Pleidoi HRS Kasus Swab RS Ummi: Bab VI, Poin-Poin Penting Fakta Persidangan

 


Ahad, 13 Juni 2021

Faktakini.info

PLEDOI MENEGAKKAN KEADILAN & MELAWAN KEZALIMAN KRIMINALISASI PASIEN, DOKTER & RUMAH SAKIT VIA PIDANAISASI PELANGGARAN PROKES MENJADI KEJAHATAN PROKES

BALAS DENDAM POLITIK

VIA OPERASI PENGHAKIMAN & PENGHUKUMAN

NOTA PEMBELAAN

AL-HABIB MUHAMMAD RIZIEQ BIN HUSEIN SYIHAB

ATAS DAKWAAN & TUNTUTAN JAKSA PENUNTUT UMUM TERKAIT KASUS TEST SWAB PCR DI RS UMMI KOTA BOGOR

No. Reg. Perkara : 225 / Pid.B / 2021 / PN.Jkt.Tim

Pada Pengadilan Negeri Jakarta Timur

TAHUN 2021

BAB VI

POIN-POIN PENTING

FAKTA PERSIDANGAN


Kepada Yang Mulia Majelis Hakim


Kepada Yang Tercinta Seluruh Penasihat Hukum


Kepada Yang Terhormat Semua Jaksa Penuntut Umum


Kepada Yang Istimewa Segenap Pecinta Keadilan dimana pun berada


Dari semua Fakta-Fakta Persidangan yang mencakup Keterangan Saksi Fakta dan Keterangan Saksi Ahli serta Keterangan Terdakwa, ditambah Bukti Surat dan Petunjuk lainnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :


A. Bahwa benar TERDAKWA telah menyampaikan dalam EKSEPSINYA di awal persidangan sebagai berikut :


1. Bahwa benar SAYA tiga tahun setengah tinggal / diasingkan di Kota Suci MEKKAH.


2. Bahwa benar SAYA beberapa kali mencoba pulang tapi gagal karena DICEKAL/DIASINGKAN.


3. Bahwa benar SAYA dicekal Pemerintah Saudi atas permintaan Pemerintah RI.


4. Bahwa benar SAYA saat pulang tgl 9 November 2020 sempat diganggu agar gagal.


5. Bahwa benar SAYA dengan izin Allah SWT tgl 10 November 2020 BERHASIL pulang.


6. Bahwa benar SAYA punya SURAT BEBAS COVID dari Otoritas Saudi Arabia.


7. Bahwa benar SAYA tidak diperiksa kesehatan di Bandara Soetta.


8. Bahwa benar SAYA tidak dapat Klirens Kesehatan saat tiba di Bandara Soetta.


9. Bahwa benar SAYA tidak tahu Surat Edaran Isolasi 14 hari bagi WNI dari luar negeri.


10. Bahwa benar SAYA setelah terima Surat Edaran pada tgl 17 November 2020 melakukan ISOLASI MANDIRI di rumah di bawah pengawasan Tim Mer-C.


90


B. Bahwa benar TERDAKWA telah memberikan keterangan saat PEMERIKSAAN TERDAKWA di persidangan sebagai berikut :


1. Bahwa benar SAYA sangat KELELAHAN sepulang dari Saudi Arabia akibat adanya upaya penggagalan kepulangan SAYA via Operasi Intelijen Berskala Besar sejak di Saudi dan ditambah lagi adanya sambutan jutaan Umat yang ANTUSIAS dan SPONTAN di Bandara Cengkareng sehingga terjadi himpitan berdesakan dan kemacetan berjam-jam saat menuju rumah di Petamburan.


2. Bahwa benar tgl 23 November 2020 SAYA periksa Test Swab Antigen di rumah oleh Dr Hadiki dari Tim Mer-C yang mengenakan pakaian APD (Alat Pelindung Diri) dan hasilnya Reaktif.


Jadi TIDAK BENAR pendapat JPU bahwa orang yang diperiksa oleh Dokter yang menggunakan pakaian APD (Alat Pelindung Diri) menunjukkan bahwa orang tersebut pasti POSTITIF COVID sebagaimana bisa dipahami dari uraian JPU dalam TUNTUTAN-nya halaman 149.


FAKTANYA : siapa saja yang Suspect atau Probable atau Positif Covid saat diperiksa maka Dokter atau Perawat yang memeriksa diwajibkan mengenakan pakaian APD. Bahkan orang sehat sekali pun saat diperiksa Swab Antigen mau pun Swab PCR maka pemeriksanya wajib mengenakan pakaian APD.


Selain itu tuduhan JPU bahwa dengan hasil Test Swab Antigen yang Reaktif sudah cukup menunjukkan bahwa SAYA sudah TERPAPAR COVID adalah suatu KEBODOHAN dan KEDUNGUAN serta KEPANDIRAN terhadap Aturan, karena sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI No HK.01.07/MENKES/446/2021 tertanggal 8 Februari 2021 tentang Penggunaan Rapid Diasnotic Test Antigen dalam Pemeriksaan Covid-19 bahwa mulai tgl dikeluarkan keputusan tersebut baru Hasil Test Antigen dijadikan sebagai Standar Penentuan Covid-19, sedang sebelum tgl 8 Februari 2021 Test Antigen belum jadi Standar Ukur Penentuan Covid-19, tapi yang jadi Standar Ukur Penentuan Covid-19 adalah Test Swab PCR.


3. Bahwa benar selama perawatan SAYA di RS UMMI para Dokter mau pun Perawat saat melayani SAYA selalu menggunakan APD (Alat Pelindung Diri), karena itu merupakan Protap Standar atau SOP dalam merawat Pasien yang Suspect atau Probable atau Positif Covid.


Jadi sekali lagi TIDAK BENAR pendapat JPU bahwa setiap PASIEN yang dilayani Dokter mau pun Perawat dengan menggunakan pakaian APD (Alat Pelindung Diri) menunjukkan bahwa PASIEN tersebut pasti POSTITIF COVID sebagaimana bisa dipahami dari uraian JPU dalam TUNTUTAN-nya halaman 149.


FAKTANYA : siapa saja PASIEN yang Suspect atau Probable atau Positif Covid saat diperiksa maka Dokter atau Perawat yang memeriksa diwajibkan mengenakan pakaian APD. Bahkan


91


sebagaimana tadi telah ditegaskan di pOin ke-12 bahwa orang sehat sekali pun saat diperiksa Swab Antigen mau pun Swab PCR maka pemeriksanya wajib mengenakan pakaian APD.


4. Bahwa benar tgl 24 November 2020 SAYA dengan sukarela ke RS UMMI untuk General Medical Check Up karena KELELAHAN, sekaligus untuk menelusuri Hasil Reaktif Test Antigen melalui Observasi dan Pemeriksaan serta Perawatan dan Pengobatan, sehingga SAYA mengikuti pemeriksan Darah di Laboratorium, dan Radiologi serta City Scan Thorax, juga EKG dan lainnya.


Dan melalui General Medical Check Up di RS UMMI, SAYA mendapat Informasi lengkap tentang kondisi Jantung dan Paru-Paru serta Organ Tubuh lainnya, dan juga Kondisi Gula Darah dan Garam Darah, Cholesterol dan Limfosit serta lainnya. Jadi, pemeriksaan SAYA di RS UMMI tidak semata-mata hanya untuk memastikan ada Covid atau tidak, tapi juga untuk menelusuri kemungkinan adanya penyakit lain seperti : Diabetes Melitus atau Tekanan Darah Tinggi atau Cholesterol yang tidak stabil atau Kekentalan Darah yang tidak normal, dan lain-lain.


Jadi TIDAK BENAR tuduhan JPU dalam TUNTUTAN-nya halaman 149 bahwa pernyataan SAYA tentang General Medical Check Up di RS UMMI adalah BOHONG, JPU menyatakan bahwa :


”TERDAKWA masuk RS UMMI bukan untuk General Check Up, melainkan karena Pemeriksaan Rapid Test yang dilakukan Dr Hadiki hasilnya Reaktif.”


Luar Biasa saking semangatnya JPU mengkriminalisasikan Pasien dan Dokter serta Rumah Sakit, sampai semua FAKTA KEBENARAN dianggap KEBOHONGAN hanya karena tidak sesuai SYAHWAT JAHAT JPU yang ingin memenjarakan SAYA. Mungkin karena JPU sudah biasa BERBOHONG, sehingga menilai orang lain sebagi PEMBOHONG seperti diri mereka yang sering BERBOHONG.


5. Bahwa benar saat masuk RS UMMI SAYA menanda-tangani Formulir General Concent (Persetujuan Umum) di RS UMMI yang artinya bahwa Rahasia Pasien hanya boleh dibuka untuk kepentingan kesehatan sesuai aturan. Pengisisan General Consent oleh SAYA saat itu sebagai Pasien di RS UMMI yang pada pokoknya :


a. Tidak mengumumkan keberadaaan Pasien di RS UMMI.


b. Tidak mengizinkan siapa pun membesuk Pasien kecuali Keluarga.


c. Tidak mempublikasikan Informasi Medis Pasien kecuali kepada yang berwenang sesuai aturan.


Pengisisan tersebut tidak langgar aturan, bahkan sudah sesuai dengan HAK KERAHASIAAN PASIEN yang dilindungi UU Kesehatan dan UU Kedokteran serta UU Rumah Sakit, tanpa melanggar UU Kekarantinaan Kesehatan mau pun UU Penanggulangan Wabah di saat Pandemi, karena oleh RS UMMI sampling pemeriksaan SAYA sebagai Pasien tetap dikirim ke


92


Laboratorium dan Rekam Medisnya tetap dilaporkan secara Real Time ke Dinkes Kota Bogor mau pun Kemenkes RI.


Dan Presiden Jokowi melalui cuitan di Twitter Resminya pada tgl 3 Maret 2020 pernah menyatakan dengan tegas dan jelas sbb :


”Saya telah memerintahkan menteri untuk mengingatkan agar rumah sakit dan pejabat pemerintah untuk tidak membuka privasi pasien yang dirawat karena virus korona. Hak-hak pribadi mereka harus dijaga. Begitu juga Media massa, saya minta untuk menghormati privasi mereka.”


Sejumlah Pejabat dan Tokoh Nasional banyak yang merahasikan Kondisi Kesehatan mereka, seperti Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto merahasiakan dirinya kena Covid pada Tahun 2020, dan Komisaris Utama Pertamina Ahok juga merahasiakan dirinya sekeluarga terkena Covid, sehingga anggota Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay pada tgl 22 Januari 2021 di berbagai Medai Massa mengatakan bahwa tidak ada kewajiban seorang pasien positif covied -19 secara aktif harus mengumumkan dirinya terpapar.


Jadi TIDAK BENAR tuduhan JPU dalam TUNTUTAN-nya halaman 22 pada bagian DAKWAAN KETIGA bahwa pengisisan General Consent (Persetujuan Umum) dan penanda-tanganannya oleh SAYA di RS UMMI adalah berarti :


”dengan kehendak TERDAKWA dan dengan sengaja bertujuan menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah”.


JPU telah dengan sengaja mengabaikan Keterangan Saksi Ahli di depan persidangan ini, yatitu DR Tonang (Ahli Kesehatan dan Epidemiologi) dan DR Luthfi Hakim (Ahli Medco Legal & Hukum Pidana Kesehatan) serta DR Nasser (Ahi Hukum Kesehatan) yang mereka telah sepakat menyatakan di depan persidangan bahwa KERAHASIAAN DATA PASIEN dilindungi UU, hanya boleh dibuka saat darurat sesuai aturan, bukan dibuka untuk publik tanpa aturan.


Penilaian JPU ini bahwa Pengisian General Consent Rumah Sakit adalah PELANGGARAN HUKUM sangat berbahaya sekali, karena Formulir General Consent merupakan protap standar di setiap Rumah Sakit dan juga merupakan HAK KERAHASIAAN PASIEN yang dilindungi Undang-Undang.


Dan parahnya lagi JPU menganggap HAK KERAHASIAAN PASIEN sebagaimana dimaksud dalam General Consent Rumah Sakit sebagai bentuk PELANGGARAN terhadap Pelaksanaan Penanggulangan Wabah, padahal DATA PASIEN yang diperlukan untuk Penanggulangan Wabah oleh pihak Rumah Sakit tetap dibuka sesuai aturan, seperti pengiriman sampling pemeriksaan Pasien ke Laboraotorium dan pelaporan Rekam Medis Pasien secara Real Time ke Dinkes Kota / Kabupaten mau pun ke Kemenkes RI.


6. Bahwa benar SAYA saat masuk RS UMMI dalam keadaan relatif stabil dan bisa duduk mau pun berdiri serta berjalan secara normal, tidak dalam keadaan kritis atau parah atau tidak sadarkan diri sebagaimana diakui oleh para Saksi Fakta dari RS UMMI yang merawat SAYA.


7. Bahwa benar SAYA saat perawatan di RS UMMI merasa semakin hari semakin baik dan segar, bahkan dalam waktu sehari saja sudah hilang rasa lelah dan demam serta batuknya.


8. Bahwa benar hasil Pemeriksaan Laboratorium SAYA menunjukkan bahwa LIMFOSIT (yaitu Imun Kekebalan Tubuh) yang saat SAYA masuk RS UMMI berada pada poin 5 dari ambang batas antara 20 sampai 40, justru dalam sehari setelah disuntik dan diinfus serta diberi obat naik drastis ke poin 16, lalu selanjutnya semakin baik.


9. Bahwa benar selama SAYA dirawat di RS UMMI tidak ada satu pun Dokter mau pun Perawat yang mengabarkan kepada SAYA bahwa SAYA sudah TERPAPAR COVID atau KONFIRM COVID atau POSITIF COVID, melainkan mereka hanya menyampaikan bahwa SAYA mengalami Infeksi Paru dan Gula Darah yang tinggi serta Tensi Darah yang tidak stabil, dan beberapa informasi Laboratorium lainnya seperti posisi Hemoglobin, Lekosit, Trombosit, Cholesterol, Segmen, Limfosit, Natrium dan Kalium, serta lainnya. Dan Dr Nerina berdasarkan rekomendasi Hasil Radiologi menyarankan agar SAYA melakukan TSET Swab PCR untuk memastikan apakah terpapar Covid atau tidak.


Jadi TIDAK BENAR tuduhan JPU yang menyatakan dalam TUNTUTAN-nya di halaman 148 :


”Bahwa TERDAKWA mengetahui bahwa ia dalam kondisi sakit dan terpapar Covid-19 bukan dalam kondisi sehat-sehat saja”.


Darimana JPU langsung memastikan bahwa SAYA sejak awal masuk RS UMMI sudah mengetahui TERPAPAR COVID, sedang Dokter yang merawatnya saja masih baru mau mesmastikan apakah SAYA terpapar covid atau tidak melalui Tets Swab PCR !?


Darimana JPU langsung memastikan bahwa SAYA sejak awal masuk RS UMMI sudah mengetahui TERPAPAR COVID, sedang Dokter yang merawatnya saja tidak tahu bahwa SAYA TERPAPAR COVID atau POSISITIF COVID sebelum ada Hasil Test Swab PCR !?


Padahal SEMUA Saksi Fakta baik dari RS UMMI mau pun dari Tim Mer-C sudah memberi keterangan di bawah sumpah depan persidangan ini bahwa SAYA saat masuk RS UMMI hari Selasa tgl 24 November 2020 belum ditest Swab PCR, dan baru dilakukan Test Swab PCR pada hari Jum’at tgl 27 November 2020.


HASIL RESMI Test PCR tersebut baru SAYA terima dari Dr Hadiki melalui Habib Hanif Alattas pada tgl 30 November 2020 sesuai Keterangan SAYA dan Keterangan Saksi Fakta Dr Hadiki serta Saksi Mahkota Habib Hanif Alattas di depan persidangan, karena Test PCR dilaksanakan hari JUM’AT 27 November 2020, sementara hari SABTU dan AHAD yaitu tgl 28


94


dan 29 November 2020 merupakan HARI LIBUR


, sehingga Laporan Hasil PCR baru bisa disampaikan kepada SAYA pada hari SENIN tgl 30 November 2020.


Namun semua kesaksian tersebut diabaikan oleh JPU karena tidak sesuai dengan keinginan Syahwat Jahat JPU yang ingin mengarang cerita sendiri bahwa SAYA sudah tahu TERPAPAR COVID sejak awal masuk RS UMMI agar semua DAKWAAN JPU menjadi seolah-olah ”Dakwaan Benar”.


10. Bahwa benar Dr Nerina dkk di RS UMMI membuat Grup WA dengan nama Grup HARIS yang isinya adalah saling tukar informasi antar Dokter tentang langkah-langkah yang diambil dalam merawat dan mengobati SAYA. Dr Nerina dan Dr Andi Tatat dalam persidangan memberi keterangan bahwa dalam Grup WA ini pun tidak ada pembicaraan tentang SAYA apakah terpapar covid atau tidak, karena belum ada Hasil Test Swab PCR, namun memang penanganan pasien suspect atau probable atau posiitif covid secara umum mempunyai prosedur yang hampir sama seperti sama-sama ada kewajiban memakai APD, dan sama-sama harus ditest Swab PCR, dsb.


Jadi sekali lagi TIDAK BENAR tuduhan JPU yang menyatakan dalam TUNTUTAN-nya di halaman 148 tadi bahwa SAYA sejak awal masuk RS UMMI sudah mengetahui bahwa ia dalam kondisi sakit dan terpapar Covid-19. Bagaimana SAYA sebagai PASIEN bisa tahu, sementara Dokternya saja masih sedang melakukan OBSERVASI dan BELUM MEMUTUSKAN karena belum ada Hasil Test Swab PCR !?


Nyata sekali bahwa JPU dalam TUNTUTAN banyak Mengarang Cerita Bohong dan Memanipulasi Fakta Persidangan serta melakukan MANUVER untuk membentuk OPINI JAHAT. Na’uudzu Billaahi Min Dzaalik.


11. Bahwa benar SAYA tahu adanya HOAX dari Para BuzzeRp yang menyebut bahwa SAYA Kritis dan Parah di Ruang ICU, bahkan sudah MATI akibat Covid, sehingga MERESAHKAN Kerabat dan Shahabat SAYA.


12. Bahwa benar SAYA sendiri merasa RESAH dan SANGAT TERGANGGU dengan berbagai berita HOAX yang disebar Para BuzzeRp, apalagi SAYA sedang menjalani pemeriksaan dan perawatan di RUMAH SAKIT.


13. Bahwa benar SAYA tahu dan setuju dengan Rekaman Video Hb Hanif Alattas yang mengabarkan bahwa SAYA ”baik-baik saja” sesuai dengan yang SAYA sampaikan kepadanya bahwa SAYA merasa segar dan ”baik-baik saja”, untuk meredam KERESAHAN Kerabat dan Shahabat akibat HOAX yang disebar Para BuzzeRp. Dan Rekaman tersebut dibuat sebelum ada Hasil Test PCR artinya sebelum ada kepastian bahwa SAYA POSITIF COVID.


14. Bahwa benar SAYA tahu dan setuju dengan Jawaban Dirut RS UMMI Dr Andi Tatat saat dihadang Wartawan dan ditanya ”Apakah benar SAYA Kritis dan Parah serta sudah pakai VENTILATOR DI RUANG ICU”, Dr Andi Tatat menjawab bahwa kondisi SAYA ”baik-baik saja


95


dan selanjutnya masih menunggu hasil pemeriksaan”, untuk meredam kepanikan dan keresahan Kerabat dan Shahabat akibat HOAX yang disebar BuzzeRp.


Wawancara tersebut terjadi sebelum ada Hasil Test PCR, dan jawaban Dr Andi Tatat tersebut bukan Siaran Pers Resmi RS UMMI, tapi jawaban spontan atas pertanyaan Wartawan yang menghadang dam mendadak.


15. Bahwa benar SAYA tahu dan rasakan sendiri bahwa HOAX yang disebar BuzzeRp telah menimbulkan KERESAHAN di kalangan Habaib dan Ulama serta Umat, sedang Rekaman Video Hb Hanif Alattas dan Wawancara Dirut RS UMMI Dr Andi Tatat di Televisi justru yang berhasil MEREDAM dan MENENANGKAN serta MENYEJUKKAN di kalangan Habaib dan Ulama serta Umat.


Jadi TIDAK BENAR tuduhan JPU dalam TUNTUTAN-nya halaman 155 yang menyatakan :


”faktanya setelah video tersebut dibuat bahkan berdasarkan pengakuan TERDAKWA dan SAKSI HANIF ALATAS di depan persidangan justru semakin banyak video-video hoaks yang beredar”.


Pernyataan JPU ini SANGAT JAHAT dan merupakan pernyataan SESAT dan MENYESATKAN, karena berisi FITNAH dan PEMUTAR-BALIKKAN FAKTA PERSIDANGAN dan LOGIKA, antara lain :


a. Bahwa SAYA dan SAKSI HANIF ALATAS tidak pernah menyatakan di depan persidangan bahwa setelah VIDEO KLARIFIKASI HABIB HANIF dibuat maka VIDEO HOAX semakin banyak. Kok JPU menyatakan kebalikannya !?


b. Bahwa SAYA dan SAKSI HANIF ALATAS justru menyatakan di depan persidangan bahwa setelah VIDEO KLARIFIKASI HABIB HANIF dibuat maka KERESAHAN Habaib dan Ulama serta Umat akibat Berita HOAX teratasi dan teredam.


c. Bahwa SAYA dan SAKSI HANIF ALATAS hanya menyatakan di depan persidangan bahwa setelah VIDEO KLARIFIKASI HABIB HANIF dibuat memang masih ada beberapa BERITA HOAX beredar, itulah sebabnya dibuat lagi REKAMAN TESTIMONI SAYA agar Umat melihat dan mendengar lansgung dari SAYA yang menjadi KORBAN HOAX, sehingga BERITA HOAX tersebut teredam habis dan tuntas.


d. Bahwa tetap beredarnya HOAX tentang SAYA Kritis dan Parah di Ruang ICU, bahkan sudah MATI akibat Covid, meskipun telah diberikan KLARIFIKASI justru menunjukkan sebuah INDIKASI KUAT bahwa ada upaya MASSIF dan SISTEMATIS dari para BuzzeRp serta AKTOR INTELEKTUAL di belakang mereka untuk menyerang PSIKOLOGIS dan KEHORMATAN SAYA serta menebar keresahan di kalangan Kebarat dan Sahabat SAYA. Sehingga para BuzzeRp ini tidak peduli dengan adanya KLARIFIKASI sekali pun. Yang terpenting dengan adanya klarifikasi tersebut keresahan Kerabat, Sahabat dan Ummat akibat HOAX HRS KRITIS bisa diredam dan ditenangkan.


96


e. Bahwa Logika yang disampaikan JPU terbalik, seharusnya Logika yang benar adalah : Jika sudah diklarifikasi saja para BuzzeRp itu tetap menebar HOAX HRS KRITIS, apalagi kalau tidak ada klarifikasi, bisa makin liar hoax yang mereka sebarkan.


Itulah FAKTA PERSIDANGAN serta LOGIKA SEHAT yang sebenarnya.


Kok JPU nekat MEMUTAR-BALIKKAN FAKTA yang disaksikan oleh Majelis Hakim dan Penasihat Hukum serta jutaan pemirsa lewat Video Streaming PN Jakarta Timur ini !?


IBLIS mana yang merasuki jiwa Para JPU sehingga berani mengarang CERITA BOHONG sambil MENEBAR FITNAH di forum pengadilan terhormat yang disaksikan jutaan orang se-Indonesia ini !?


16. Bahwa benar selain adanya BERITA HOAX yang menyerang SAYA, baru sehari SAYA dirawat tiba-tiba ada OPERASI PENGIRIMAN BUNGA dari pihak yang tidak jelas SECARA SEKALIGUS ke RS UMMI yang berisi aneka tulisan menghina dan mengolok-olok sesuai Keterangan SAYA dan Dua Saksi Mahkota HABIB HANIF dan Dr ANDI TATAT.


Jadi TIDAK BENAR pernyataan JPU dalam TUNTUTAN-nya halaman 156 yang berbunyi :


”Ratusan Karangan Bunga yang dikirim ke RS UMMI oleh masyarakat yang pro dan kontra.”


Dari Keterangan Saksi Fakta yang mana JPU mendapat keterangan bahwa RATUSAN KARANGAN BUNGA tersebut dikirim oleh masyarakat yang pro dan kontra ?!


Dan bagaimana bisa OPERASI KARANGAN BUNGA yang dikirim SEBELUM ada Rekaman Wawancara Dr ANDI TATAT dan Rekaman Video Klarifikasi HABIB HANIF serta Rekaman Video Testimoni SAYA bisa disebut sebagai sebab KERESAHAN dan KEONARAN akibat dari Wawancara dan Klarifikasi serta Testimoni !?


Kok Otak JPU jadi NYUNGSANG, sehingga pendapatnya jadi tidak karu-karuan dan ngawur serta amburadul semacam ini !?


17. Bahwa benar di bulan November 2020 saat SAYA dirawat di RS UMMI ketentuan yang berlaku dari Kementerian Kesehatan RI dalam menentukan seseorang itu POSITIF COVID atau NEGATIF COVID adalah Hasil Test Swab PCR bukan Rapid Test atau pun Tets Swab Antigen.


18. Bahwa benar tgl 27 November 2020 SAYA setuju dengan Pelaksanaan Test Swab PCR di RS UMMI lewat Tim Mer-C didampingi Tim Satgas Covid Kota Bogor, tapi Tim Satgasnya tidak datang.


Jadi TIDAK BENAR tuduhan JPU bahwa SAYA menolak Test Swab PCR sehingga sebagaimana dinyatakan JPU dalam TUNTUTAN-nya halaman 129 :


”Satgas Covid-19 Kota Bogor TIDAK BISA MELAKSANAKAN tugasnya untuk melakukan Swab PCR test Covid-19 terhadap TERDAKWA.”


Jadi FAKTA YANG BENAR adalah bahwa SAYA setuju ditest Swab PCR di RS UMMI, dan SAYA juga setuju yang melakukan Test Swab PCR nya adalah Tim Dokter Pribadi SAYA dari Tim Mer-C, serta SAYA pun setuju Tim Satgas Covid Kota Bogor mendampingi dan menyaksikan pelaksanaan Test Swab PCR. Dan itu menjadi KESEPAKATAN BERSAMA antara SAYA, RS UMMI dan Tim Mer-C serta Satgas Covid Kota Bogor, namun saat pelaksanaannya ternyata Satgas Covid Kota Bogor TIDAK HADIR.


19.Bahwa benar TUPOKSI Satgas Covid adalah membuat KEBIJAKAN STRATEGIS dalammenanggulangi Wabah, bukan mendatangi Rumah Sakit satu per satu untuk minta RekamMedis para Pasien atau pun melakukan Rapid Test / Test Swab Antigen / Test Swab PCRkepada para pasien satu per satu.


Jadi TIDAK BENAR pernyataan JPU dalam TUNTUTAN-nya di halaman 129 tadi :


”Satgas Covid-19 Kota Bogor tidak bisa MELAKSANAKAN TUGASNYA untuk melakukan Swab PCR test Covid-19 terhadap TERDAKWA.”


Disini JPU tetap ”Ngotot” dan ”Keras Kepala” bahwa Pemeriksaan Test Swab PCR adalah bagian dari TUGAS SATGAS COVID. Padahal telah dinyatakan berulang kali di depan persidangan oleh para Saksi Ahli Hukum Kesehatan DR M Nasser, dan Saksi Ahli Kesehatan dan Epidemiologi DR Tonang, serta Saksi Ahli Medco Legal dan Hukum Pidana Kesehatan DR Luthfi Hakim : ”Bahwa SATGAS COVID adalah badan Ad-Hoc yang tupoksinya terkait KEBIJAKAN STRATEGIS, sehingga secara teknis tidak berhak mengambil Rekam Medis Pasien atau melakukan Test Swab Antigen mau pun Test Swab PCR.


20.Bahwa benar kedatangan Satgas Covid Kota Bogor ke RS UMMI untuk minta Rekam MedisPasien dan untuk melakukan Test Swab PCR terhadap Pasien adalah sudah keluar dariTUPOKSI-nya, sehingga ANDAI PUN DITOLAK oleh RS UMMI mau pun Pasien, maka tidakberarti menghalangi Satgas Covid dalam melaksanakan tugasnya, karena memang bukanTUPOKSI mereka.


98


21. Namun demikian RS UMMI mau pun SAYA tetap menerima kehadiran Satgas Covid Kota Bogor walau di luar TUPOKSI-nya, bahkan mengikuti arahan dan sarannya, sehingga RS UMMI mau pun SAYA tidak pernah menghalangi Satgas Covid Kota Bogor.


22. Bahwa benar SAYA dan Keluarga mau pun RS UMMI tidak pernah menghalang-halangi Satgas Covid dalam melaksanakan Tugasnya, BUKTINYA :


a. Saat Walikota Bogor Bima Arya dan Satgas Covid Kota Bogor datang ke RS UMMI disambut hangat oleh RS UMMI mau pun Keluarga SAYA yang diwakili oleh Habib Hanif Alattas, dan ini diakui sendiri oleh Walkot Bogor Bima Arya dalam kesaksiannya di persidangan ini.


b. Saat Walikota Bogor Bima Arya dan Satgas Covid Kota Bogor meminta agar SAYA ditest Swab PCR, maka SAYA dan Keluarga juga RS UMMI setuju dan siap melaksanakannya bersama Tim Mwer-C, dan ini juga diakui sendiri oleh Walikota Bogor Bima Arya dalam kesaksiannya di persidangan ini.


c. Saat Walikota Bogor Bima Arya dan Satgas Covid Kota Bogor meminta agar pelaksanaan Tets Swab PCR terhadap SAYA yang akan dilakukan oleh Tim Mer-C didampingi oleh Satgas Covid Kota Bogor, maka SAYA dan Keluarga juga RS UMMI setuju dan menjadwalkannya, dan ini pun diakui sendiri oleh Walikota Bogor Bima Arya dalam kesaksiannya di persidangan ini.


d. Saat pelaksaan Test Swab PCR terhadap SAYA oleh Tim Mer-C sesuai jadwal yang sudah ditentukan, ternyata Tim Satgas Covid Kota Bogor TIDAK DATANG. Ini pun akhirnya diakui baik oleh Walikota Bogor Bima Arya mau pun para saksi dari Satgas Covid Kota Bogor dalam persidangan ini bahwa mereka memang TIDAK HADIR dengan berbagai alasan keterlambatan.


e. Saat Walikota Bogor Bima Arya dan Satgas Covid Kota Bogor meminta Tets Swab PCR terhadap SAYA diulang, maka dengan santun SAYA melalui Habib Hanif Alattas menanyakan urgensi Test Swab PCR DUA KALI di hari yang sama dalam waktu yang sangat berdekatan dengan selisih hanya beberapa jam, sehingga Habib Hanif Alattas menyarankan agar menunggu saja Hasil Test PCR dari Tim Mer-C, dan Walkot Bogor Bima Arya serta Satgas Covid Kota Bogor setuju. Ini pun diakui oleh Walikota Bogor Bima Arya dalam kesaksiannya di persidangan ini.


f. Selain itu RS UMMI secara Real Time setiap hari melaporkan kondisi seluruh pasien Suspect / Probable / Positif Covid di RS UMMI, termasuk SAYA, ke Dinkes Kota Bogor dan Kemenkes RI, sehingga Walikota Bogor dan Satgas Covidnya bisa kapan saja melihat dan memeriksa serta mendapatkan laporan tentang SAYA dari Dinkes Kota Bogor, tanpa mesti datang ke RS UMMI.


99


Jadi TIDAK BENAR tuduhan JPU dalam TUNTUTAN-nya halaman 129 bahwa ”Satgas Covid Kota Bogor tidak bisa melaksanakan tugasnya untuk melakukan Swab PCR Test Covid-19 terhadap TERDAKWA”, seolah SAYA menolak dan menghalang-halangi Satgas Covid sehingga Test Swab PCR tidak terlaksana terhadap SAYA.


23. Bahwa benar SAYA pulang dari RS UMMI atas permintaan sendiri dengan 5 (lima) alasan :


a. Bahwa berdasarkan Hasil Test Laboratorium kondisi saya semakin hari semakin baik dari sejak masuk RS UMMI.


b. Bahwa saya punya Tim Medis Pribadi dari Tim Mer-C yang sangat berpengalaman akan melanjutkan Pendampingan dan Pemeriksaan Kesehatan dalam ISOLASI MANDIRI di rumah.


c. Bahwa TEROR dan INTIMIDASI dari Walikota Bogor BIMA ARYA dan Satgas Covidnya yang terus menerus sangat mengganggu perawatan saya, sekaligus merusak ketenangan RS UMMI.


d. Bahwa OPERASI BERITA HOAX dari BuzzeRp dan OPERASI PENGIRIMAN BUNGA dari pihak yang tidak jelas secara sekaligus ke RS UMMI juga sangat mengganggu, karena isi tulisan Karangan Bunga tersebut menghina dan mengolok-olok.


e. Bahwa Walikota Bogor melalui Kasatpol PP Kota Bogor melaporkan RS UMMI ke polisi, sehingga membuat saya semakin tidak enak hati terhadap RS UMMI yang sudah banyak membantu saya dalam perawatan dan pengobatan.


24. Bahwa benar semula Dokter yang merawat SAYA yaitu Dr Nerina keberatan SAYA pulang, karena masih harus menuntaskan perawatan dan pengobatan, namun setelah mendengar kelima alasan di atas beliau setuju dengan syarat perawatan dan pengobatan tetap dilanjutkan dengan ISOLASI MANDIRI DI RUMAH di bawah pengawasan Tim Dokter dari Mer-C.


Jadi TIDAK BENAR tuduhan JPU dalam TUNTUTAN-nya halaman 149 bahwa saat SAYA membuat Video Testimoni hendak pulang dari RS UMMI : ”Dr Nerina yang merupakan DPJP TERDAKWA belum mengizinkan TERDAKWA untuk meninggalkan RS UMMI”, seolah SAYA memaksa pulang atau melarikan diri dari RS UMMI.


25. Bahwa benar tgl 28 November 2021 sebelum pulang dari RS UMMI SAYA membuat Surat pernyataan melarang Rahasia Pasien untuk diberikan ke siapa pun kecuali sebagaimana mestinya sesuai General Consent yang sudah ditanda-tangani SAYA pada awal masuk RS UMMI seperti pengiriman sample ke laboratorium dan laporan Real Time ke Dinkes Kota Bogor mau pun Kemenkes RI.


100


Jadi TIDAK BENAR tuduhan JPU dalam TUNTUTAN-nya halaman 22 bahwa pengisisan General Consent (Persetujuan Umum) dan pendanda-tangannnya oleh SAYA di RS UMMI adalah berarti :


”dengan kehendak TERDAKWA dan dengan sengaja bertujuan menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah”, sebagaimana sudah dijelaskan di poin 14 tadi.


26. Bahwa benar tgl 28 November 2021 SAYA sebelum pulang dari RS UMMI membuat Rekaman Video Testimoni sebagai Penghargaan untuk RS UMMI yang telah merawat SAYA secara profesional dan proporsional, sebelum ada Hasil Test PCR.


27. Bahwa benar HASIL RESMI Test PCR baru SAYA terima dari Dr Hadiki melalui Habib Hanif Alattas pada tgl 30 November 2020, sesuai Keterangan SAYA dan Keterangan Saksi Fakta Dr Hadiki serta Saksi Mahkota Habib Hanif Alattas di depan persidangan, karena Test PCR dilaksanakan hari JUM’AT 27 November 2020, sementara hari SABTU dan AHAD yaitu tgl 28 dan 29 November 2020 merupakan HARI LIBUR, sehingga Laporan Hasil PCR baru bisa disampaikan kepada SAYA pada hari SENIN tgl 30 November 2020


28. Bahwa benar setelah Hasil Test PCR tersebut SAYA terima pada Tgl 30 November 2020 di rumah dan hasilnya adalah POSITIF COVID, sehingga SAYA lanjut ISOLASI MANDIRI di rumah bawah pengawasan Tim Mer-C hingga sembuh total.


29. Bahwa benar SEBELUM tgl 30 November 2020 SAYA tidak pernah tahu kalau TERPAPAR COVID-19.


Jadi TIDAK BENAR tuduhan JPU dalam TUNTUTAN-nya halaman 144 – 147 bahwa Wawancara Dr ANDI TATAT tertanggal 26 Novmber 2020, dan Rekaman Video Klarifikasi HABIB HANIF tertanggal 27 November 2020, serta Rekaman Testimoni SAYA tertanggal 28 November 2020 yang semuanya menyatakan bahwa SAYA ”Baik-Baik saja” adalah sebagai upaya membuat KEBOHONGAN untuk menutup-nutupi kebenaran, sehingga JPU di halaman 147 menyimpulkan bahwa semua rekaman tersebut :


”dengan maksud supaya masyarakat percaya kondisi kesehatan terdakwa MOH RIZIEQ BIN HUSEIN SHIHAB alias HABIB MUHAMMAD RIZIEQ SHIHAB yang dirawat di RS UMMI Kota Bogor seolah-olah dalam keadaan baik dan tidak terkonfirmasi Covid-19.”


Tuduhan JPU ini sangat CULAS dan LICIK, karena JPU tetap ”ngotot” bahwa SAYA sejak awal masuk RS UMMI sudah tahu TERKONFIRMASI COVID-19, sehingga JPU dengan sengaja dan sadar serta tanpa punya rasa malu mengabaikan FAKTA PERSIDANGAN bahwa sebelum Tgl 30 November 2020 SAYA belum menerima Hasil Test Swab PCR yang menyatakan SAYA Konfirmasi Covid-19.


HASIL RESMI Test PCR baru SAYA terima dari Dr Hadiki melalui Habib Hanif Alattas pada tgl 30 November 2020 sesuai Keterangan SAYA dan Keterangan Saksi Fakta Dr Hadiki serta Saksi Mahkota Habib Hanif Alattas di depan persidangan, karena Test PCR dilaksanakan hari JUM’AT 27 November 2020, sementara hari SABTU dan AHAD yaitu tgl 28 dan 29 November 2020 merupakan HARI LIBUR, sehingga Laporan Hasil PCR baru bisa disampaikan kepada SAYA pada hari SENIN tgl 30 November 2020


Bahkan Dr NERINA sendiri sebagai DPJP yang merawat SAYA yang dalam Laporan Diagnosa Awalnya menulis bahwa SAYA ”Konfirmasi Covid” atas kesalah-pahaman laporan Dr HADIKI dari Tim Mer-C, akhirnya Dr NERINA bersama Dr HADIKI sama-sama MENGAKUI di depan persidangan bahwa SAYA saat masuk RS UMMI belum ada Hasil Test Swab PCR, dan mereka berdua juga sepakat mengakui bahwa tanpa Hasil Test Swab PCR maka SAYA belum boleh dan tidak bisa disebut KONFIRMASI COVID, serta mereka berdua mengakui juga bahwa saat SAYA keluar dari RS UMMI tgl 28 November pun belum menerima Hasil Test PCR-nya.


Jadi jelas, JPU tidak peduli dengan KEBENARAN FAKTA PERSIDANGAN. JPU hanya peduli dengan SYAHWAT KRIMINALISASI walau pun harus berbohong atau ngarang cerita atau memutar-balikkan fakta, dan walau pun semua orang tahu akan bohong dan dustanya, mereka tetap tidak peduli. Bagi JPU yang penting SAYA harus salah dan wajib dipersalahkan serta mesti dipenjara sesuai pesanan atau tekanan OLIGARKI BUSUK.


30. Bahwa benar SAYA pulang dari Rumah Sakit secara baik-baik dengan melunasi semua pembayaran dan atas izin RS UMMI mau pun Dokter yang merawat.


31. Bahwa benar SAYA sepulang dari RS UMMI tetap melanjutkan perawatan dan pengobatan dengan ISOLASI MANDIRI DI RUMAH di bawah arahan Tim Dokter Mer-C, sehingga tidak melakukan kontak fisik dengan siapa pun sesuai aturan.


Jadi TIDAK BENAR tuduhan JPU dalam TUNTUTAN-nya halaman 130 bahwa SAYA sepulang dari RS UMMI sangat ”membahayakan bagi orang yang berada di sekitar SAYA”, seolah SAYA keluyuran ke pasar atau ke jalan atau ke keramaian lainnya. Tuduhan JPU tersebut SESAT dan MENYESATKAN.


32. Bahwa benar SAYA sejaka awal ISOLASI tgl 17 November 2020 sampai dirawat di RS UMMI tgl 24 – 28 November hingga pulang dari RS UMMI lalu melanjutkan perawatan dan pengobatan dengan ISOLASI MANDIRI DI RUMAH di bawah arahan Tim Dokter Mer-C, sehingga tidak melakukan kontak fisik dengan orang luar.


Jadi TIDAK BENAR tuduhan JPU yang menyatakan bahwa sejak SAYA dirawat di RS UMMI hingga pulang tgl 28 November 2020, menjadi sebab Peningkatan Covid di Kota Bogor, sebagaimana tertera di TUNTUTAN JPU halaman 20 :


”Akibat perbuatan terdakwa tersebut menimbulkan Penyebaran Covid 19 di wilayah Kota Bogor mengalami peningkatan. Hal tersebut berdasarkan penetapan Gugus Tugas


102


Nasional Kota Bogor masuk dalam Zona Resiko Sedang / Zona Orange per tanggal 1 Desember 2020, jumlah pasien Covid 19 yang sudah terkonfirmasi sebagai berikut : Jumlah terkonfirmasi Positif 3.398 orang, meninggal 98 orang, masih sakir 540 orang dan sembuh 2.760 orang.”


Disini jelas sekali JPU menjadikan OBSERVASI dan PERAWATAN serta PENGOBATAN SAYA di RS UMMI dan ISOLASI MANDIRI di Rumah setelah pulang dari RS UMMI, sebagai penyebab Peningkatan Covid di Kota Bogor.


Padahal FAKTA PERSIDANGAN membuktikan tidak ada satu pun Dokter mau pun Perawat yang kontak langsung dengan SAYA selama perawatan di RS UMMI yang TERPAPAR COVID. Bahkan Tiga Orang Perawat RS UMMI yang melayani langsung SAYA selama perawatan di RS UMMI sempat diperiksa Test Swab PCR oleh Satgas Covid Kota Bogor, ternyata hasilnya semua NEGATIF, sebagaimana kesaksian Dirut RS UMMI Dr Andi Tatat, dan Dir Umum RS UMMI Dr Najamuddin, serta Perawat RS UMMI Fitri Sri Lestari.


Kok bisa JPU yang konon katanya berpendidikan tinggi dan konon katanya selalu menjunjung kesopanan, secara serampangan dan seenaknya menuduh dan memfitnah bahwa OBSERVASI dan PERAWATAN serta PENGOBATAN SAYA di RS UMMI hingga ISOLASI MANDIRI di Rumah setelah pulang dari RS UMMI, sebagai penyebab Peningkatan Covid di Kota Bogor !?


Ajaib Data Peningkatan Covid Kota Bogor tersebut dibebankan kepada SAYA yang dirawat di RS UMMI dan lanjut ISOLASI di rumah tanpa kontak dengan siapa pun selama perawatan. Kenapa JPU tidak sekalian saja peningkatan Covid di seluruh Indonesia juga dibenankan kepada SAYA agar angkanya lebih fantastis !?


Justru orang yang suspect / probable / konfirm covid sekali pun yang melakukan perawatan di RUMAH SAKIT atau melakukan ISOLASI MANDIRI di rumah sesuai aturan, telah mengambil langkah tepat dalam menekan Peningkatan Covid tersebut. Lain halnya orang yang Positif Covid keluyuran di jalan atau di pasar, bahkan yang sehat pun jika tidak menjaga PROKES, termasuk berpotensi meningkatkan Penyebaran Covid.


Jadi, Otak Jaksa sudah kusut dan rusak, karena AKAL SEHAT mustahil menjadikan OBSERVASI dan PERAWATAN serta PENGOBATAN PASIEN di RUMAH SAKIT sebagai penyebab Peningkatan Covid. Ini Bukti bahwa JPU telah mengarang cerita sehingga mengambil kesimpulan dengan FAKTA PALSU.


Sungguh sangat menjijikkan melihat cara-cara kotor dan jorok JPU dalam membuat Analisa Hukum dengan FAKTA KHAYALAN alias PALSU demi mendapat Dalil Pembenaran atas Dakwaan atau Tuntutannya hanya untuk memenuhi syahwat Politik Kriminalisasinya.


103


33. Bahwa benar sebelum masuk RS UMMI SAYA merasa KELELAHAN, tapi setelah masuk RS UMMI dalam waktu singkat setelah diberi Infus dan Obat, SAYA merasa segar dan baik-baik saja, karena RASA LELAH yang semula dirasa telah hilang.


34. Bahwa benar SAYA merasa sehat dan segar serta baik-baik saja sebelum ada Hasil Test PCR.


35. Bahwa benar SAYA saat ditanya Dokter dan Keluarga tentang konsisi SAYA sebelum ada Hasil PCR selalu menjawab sesuai yang SAYA rasakan yaitu sehat dan baik-baik saja.


36. Bahwa benar SAYA tidak pernah sengaja atau bermaksud BERBOHONG apalagi menyiarkan KEBOHONGAN dengan mengaku sehat, karena memang SAYA bicara apa yang dirasa yaitu segar dan sehat, apalagi pada saat SAYA masuk RS UMMI dalam kondisi STABIL, ditambah dengan Laporan Dokter bahwa kondisi SAYA semakin hari semakin bagus, dan saat itu belum ada Hasil Test PCR.


37. Bahwa benar SAYA dan menantu Hb Hanif Alattas serta Dirut RS UMMI Dr Andi Tatat TIDAK BERBOHONG, karena bicara atas dasar apa yang dilihat dan dirasa serta diketahui, sebab saat itu belum ada Hasil Test PCR.


38. Bahwa benar di Kota Bogor tidak ada satu pun Demo yang dilakukan kelompok masyarakat atau pun mahasiswa terkait perawatan SAYA di RS UMMI.


Jadi TIDAK BENAR pernyataan JPU dalam TUNTUTAN-nya halaman 70 - 73 bahwa Saksi M Aditya (Ketua BEM se-Bogor Raya) dan saksi M Aslam (Anggota BEM se-Bogor Raya) melakukan Demo di Kota Bogor karena terkait Perawatan SAYA di RS UMMI, karena kedua Saksi tersebut di depan persidangan telah mencabut semua keterangannya di BAP dan menyatakan bahwa di hadapan Majelis Hakim yang mulia :


a. Bahwa benar BEM se-Bogor Raya sama sekali tidak melakukan Demo berkaitan dengan urusan SAYA.


b. Bahwa benar Surat Pernyataan BEM se-Bogor Raya yang ditunjukkan JPU yang di antara isinya ada keterkaitan dengan urusan SAYA hanya baru berupa DRAFT.


c. Bahwa benar Surat Pernyataan BEM se-Bogor Raya yang resmi hanya berisi tiga poin dan satu pun tekait dengan urusan SAYA.


Kok bisa JPU yang konon katanya berpendidikan tinggi dan konon katanya menjunjung tinggi kesopanan melakukan MANIPULASI KESAKSIAN secara terang-terangan tanpa punya rasa malu sedikit pun juga !?


104


39. Bahwa benar pada tgl 30 November 2020 ada Demo Damai yang dilakukan FMPB dengan massa sekitar 15 sampai 20 orang dari Parung Kabupaten Bogor di depan Perumahan Mutiara Sentul Kabupaten Bogor.


Jadi TIDAK BENAR pernyataan JPU dalam TUNTUTAN-nya di halaman 154 – 156 bahwa akibat Wawancara Dr ANDI TATAT tertanggal 26 November 2020, dan Rekaman Video Klarifikasi HABIB HANIF tertanggal 27 November 2020, serta Rekaman Testimoni SAYA tertanggal 28 November 2020, yang semuanya menyatakan bahwa SAYA ”Baik-Baik saja”, telah timbulkan KEONARAN berupa Demo yang digelar FMPB (Forum Mayarakat Padjadjaran Bersatu) di depan Perumahan Mutiara sentul Kabupaten Bogor.


Padahal dalam TUNTUTAN JPU sendiri halaman 154 jpu menuliskan sebagi berikut :


”Pada tanggal 30 November 2020 Forum Mayarakat Padjadjaran Bersatu (FMPB) melakukan aksi unjuk rasa tentang ”Penolakan terhadap terdakwa Moh Rizieq Syihab yang kabur dari RS UMMI”.


Jadi jelas sesuai Pengakuan Pengurus FMPB Saksi Ahmad Suhadi dan Saksi Ikha Nurhakim yang dibenarkan oleh JPU sendiri bahwa FMPB melakukan Aksi Demo karena BERITA HOAX yang sebut HABIB RIZIEQ LARI DARI RS UMMI, bukan karena Wawancara dan Klarifikasi serta Testimoni yang sebut SAYA ”Baik-Baik saja”.


Lagi pula KALAU PUN Demo FMPB tetap mau dikaitkan dengan perawatan SAYA di RS UMMI, ternyata Demo FMPB adalah DEMO DAMAI yang diikuti sekitar 15 sampai 20 orang saja, selama kurang lebih hanya 20 menit, tanpa ada KEONARAN dalam bentuk apa pun, sesuai dengan PENGAKUAN kedua Saksi Pelaku Demo tersebut dari Pengurus FMPB, Ahmad Suhadi dan Ikha Nurhakim.


Lagi-lagi Otak JPU ”nyungsang”, sehingga antara FAKTA yang dituangkan dan diakui JPU dalam TUNTUTAN-nya dan Kesimpulan JPU itu sendiri BERBANDING TERBALIK.


40. Bahwa benar di Kota Bogor dan sekitarnya sama sekali TIDAK ADA KEONARAN akibat Perawatan SAYA di RS UMMI. Makna ONAR dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sebagai Rujukan Resmi Bahasa Indonesia adalah Huru Hara, Gempar, Keributan dan Kegaduhan. Sedang KEONARAN artinya lebih khusus lagi yaitu Kegemparan, Kerusuhan dan Keributan.


Jadi TIDAK BENAR pernyataan JPU bahwa Wawancara dan Klarifikasi serta Testimoni yang sebut SAYA ”Baik-Baik saja” telah timbulkan KEONARAN berupa Pro Kontra di tengah masyarakat. JPU menyatakan dalam TUNTUTAN-nya di halaman133 sbb :


”Dengan adanya tayangan Video yang bertentangan dengan kenyataan tersebut menimbulkan keonaran di kalangan rakyat dan menyebabkan kegaduhan baik yang pro mau pun kontra.”


JPU terlalu melebar kemana-mana dalam memaknai kata ONAR dan KEONARAN, sehingga Pro dan Kontra pendapat atau perdebatan di tengah masyarakat juga disebut KEONARAN, begitu pun DEMO DAMAI sekedar UNJUR RASA pun disebut KEONARAN, dengan DALIH bahwa ONAR dan KEONARAN juga bermakna KERESAHAN.


JPU mengambil pendapat Saksi Ahli Lingusitik Forensik DR ANDHIKA yang mencoba mengartikan ONAR dengan makna RESAH, namun SAKSI AHLI tersebut tidak mampu menunjukkan rujukan ilmiahnya, sehingga pendapat tersebut ditolak oleh SAYA dan Penasihat Hukum, apalagi ada bantahan dari Saksi Ahli Lingusitik Forensik DR FRANS dan Ahli Sosiologi Prof DR Musni Umar serta Ahli Hukum Pidana DR Muzakkir, yang ketiganya dihadirkan oleh SAYA dan Penasihat Hukum, serta menerangkan di depan persidangan bahwa ONAR adalah Kerusuhan dan Keributan serta Huru Hara, BUKAN KERESAHAN.


JPU juga berdalih dengan pendapat Saksi Ahli Sosiologi Hukum DR TRUBUS yang dikutip JPU dalam TUNTUTAN halaman 97 dan 150 bahwa Saksi Ahli tersebut berpendapat sbb :


”Kata Onar dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menunjukkan bahwa onar mencakup kejadian huru hara, gempar, keributan, kegaduhan, yang dapat berupa huru hara fisik atau pun kegemparan non fisik saja seperti perdebatan di kalangan rakyat.”


Padahal dalam KBBI tidak ada keterangan apa pun tentang kegemparan fisik atau pun non fisik. KBBI hanya menyebutkan bahwa makna ONAR adalah Huru Hara, Gempar, Keributan dan Kegaduhan. Sedang KEONARAN adalah Kegemparan, Kerusuhan dan Keributan.


Dan Saksi Ahli Sosiologi Hukum DR Trubus pun di depan persidangan menyatakan bahwa DEMO DAMAI merupakan penyampaian aspirasi yang dijamin undang-undang dan tidak bisa disebut sebagai KEONARAN, dan bahwa KEONARAN yang dimaksud dalam pasal 14 ayat (1) bukan sekedar kegelisahan atau pro kontra ditengan masyarakat akan tetapi harus dibarengi dengan KEKACAUAN / KERUSUHAN, serta sifat KEONARAN harus meluas.


Dan di depan persidangn ini juga DR Trubus menolak ONAR diartikan RESAH, menurutnya bahwa KERESAHAN PUBLIK itu urusan hati, tidak bisa diukur, sehingga tidak bisa dituangkan dalam perbuatan ONAR. Jadi hanya perbuatan yang bisa diukur saja yang boleh dituangkan dalam perbuatan ONAR.


Selain itu dalam BAP Saksi Ahli Sosiologi Hukum DR TRUBUS tertanggal 18 Januari 2020 pada jawaban nomor 9 di halaman 16 Saksi Ahli DR TRUBUS menyatakan :


”Penjelasan Pasal XIV UU No 1 Tahun 1946 memberikan penjelasan bahwa yang dimaksud KEONARAN adalah bukan hanya kegelisahan dan menggoncangkan hati penduduk yang tidak sedikit jumlahnya, tetapi lebih dari itu berupa KEKACAUAN”.


106


Pendapat Saksi Ahli ini sempat ditanyakan kembali di dalam persidangan oleh Habib Hanif Alattas dan Saksi Ahli membenarkan serta menguatkannya kembali, sehingga menjadi FAKTA PERSIDANGAN yang memiliki kekuatan pembuktian, namun justru DIABAIKAN oleh JPU karena tidak menguntungkan bagi DAKWAAN dan TUNTUTAN JPU.


Sebagai Tabahan Penting tentang TAFSIR KEONARAN : Bahwa Saksi Ahli Teori Hukum Pidana DR Abdul Choir Ramadhan yang dihadirkan oleh SAYA dan Penasihat Hukum, menerangkan di depan persidangan dan juga menuangkan dalam Pendapat Hukumnya halaman 76 sbb :


”Timbulnya KEONARAN sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 14 ayat (1) menunjukkan bahwa DELIK ini adalah DELIK MATERIIL, harus benar-benar terjadi keonaran di kalangan rakyat. Menyangkut tentang makna keonaran, Penjelasan Pasal 14 menyatakan : ”Keonaran adalah lebih hebat dari pada kegelisahan dan menggoncangkan hati penduduk yang tidak sedikit jumlahnya. KEKACAUAN meuat juga KEONARAN.”


Lalu Saksi Ahli DR Abdul Choir Ramadhan menekankan :


”Dengan adanya PENAFSIRAN OTENTIK ini, maka tidak dapat ditafsirkan lain selain dari penafsiran yang diberikan oleh pembentuk undang-undang.”


Itulah sebabnya Saksi Ahli Hukum Pidana DR Muzakkir di depan persidangan dan juga dituangkan dalam Pendapat Hukumnya halaman 28 manyatakan :


”Dengan demikian, demonstrasi, konprensi pers, dan cuitan-cuitan / tweet pro dan kontra di media sosial tidak dapat dikualifikasi sebagai bentuk KEONARAN di kalangan rakyat.”


Dengan demikian tidak ada alasan bagi JPU untuk menafsirkan KEONARAN dengan Tafsirnya Sendiri yang memasukkan resah, gelisah, pro kontra, perdebatan, perbedaan pendapat, unjuk rasa dan Demo Damai sebagai KEONARAN. Penafsiran JPU ngawur dan amburadul serta kacau balau.


41. Bahwa benar SAYA tidak BERBOHONG dan TIDAK MENIMBULKAN KEONARAN dalam Kasus Perawatan SAYA di RS UMMI, karena apa yang SAYA sampaikan saat itu adalah apa yang SAYA rasakan saat itu, dan pernyataan SAYA pun tidak menimbulkan keonaran dalam bentuk apa pun di Kota Bogor mau pun Tempat lainnya, bahkan justru menjadi pernyataan SAYA tersebut berhasil meredam keresahan Habaib dan Ulama serta Umat akibat berita-bertia hoax yang selama ini menyebut SAYA sudah kritis dan parah bahkan sudah Mati akibat Covid.


Jadi TIDAK BENAR tuduhan JPU dalam TUNTUTAN di halaman 150 yang menyatakan sbb :


”Terlihat ONAR akibat KEBOHONGAN yang dilakukan TERDAKWA tersebut :


107


• Terjadinya Demontrasi yang dilakukan FMPB.


• Ratusan Karangan Bunga yang dikirim ke RS UMMI oleh masyarakat yang pro dan kontra.


• Pernyataan sikap BEM se- Bogor terkait Intervensi Walikota Bogor.


• Adanya keresahan di tengah masyarakat khususnya masyarakat di Babakan Peundeuy Kel. Baranangsiang Kec, Bogor Timur timbul rasa curiga kepada pengajian Habib di Empang yang dikhawatirkan menularkan virus Covid 19. Karena sering berkumpul melakukan pengajian.


Disini JPU mengemukanan EMPAT BUKTI KEONARAN PALSU. SAYA menyebutnya sebagai KEONARAN PALSU karena memang keempat peristiwa yang disebutkan JPU BUKAN KEONARAN, akan tetapi sengaja DIONARISASI oleh JPU agar bisa jadi BUKTI PEMBENARAN untuk TUDUHAN JAHAT JPU terhadap SAYA.


Jadi jelas bahwa ONARISASI hal yang bukan KEONARAN adalah KEONARAN PALSU :


1) KEONARAN PALSU PERTAMA : Terjadinya Demontrasi yang dilakukan FMPB.


Tadi di poin ke-44 sudah dijelaskan bahwa sesuai PENGAKUAN Pengurus FMPB Saksi Ahmad Suhadi dan Saksi Ikha Nurhakim sebagai Pelaku Demo tersebut yang dibenarkan oleh JPU sendiri dalam TUNTUTAN halaman 154 bahwasanya FMPB melakukan Aksi Demo karena BERITA HOAX yang sebut HABIB RIZIEQ LARI DARI RS UMMI.


Jadi jelas Demo FMPB tersebut bukan karena TESTIMONI SAYA yang dituduh JPU sebagai KEBOHONGAN, akan tetapi karena BERITA HOAX yang sebut HABIB RIZIEQ LARI DARI RS UMMI, sekali lagi karena BERITA HOAX yang sebut HABIB RIZIEQ LARI DARI RS UMMI, bukan karena TESTIMONI SAYA.


Lagi pula KALAU PUN Demo FMPB tetap mau dikaitkan dengan perawatan SAYA di RS UMMI, ternyata Demo FMPB adalah DEMO DAMAI yang diikuti sekitar 15 sampai 20 orang saja, selama kurang lebih hanya 20 menit, tanpa ada KEONARAN dalam bentuk apa pun, sesuai dengan PENGAKUAN kedua Saksi Pelaku Demo tersebut dari Pengurus FMPB, Ahmad Suhadi dan Ikha Nurhakim. Aksi UNJUK RASA dalam bentuk DEMO DAMAI dilindungi UNDANG-UNDANG dan bukan termasuk KEONARAN.


Disini Logika Hukum JPU mandek dan mandul, karena orang awam saja paham bahwa andaikata Aksi Demo Damai itu disebut KEONARAN, mana mungkin dizinkan oleh UNDANG-UNDANG.


2) KEONARAN PALSU KEDUA : Ratusan Karangan Bunga yang dikirim ke RS UMMI oleh masyarakat yang pro dan kontra.


108


Tadi di poin ke-23 sudah dijelaskan bahwa OPERASI KARANGAN BUNGA yang dikirim ke RS UMMI terjadi jauh SEBELUM ada Rekaman Video Testimoni SAYA, sehingga tidak mungkin OPERASI KARANGAN BUNGA tersebut dijadikan sebagai akibat Rekaman Video Testimoni SAYA.


Disini lagi-lagi Logika Hukum JPU ”nyungsang” tidak karuan, karena hanya ORANG TIDAK WARAS saja yang menjadikan AKIBAT lebih dulu dari SEBAB.


Lagi pula AKAL SEHAT mana yang mengatakan bahwa Pengiriman Karangan Bunga adalah bentuk KEONARAN !?


3) KEONARAN PALSU KETIGA : Pernyataan sikap BEM se- Bogor terkait Intervensi Walikota Bogor.


Tadi di poin ke-43 sudah dijelaskan bahwa Saksi M Aditya (Ketua BEM se-Bogor Raya) dan saksi M Aslam (Anggota BEM se-Bogor Raya) di depan persidangan telah mencabut semua keterangannya di BAP dan menyatakan di hadapan Majelis Hakim yang mulia bahwa BEM se-Bogor Raya sama sekali tidak melakukan Demo berkaitan dengan urusan SAYA, dan bahwa Surat Pernyataan BEM se-Bogor Raya yang ditunjukkan JPU yang di antara isinya ada keterkaitan dengan urusan SAYA hanya baru berupa DRAFT, serta bahwa Surat Pernyataan BEM se-Bogor Raya yang RESMI hanya berisi tiga poin dan tak satu pun tekait dengan urusan SAYA.


Bahkan Walkot Kota Bogor Bima Arya pun telah memberi kesaksian di depan persidangan bahwa Demo BEM se-Bogor Raya tersebut sama sekali tidak ada kaitan dengan TERDKWA.


Jadi, disini jelas bahwa JPU secara terang-terangan tanpa punya rasa malu sedikit pun juga MEMANIPULASI FAKTA PERSIDANGAN dengan MENGONARISASI Demo Mahasiswa yang tidak ada kaitan dengan SAYA !?


4) KEONARAN PASLU KEEMPAT : Adanya KERESAHAN di tengah masyarakat khususnya masyarakat di Babakan Peundeuy Kel. Baranangsiang Kec. Bogor Timur timbul rasa curiga kepada pengajian Habib di Empang yang dikhawatirkan menularkan virus Covid 19. Karena sering berkumpul melakukan pengajian.


Kesimpulan JPU disini terlalu naif dan sangat lemah serta sama sekalitidak berbobot, karena hanya berpegang kepada keterangan seorang Saksi Herdiansyah (Pedagang Sayur) yang tinggal dan berdagang sayuran jauh dari RS UMMI, dan berdasarkan PENGAKUANNYA SENDIRI di depan persidangan bahwa :


a. SAKSI tahu SAYA dirawat di RS UMMI hanya dari Media.


b. SAKSI mendengar simpang siur berita ttg SAYA di RS UMMI juga melalui Media.


c. SAKSI tidak pernah konfirmasi tentang SAYA ke RS UMMI.


d. SAKSI sendiri tidak pernah bertanya kepada masyarakat, khususnya masyarakat di sekitar RS UMMI, terisitimewanya JAMA’AAH Pengajian Habib di Empang Bogor yang bersebelahan dengan RS UMMI.


e. SAKSI mengakui bahwa di Kota Bogor tidak ada KEONARAN / KERUSUHAN / KERIBUTAN terkait Perawatan SAYA di RS UMMI.


Selain itu KETERANGAN SAKSI Herdiansyah tentang adanya KERESAHAN di tengah masyarakat Bogor, khususnya jama’ah Majelis Pengajian Habib di Empang - Bogor yang bersebelahan dengan RS UMMI TELAH TERBANTAHKAN   oleh Keterangan Saksi A De Charge yang berdomisili tidak jauh dari RS UMMI yaitu : Habib Mahdi Assegaf dan Habib Abdullah Al-Masyhur. Kedua Saksi A De Charge tersebut di depan persidangan menyatakan bahwa tidak ada KERESAHAN dalam bentuk apa pun di sekitar RS UMMI, khususnya di Majelis Pengajian Habib di Empang - Bogor, bahkan Jama’ah Majelis Pengajian merasa senang dan tenang serta aman, karena mereka cinta SAYA dan tahu kalau SAYA di RS UMMI dirawat oleh Para Dokter yang berpengalaman.


Juga TERBANTAHKAN oleh keterangan para Saksi Fakta dari RS UMMI yang juga tinggal di Kota Bogor, serta TERBANTAHKAN pula dengan keterangan Saksi A De Charge Ketua Umum PA 212 Ust Slamet Maarif bahwa PA 212 Kota Bogor telah melaporkan bahwasanya di Kota Bogor tidak ada KERESAHAN apalagi KEONARAN terkait Perawatan SAYA di RS UMMI.


Jadi jelas, JPU terlalu mengada-ada dan terlalu lebay dengan menghadirkan seorang Saksi Pedagang Sayur di Pasar Kota Bogor untuk membentuk opini seolah-olah sampai Tukang Sayur di pasar pun merasa resah akibat SAYA dirawat di RS UMMI. Padahal di Kota Bogor sama sekali tidak ada KERESAHAN apalagi KEONARAN terkait Perawatan SAYA di RS UMMI.


42. Bahwa benar di sekitar RS UMMI pun tidak ada keresahan akibat SAYA dirawat di RS UMMI, bahkan masyarakat tenang karena SAYA ditangani oleh Para dokter yang berpengalaman.


43. Bahwa benar SAYA diobservasi dan dirawat serta diobati di RS UMMI bukan untuk menghalangi Pelaksanaan Penanggulangan Wabah sebagaimana tuduhan dan Fitnah JPU yang ngawur, justru sebaliknya untuk ikut melaksanakan Penanggulangan Wabah, karena SAYA tidak keluyuran di Jalan Raya atau di Pasar mau pun di Keramaian, tapi justru datang mengisolasi diri di RUMAH SAKIT RUJUKAN COVID.


44. Bahwa benar sesudah ada kepastian Konfirmasi Covid maka SAYA selalu berterus terang kepada siapa pun bahwa dirinya sedang TERPAPAR COVID dan sedang menjalankan negatifan sekaligus pengobatan Covid-19.


حسبنا لله ونعم الوكيل، نعم المولى ونعم النصير، ولا حول ولا قوة إلا ﺑﺎﻟﻠﻪ العلي العظيم