Menag Tak Dapat Berlindung Dibalik Keputusan Saudi Untuk Menghindari Tuntutan Audit Investigasi
Ahad, 12 Juni 2021
Faktakini.info
*MENAG TAK DAPAT BERLINDUNG DIBALIK KEPUTUSAN SAUDI UNTUK MENGHINDARI TUNTUTAN AUDIT INVESTIGASI*
Oleh : *Ahmad Khozinudin*
Sastrawan Politi
_""Keputusan Saudi senapas dengan semangat Indonesia yang ingin menjaga keselamatan jemaah. Diharapkan masyarakat untuk patuh menjaga protokol kesehatan agar Covid segera tertangani sehingga jika tahun depan haji bisa dilaksanakan lagi kita sudah siap,"_
*[Menag, Yaqut Cholil Choumas, 12/6]*
Keputusan Saudi Arabia yang hanya menyelenggarakan ibadah haji untuk jama'ah haji domestik, tak dapat menghilangkan aspirasi publik atas tuntutan audit investigasi terhadap keseluruhan proses dan pengelolaan anggaran dana haji. Menag, tak bisa lari dari tanggungjawab dari tuntutan audit berdalih keputusan Saudi yang 'senafas' dengan pembatalan sepihak yang dilakukan Menag.
Pengumuman Keputusan Pelaksanaan Ibadah haji tahun 2021 yang dikhususkan bagi 60.000 orang jamaah domestik Arab Saudi, tidak menjawab pertanyaan publik atas sejumlah kinerja dan pengelolaan dana ibadah haji, baik yang dilakukan Kemenag maupun BPKH. Keputusan Saudi, tetap tidak menjawab sejumlah pertanyaan, seperti :
1. Benarkah dana haji aman ? apakah definisi 'aman' itu ? apakah aman secara pembukuan atau aman juga secara aktual ? apakah, sejumlah investasi dan penempatan dana haji di sejumlah perbankan syariah likuid ? benarkah, ada dana haji yang digunakan untuk proyek infrastruktur ? dan seterusnya.
2. Adapun, terkait kinerja apakah kemenag telah melakukan sejumlah tindakan persiapan penyelenggaraan haji, sehingga alasan pandemi bisa dibenarkan ? Apakah, kemenag selaku penyelenggara haji telah melakukan pemesanan tiket pesawat, hotel, dan konsumsi untuk jamaah ? Kalau tindakan ini tidak atau belum dilakukan, bisa disimpulkan alasan pandemi hanyalah dalih, dan keputusan Saudi hanya dijadikan legitimasi pembatalan haji.
Sementara itu, sejumlah pernyataan dan klarifikasi pemerintah baik oleh Kemenag maupun BPKH tidak dipercaya publik, mengingat pernyataan tersebut saling kontradiksi dengan pernyataan pejabat terkait (misalnya Presiden dan ketua MUI), juga dibantah oleh sejumlah ekonom (diantarnya Rizal Ramli). Sehingga, keputusan Saudi terhadap permasalahan ini tidak dapat memuaskan umat sekaligus sulit untuk mengembalikan kepercayaan publik.
Menag tidak dapat berdalih dengan narasi 'Keputusan Saudi Senafas' dengan kebijakan pembatalan sepihak oleh Kemenag. Keputusan Saudi murni karena persoalan Pendemi dan tidak ada kaitannya dengan persoalan kinerja dan keuangan penyelenggaraan ibadah haji.
Sementara persoalan yang dihadapi Indonesia, setidaknya terbagi pada tiga isu utama, yaitu :
*Pertama,* soal pembatalan sepihak yang dilakukan Kemenag tanpa menunggu keputusan resmi otoritas Saudi. Meskipun belum tuntas terjawab, keputusan yang telah dikeluarkan Saudi pada Sabtu (12/6), membuat wacana peninjauan pembatalan keberangkatan haji sebagaimana disuarakan publik menjadi tidak mungkin diakomodir lagi.
Haji tidak dapat diputuskan sepihak oleh pemerintah baik keputusan penyelenggaraan, pembatalannya, atau peninjauan ulang pembatalannya, melainkan wajib mengikuti keputusan yang dikeluarkan otoritas Saudi Arabia. Keputusan Saudi yang menetapkan haji tahun ini hanya untuk jama'ah domestik, menghilangkan harapan publik atas wacana peninjauan ulang keputusan pembatalan haji yang telah diumumkan kemenag.
*Kedua,* soal kinerja penyelenggaraan haji adalah murni otoritas pemerintah Indonesia. Soal pemesanan tiket pesawat, pemondokan hingga konsumsi Jama'ah, pada tahap persiapan adalah murni tugas-tugas Kemenag.
Juga soal-soal antisipasi pandemi baik dalam konteks penyiapan protokoler kesehatan, vaksinasi dan tes kesehatan calon jamaah, adalah bagian dari pekerjaan yang menjadi satu kesatuan kinerja penyelenggaraan ibadah haji yang tak dapat dikait-kaitkan dengan keputusan Saudi. Mengingat, masalah pandemi ini sudah terjadi setahun lebih, bukan mendadak.
Artinya, kinerja persiapan penyelenggaraan haji tak boleh diabaikan. Semua persiapan wajib dilakukan, hingga ada keputusan yang dikeluarkan otoritas Saudi. Sayangnya, pemerintah justru membatalkan sepihak sebelum ada keputusan dari Saudi yang hal ini memicu praduga publik bahwa soal pembatalan haji bukan karena alasan pandemi, tetapi karena ada problem kinerja kemenag.
*Ketiga,* soal akuntabilitas anggaran menjadi isu penting. Pengumuman otoritas Saudi, tidak menjawab sejumlah pertanyaan publik tentang persoalan anggaran haji yang diduga telah habis karena diperuntukkan untuk investasi atau kegiatan yang diluar core penyelenggaraan haji.
Soal-soal seperti ini, tidak bisa dijawab dengan unggahan Twitter Menag yang mengklaim dana haji aman dan akuntabel. Tidak bisa juga selesai, dengan narasi hoax yang diulas oleh Anggito Abimanyu dari BPKH.
Dua masalah terakhir yakni masalah kinerja dan anggaran wajib dijawab dengan audit investigasi. Hasil audit lah yang memiliki kredibilitas dan legitimasi untuk memberikan simpulan dan rekomendasi.
Atau kalau Kemenag tidak mau pusing audit keuangan, ingin umat percaya dana haji aman, dapat juga dibuktikan dengan mengembalikan seluruh dana jamaah haji tahun 2021 (sekitar Rp. 13 Triliun untuk 220 ribuan jamaah), kepada seluruh jamaah haji tahun 2021, tanpa narasi ancaman akan gagal naik haji. Kemudian, saat keberangkatan tahun 2022, jama'ah hanya diminta untuk kembali menyetorkan dana yang telah dikembalikan tersebut untuk biaya keberangkatan haji tahun 2022.
Dengan pengembalian dana yang disertai jaminan keberangkatan haji, umat baru percaya dana haji aman, duitnya ada. Kalau cuma ngomong aman, duitnya tidak ada, bagaimana mungkin publik bisa percaya ? [].