Pleidoi HRS Kasus Swab RS Ummi: Bab II, Operasi Intelijen Hitam Berskala Besar

 

Jum'at, 11 Juni 2021

Faktakini.info

PLEDOI MENEGAKKAN KEADILAN & MELAWAN KEZALIMAN KRIMINALISASI PASIEN, DOKTER & RUMAH SAKIT VIA PIDANAISASI PELANGGARAN PROKES MENJADI KEJAHATAN PROKES

BALAS DENDAM POLITIK

VIA OPERASI PENGHAKIMAN & PENGHUKUMAN

NOTA PEMBELAAN

AL-HABIB MUHAMMAD RIZIEQ BIN HUSEIN SYIHAB

ATAS DAKWAAN & TUNTUTAN JAKSA PENUNTUT UMUM TERKAIT KASUS TEST SWAB PCR DI RS UMMI KOTA BOGOR

No. Reg. Perkara : 225 / Pid.B / 2021 / PN.Jkt.Tim

Pada Pengadilan Negeri Jakarta Timur

TAHUN 2021

BAB II

OPERASI INTELIJEN HITAM BERSKALA BESAR

Kepada Yang Mulia Majelis Hakim


Kepada Yang Tercinta Seluruh Penasihat Hukum


Kepada Yang Terhormat Semua Jaksa Penuntut Umum


Kepada Yang Istimewa Segenap Pecinta Keadilan dimana pun berada


Semua KASUS PELANGGARAN PROKES yang saya hadapi, mulai dari Kasus Petamburan dan Megamendung hingga Kasus RS UMMI tidak murni masalah hukum, namun lebih kental warna politisnya, dan ini semua merupakan bagian dari OPERASI INTELIJEN HITAM BERSKALA BESAR yang bertujuan untuk membunuh Karakter saya, sekaligus mentarget untuk memenjarakan saya selama mungkin demi kepentingan OLIGARKI ANTI TUHAN yang telah menguasai hampir semua sendi kekuasaan di Negeri ini.


OPERASI INTELIJEN HITAM BERSKALA BESAR tersebut adalah Gerakan Politik Balas Dendam terhadap saya dan FPI serta kawan-kawan seperjuangan yang dianggap sebagai halangan dan ancamam bagi geraka OLIGARKI ANTI TUHAN.


Kami  sebut INTELIJEN  HITAM karena  mereka tidak  bekerja  untuk  keselematan  Bangsa dan Negara, tapi hanya untuk Kepentingan OLIGARKI. Sedang Intelijen yang bekerja dengan Ikhlas untuk menjaga dan melindungi Bangsa dan Negara dari segala rongrongan, itulah yang pantas disebut INTELIJEN PUTIH.


Semoga Allah SWT memberkahi INTELIJEN PUTIH dan menghancurkan INTELIJEN HITAM, serta menyelamatkan Bangsa dan Negara Indonesia dari Kerakusan dan Keserakahan serta Kezaliman OLIGARKI ANTI TUHAN.


Ketahuilah bahwa Dunia dan Isinya cukup mememuhi kebutuhan hidup seluruh umat manusia, namun


Dunia dan isinya tidak akan pernah mampu memenuhi keserakahan seorang manusia sekali pun.


ﻢﻴﻈﻌﻟا ﻲﻠﻌﻟا ﻟﻠﻪﺑﺎ ﻻإ ةﻮﻗ ﻻو لﻮﺣ ﻻو ،ﲑﺼﻨﻟا ﻢﻌﻧو ﱃﻮﳌا ﻢﻌﻧ ،ﻞﻴﻛﻮﻟا ﻢﻌﻧو ﷲ ﺎﻨﺒﺴﺣ



A. POLITISASI HUKUM


Kepada Yang Mulia Majelis Hakim


Kepada Yang Tercinta Seluruh Penasihat Hukum


Kepada Yang Terhormat Semua Jaksa Penuntut Umum


Kepada Yang Istimewa Segenap Pecinta Keadilan dimana pun berada


Setelah saya mengikuti PROSES HUKUM yang sangat melelahkan ini, mulai dari PEMERIKSAAN hingga digelarnya PERSIDANGAN sampai PEMBACAAN PLEDOI ini, saya semakin percaya dan semakin yakin bahwa ini adalah KASUS POLITIK yang dibungkus dan dikemas dengan KASUS HUKUM, sehingga Hukum hanya menjadi alat LEGALISASI dan JUSTIFIKASI untuk memenuhi DENDAM POLITIK OLIGARKI terhadap saya dan keluarga serta kawan-kawan.


Apalagi setelah saya mendengar dan mambaca TUNTUTAN JPU yang menjatuhkan saya dengan Tuntutan Penjara 6 Tahun. TUNTUTAN JPU tersebut tidak masuk di akal dan berada jauh di luar nalar, bahkan terlalu sadis dan tidak bermoral, karena :


1.  Bahwa Kasus Test Swab PCR di RS UMMI adalah KASUS PELANGGARAN PROTOKOL KESEHATAN.


2.   Bahwa KASUS PELANGGARAN PROTOKOL KESEHATAN adalah Kasus PELANGGARAN bukan Kasus KEJAHATAN, sehingga cukup diterapkan SANKSI ADMINSTRASI bukan SANKSI HUKUM PIDANA PENJARA.


3.   Bahwa sesuai Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) No 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019, di halaman 7 – 8 pada angka 5 dan 6 ditetapkan sebagai berikut :


1)   Memuat   sanksi   terhadap   pelanggaran   penerapan   protokol   kesehatan   dalam pencegahan dan pengendalian Corona Virus Disease 2019 (Covi-19) yang dilakukan oleh perorangan, pelaku usaha, pengelola, penyelenggara, , atau penanggung-jawab tempat dan fasilitas umum.


2)   Sanksi sebagaimana dimaksud pada angka 5) berupa :


a)   teguran lisan atau teguran tertulis ;


b)   kerja sosial ;


c)   denda administratif : atau


d)   penghentian atau penutupan sementara penyelenggaraan usaha


Jadi jelas dalam Inpres No 6 Tahun 2020 tersebut bahwa PELANGGARAN PROTOKOL KESEHATAN hanya diterapkan HUKUM ADMISNITRASI bukan HUKUM PIDANA PENJARA.


4.   Bahwa TUNTUTAN JPU dalam Kasus Test Swab PCR RS UMMI adalah bentuk abuse of power yaitu penyalah-gunaan wewenang / penyalah-gunaan kekuasaan, yang melampaui batas, dan bentuk ”KRIMINALISASI Pasien dan Dokter serta Rumah Sakit” yang harus dihentikan, serta bentuk DISKRIMINASI HUKUM yang manipulatif, sehingga wajib DIBATALKAN DEMI HUKUM.


5.   Bahwa JPU menjadikan KASUS PELANGGARAN PROKES sebagai KEJAHATAN yang jauh lebih jahat dan lebih berat dari pada KASUS KORUPSI, buktinya antara lain :


a.   Bahwa  dalam  Kasus  Koruptor  Djoko  Tjandra  :  Ternyata  Djoko  Tjandra  dan  Jaksa Pinangki  masing-masing hanya dituntut 4 tahun penjara, sedang Irjen Napoleon lebih ringan hanya dituntut 3 tahun penjara, dan Brigjen Prasetyo lebih ringan lagi hanya dituntut 2,5 tahun penjara. Bahkan Kasus mantan Bos Garuda Ary Askhara hanya dituntut 1 tahun penjara.


b.   Bahwa dalam Konferensi Pers Online ICW (Indonesian Corruption Watch) pada tgl 19 April 2020 dipaparkan DATA ICW yang menunjukkan bahwa sepanjang Tahun 2019 dari 911 Terdakwa Korupsi 604 orang dituntut di bawah 4 tahun penjara.


c.   Bahwa Peneliti ICW Kurnia Ramadhana pada tgl 22 Maret 2021 memberi keterangan pers bahwa sepanjang Tahun 2020 dari 1.298 Terdakwa Korupsi rata-rata tuntutan hanya 4 tahun penjara.


Jadi, dalam pandangan JPU bahwa KASUS PELANGGARAN PROTOKOL KESEHATAN bukan sekedar  KEJAHATAN  biasa, tapi jauh  LEBIH JAHAT  dan  LEBIH BERAT dari pada KASUS KORUPSI yang telah merampok uang Rakyat dan membangkrutkan Negara, sehingga KASUS PELANGGARAN PROTOKOL KESEHATAN harus dituntut 6 tahun penjara.


Selain itu ternyata juga bagi JPU bahwa KASUS PELANGGARAN PROTOKOL KESEHATAN bukan hanya KEJAHATAN biasa, tapi KEJAHATAN LUAR BIASA, sehingga jauh LEBIH JAHAT dan LEBIH BERAT dari pada KASUS PENISTAAN AGAMA yang pernah dilakukan AHOK sehingga buat Gaduh Satu Negeri, juga jauh LEBIH JAHAT dan LEBIH BERAT dari pada KASUS PENYIRAMAN AIR KERAS tehadap Petugas Negara & Penyidik KPK Novel Baswedan sehingga salah satu matanya Buta Permanen. BUKTINYA : Ahok Si Penista Agama hanya dituntut Hukuman Percobaan 2 tahun, sedang Penyiram Air Keras ke Penyidik KPK hanya dituntut 1 tahun penjara, tapi  KASUS PELANGGARAN PROTOKOL KESEHATAN dituntut 6 tahun penjara.


Itulah sebabnya menanggapi TUNTUTAN 6 TAHUN PENJARA yang diajukan JPU terhadap SAYA, maka  Wakil  Ketua Dewan  Pertimbangan  Majelis Ulama Indonesia (Wantim MUI) KH Muhyiddin Junaidi pd tanggal 3 Juni 2021 menyatakan di berbagai Media Massa sbb :


”Kami sangat kecewa dengan Tuntutan JPU terhadap Habib Rizieq, karena itu sangat memberatkan, di  luar nalar logika  sehat, beraroma  politik dan  bernuansa  dendam serta mengada-ada.”


Kekecewaan para Habaib dan Ulama serta Umat Islam terhadap Tuntutan JPU sangat wajar, karena fakta menunjukkan banyak Kasus Korupsi yang merugikan Negara milyaran hingga Trilyunan rupiah tapi dituntut ringan, sementara hanya Kasus Pelanggaran Protokol Kesehatan dituntut sampai penjara 6 tahun. Itulah sebabnya saya bertambah yakin bahwa semua KASUS PROKES yang hadapi di PN Jakarta Timur, mulai dari Kasus Petamburan dan Kasus Megamendung hingga Kasus RS UMMI hanya merupakan bagian dari OPERASI INTELIJEN HITAM BERSKALA BESAR yang liar dan jahat serta sadis dan kejam.


Semoga Majelis Hakim yang mulia diselamatkan oleh Allah SWT dari jeratan jahat OPERASI INTELIJEN HITAM BERSKALA BESAR tersebut, dan diberi kekuatan oleh Allh SWT untuk tetap mempertahankan Indonesia sebagai NEGARA HUKUM bukan sebagai NEGARA KEKUASAAN sebagaimana Amanat Konstitusi Pancasila dan UUD 1945.


ﻢﻴﻈﻌﻟا ﻲﻠﻌﻟا ﻟﻠﻪﺑﺎ ﻻإ ةﻮﻗ ﻻو لﻮﺣ ﻻو ،ﲑﺼﻨﻟا ﻢﻌﻧو ﱃﻮﳌا ﻢﻌﻧ ،ﻞﻴﻛﻮﻟا ﻢﻌﻧو ﷲ ﺎﻨﺒﺴﺣ


B.OLIGARKI ANTI TUHAN


Kepada Yang Mulia Majelis Hakim


Kepada Yang Tercinta Seluruh Penasihat Hukum


Kepada Yang Terhormat Semua Jaksa Penuntut Umum


Kepada Yang Istimewa Segenap Pecinta Keadilan dimana pun berada


Sebelum saya BUKTIKAN dengan memaparkan berbagai INDIKASI yang menjadi PETUNJUK bahwa KASUS yang saya hadapi lebih tepat disebut sebagai KASUS POLITIK ketimbang KASUS HUKUM, maka saya memandang perlu untuk memaparkan RANGKAIAN PERISTIWA yang saya hadapi, sebelum dan saat serta setelah, saya dirawat di Rumah Sakit UMMI Kota Bogor, agar menjadi jelas BENANG MERAH yang menghubungkan semua Rangkaian Kejadian tersebut dengan KASUS yang sedang saya hadapi di pengadilan ini, sehingga menjadi masukan penting bagi mereka yang punya HATI JERNIH dan AKAL SEHAT serta NURANI KEADILAN untuk mengambil KESIMPULAN.


Sejak saya dan Keluarga beserta Para Sahabat bersama Umat Islam Indonesia terlibat langsung dalam AKSI BELA ISLAM 411 pada tgl 4 November 2016 di Depan Istana Presiden, dan dilanjutkan dengan AKSI BELA ISLAM 212 pada tgl 2 Desember Tahun 2016 di Lapangan Monumen Nasional (Monas) Jakata, kemudian dilanjutkan lagi denga AKSI-AKSI BELA ISLAM


lainnya yang berjilid-jilid, seperti AKSI BELA ISLAM 121, 161, 21-2, 313 dan 55 serta lainnya, yang dengan izin Allah SWT dan karunia serta anugerah-Nya bahwa semua AKSI BELA ISLAM tersebut telah menjadi MEDIA DA’WAH yang luar biasa, antara lain :


1.   PENYADARAN  UMAT  tentang  betapa  pentingnya  PERSAUDARAAN  dan  PERSATUAN  di dalam melengserkan dan melongsorkan KESOMBONGAN dan KEANGKUHAN Kekuasaan OLIGARKI.


2.   PEMOMPA  SEMANGAT  UMAT  untuk  selalu  berjuang  MENEGAKKAN  KEADILAN  dan MELAWAN KEZALIMAN tanpa merasa takut terhadap RESIKO PERJUANGAN.


3.   PEMILAH ANTARA HAQ DAN BATHIL agar tidak dicampur-adukkan dengan tetap selalu menjunjung tinggi bahwa AYAT SUCI DI ATAS AYAT KONSTITUSI.


PRINSIP JUANG kami selama ini adalah AYAT SUCI DI ATAS AYAT KONSTITUSI, karena AYAT SUCI adalah WAHYU ILAHI yang datang dari YANG MAHA SUCI, sehingga menjadi HARGA MATI yang wajib DIPATUHI dan DITAATI tanpa KOMPROMI, serta tidak boleh DIREVISI apalagi DIGANTI. Sedang AYAT KONSTITUSI adalah produk AKAL INSANI yang wajib tunduk kepada AYAT SUCI, sehingga manakala berkesusaian dengan Ayat Suci maka wajib dipatuhi dan ditaati, sebaliknya manakala bertentangan dengan Ayat Suci maka wajib diperbaiki dan direvisi, bahkan bisa diganti melalui jalur Konstitusional.


PRINSIP JUANG kami telah sejalan dengan SILA PERTAMA PANCASILA yang menjunjung tinggi KETUHANAN YANG MAHA ESA yang bukan lagi sebagai PILAR NEGARA, akan tetapi jauh lebih tinggi lagi yaitu sebagai DASAR NEGARA, sebagaimana ditetapkan oleh UUD 1945 dalam Pembukaan dan Pasal 29 ayat 1 yang berbunyi : ”Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa”.


INDONESIA memang bukan NEGARA AGAMA akan tetapi Indonesia juga bukan Negara Iblis atau Negara Setan atau Negara Kafir atau Negara Thogut atau Negara Atheis atau Negara Komunis, melainkan Indonesia adalah Negara yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, yaitu Negara yang menjunjung tinggi Norma-Norma dan Nilai-Nilai Luhur KETUHANAN YANG MAHA ESA yang tertuang dalam AYAT-AYAT SUCI yang datang dari TUHAN YANG MAHA ESA lagi MAHA SUCI.


Oleh  karenanya,  semua  produk  Hukum dan  Aturan  serta  Perundangan-undangan  di Indonesia harus selaras dan sejalan serta sesuai dengan Norma-Norma dan Nilai-Nilai Luhur KETUHANAN YANG MAHA ESA yang tertuang dalam AYAT-AYAT SUCI yang datang dari TUHAN YANG MAHA ESA lagi MAHA SUCI.


PRINSIP JUANG kami tersebut telah membuat KEBAKARAN UBUN-UBUN Para Gerombolan ATHEIS dan KOMUNIS yang Pasca Reformasi 1998 banyak yang menyamar menjadi LIBERALIS dan SEKULARIS, sehingga mereka Risau, Kacau dan Galau, serta Marah, Murka dan Kalap, karena selama ini mereka selalu berkampanye secara besar-besaran dengan Dana Tak Terbatas mencuci otak Rakyat Indonesia dan merusak Imannya kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan slogan AYAT KONSTITUSI DI ATAS AYAT SUCI.


Mereka semakin KEBAKARAN UBUN-UBUN manakala saya dan Para Sahabat seperjuangan sepanjang Tahun 2016 dan 2017 secara terus menerus melalui SEMINAR dan DISKUSI serta TABLIGH AKBAR membongkar habis-habisan INDIKASI KEBANGKITAN NEO PKI, sekaligus menggelar AKSI PARADE TAUHID yang dikuti ratusan ribu massa Long March dari Senayan menuju Istana untuk menolak KEBANGKITAN NEO PKI.


Pada Tahun 2016 dalam Simposium Mewaspadai Kebangkitan PKI di hadapan ratusan pensiunan TNI bersama Para Sesepuhnya, seperti Jenderal TNI (Pur) Sayyidiman dan Jenderal TNI (Pur) Tri Sutrisno serta lainnya, saya telah bahas tuntas INDIKASI KEBANGKITAN NEO PKI, antara lain :


1.   Tuntutan Pencabutan TAP MPRS No XXV Tahun 1966 tentang Pembubaran dan Pelarangan


PKI sekaligus Pelaragan Penyebaran Paham Marxisme dan leninisme serta Komunisme.


2.   Penghapusan  Sejarah  Pengkhianatan  PKI  dari  Kurikulum  Pelajaran  di  semua  jenjang


Pendidikan di Indonesia.


3.   Penghentian Pemutaran Film Pengkhianatan G30S/PKI dari Stasiun TVRI dan Televisi Swasta.


4.   Penghapusan Litsus Bersih PKI bagi Calon Pejabat di Indonesia.


5.   Putra-Putri PKI yang masih mengususng Ideologi PKI masuk ke Parpol dan menjadi Anggota


DPR RI dan Pejabat Negara.


6.   Pembuatan dan Penyebaran Buku mau pun Film Pembelaan terhadap PKI.


7.   Adanya  RUU  KKR  (Komisi  Kebenaran  dan  Rekonsiliasi)  yang  memposisikan  PKI  sebagai


Korban sehingga harus direhabilitasi.


8.   Pembelaan Komnas HAM dan LSM LIBERAL terhadap PKI atas nama HAM.


9.   Bantuan Negara China Komunis kepada Indonesia berikut Kompensasinya.


10. Kerja-sama sejumlah Parpol dengan Partai Komunis China.


11. Pagelaran Seminar dan Temu Kangen antar Keluarga PKI sekaligus Promosi Ideologi mereka.


12. Pembentukan Ormas dan Orsospol serta LSM yang berafiliasi kepada Neo PKI.


13. Pemutar Balikkan Sejarah PKI melalui Buku, Film, Wawancara, Seminar, Diskusi, TV dan


MEDSOS serta  berbagai Media Cetak mau pun Elekronik lainnya.


14. Penyebaran Lambang Palu Arit PKI di kalangan Selebritis dan Kawula Muda secara besar-


besaran.


15. Usulan Penghapusan Kolom Agama dari KTP.


16. Sejak Reformasi ada upaya semua Presiden didorong-dorong untuk minta maaf kepada PKI


dengan dalih Rekonsiliasi.


17. Adanya Jargon REVOLUSI MENTAL yang dulu pernah menjadi Jargon PKI.


18. Adanya Jargon SAMA RATA SAMA RASA yang juga dulu pernah jadi Jargon PKI.


19. Anggota DPR RI dari PDIP Ribka Ciptaning mengarang buku “Aku Bangga jadi Anak PKI” dan buku “Anak PKI masuk Parlemen”.


20. Pengakuan  Anggota  DPR  RI dari PDIP Ribka Ciptaning bahwa Jutaan Pendukung PKI di Indonesia merapat dan memilih serta memenangkan Partai PDIP agar berkuasa, sehingga Anak Keturunan PKI bisa kembali bangkit.


Dan kini satu per satu INDIKASI tersebut di atas terbukti, antara lain :


1.   Adanya RUU HIP yang mengadopsi MANIFESTO POLITIK PKI 1960-an dengan memeras PANCASILA menjadi TRISILA bahkan EKASILA. Setelah diprotes ternyata pembahasan RUU tsbt bukan dibatalkan, tapi hanya ditunda untuk menunggu pengesahan di saat umat Islam lengah.


2.   Adanya PP No 57 Tahun 2021 menghapus Mata Kuliah Wajib PANCASILA dan BAHASA INDONESIA.


3.   Adanya Kamus Sejarah Indonesia yang diterbitkan Kemendikbud RI telah dengan sengaja menghilangkan sejumlah TOKOH ISLAM seperti Pendiri NU KH Hasyim Asy’ari dan Pelopor NKRI M. Natsir, juga KH Mas Mansur, Mr Syafruddin Prawiranegara, dsb. Dan sebaliknya banyak TOKOH PKI justru dimasukkan ke dalam Kamus Sejarah tersebut, seperti : Darsono Notosudirjo (Hal 51), DN Aidit (Hal 58), Henk Sneevlit (Hal 87), Semaoen (Hal 262), dsb.


4.   Adanya sejumlah Pendukung Ideologi PKI yang diangkat sebagai Pejabat, seperti HILMAR FARID sebagai Dirjen Kemendikbud RI yang berpendapat bahwa PKI tidak berontak dan hanya  Korban  Fitnah  Orde Baru, serta berencana untuk merevisi Film G30S/PKI sesuai pendapatnya tersebut.


5.   Adanya Test Wawasan Kebangsaan (TWK) di KPK yang pertanyaannya beraroma ANTI AGAMA, antara lain : Apakah anda bersedia melepas Jilbab demi Bangsa dan Negara ? Jika anda diminta memilih, anda pilih Al-Qur’an atau Pancasila ? Lalu dengan entengnya di berbagai Media Massa Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Cahyo Kumolo menyebut bahwa Test Wawasan Kebangsaan (TWK)   sama dengan Litsus di Zaman Orde Baru. Padahal Litsus di Zaman Orba untuk memastikan bahwa Pegawai Negeri tidak terkontaminasi Ideologi PKI yang Anti Tuhan dan Anti Agama, sedang TWK di KPK untuk memastikan ASN siap meninggalakan Ajaran Agama dengan dalih demi Bangsa dan Negara. Apakah TWK bentuk balas dendam Neo PKI terhadap Umat Islam ?


Sejak AKSI-AKSI BELA ISLAM dan AKS-AKSI ANTI PKI sepanjang Tahun 2016, saya dan Keluarga serta Para Sahabat seperjuangan menjadi TARGET KRIMINALISASI dan MAKARISASI bahkan TERORISASI, sehingga sepanjang Tahun 2017 aneka ragam REKAYASA KASUS dialamatkan kepada kami, bahkan kami menjadi TARGET OPERASI INTELIJEN HITAM BERSKALA BESAR yang bekerja untuk Kepentingan OLIGARKI ANTI TUHAN.


OPERASI INTELIJEN HITAM BERSKALA BESAR telah menebar aneka ragam TEROR dan INTIMIDASI terhadap kami, seperti : Pelemparan Bom Molotov ke beberapa Posko FPI, dan Penembakan Kamar Pribadi saya di Pesantren MARKAZ SYARIAH Megamendung Bogor, serta Peledakan Bom Mobil di acara Tabligh Akbar saya di Cawang Jakarta, juga pengepungan dan pengeroyokan serta percobaan pembunuhan terhadap saya dan kawan-kawan oleh Gerombolan Preman GMBI depan Mapolda Jawa Barat di Bandung, yang kesemuanya sampai saat ini tak satu pun diproses hukum dan diungkap kasusnya oleh para APARAT PENEGAK HUKUM.


Tidak  sampai disitu, OPERASI  INTELIJEN  HITAM BERSKALA  BESAR  juga  membangun KOLABORASI dengan berbagai INDUSTRI MEDSOS untuk membunuh KARAKTER saya dan FPI secara habis-habisan. Sejak Tahun 2016 tersebut Identitas saya dan FPI menjadi TERLARANG tampil di Facebook dan Instagram serta Twitter, baik nama lengkap, inisial, logo, atribut, foto, video, pernyataan, atau berita apa pun yang terkait saya dan FPI. Namun jahat dan sadisnya, tayangan apa saja terkait saya dan FPI yang sifatnya menghina dan melecehkan serta membunuh karakter, maka TIDAK DILARANG tampil di Facebook mau pun Instagram dan Twitter, bahkan ramai menghiasi Facebook dan Instagram serta Twitter.


Saat itu ESKALASI POLITIK cukup memanas, sehingga saya dan Para Sahabat pernah menawarkan Dialog dan Rekonsiliasi kepada REZIM PENGUASA untuk meredam Konflik, karena kami bukan sedang BER-OPOSISI melainkan sedang BERHISBAH yaitu BER-AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR.


OPISISI tidak sama dengan HISBAH, Gerakan Oposisi adalah Gerakan Politik yang sering Subjektif Tidak Objektif dalam menilai Kebijakan Pemerintah, sehingga segala Kebijakan Pemerintah, yang baik mau pun yang tidak baik, tetap sering DIKRITISI. Sedang Gerakan HISBAH yaitu   AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR bukan Gerakan Politik, melainkan Gerakan Sosial Keagamaan yang harus selalu Objektif, artinya saat Kebijakan Pemerintah itu baik dan bagus, maka harus diapresiasi dan didukung, namun saat Kebijakan Pemerintah itu tidak baik atau kurang tepat, maka wajib dikritisi, bahkan jika kebijakan tersebut bertentangan dengan Agama dan Konstitusi, maka wajib diprotes keras, namun tetap harus dalam Koridor Konstitusi.


Sayangnya saat itu REZIM PENGUASA kurang menyambut baik ajakan kami untuk Dialog dan Rekonsiliasi, akibat ulah para BuzzeRp Bayaran dan Para Pembinanya yang selalu mengadu domba dan memecah belah Pejabat dan Rakyat untuk Kepentingan OLIGARKI ANTI TUHAN.


Akhirnya ESKALASI POLITIK semakin tinggi dan memanas, bahkan masyarakat baik di tinggkat elit mau pun di tingkat akar rumput mulai terbelah dimana-mana, sehingga saya dan Keluarga memilih jalan untuk sementara waktu HIJRAH ke Kota Suci Mekkah, demi menghindarkan KONFLIK HORIZONTAL yang bisa mengantarkan kepada kerusuhan dan pertumpahan darah.


Namun ternyata ada OPERASI INTELIJEN HITAM BERSKALA BESAR yang menjadikan HIJRAH kami sebagai PENGASINGAN, sehingga kami tidak bisa pulang selama 3,5 tahun. Dan saya beserta Keluarga selama dalam PENGASINGAN tersebut kerap mengalami TEROR dan INTIMIDASI berupa aneka FITNAH yang ingin mencelakakan saya sekeluarga agar ditangkap oleh Pemerintah Saudi.


Ternyata  para  Sahabat  seperjuangan  saya  di  Indonesia  pun  terus  DITEROR  dan DIINTIMIDASI serta DIKRIMINALISASI, bahkan DIMAKARASIASI hingga DITERORISASI. Selain itu ada juga terjadi upaya percobaan pembunuhan terhadap Saksi Ahli IT Alumni ITB Ir Hermansyah yang dengan setia membela saya,   beliau di hadapan isterinya dihadang dan diserang serta ditusuk-tusuk di tengah jalan tol. Belum lagi terjadi SABOTASE dalam Acara Reuni 212 pada tahun


2018 dengan Peledakan BOM PIPA di lokasi Acara di Monas.


ﻢﻴﻈﻌﻟا ﻲﻠﻌﻟا ﻟﻠﻪﺑﺎ ﻻإ ةﻮﻗ ﻻو لﻮﺣ ﻻو ،ﲑﺼﻨﻟا ﻢﻌﻧو ﱃﻮﳌا ﻢﻌﻧ ،ﻞﻴﻛﻮﻟا ﻢﻌﻧو ﷲ ﺎﻨﺒﺴﺣ


C.DIALOG DAN REKONSILIASI


Kepada Yang Mulia Majelis Hakim


Kepada Yang Tercinta Seluruh Penasihat Hukum


Kepada Yang Terhormat Semua Jaksa Penuntut Umum


Kepada Yang Istimewa Segenap Pecinta Keadilan dimana pun berada


Selama di Kota Suci Mekkah pada setahun pertama sebelum saya dicekal / diasingkan, saya selalu membuka diri dan megajak PEMERINTAH INDONESIA untuk BERDIALOG menyelesaikan semua Konflik demi menjaga persatuan dan kesatuan NKRI. Pada awal bulan Syawwal 1438 H sekitar Akhir Mei 2017 saat saya berada di Kota Tarim – Yaman, saya ditelpon Menko Polhukam RI Jenderal TNI (Pur) Wiranto dan beliau mengajak saya dkk untuk membangun kesepakatan agar tetap membuka pintu Dialog dan Rekonsiliasi. Kami sambut baik himbauan beliau tersebut, karena sejak semula justru itu yang kami harapkan.


Lalu sekitar Awal Juni 2017 yang juga pertengahan bulan Syawwal 1438 H, saya bertemu dan berdialog langsung dengan Kepala BIN (Badan Intelijen Negara) Jenderal Polisi (Pur) Budi Gunawan bersama Timnya di salah satu Hotel Berbintang Lima di Kota Jeddah – Saudi Arabia. Hasil pertemuan tersebut SANGAT BAGUS, kita buat kesepakatan tertulis hitam di atas putih yang ditanda-tangani oleh saya dan Komandan Operasional BIN Mayjen TNI (Pur) Agus Soeharto di hadapan  Kepala BIN dan  Timnya, yang kemudian  Surat tersebut dibawa ke Jakarta dan dipersaksikan serta ditanda-tangani juga oleh Ketua Umum MUI Pusat KH Ma’ruf Amin yang kini menjadi Wakil Presiden RI.


Di antara isi kesepakatan tersebut adalah ”Stop semua kasus hukum saya dkk” sehingga tidak ada lagi Fitnah Kriminalisasi, dan sepakat mengedepankan DIALOG dari pada Pengerahan Massa, serta siap mendukung semua kebijakan Pemerintahan Jokowi selama tidak bertentangan dengan Ajaran Agama Islam dan Konstitusi Negara Indonesia.


Dan saya juga dua kali bertemu dan berdialog langsung dengan Kapolri Jenderal Polisi (Pur) Muhammad Tito Carnavian pada tahun 2018 dan 2019 di salah satu Hotel Berbintang Lima di dekat Masjidil Haram Kota Suci Mekkah. Dalam dua kali pertemuan tersebut saya menekankan bahwa saya siap tidak terlibat sama sekali dengan urusan politik praktis terkait Pilpres 2019 dengan tiga syarat :


1.   Stop Penodaan Agama


Artinya siapa pun yang menista / menodai agama apa pun harus diproses hukum sesuai Amanat UU Anti Penodaan Agama yang tertuang dalam Perpres No 1 Tahun 1965 dan KUHP Pasal 156a. Sebagaimana Ahok Si Penista A-Qur’an diproses,  maka selain Ahok seperti Abu Janda, Ade Armando, Denny Siregar, dan semua gerombolan mereka yang sering menodai Agama dan menista Ulama juga harus diproses hukum, sesuai dengan Prinsip Equality Before The Law sebagaimana dimanatkan UUD 1945.


2.   Stop Kebangkitan PKI


Artinya sesuai Amanat TAP MPRS RI No XXV Tahun 1966 tentang Pembubaran dan Pelarangan PKI sekaligus Pelarangan Penggunaan Atribut PKI dan Pelarangan Penyebaran Paham Komunisme dan Marxisme serta Lininisme, yang Sanksi Hukum Pidananya sudah tertuang dalam UU No 27 Tahun 1999 ttg Perubahan KUHP yang berkaitan dengan kejahatan terhadap Keamanan Negara yaitu : KUHP Pasal 107 huruf a, c, d dan e, yang kesemuanya khusus terkait kejahatan penyebaran paham Komunisme dan Marxisme serta Leninisme.


3.   Stop Penjualan Aset Negara ke Asing mau pun Aseng


Artinya semua Aset dan Kekayaan Negara sebesar-besarnya digunakan untuk kesejahteraan Rakyat dan Bangsa Indonesia, lalu khusus Pribumi Indonesia perlu diberi kesempatan bersaing yang sehat dengan Asing mau pun Aseng agar bisa jadi Tuan di Negeri sendiri dengan tanpa bermaksud DISKRIMINASI.


Namun sayang sejuta sayang, Dialog dan Kesepakatan yang sudah sangat bagus dengan Menko Polhukam RI dan Kepala BIN serta Kapolri saat itu, akhirnya semua kandas akibat adanya OPERASI INTELIJEN HITAM BERSKALA BESAR yang berhasil mempengaruhi Pemerintah Saudi, sehingga saya dicekal / diasingkan dan tidak bisa pulang ke Indonesia.


SAYA TIDAK TAHU apakah Menko Polhukam RI Wiranto dan Kepala BIN Budi Gunawan serta Kapolri Tito Carnavian yang MENGKHIANATI Dialog dan Kesepakatan, serta mereka terlibat dalam OPERASI INTELIJEN HITAM BERSKALA BESAR tersebut, atau memang disana ada PIHAK LAIN yang memiliki KEKUATAN BESAR yang melakukan OPERASI RAHASIA untuk melayani OLIGARKI ANTI TUHAN yang bersembunyi di balik INSTRUMEN KEKUASAAN. Wallaahu A’lam.


Namun yang jelas, SIAPA PUN yang bermain dan menggelar OPERASI LIAR semacam ini sangat berbahaya, sekaligus sangat mengancam Persatuan dan kesatuan NKRI, sehingga WAJIB DIHENTIKAN.


Karenanya, demi keutuhan NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, Pemerintah Indonesia wajib merangkul Para Ulama bukan memukul, dan wajib memeluk Para Tokoh bukan menggebuk, serta wajib menyayang Para Aktivis bukan menendang, sehingga semua KEKUATAN BANGSA disatukan untuk menghentikan OPERASI LIAR dari segelintir MANUSIA JAHAT yang menjilat Para OLIGARKI ANTI TUHAN.


Saya  dan  Keluarga dibantu Para Sahabat setia yang ada di Kota Suci Mekkah terus berusaha  keluar  dari  PENGASINGAN  yang  dibungkus dengan  nama  PENCEKALAN.  Akhirnya Alhamdulillaah, setelah jatuh bangun penuh suka duka, dengan izin dan pertolongan Allah SWT, saya dan Keluarga bisa kembali ke Tanah Air, walau pun hingga detik-detik terakhir di Bandara Jeddah saat keberangkatan saya dari Saudi masih saja ada upaya untuk menggagalkan Kepulangan saya sekeluarga.


Setibanya saya dan Keluarga di Tanah Air, serangan BuzzeRp Bayaran yang dikenadlikan oleh OPERASI INTELIJEN HITAM BERSKALA BESAR tidak berhenti mendorong supaya POLISI menangkap saya. Bahkan pasca acara Maulid Nabi Muhammad SAW di Petamburan yang diselenggarakan pada tgl 14 November 2020, serangan tersebut semakin gencar dan masif dengan memanfaatkan issue PELANGGARAN PROKES yang terjadi dalam acara Maulid tersebut, walau pun sudah membayar Denda Administratif sebesar Rp.50 juta.


Dan tgl 17 November 2020 saat saya menerima KLIRENS KESEHATAN dari pihak Bandara Cengkareng yang terlambat diserahkan ke saya, maka saya baru mulai melaksanakan ISOLASI MANDIRI di Rumah Petamburan, namun ISOLASI MANDIRI saya di Rumah Petamburan sangat terganggu dengan sejumlah hal, antara lain :


1.   Tgl 19 November 2020 Jalan Raya Petamburan wilayah tempat tinggal saya didatangi oleh Pasukan KOOPSUS TNI (Komando Operasi Khusus TNI) yang terdiri dari tiga pasukan elite TNI, yaitu :   Kopassus AD, Marinir AL serta Paskhas AU, mereka lewat sambil berhenti sebentar dengan menyalakan sirine di mulut Gang Markas Besar FPI, sehingga masyarakat resah.


Sebenarnya Pasukan Elit KOOPSUS ini hanya boleh bergerak dengan Perintah Presiden, namun saya tidak yakin kalau yang menggerakkannya saat itu adalah PRESIDEN, tapi saya lebih yakin bahwa yang menggerakkannya adalah OPERASI INTELIJEN HITAM BERSKALA BESAR yang telah menyusup ke semua lini Pemerintahan mau pun Swasta untuk Kepentingan OLIGARKI ANTI TUHAN.


2.   Tgl 20 November 2020 Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurrahman saat Apel Kodam Jaya di Monas tanpa sebab yang jelas mengancam dan menantang perang FPI, lalu menurunkan Pasukan Perang lengkap dengan Kendaraan Tempur Panser dan lainnya hanya untuk menurunkan BALIHO UCAPAN SELAMAT DATANG HRS  di Petamburan dan tempat lainnya di Jakarta dan sekitarnya.


Padahal FPI bukan MILISI BERSENJATA, melainkan Ormas Sosial Keagamaan yang banyak bergerak di Bidang Da’wah dan Kemanusiaan, bahkan di berbagai Daerah FPI sering turun bareng dengan TNI dan POLRI dalam menanggulangi Bencana Alam. Karenanya, saya juga tidak yakin OPERASI PENURUNAN BALIHO tersebut murni kemauan Pangdam Jaya, akan tetapi saya tetap yakin kalau semua itu tidak lepas dari OPERASI INTELIJEN HITAM BERSKALA BESAR yang telah menyusup ke semua lini, termasuk   TNI dan POLRI untuk Kepentingan OLIGARKI ANTI TUHAN.


Kini Sang Pangdam yang sukses dalam OPERASI PENURUNAN BALIHO diangkat menjadi PANGKOSTRAD, saya doakan semoga dengan jabatan barunya berani mengerahkan pasukan ke PERTEMPURAN bukan ke PETAMBURAN,  khususnya ke PAPUA untuk melawan PARA TERORIS SEPARATIS yang sedang merongrong NKRI dan membunuhi aparat dan warga sipil.


Itulah sebabnya saya dan keluarga memilih untuk pindah ISOLASI MANDIRI dari Rumah Petamburan ke Rumah di Sentul Bogor agar lebih tenang dari gangguan OPERASI INTELIJEN HITAM BERSKALA BESAR.


ﻢﻴﻈﻌﻟا ﻲﻠﻌﻟا ﻟﻠﻪﺑﺎ ﻻإ ةﻮﻗ ﻻو لﻮﺣ ﻻو ،ﲑﺼﻨﻟا ﻢﻌﻧو ﱃﻮﳌا ﻢﻌﻧ ،ﻞﻴﻛﻮﻟا ﻢﻌﻧو ﷲ ﺎﻨﺒﺴﺣ