAKSI mengakui bahwa di Kota Bogor tidak ada KEONARAN / KERUSUHAN / KERIBUTAN terkait Perawatan SAYA di RS UMMI.

Selain itu KETERANGAN SAKSI Herdiansyah tentang adanya KERESAHAN di tengah masyarakat Bogor, khususnya jama’ah Majelis Pengajian Habib di Empang - Bogor yang bersebelahan dengan RS UMMI TELAH TERBANTAHKAN oleh Keterangan Saksi A De Charge yang berdomisili tidak jauh dari RS UMMI yaitu : Habib Mahdi Assegaf dan Habib Abdullah Al-Masyhur. Kedua Saksi A De Charge tersebut di depan persidangan menyatakan bahwa tidak ada KERESAHAN dalam bentuk apa pun di sekitar RS UMMI, khususnya di Majelis Pengajian Habib di Empang - Bogor, bahkan Jama’ah Majelis Pengajian merasa senang dan tenang serta aman, karena mereka cinta SAYA dan tahu kalau SAYA di RS UMMI dirawat oleh Para Dokter yang berpengalaman.

Juga TERBANTAHKAN oleh keterangan para Saksi Fakta dari RS UMMI yang juga tinggal di Kota Bogor, serta TERBANTAHKAN pula dengan keterangan Saksi A De Charge Ketua Umum PA 212 Ust Slamet Maarif bahwa PA 212 Kota Bogor telah melaporkan bahwasanya di Kota Bogor tidak ada KERESAHAN apalagi KEONARAN terkait Perawatan SAYA di RS UMMI.

Jadi jelas, JPU terlalu mengada-ada dan terlalu lebay dengan menghadirkan seorang Saksi Pedagang Sayur di Pasar Kota Bogor untuk membentuk opini seolah-olah sampai Tukang Sayur di pasar pun merasa resah akibat SAYA dirawat di RS UMMI. Padahal di Kota Bogor sama sekali tidak ada KERESAHAN apalagi KEONARAN terkait Perawatan SAYA di RS UMMI.

42. Bahwa benar di sekitar RS UMMI pun tidak ada keresahan akibat SAYA dirawat di RS UMMI, bahkan masyarakat tenang karena SAYA ditangani oleh Para dokter yang berpengalaman.

43. Bahwa benar SAYA diobservasi dan dirawat serta diobati di RS UMMI bukan untuk menghalangi Pelaksanaan Penanggulangan Wabah sebagaimana tuduhan dan Fitnah JPU yang ngawur, justru sebaliknya untuk ikut melaksanakan Penanggulangan Wabah, karena SAYA tidak keluyuran di Jalan Raya atau di Pasar mau pun di Keramaian, tapi justru datang mengisolasi diri di RUMAH SAKIT RUJUKAN COVID.

44. Bahwa benar sesudah ada kepastian Konfirmasi Covid maka SAYA selalu berterus terang kepada siapa pun bahwa dirinya sedang TERPAPAR COVID dan sedang menjalankan negatifan sekaligus pengobatan Covid-19.

حسبنا لله ونعم الوكيل، نعم المولى ونعم النصير، ولا حول ولا قوة إلا ﺑﺎﻟﻠﻪ العلي العظيم


BAB VII

ANALISA DAKWAAN DAN TUNTUTAN

Kepada Yang Mulia Majelis Hakim

Kepada Yang Tercinta Seluruh Penasihat Hukum

Kepada Yang Terhormat Semua Jaksa Penuntut Umum

Kepada Yang Istimewa Segenap Pecinta Keadilan dimana pun berada

Pada awalnya saat SAYA diperiksa oleh Penyidik Kepolisian sebagai SAKSI pada tgl 4 Januari 2021 hanya berkaitan dengan PELANGGARAN PROTOKOL KESEHATAN, sehingga diduga melanggar Pasal 14 ayat (1) atau ayat (2) UU No. 4 / Th. 1984 ttg Wabah Penyakit Menular terkait dugaan dengan sengaja menghalangi pelaksanaan Penanggulangan Wabah, dan atau Pasal 216 ayat (1) KUHP terkait dugaan dengan sengaja tidak mentaati atau dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tugas pejabat.

Namun saat SAYA diperiksa sebagai TERSANGKA pada tgl 15 Januari 2021 ada penambahan PASAL PIDANA yaitu Pasal 14 dan atau Pasal 15 UU No 1 Tahun 1946 ttg Peraturan Hukum Pidana terkait dugaan dengan sengaja menyiarkan kebohongan untuk menimbulkan keonaran. Bahkan akhirnya pasal tambahan inilah yang justru djadikan DAKWAAN KESATU baik yang Primer mau pun Subsider dan Lebih Subsider. Ini adalah PENYELUNDUPAN pasal yang sangat dipaksakan.

PENYELUNDUPAN PASAL tersebut bukan sekedar hasil pengembangan kasus sebagaimana alasan yang selalu didengungkan para penyidik dari Kepolisian mau pun Kejaksaan, tapi memang JPU mempunyai TARGET untuk menjerat SAYA dengan Pasal-Pasal berlapis yang sangat berat, sehingga SAYA semakin yakin bahwasanya Kasus RS UMMI ini merupakan bagian dari OPERASI INTELIJEN HITAM BERSKALA BESAR dimana JPU secara sadar atau pun tidak sadar sedang dijadikan alat dalam operasi tersebut untuk kepentingan OLIGARKI ANTI TUHAN.

Dan semakin jelas POLITISASI HUKUM dan KRIMINALISASI PELANGGARAN PROKES manakala JPU merasa benar dengan DISKRIMINASI dan merasa bangga dengan pengabaian Prinsip EQUALITY BEFORE THE LAW dalam penegakan hukum, sebagaimana dituangkan sendiri oleh JPU dalam Pembukaan TUNTUTAN-nya halaman 2 yang berbunyi sbb :

”Asas EQUALITY BEFORE THE LAW dalam keadaan apa pun tidak bisa dilaksanakan secara ”rigid”, atau tidak dapat dilaksanakan sebagaimana ”Pukat Harimau”, yang digunakan nelayan untuk menangkap ikan, baik ikan kecil mau pun ikan yang besar seluruhnya dapat terjaring.”

111

Karenanya, JPU tidak pernah menunjukkan sikap keprihatiannya terhadap adanya ribuan PELANGGARAN PROTOKOL KESEHATAN (PROKES) di Tanah Air sejak awal Pandemi hingga kini, bahkan banyak dilakukan oleh Tokoh Nasional, mulai dari Artis hingga Pejabat, tidak terkecuali Menteri dan Presiden.

Ada DUA KELICIKAN LUAR BIASA yang dilakukan JPU dalam Kasus Pelanggaran Prokes RS UMMI, yaitu :

1. Pembelokan Kasus PELANGGARAN PROKES RS UMMI menjadi Kasus KEBOHONGAN dan KEONARAN dengan penambahan PASAL PIDANA yaitu Pasal 14 dan atau Pasal 15 UU No 1 Tahun 1946.

Jika kita JUJUR, maka sebenarnya selama ini di Indonesia sering terjadi KEBOHONGAN NASIONAL yang dilakukan para PEJABAT TINGGI yang telah menimbulkan keresahan dan kegaduhan secara masif dimana-mana, tapi tak satu pun dari mereka yang diseret oleh para Jaksa ke Pengadilan, tak satu pun dari mereka yang dituntut dengan Pelanggaran terhadap Pasal 14 dan atau Pasal 15 UU No 1 Tahun 1946 ttg Peraturan Hukum Pidana terkait dugaan dengan sengaja menyiarkan KEBOHONGAN untuk menimbulkan KEONARAN.

Kasus KEBOHONGAN dan KEONARAN yang terbaru saat ini adalah KEBOHONGAN NASIONAL yang dilakukan oleh Pimpinan DPR RI dan Menteri Agama RI tentang Pembatalan Pelaksanaan Ibadah Haji Tahun 2021 dengan dalih Pemerintah Saudi tidak memberikan Indonesia Quota Haji, yang ternyata berita soal Quota tersebut adalah HOAX alias BOHONG, sebagaimana dijelaskan oleh Dubes Saudi untuk RI Syeikh ‘Isham bin Ahmad bin ‘Abdi Ats-Tsaqofi pada tgl 3 Juni 2021 dalam suratnya yang ditujukan langsung kepada Ketua DPR RI.

KEBOHONGAN tersebut telah nyata menimbulkan KERESAHAN dan KEGELISAHAN secara NASIONAL : puluhan ribu Jama’ah Haji Indonesia dirugikan, dan menggangu hubungan baik anatara Indonesia dan Saudi, serta mempermalukan Indonesia di Dunia Internasional karena sebagai Negara Mayorits Muslim terbesar di Dunia justru membatalkan Pelaksanaan Ibadah haji tahun 2021 secara sepihak.

Jadi, jika kita fair dan jujur, mestinya Kasus KEBOHONGAN NASONAL seperti inilah yang diajukan ke Pengadilan dengan tuntutan Pelanggaran terhadap Pasal 14 dan atau Pasal 15 UU No 1 Tahun 1946 ttg Peraturan Hukum Pidana terkait dugaan dengan sengaja menyiarkan KEBOHONGAN untuk menimbulkan KEONARAN, bukan Kasus Pelanggaran Prokes RS UMMI yang murni merupakan PELANGGARAN ADMINISTRATIF bukan KEJAHATAN PIDANA.

2. Pembentukan OPINI SESAT dengan menyamakan Kasus PELANGGARAN PROKES RS UMMI dengan Kasus KEBOHONGAN RATNA SARUMPAET dan menjadikan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan N0 203/PID.SUS/2019/PN.Sel tanggal 28 Juni 2019 sebagai Yurisprudensi bagi Kasus Pelanggaran Prokes RS UMMI.

112

Tidak bisa dipungkiri bahwa Kasus Kebohongan Ratna Sarumpaet memang murni KASUS KEBOHONGAN, dimana yang bersangkutan usai operasi wajah mengaku dianiaya orang, dan juga betul akibat Kebohongannya tersebut telah menimbulkan keresahan dan kegaduhan di tangan masyarakat, sehingga banyak Tokoh Nasional membuat pernyataan sikap keras membela Ratna dan mengecam pelaku penganiayaan, serta mendorong POLRI dan DPR RI untuk bertindak, bahkan muncul aneka kecurigaan kepada berbagai pihak sebagai pelaku penganiayaan.

Karenanya walau pun masih ada perbedaan pendapat antara Jaksa dan Pengacara serta Saksi Ahli dalam Kasus Kebohongan Ratna Sarumpaet terkait wujud KEONARAN itu sendiri, namun sangat wajar yang bersangkutan dituntut dengan Pasal 14 dan atau Pasal 15 UU No 1 Tahun 1946 ttg Peraturan Hukum Pidana terkait dugaan dengan sengaja menyiarkan KEBOHONGAN untuk menimbulkan KEONARAN. Dan sangat wajar pula pada akhirnya Hakim memvonis bersalah kepada Ratna Sarumpaet.

Namun untuk Kasus Kasus Pelanggaran Prokes RS UMMI tidak sedikit pun ada unsur persamaannya dengan Kasus Kebohongan Ratna Sarumpaet. Kasus Pelanggaran Prokes RS UMMI adalah Kasus Pelanggaran Administrasi bukan Kasus Kejahatan Pidana. Dan dalam Kasus Pelanggaran Prokes RS UMMI tidak ada KEBOHONGAN dan tidak ada juga KERESAHAN apalagi KEONARAN.

Dalam Kasus Pelanggaran Prokes RS UMMI yang ada adalah dugaan keterlambatan Laporan Real Time Pasien ke Dinkes kota Bogor, dan dugaan menghalangi tugas Satgas Covid, serta perbedaaan pendapat antara Satgas Covid dengan RS UMMI, dan soal Objektivitas mau pun Subjektivitas pernyataan ”baik-baik saja” dari seseorang yang tidak tahu atau belum tahu kalau dirinya positif covid.

Jadi, cara JPU menganalogikan atau mengqiyaskan Kasus Pelanggaran Prokes RS UMMI dengan Kasus Kebohongan Ratna Sarumpaet adalah cara-cara kotor dan jorok serta menjijikkan, yang tidak akan pernah dilakukan oleh orang yang masih punya iman dan rasa malu.

Karena semua itulah, SAYA tidak kaget dengan TUNTUTAN SADIS JPU untuk memenjarakan SAYA selama 6 tahun, sebab sejak awal REKAYASA KASUS ini sudah sangat nyata dan kasat mata. Apalagi saat pertama kali SAYA ditahan dalam Kasus Kerumunan Petamburan, pada tgl 12 Desember 2020 salah satu Staf Presiden bidang Intelijen Diaz Hendropriyono yang diduga kuat terlibat dalam Pembantaian 6 Laskar Pengawal SAYA pada tgl 7 Desember 2020, langsung memposting pesan singkat dalam akun Instagram dan Twitter Resminya dengan bunyi : ”Sampai Ketemu di 2026.” Ini isyarat jelas tentang rencana mengkandangkan SAYA untuk waktu yang lama. Diaz sebagaimana ayahnya AM Hendropriyono masih belum puas dengan Pembantaian 6 Laskar Pengawal SAYA, sehingga masih terus mengejar agar SAYA dihukum berat.

Bahkan BUZZERP BAYARAN ISTANA yang selama ini KEBAL HUKUM, berkali-kali dilaporkan tapi tidak pernah diproses, yaitu DENNI SIREGAR yang telah memposting cuitan lebih vulgar lagi, yaitu mengakui adanya perintah langsung dari atas untuk HABISI SAYA, bunyi cuitannya sbb :

”Sebenarnya doi awal2 masih berkelit untuk gak mau datang ke polis. Tapi tiba2 dengan perintah yang mengerikan ”Habisi aja kalau dia ga mau datang. Kita capek nunggunya. Ini perintah dari atas langsung.”

Jika cuitan ini benar, maka berarti memang ada REKAYASA KASUS SAYA dari Penyidik Kepolisian, namun jika cuitan ini tidak benar, maka berarti FITNAH terhadap POLISI yang mestinya DENNI SIREGAR diproses dan ditangkap. FAKTANYA DENNI SIREGAR dibiarkan hingga saat ini, sehingga cuitannya tersebut menimbulkan berbagai asumsi negatif terhadap INSTITUSI KEPOLISIAN bahkan terhadap ISTANA PRESIDEN.

Belum lagi cuitan-cuitan hinaan dan fitnah lainnya yang dipropagandakan oleh para BuzzeRp seperti Abu Janda, Ade Armando, Eko Kuntadi, Guntur Romli, dan lainnya, serta akun-akun jahat kaki tangan OLIGARKI ANTI TUHAN seperti akun @digembook dan lainnya. Kesemuanya ini semakin meyakinkan bahwa memang disana ada OPERASI INTELIJEN HITAM BERSKALA BESAR untuk mentarget SAYA dan Keluarga serta Kawan-Kawan.

Semoga Allah SWT mengahncurkan mereka semua sehancur-hancurnya, dan menyelamatakan Bangsa dan Negara Indoensia dari rongrongan mereka yang selalu mengadu domba anak bangsa. Hasbunallahu wa Ni’mal Wakiil Ni’mal Maulaa wa Ni’man Nashiir.

Menanggapi TUNTUTAN 6 TAHUN PENJARA yang diajukan JPU terhadap SAYA, maka Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (Wantim MUI) KH Kuhyiddin Junaidi pd tanggal 3 Juni 2021 menyatakan di berbagai Media Massa sbb :

”Kami sangat kecewa dengan Tuntutan JPU terhadap Habib Rizieq, karena itu sangat memberatkan, di luar nalar logika sehat, beraroma politik dan bernuansa dendam serta mengada-ada.”

Kekecewaan para Habaib dan Ulama serta Umat Islam terhadap Tuntutan JPU sangat wajar, karena fakta menunjukkan banyak Kasus Korupsi yang merugikan Negara milyaran hingga Trilyunan rupiah tapi dituntut ringan, seperti : Dalam Kasus Koruptor Djoko Tjandra : Ternyata Djoko Tjandra dan Jaksa Pinangki masing-masing hanya dituntut 4 tahun penjara, sedang Irjen Napoleon lebih ringan hanya dituntut 3 tahun penjara, dan Brigjen Prasetyo lebih ringan lagi hanya dituntut 2,5 tahun penjara. Bahkan Kasus mantan Bos Garuda Ary Askhara hanya dituntut

1 tahun penjara.

Koferensi Pers Online ICW (Indonesian Corruption Watch) pada tgl 19 April 2020 dipaparkan DATA ICW yang menunjukkan bahwa sepanjang Tahun 2019 dari 911 Terdakwa Korupsi 604 orang dituntut di bawah 4 tahun penjara. Peneliti ICW Kurnia Ramadhana pada tgl

114

22 Maret 2021 memberi keterangan pers bahwa sepanjang Tahun 2020 dari 1.298 Terdakwa Korupsi rata-rata tuntutan hanya 4 tahun penjara.

Jadi, dalam pandangan JPU bahwa KASUS PELANGGARAN PROTOKOL KESEHATAN bukan sekedar KEJAHATAN biasa, tapi jauh LEBIH JAHAT dan LEBIH BERAT dari pada KASUS KORUPSI yang telah merampok uang Rakyat dan membangkrtukan Negara, sehingga KASUS PELANGGARAN PROTOKOL KESEHATAN harus dituntut 6 tahun penjara.

Bahkan bagi JPU bahwa KASUS PELANGGARAN PROTOKOL KESEHATAN bukan hanya KEJAHATAN biasa, tapi jauh LEBIH JAHAT dan LEBIH BERAT dari pada KASUS PENISTAAN AGAMA yang pernah dilakukan AHOK sehingga buat Gaduh Satu Negeri, juga LEBIH JAHAT dan LEBIH BERAT dari pada KASUS PENYIRAMAN AIR KERAS tehadap Petugas Negara & Penyidik KPK Novel Baswedan sehingga salah satu matanya Buta Permanen. Buktinya Penistaan Agama Ahok hanya dituntut Hukuman Percobaan 2 tahun, sedang Penyiram Air Keras ke Penyidik KPK hanya dituntut 1 tahun penjara, tapi KASUS PELANGGARAN PROTOKOL KESEHATAN dituntut 6 tahun penjara.

Semoga Majelis Hakim yang mulia diselamatkan oleh Allah SWT dari jeratan jahat OPERASI INTELIJEN HITAM BERSKALA BESAR tersebut, dan diberi kekuatan oleh Allah SWT untuk tetap mempertahankan Indonesia sebagai NEGARA HUKUM bukan sebagai NEGARA KEKUASAAN sebagaimana Amanat Konstitusi Pancasila dan UUD 1945.

Sebelum SAYA menyoroti satu per satu DAKWAAN JPU, maka perlu SAYA tegaskan terlebih dahulu disini :

1. Bahwa Kasus Test Swab PCR di RS UMMI adalah KASUS PELANGGARAN PROTOKOL KESEHATAN.

2. Bahwa KASUS PELANGGARAN PROTOKOL KESEHATAN adalah Kasus PELANGGARAN bukan Kasus KEJAHATAN, sehingga cukup diterapkan SANKSI ADMINSTRASI bukan SANKSI HUKUM PIDANA.

3. Bahwa sesuai Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) No 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pemcegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019, di halaman 7 – 8 pada angka 5 dan 6 ditetapkan sebagai berikut :

5) Memuat sanksi terhadap pelanggaran penerapan protokol kesehatan dalam pencegahan dan pengendalian Corona Virus Disease 2019 (Covi-19) yang dilakukan oleh perorangan, pelaku usaha, oengelola, penyelenggara, , atau penanggung-jawab tempat dan fasilitas umum.

115

6) Sanksi sebagaimana dimaksud pada angka 5) berupa :

a) teguran lisan atau teguran tertulis ;

b) kerja sosial ;

c) denda administratif : atau

d) penghentian atau enutupan sementara penyelenggaraan usaha

Jadi jelas dalam Inpres No 6 Tahun 2020 tersebut bahwa PELANGGARAN PROTOKOL KESEHATAN hanya diterapkan HUKUM ADMISNITRASI bukan HUKUM PIDANA.

4. Bahwa SELURUH DAKWAAN PIDANA terhadap KASUS PELANGGARAN PROTOKOL KESEHATAN harus DIBATALKAN DEMI HUKUM.

5. Bahwa TUNTUTAN JPU dalam Kasus Test Swab PCR RS UMMI adalah bentuk penyalah-gunaan wewenang (abuse of power) yang melampaui batas, dan bentuk Kriminalisasi Pasien dan Dokter serta Rumah Sakit yang harus dihentikan, serta bentuk DISKRIMINASI HUKUM yang manipulatif, sehingga wajib DIBATALKAN DEMI HUKUM.

حسبنا لله ونعم الوكيل، نعم المولى ونعم النصير، ولا حول ولا قوة إلا ﺑﺎﻟﻠﻪ العلي العظيم

Selanjutnya SAYA akan menyoroti satu per satu DAKWAAN JPU,sebagai berikut :

A. DAKWAAN KESATU

I. PRIMER :

Bahwa Dakwaan Pertama Primer dari Surat Dakwaan Penuntut Umum adalah mengenai perbuatan sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 14 ayat (1) UU No. 1 / Th. 1946 ttg Peraturan Hukum Pidana jo Pasal 55 ayat (1) ke – 1 KUHP.

Bahwa Pasal 14 ayat (1) UU No. 1 / Th. 1946 ttg Peraturan Hukum Pidana berbunyi sbb :

”Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.”

Ayat sama sekali ini tidak bisa diterapkan terhadap SAYA dalam Kasus Test Swab PCR RS UMMI Kota Bogor, karena :


1. Ayat ini sesuai Latar Belakang Historis kelahiran UU No 1 Tahun 1946 berkaitan dengan PENYIARAN dan yang dimaksud dengan ”Barang siapa” dalam ayat ini adalah LEMBAGA PENYIARAN, bukan orang per orang, sehingga TERDAKWA tidak memenuhi unsur ”Barang siapa” dalam ayat ini.

2. Ayat ini dengan jelas menggunakan kata MENYIARKAN bukan menyatakan, sehingga TERDAKWA tidak memenuhi unsur ”Menyiarkan” dalam ayat ini, karena TERDAKWA tidak pernah melakukan PENYIARAN.

3. Ayat ini secara eksplisit menyebutkan penyiaran terkait ”berita atau pemberitahuan bohong”, sedang TERDAKWA terbukti di persidangan tidak pernah menyampaikan atau menyatakan BERITA BOHONG atau PEMBERITAHUAN BOHONG, karena saat TERDAKWA menyatakan bahwa dirinya merasa ”baik-baik saja” adalah sesuai dengan yang yang dirasa dan diketahuinya saat itu, sementara saat itu belum ada Hasil Test Swab PCR yang menyatakan bahwa TERDAKWA POSITIF COVID, sehingga TERDAKWA tidak memenuhi unsur ”Menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong”, dalam ayat ini.

4. Ayat ini mensyaratkan adanya niat/I’tikad (mens rea) dalam penyiaran berita bohong untuk menimbulkan KEONARAN di tengah masyarakat, dan keonaran itu harus benar-benar terjadi sebagai akibat dari penyiaran berita bohong tersebut, sebagaimana termaktub ”dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat”. Unsur ini lebih tidak terpenuhi lagi, karena pertama unsur penyiarannya tidak ada, lalu kedua unsur kebohongannya juga tidak ada, dan ketiga terbukti di persidangan bahwa pernyataan TERDAKWA justru DINIATKAN dan DIMAKSUDKAN serta DITUJUKAN untuk meredam KERESAHAN bukan membuat KEONARAN, dan Faktanya tidak ada KERESAHAN apalagi KEONARAN di Kota Bogor mau pun di tempat lainnya akibat perawatan TERDAKWA di RS UMMI Kota Bogor.

KESIMPULAN : Bahwa unsur dalam Pasal 14 ayat (1) UU No. 1 / Th. 1946 ttg Peraturan Hukum Pidana TIDAK TERPENUHI, sehingga harus DIBATALKAN DEMI HUKUM.

II. SUBSIDER :

Bahwa Dakwaan Pertama Subsider dari Surat Dakwaan Penuntut Umum adalah mengenai perbuatan sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 14 ayat (2) UU No. 1 / Th. 1946 jo Pasal 55 ayat (1) ke – 1 KUHP

Bahwa Pasal 14 ayat (2) UU No. 1 / Th. 1946 ttg Peraturan Hukum Pidana berbunyi sbb :

117

”Barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun.”

1. Ayat ini masih berkaitan dengan PENYIARAN dan sesuai Latar Belakang Historis kelahiran UU No 1 Tahun 1946 bahwa yang dimaksud dengan ”Barang siapa” dalam ayat ini adalah LEMBAGA PENYIARAN, bukan orang per orang, sehingga TERDAKWA tidak memenuhi unsur ”Barang siapa” dalam ayat ini.

2. Ayat ini juga dengan jelas menggunakan kata MENYIARKAN bukan menyatakan, sehingga TERDAKWA tidak memenuhi unsur ”Menyiarkan” dalam ayat ini, karena TERDAKWA tidak pernah melakukan PENYIARAN.

3. Ayat ini secara eksplisit mengikat PENYIARAN SUATU BERITA atau PENGELUARAN PEMBERITAHUAN dengan dua syarat : Pertama ; ”yang dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat”. Dan Kedua ; ”ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong”. Untuk Syarat Pertama sama sekali tidak terpenuhi, karena Fakta Persidangan menunjukkan dengan sangat meyakinkan bahwa terkait Perawatan TERDAKWA di RS UMMI sama sekali tidak ada KEONARAN dalam bentuk apa pun di Kota Bogor mau pun di tempat lainnya. Dan untuk Syarat Kedua juga tidak terpenuhi, karena sesuai Keterangan TERDAKWA dan SAKSI MAHKOTA bahwa pernyataan mereka DINIATKAN dan DIMAKSUDKAN serta DITUJUKAN untuk meredam KERESAHAN, sehingga yang mereka duga dan sangka bahkan YAKIN bahwa pernyataan tersebut justru akan meredakan KERESAHAN, bukan menimbulkan KEONARAN, dan ternyata Faktanya tidak ada KERESAHAN apalagi KEONARAN di Kota Bogor mau pun di tempat lainnya akibat perawatan TERDAKWA di RS UMMI Kota Bogor.

KESIMPULAN : Bahwa unsur dalam Pasal 14 ayat (2) UU No. 1 / Th. 1946 ttg Peraturan Hukum Pidana juga TIDAK TERPENUHI, sehingga harus DIBATALKAN DEMI HUKUM.

III. LEBIH SUBSIDER :

Bahwa Dakwaan Pertama Lebih Subsider dari Surat Dakwaan Penuntut Umum adalah mengenai perbuatan sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 15 UU No. 1 / Th. 1946 jo Pasal 55 ayat (1) ke – 1 KUHP

Bahwa Pasal 15 UU No. 1 / Th. 1946 ttg Peraturan Hukum Pidana berbunyi sbb :

118

”Barangsiapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga bahwa kabar demikian akan atau sudah dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi, tingginya dua tahun.”

1. Ayat ini juga masih berkaitan dengan PENYIARAN dan sesuai Latar Belakang Historis kelahiran UU No 1 Tahun 1946 bahwa yang dimaksud dengan ”Barang siapa” dalam ayat ini adalah LEMBAGA PENYIARAN, bukan orang per orang, sehingga TERDAKWA tidak memenuhi unsur ”Barang siapa” dalam ayat ini.

2. Ayat ini juga dengan jelas menggunakan kata MENYIARKAN bukan menyatakan, sehingga TERDAKWA tidak memenuhi unsur ”Menyiarkan” dalam ayat ini, karena TERDAKWA tidak pernah melakukan PENYIARAN.

3. Ayat ini berkaitan dengan PENYIARAN suatu KABAR YANG TIDAK PASTI atau KABAR YANG BERKELEBIHAN atau YANG TIDAK LENGKAP, sehingga tidak tepat diterapkan dengan pernyataan TERDAKWA yang menyatakan baik-baik saja karena saat TERDAKWA menyatakan bahwa dirinya merasa ”baik-baik saja” adalah sesuai dengan yang yang dirasa dan diketahuinya serta diyakini saat itu berdasarkan kondisi yang semakin hari semakin membaik serta tidak ada pantangan dalam makanan dan minuman. Dan hal tersebut bukan KABAR YANG TIDAK PASTI yaitu Kabar Angin, atau KABAR YANG BERKELEBIHAN yaitu yang ditambah-tambah dari yang sebenarnya, atau YANG TIDAK LENGKAP yaitu yang dikurang-kuarngi dari yang sebenarnya, tapi justru PASTI dan TIDAK BERKELEBIHAN serta SUDAH LENGKAP sesuai DATA dan FAKTA saat pernyataan tersebut dibuat oleh TERDAKWA. Ada pun di waktu selanjutnya terjadi PERUBAHAN kondisi TERDAKWA menjadi ”tidak baik-baik saja” itu persoalan lain, dan sama sekali tidak bisa ditarik mundur untuk menghakimi pernyataan TERDAKWA di waktu sebelumnya.

4. Ayat ini secara eksplisit juga mengikat PENYIARANNYA dengan syarat ”ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga bahwa kabar demikian akan atau sudah dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat”, sehingga sama sekali tidak bisa diterapkan untuk pernyataan TERDAKWA karena sesuai Keterangan TERDAKWA dan SAKSI MAHKOTA bahwa pernyataan mereka DINIATKAN dan DIMAKSUDKAN serta DITUJUKAN untuk meredam KERESAHAN, sehingga yang mereka duga dan sangka bahkan YAKIN bahwa pernyataan tersebut justru akan meredakan KERESAHAN, bukan menimbulkan KEONARAN, dan ternyata Faktanya tidak ada KERESAHAN apalagi KEONARAN di Kota Bogor mau pun di tempat lainnya akibat perawatan TERDAKWA di RS UMMI Kota Bogor.

KESIMPULAN : Bahwa unsur dalam Pasal 15 UU No. 1 / Th. 1946 ttg Peraturan Hukum Pidana juga TIDAK TERPENUHI, sehingga harus DIBATALKAN DEMI HUKUM

Selain itu, seluruh isi DAKWAAN KESATU baik yang PRIMER mau pun yang SUBSIDER dan yang LEBIH SUBSIDER dengan Penerapan Pasal 14 dan 15 dari UU No 1 Tahun 1946, saat ini sudah TIDAK RELEVAN, karena:

1. Dari segi ASAS dan TEORI serta PRINSIP HUKUM bahwa asas umum dalam Penafsiran Hukum Pidana yang harus diperhatikan adalah PRINSIP RELEVANSI.

2. Dari segi PENERAPAN HUKUM bahwa sejak ORDE LAMA hingga ORDE BARU tidak ada satu kasus pun yang dikenakan pasal ini, baru belakangan ini muncul penerapan pasal ini terhadap sejumlah Tokoh Oposisi dan kental warna politisnya, sehingga semestinya Ranah Peradilan yang mulia wajib dijauhkan sejauh-jauhnya dari INTERVENSI POLITIK pihak mana pun.

3. Dari segi JENIS PIDANA bahwa UU No 1 Tahun 1946 tidak ada kaitan dengan PROKES atau pun PSBB, sehingga tidak boleh digunakan untuk memidanakan Pelanggaran Protokol Kesehatan.

4. Dari segi PENAFSIRAN TEKS HUKUM bahwa Penafisran Teks Hukum tidak boleh lepas dari sejumlah Metode Penafsiran Teks yang telah diakui oleh para PAKAR HUKUM PIDANA mau pun PAKAR TEORI HUKUM PIDANA, juga PAKAR SOSIOLOGI HUKUM dan PAKAR LINGUSITIK FORENSIK, yaitu :

1) Interpretasi Gramatikal atau Bahasa : yaitu Penafsiran Teks Hukum sesuai bahasa umum sehari-hari.

Itulah sebabnya penafsiran PENYIARAN dalam Pasal 14 ayat (1) UU No. 1 / Th. 1946 ttg Peraturan Hukum Pidana harus dibedakan dengan penafsiran PERNYATAAN. Begitu juga Penafsiran KEONARAN harus dibedakan dari penafsiran KERESAHAN atau PERBEDAAN PENDAPAT atau PRO KONTRA. Dan penafsiran Bahasa tidak boleh lepas dari Kamus- Kamus Bahasa yang dipercaya, seperti Kamus Besar Bahasa Indonesai (KBBI) yang menjadi Rujukan Resmi dalam Bahasa Indonesia.

Terkait makna MENYIARKAN dalam KBBI disebutkan beberapa arti, yaitu :

a. Meratakan kemana-mana.

b. Memberitahukan kepada umum (melalu radio, sutrat kabar, dsb), mengumumkan (berita, dsb).

c. Menyebarkan atau mempropagandakan (pendapat, paham, agama, dsb).

d. Menerbitkan dan menjual (buku, gambar, foto, dsb).

e. Memancarakan (cahaya, terang, dsb).

120

f. Mengirimkan (lagu-lagu, musik, pidato, dsb) melalui radio.

Oleh karena itu Ahli Hukum Pidana DR Muzakkir di depan persidangan menyampaikan pendapatnya bahwa Rekaman Video Testimoni SAYA hanyalah sebuah PERNYATAAN bukan PENYIARAN. Begitu juga Rekaman Video Klarifikasi Hb Hanif Alattas dan Wawancara Dr Andi Tatat saat ditanya wartawan, sehingga semuanya tidak bisa diterapkan Pasal 14 ayat (1) UU No. 1 / Th. 1946, karena hanya sebuah PERNYATAAN bukan PENYIARAN.

Lalu terkait makna KEONARAN dalam dalam KBBI disebutkan BAHWA ARTINYA ADALAH Kegemparan, Kerusuhan dan Keributan.

Saksi Ahli Lingusitik Forensik DR FRANS dan Ahli Sosiologi Hukum Prof DR Musni Umar serta Ahli Hukum Pidana DR Muzakkir, yang ketiganya dihadirkan oleh SAYA dan Penasihat Hukum, menerangkan di depan persidangan bahwa ONAR adalah Kerusuhan dan Keributan serta Huru Hara, BUKAN KERESAHAN.

Saksi Ahli Sosiologi Hukum DR TRUBUS yang dihadirkan oleh JPU dalam BAP-nya tertanggal 18 Januari 2020 pada jawaban nomor 9 di halaman 16 menyatakan :

”Penjelasan Pasal XIV UU No 1 Tahun 1946 memberikan penjelasan bahwa yang dimaksud KEONARAN adalah bukan hanya kegelisahan dan menggoncangkan hati penduduk yang tidak sedikit jumlahnya, tetapi lebih dari itu berupa KEKACAUAN”.

Saksi Ahli Teori Hukum Pidana DR Abdul Choir Ramadhan yang dihadirkan oleh SAYA dan Penasihat Hukum, menerangkan di depan persidangan dan juga menuangkan dalam Pendapat Hukumnya halaman 76 sbb :

”Timbulnya KEONARAN sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 14 ayat (1) menunjukkan bahwa DELIK ini adalah DELIK MATERIIL, harus benar-benar terjadi keonaran di kalangan rakyat. Menyangkut tentang makna keonaran, Penjelasan Pasal 14 menyatakan : ”Keonaran adalah lebih hebat dari pada kegelisahan dan menggoncangkan hati penduduk yang tidak sedikit jumlahnya. KEKACAUAN meuat juga KEONARAN.”

Lalu Saksi Ahli DR Abdul Choir Ramadhan menekankan :

”Dengan adanya PENAFSIRAN OTENTIK ini, maka tidak dapat ditafsirkan lain selain dari penafsiran yang diberikan oleh pembentuk undang-undang.”

Dengan demikian tidak ada alasan bagi JPU untuk menafsirkan KEONARAN dengan Tafsirnya Sendiri yang memasukkan resah, gelisah, pro kontra, perdebatan, perbedaan pendapat, unjuk rasa dan Demo Damai sebagai KEONARAN. Penafsiran JPU ngawur dan amburadul serta kacau balau.

2) Interpretasi Sistematis atau Logis : yaitu Penafsiran Teks Hukum dengan menghubungkannya dengan peraturan hukum / undang-undang / dengan keseluruhan sistem hukum sebagai satu kesatuan tak terpisahkan.

Itulah sebabnya penafsiran PENYIARAN dalam Pasal 14 ayat (1) UU No. 1 / Th. 1946 ttg Peraturan Hukum Pidana semestinya ditarik ke UU PENYIARAN No 32 Th 2002 yang memang dibuat khusus tentang PENYIARAN.

Dan ini juga sesuai dengan Pendapat Ahli Hukum Pidana DR Muzakkir dalam sidang ini bahwa Penerapan Hukum Pidana terhadap PELANGGARAN PENYIARAN harus merujuk ke UU PENYIARAN No 32 Th 2002 tidak lagi ke Pasal 14 ayat (1) UU No. 1 / Th. 1946, sehingga Penerapan Pasal 14 ayat (1) UU No. 1 / Th. 1946 dalam Kasus RS UMMI sangat tidak tepat.

Andai pun dalam Kasus Rekaman Video Testimoni SAYA dan Rekaman Video Hb Hanif Alattas serta wawancara Dr Andi Tatat dikatagorikan sebagai PENYIARAN maka semestinya ditarik ke UU PENYIARAN No 32 Th 2002 yang memang dibuat khusus tentang PENYIARAN bukan ke Pasal 14 ayat (1) UU No. 1 / Th. 1946.

Apalagi ternyata Rekaman Video Testimoni SAYA dan Rekaman Video Klarifikasi Hb Hanif Alattas serta Wawancara Klarifikasi Dr Andi Tatat hanya sebuah PERNYATAAN bukan PENYIARAN, maka lebih tidak tepat lagi ditarik ke Pasal 14 ayat (1) UU No. 1 / Th. 1946.

Saksi Ahli Sosiologi Hukum DR TRUBUS yang dihadrikan oleh JPU dalam BAP-nya tertanggal 18 Januari 2020 pada jawaban nomor 9 di halaman 16 saat menjabarkan tentang unsur MENYIARKAN dalam Pasal 14 dan 15 UU No 1 Tahun 1946 menyatakan :

”Dengan demikian tindak pidana penyebaran berita bohong dalam Pasal XIV dan Pasal XV UU No 1 Tahun 1946 diklasifiksikan sebagai DELIK PERS, karena adanya SYARAT UTAMA berupa UNSUR PUBLIKASI, meski pun dalam Pasal VIV dan Pasal XV UU No 1 Tahun 1946 tidak menyebutkan mengenai sarana atau media yang dipergunakan untuk menyebarkan berita bohong atau kabar angin atau kabar yang disiarkan dengan atmbahan atau dikuarngkan tersebut, apakah melalui lisan atau tulisan.”

122

3) Interpretasi Historis atau Sejarah : yaitu Penafsiran Teks Hukum sesuai sejarah lahirnya Teks tersebut.

Itulah sebabnya penafsiran Pasal 14 ayat (1) UU No. 1 / Th. 1946 ttg Peraturan Hukum Pidana harus melihat sejarah lahirnya dalam SITUASI DARURAT pada saat awal kemerdekaan Indonesia, dimana ada pihak-pihak yang menyiarkan berita bohong untuk menimbulkan keonaran sehingga berpotensi mengganggu Kemerdekaan dan Kedaulatan Indonesia, sehingga tidak tepat diterapkan di zaman yang kita sudah merdeka lebih dari 75 tahun.

Semua AHLI HUKUM PIDANA dan AHLI HUKUM TATA NEGARA serta AHLI HUKUM KESEHATAN yang dihadirkan oleh SAYA dan Penasihat Hukum, yaitu DR Refly Harun (Ahli Tata Negara), DR Muzakkir (Ahli Hukum Pidana), DR Abdul Choir Ramadahan (Ahli Teori Hukum Pidana), DR Luthfi Hakim (Ahli Hukum Pidana Kesehatan), dan DR M Nasser (Ahli Hukum Kesehatan), semuanya sepakat bahwa penerapan UU No 1 Tahun 1946 di zaman sekarang untuk KONTEKS KEKINIAN sudah TIDAK RELEVAN, karena UU tersebut saat dibuat untuk konteks kondisi darurat baru merdeka yang penuh dengan berita BOHONG untuk membuat KEONARAN.

Saksi Ahli DR Muzakkir menyampaikan pendapatnya di depan Persidangan dan juga dituangkan dalam Tulisan Pendapat Hukumnya halaman 33 sbb :

”Bahwa Pasal 14 dan 15 UU No 1 Tahun 1946 dibuat dengan cara menghapus Pasal 171 KUHP diganti dengan Pasal 14 dan 15 tersebut yang diatur berdiri di luar Hukum Pidana Kodifikasi /KUHP yaitu dalam UU No 1 Tahun 1946.

Penghapusan Pasal 171 KUHP tersebut melalui S 47/180 yang memuat norma hukum yang sama dengan Pasal Pengganti dengan perbedaan ancaman pidana yang lebih berat. Dalam Pasal 171 KUHP ancamannya paling lama 3 tahun penjara, sedang dalam Pasal 14 ayat (1) UU No 1 Tahun 1946 ancamannya paling lama 10 tahun penjara.

Penempatan Pasal 14 dan 15 tersebut di luar Hukum Pidana Kodifikasi /KUHP mengandung maksud bahwa norma hukum pidana yang dimuat dalam UU No 1 Tahun 1946 hanya dipergunakan dalam keadaan tertentu (Darurat/ Chaos) yakni untuk mengatasi keadaan masyarakat yang kacau balau atau keonaran masyarakat yang luas atau situasi yang dalam keadaan darurat, sehingga ancaman pidanya dinaikkan menjadi 10 tahun penjara.

123

Dengan demikian ”perbuatan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong yang tidak menimbulkan keonaran dalam masyarakart secara luas” tidak ditangani dengan menggunakan Pasal 14 dan 15 UU No 1 Tahun 1946, tapi cukup dengan menggunakan Hukum Pidana yang lain atau norma yang hidup dalam kehidupan masyarakat hukum Indonesia yang cocok untuk mengatasi situasi masyarakatr dalam keadaan normal.”

Penjelasan Saksi Ahli DR Muzakkir yang sangat ilmiah ini dengan argumentasi yang amat kuat dan pemaparan yang cerdas, ternyata tidak bisa dipahami oleh JPU, sehingga JPU dalam sidang bertanya mutar-mutar tidak karuan, hingga akhirnya dihentikan dan ditegur oleh Hakim Ketua di depan persidangan dengan ucapan : ”Kok Jaksa begitu saja tidak paham!?”

4) Interpretasi Teleologis atau Sosiologis : yaitu Penafsiran Teks Hukum sesuai dengan tujuan pembentukannya dengan tidak mengenyampingkan konteks kenyataan kemasyarakatan yang aktual atau KONTEKS KEKINIAN.

Itulah sebabnya penerapan Pasal 14 dan 15 UU No 1 Tahun 1946 dalam SITUASI DARURAT pada saat awal kemerdekaan dengan sanksi hukum penjara 10 tahun menjadi sangat LOGIS, karena untuk menjaga keamanan Negara dari KAKACAUAN dan KERUSUHAN.

Namun saat ini SITUASI DARURAT tersebut sudah tidak ada, maka penerapan Pasal 14 dan 15 UU No 1 Tahun 1946 dalam SITUASI NORMAL dengan Sanksi Hukum penjara 10 tahun menjadi TIDAK LOGIS lagi.

AHLI SOSIOLOGI HUKUM baik yang dihadirkan oleh JPU yaitu DR Trubus, mau pun yang dihadirkan oleh SAYA dan Penasihat Hukum yaitu PROF DR Musni Umar sepakat memberi keterangan di depan persidangan bahwa penerapan UU No 1 Tahun 1946 di zaman sekarang untuk konteks Masyarakat Kekinian sudah TIDAK RELEVAN, apalagi dengan ancaman sanksi pemidanaan 10 tahun penjara.

Ahli Hukum Pidana DR Muzakkir juga sepakat dengan pendapat ini sebagaimana tadi sudah dikutip pendapatnya yang disampiakan di depan Persidangan dan juga dituangkan dalam Tulisan Pendapat Hukumnya halaman 33, yaitu :

”Dengan demikian ”perbuatan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong yang tidak menimbulkan keonaran dalam masyarakart secara luas” tidak ditangani dengan menggunakan Pasal 14 dan 15 UU No 1 Tahun 1946, tapi cukup dengan menggunakan Hukum Pidana yang lain atau norma yang hidup dalam kehidupan

masyarakat hukum Indonesia yang cocok untuk mengatasi situasi masyarakatr dalam keadaan normal.”

Jadi jelas dengan sangat meyakinkan berdasarkan Empat Metode Penafsiran Teks Hukum yang diakui para PAKAR HUKUM PIDANA mau pun PAKAR TEORI HUKUM PIDANA, juga PAKAR SOSIOLOGI HUKUM dan PAKAR LINGUSITIK FORENSIK, yaitu : Pertama, Metode Interpretasi Gramatikal atau Bahasa. Kedua, Metode Interpretasi Sistematis atau Logis. Ketiga, Metode Interpretasi Historis atau Sejarah. Keempat, Metode Interpretasi Teleologis atau Sosiologis. Bahwa Penerapan Pasal 14 dan 15 dari UU No 1 Tahun 1946 saat ini TIDAK RELEVAN, apalagi diterapkan untuk untuk KASUS PROTOKOL KESEHATAN, sehingga seluruh isi DAKWAAN KESATU dari JPU, baik yang PRIMER mau pun yang SUBSIDER dan yang LEBIH SUBSIDER harus DIBATALKAN DEMI HUKUM.

Sebagaimana disampaikan oleh Saksi Ahli Hukum Tata Negara DR Refly Harun di depan persidangan bahwa Undang-Undang yang sudah TIDAK RELEVAN ada tiga jalan menghapusnya atau mengenyampingkannya, yaitu : Pertama, dibatalkan dengan UU Baru via DPR RI. Kedua, diajukan Yudicial Review ke Mahkamah Konstitusi RI. Ketiga, Putusan Hakim.

Karenanya, kami sangat berharap agar Majelis Hakim yang mulia berani mengenyampingkan Penerapan Pasal 14 dan 15 UU No 1 Tahun 1946 karena sudah TIDAK RELEVAN, sehingga ke depan bisa menjadi YURISPRUDENSI bagi penanganan Hukum Penyiaran Berita Bohong yang menimbulkan Keonaran dengan menggunakan hukum lain yang sesuai dengan konteks kekinian.

حسبنا لله ونعم الوكيل، نعم المولى ونعم النصير، ولا حول ولا قوة إلا ﺑﺎﻟﻠﻪ العلي العظيم

125

B. DAKWAAN KEDUA

Bahwa Dakwaan Kedua dari Surat Dakwaan Penuntut Umum adalah mengenai perbuatan sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Bahwa Pasal 14 ayat (1) UU No. 4 / Th. 1984 ttg Wabah Penyakit Menular berbunyi sbb :

”Barang siapa dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 1.000.000,-(satu juta rupiah).”

Pasal ini juga tidak bisa dan tidak boleh diterapkan untuk Kasus Test Swab PCR RS UMMI, karena SAYA dan Keluarga mau pun RS UMMI tidak pernah menghalangi Pelaksanaan Penanggulangan Wabah dan tidak pernah menghalang-halangi Satgas Covid dalam melaksanakan Tugasnya, BUKTINYA :

1. Saat Walikota Bogor Bima Arya dan Satgas Covid Kota Bogor datang ke RS UMMI disambut hangat oleh RS UMMI mau pun Keluarga SAYA yang diwakili oleh Habib Hanif Alattas, dan ini diakui sendiri oleh Walkot Bogor Bima Arya dalam kesaksiannya di persidangan ini.

2. Saat Walikota Bogor Bima Arya dan Satgas Covid Kota Bogor meminta agar SAYA ditest Swab PCR, maka SAYA dan Keluarga juga RS UMMI setuju dan siap melaksanakannya bersama Tim Mwer-C, dan ini juga diakui sendiri oleh Walikota Bogor Bima Arya dalam kesaksiannya di persidangan ini.

3. Saat Walikota Bogor Bima Arya dan Satgas Covid Kota Bogor meminta agar pelaksanaan Tets Swab PCR terhadap SAYA yang akan dilakukan oleh Tim Mer-C didampingi oleh Satgas Covid Kota Bogor, maka SAYA dan Keluarga juga RS UMMI setuju dan menjadwalkannya, dan ini pun diakui sendiri oleh Walikota Bogor Bima Arya dalam kesaksiannya di persidangan ini.

4. Saat pelaksaan Test Swab PCR terhadap SAYA oleh Tim Mer-C sesuai jadwal yang sudah ditentukan, ternyata Tim Satgas Covid Kota Bogor TIDAK DATANG. Ini pun akhirnya diakui baik oleh Walikota Bogor Bima Arya mau pun para saksi dari Satgas Covid Kota Bogor dalam persidangan ini bahwa mereka memang TIDAK HADIR dengan berbagai alasan keterlambatan.

5. Saat Walikota Bogor Bima Arya dan Satgas Covid Kota Bogor meminta Tets Swab PCR terhadap SAYA diulang, maka dengan santun SAYA melalui Habib Hanif Alattas

126

menanyakan urgensi Test Swab PCR DUA KALI di hari yang sama dalam waktu yang sangat berdekatan dengan selisih hanya beberapa jam, sehingga Habib Hanif Alattas menyarankan agar menunggu saja Hasil Test PCR dari Tim Mer-C, dan Walkot Bogor Bima Arya serta Satgas Covid Kota Bogor setuju.

Ini pun diakui oleh Walikota Bogor Bima Arya dalam kesaksiannya di persidangan ini.

6. Selain itu RS UMMI secara Real Time setiap hari melaporkan kondisi seluruh pasien Suspect / Probable / Positif Covid di RS UMMI, termasuk SAYA, ke Dinkes Kota Bogor dan Kemenkes RI, sehingga Walikota Bogor dan Satgas Covidnya bisa kapan saja melihat dan memeriksa serta mendapatkan laporan tentang SAYA dari Dinkes Kota Bogor, tanpa mesti datang ke RS UMMI.

Jadi TIDAK BENAR tuduhan JPU dalam TUNTUTAN-nya halaman 129 bahwa ”Satgas Covid Kota Bogor tidak bisa melaksanakan tugasnya untuk melakukan Swab PCR Test Covid-19 terhadap TERDAKWA”, seolah SAYA menolak dan menghalang-halangi Satgas Covid sehingga Test Swab PCR tidak terlaksana terhadap SAYA.

KESIMPULAN : Bahwa unsur dalam Pasal 14 ayat (1) UU No 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular TIDAK TERPENUHI, sehingga harus DIBATALKAN DEMI HUKUM.

C. DAKWAAN KETIGA

Bahwa Dakwaan Ketiga dari Surat Dakwaan Penuntut Umum adalah mengenai perbuatan sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 216 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke – 1 KUHP

Bahwa Pasal 216 ayat (1) KUHP berbunyi sbb :

”Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda puling banyak Rp 9.000 (sembilan ribu rupiah).”

Pasal ini pun tidak bisa dan tidak boleh diterapkan untuk Kasus Test Swab PCR RS UMMI, karena SAYA dan Keluarga mau pun RS UMMI TIDAK PERNAH tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat dan SAYA TIDAK PERNAH JUGA mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh salah seorang pejabat, sebagaimana telah

diuraikan BUKTI-BUKTI TIDAK ADANYA PENGHALANGAN SATGAS COVID KOTA BOGOR pada jawaban untuk DAKWAAN KEDUA tadi.

Dengan demikian semua unsur Pasal 216 ayat (1) KUHP tersebut, sama sekali TIDAK TERPENUHI, sehingga tidak boleh diterapkan dalam Kasus Tets Swab PCR RS UMMI.

Lagi pula menurut Saksi Ahli Teori Pidana DR Abdul Choir Ramadhan bahwa Pasal 216 ayat (1) KUHP tidak ada relevansinya dengan penyelengaraan PSBB dan PROKES, karena tidak ada perbuatan PIDANA dalam PSBB dan PROKES, sehingga Penerapan Pasal tersebut TIDAK TEPAT.

KESIMPULAN : Tak satu pun unsur dalam Pasal 216 ayat (1) KUHP yang terpenuhi, sehingga harus DIBATALKAN DEMI HUKUM.

D. PASAL PENYERTAAN.

Semua DAKWAAN di atas, baik DAKWAAN KESATU Primer dan Subsider serta Lebih Subsider, mau pun DAKWAAN KEDUA dan DAKWAAN KETIGA, dijuntokan kepada Pasal Penyertaan yaitu Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yang menyatakan sebagai berikut :

(1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:

1. mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan;

Saksi Ahli Teori Hukum Pidana DR Abdul Chair Ramadhan menyatakan di depan persidangan dan dituangkan juga dalam Pendapat Hukumnya halaman 16 :

”Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP menentukan dipidananya pelaku tindak pidana, yakni orang yang melakukan (pleger), dan yang menyuruh melakukan (doen pleger), serta yang turut serta melakukan perbuatan (mede pleger). Delik Penyertaan merupakan perluasan pertanggung-jawaban pidana bukan perluasan perbuatan pidana.”

Lalu Saksi Ahli menekankan bahwa :

”Pada penyertaan lazim dilakukan secara sitsematis dengan menunjuk adanya PEMUFAKATAN JAHAT di antara pihak.”

128

Saksi Ahli Hukum Pidana DR Muzakkir menyatakan di persidangan dan juga dituangkan dalam Pendapat Hukumnya halaman 10 – 11 bahwa Tindak Pidana Penyertaan memiliki dua syarat, yaitu :

1. Syarat Subjektif : yaitu masing-masing pelaku memiliki NIAT BERBUAT JAHAT dan NIAT JAHAT tersebut hendak/ atau telah dilakukan secara bersama-sama dengan pelaku lain yang juga memiliki NIAT JAHAT yang sama.

2. Syarat Objektif : yaitu adanya hubungan antara kelakuan atau perbuatan yang dilakukan oleh pelaku satu dengan pelaku lainnya sedemekian rupa untuk melaksanakan NIATNYA MELAKUKAN KEJAHATAN secara bersama-sama.

Jadi, Pasal Penyertaan ini berkaitan dengan NIAT JAHAT dan PEMUFAKATAN JAHAT untuk melakukan TINDAK KEJAHATAN, sehingga tidak ada kaitannya sama sekali dengan PELANGGARAN PROKES, karena Pelanggaran Prokes bukan Kejahatan.

Penerapan Pasal Penyertaan pada Kasus RS UMMI terlalu mengada-ada dan menimbulkan masalah serius, serta menunjukkan bahwa kerja JPU tidak profesional dan tidak proposional, karena tidak ada satu pun Fakta Persidangan yang menunjukkan adanya MEANS REA (Niat Jahat / Itikad Kriminal) dari SAYA dan HABIB HANIF serta Dr ANDI TATAT untuk melakukan TINDAK KEJAHATAN. Dan tidak ada juga Fakta Persidangan yang menunjukkan adanya KEMUFAKATAN JAHAT di antara SAYA dan HABIB HANIF serta Dr ANDI TATAT untuk melakukan TINDAK KEJAHATAN secara bersama-sama.

Justru sebaliknya terbukti melalui Fakta Persidangan bahwa Pernyataan SAYA dan HABIB HANIF serta Dr ANDI TATAT tentang kondisi SAYA ”baik-baik saja” untuk meredam KEJAHATAN BERITA HOAX yang meresahkan masyarakat, dan terbukti dengan pernyataan SAYA dan HABIB HANIF serta Dr ANDI TATAT tersebut menciptakan ketenangan dan menghilangkan keresahan.

Pada pembahasan tiap DAKWAAN telah diuraikan bahwa seluruh Pasal-Pasal yang dituduhkan tak satu pun yang terpenuhi unsur, sehingga Penerapan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP pada Kasus RS UMMI menjadi BATAL DENGAN SENDIRINYA manakala Pasal-Pasal yang dijuntokan kepadanya TIDAK TERPENUHI UNSUR.

KESIMPULAN : Tak satu pun unsur dalam Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yang terpenuhi, sehingga harus DIBATALKAN DEMI HUKUM.

BAB VIII

PENUTUP

Kepada Yang Mulia Majelis Hakim

Kepada Yang Tercinta Seluruh Penasihat Hukum

Kepada Yang Terhormat Semua Jaksa Penuntut Umum

Kepada Yang Istimewa Segenap Pecinta Keadilan dimana pun berada

Semoga Majelis Hakim yang Mulia diberi kekuatan oleh Allah SWT untuk menegakkan Keadilan dan melenyapkan Kezaliman, serta menjadi Garda Terdepan dalam menjaga Tatanan Hukum di Indonesia, agar tidak dirusak oleh MAFIA HUKUM mana pun.

Semoga Majelis Hakim yang mulia bisa menjaga kemurnian dan kemulian pengadilan ini dari POLITIK KRIMINALISASI yang mempraktekkan PIDANAISASI dan DISKRIMINASI HUKUM serta MANIPULASI FAKTA yang mebahayakan Agama, Bangsa dan Negara. Karena manakala perangkat dan istrumen Negara banyak terkontaminasi oleh PRAKTEK JAHAT OLIGARKI, maka Sidang Pengadilan yang dipimpin oleh Para Hakim yang Jujur lagi Amanah adalah menjadi harapan rakyat untuk menyelamatkan Tatanan Hukum demi Tegaknya Keadilan dan Lenyapnya Kezaliman.

Dan kepada seluruh Rakyat dan Bangsa Indonesia saya serukan untuk bergerak bersama-sama dengan para Penegak Hukum Sejati dalam melawan segala bentuk KEZALIMAN demi Tegaknya KEADILAN.

Sebelum saya akhiri Pledoi saya ini izinkan sejenak untuk berdoa :

بِسْمِ اﻟٰﻠﻪِّ الرَّحمْٰ نِ الرَّحِيْمِ اَلحَْمْدُ ﻟِٰﻠﻪِّ رَ ب الْعَالَمِيْنَ وَالصَّلَاة وَالسَّلَام عَلَى سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ وعَلَى آلِهِ الطَّاهِرِيْنَ وَأَصْحَابِهِ

الطَّيِّبِيْنَ وَأَتْبَاعِهِ إِلَى يوَْمِ الدِّيْنَ .

الْبَاطِلَ ﺑَﺎطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَه . 􀊭 الحَْقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاع ه وَُأَرَِ 􀊭 ١ .اَل لّهُمَّ أَرَِ

عَلَى أَعْدَائِنَا وَأَعْدَائِكَ وَأَعْدَاءِ الدِّيْنِ أَجمَْعِيْنَ . 􀊭 ٢ .اَل لّهُمَّ انْصُرَْ

٣ .اَل لّهُمَّ لَا تُمَكِّنِ الْأَعْدَاء فِيْنَا وَلَا مِنَّا وَلَا تُسَلِّطْهُمْ عَلَيْنَا بِذُنوُْبِنَا وَعُيُوْبِ نَا.

٤ .اَل لّهُمَّ اجْعَلْ كيْدَهُمْ فِى نَحْرِهِمْ وَمَكْرَهُمْ عَائِدًا عَلَيْهِمْ إِنَّكَ عَلَى ك ل شَيْئٍ قَدِي رٌ .

x ٥ .اَل لّهُ مَّ عَلَيْكَ ﺑِﺎلحُْكَّامِ الظَّالِمِيْنَ ٣

130

٦ .اَل لّهُمَّ فَرِّقْ جمَْعَهُمْ وَشَتِّتْ شمَْلَهُمْ وَمَزِّقْ وِحْدَتَهُمْ وَخَرِّبْ قوَُّتَهُمْ وَزَلْزِلْ أَ قَدَامَهُمْ وَقَلِّلْ عَدَدَهُمْ وَفُلَّ حَدَّهُمْ وَقلِّبْ

تَدْبِيْرَهُمْ وَقَرِّرْ تَدْمِيْرَهُمْ وَدَمِّرْهُمْ تَدْمِيْرًا.

فِى الْمَحْكَمَةِ 􀊭 ٧.اَل لّهُمَّ ارْزُقْنَا نَصْرًا عَزِيْزًا وَفَتْحًا مُبِيْنًا وخلاصا جميلا وفرجا عاجلا وَإِمَامًا عَادِلًا وَب لَدًا آمِنًا مُبَارَكًا فَانْصُرَْ

وَأَخْرِجْنَا مِنَ السِّجْنِ سَرِيْعًا عَاجِلًا فِى لُطْفٍ وَخَيْرٍ وَعَافِيَةٍ وَارْجِعْنَا إِ لى بيُُوْت نَا وَاجمَْعْنَا مَعَ أَهْلِ بيَْتِنَا وَأَصْحَابِنَا وَأَحْ بَابِنَا

أ رْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ 􀊮 جِحِ ين فَائِزِيْنَ مُؤَيَّدِيْنَ مَنْصُوْرِيْنَ بِحَقِّ سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ بِرَحمَْتِكَ َ 􀊭 غَانِمِيْنَ فَرِحِيْنَ سَالِمِيْنَ َ

Akhirnya, kepada Majelis Hakim yang Mulia, kami meminta dari sanubari yang paling dalam agar dalam mengambil keputusan denga keyakinan untuk menghentikan PROSES HUKUM YANG ZALIM terhadap saya dan kawan-kawan, demi terpenuhi rasa KEADILAN sekaligus menyelamatkan TATANAN HUKUM dan SENDI KEADILAN di Tanah Air yang sedang dirongrong oleh KEKUATAN JAHAT yang ANTI AGAMA dan ANTI PANCASILA serta membahayakan keutuhan Persatuan dan Kesatuan NKRI.

Karenanya, kami memohon karena Allah SWT demi Tegaknya Keadilan agar Majelis Hakim yang mulia MEMUTUSKAN untuk SAYA dan HABIB HANIF ALATTAS serta Dr ANDI TATAT dengan Vonis :

BEBAS MURNI

DIBEBASKAN DARI SEGALA DAKWAAN DAN TUNTUTAN

DIKEMBALIKAN NAMA BAIK, MARTABAT DAN KEHORMATAN

TERIMA KASIH

131

Sekian Pledoi saya,

حَسْبُنَا اﻟٰﻠﻪُّ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ نِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيْرُ

وَلا حَوْلَ وَلا قوَُّةَ إِلا ﺑِﺎﻟٰﻠﻪِّ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ

وَالحَْمْدُ ﻟِٰﻠﻪِّ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

Jakarta, 10 Juni 2021

Al-Habib Muhammad Rizieq bin Husein Syihab