Sempat Diblokir, FNN: Kami Hadir Kembali

 


Selasa, 22 Juni 2021

Faktakini.info

Kami Hadir Kembali

PEMBACA FNN.co.id yang budiman. Alhamdulillah, sejak Ahad, 20 Juni 2021 kemarin, kami hadir kembali di hadapan Anda.

Hampir sepekan kami hilang. Tentu pembaca bertanya-tanya mengapa bisa seperti itu. Anda mungkin memperkirakan karena terjadi kerusakan teknis. Bisa saja dugaan atau perkiraan itu benar. Akan tetapi, yang paling benar, “Kami diblokir.”

Tidak jelas siapa yang melakukan kejahatan terhadap portal berita yang Anda dukung ini. Tidak jelas juga mengapa harus diblokir. Tidak jelas juga karena berita atau tulisan apa, sehingga FNN.co.id harus dijauhkan dari rakyat, terutama para pembaca setianya.

Bukan sekali ini saja kami diblokir oleh orang-orang atau lembaga yang tidak bertanggungjawab. Kami katakan tidak bertanggungjawab, karena mereka sama sekali tidak menggunakan hak jawab dan hak koreksi atas berita atau opini yang kami turunkan.

Padahal, hak jawab itu diberikan kepada pihak yang merasa dirugikan oleh suatu pemberitaan. Sedangkan hak koreksi diberikan kepada setiap orang. Hak jawab dan hak koreksi diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.

Andaikan hak jawab dan hak koreksi itu dilakukan oleh pihak yang merasa dirugikan, tentu kami wajib memuatnya. Sebab, sebagai portal berita resmi yang berbadan hukum, kami pun harus tunduk dan patuh pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tentu, kami tidak mau “dijewer” oleh Dewan Pers, jika tidak memuat hak jawab atau hak koreksi itu.

Sangat disayangkan, di era demokrasi (walau katanya sudah mulai terkikis) dan era kebebasan pers masih saja ada yang bertindak layaknya Departemen Penerangan (Deppen) di masa orde baru, yang bertugas mengeluarkan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP), mengawasi dan jika perlu membreidel atau menutup surat kabar, majalah, radio dan televisi. Maklum, media online atau daring di masa itu belum ada.

Hanya saja Deppen dulu lebih jelas ketimbang “Deppen” sekarang. Deppen di masa orde baru juga masih lebih santun ketimbang sekarang. Sebab, sebelum SIUPP dicabut, biasanya menteri atau direktur jenderalnya terlebih dahulu memberitahukan dengan memanggil pemimpin redaksi/penanggung jawab media yang mau dicabut izinnya itu. Nah, kantor Deppen juga jelas, di Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat (sekarang menjadi kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Sekarang, yang suka mengganggu portal berita itu tidak jelas. Lembaganya juga tidak jelas. Orangnya juga tidak jelas, walau sebenarnya secara kasat mata ada.

Dalam kasus pemblokiran FNN.co.id yang terakhir, pemblokiran itu dilakukan atas nama PT Bina Insan Gnibul atau PT Abal-abal atau PT Labi-labi. Dikatakan abal-abal atau labi-labi, karena tidak jelas alamatnya, tidak jelas orangnya, tidak jelas lembaganya. Malah lebih cenderung dikatakan PT Hantu Balau.

Parahnya lagi, jangankan peringatan, menggunakan hak jawab atau hak koreksi saja tidak dilakukan. Mengapa tidak menggunakan itu? Sebab, jika hak jawab dan koreksi digunakan, semakin jelaslah perusahaan itu.

Dalam kaitan dengan FNN.co.id, kami hadir dengan moto, “Mengawal Tujuan Bernegara.” Maknanya sangat luas. Penyelenggara negara yang tidak becus melaksanakan tugasnya, akan kami kritisi habis-habisan. Tentu didukung dengan data, fakta dan angka.

Sebab, kami adalah pers yang bertanggungjawab. Kami adalah media resmi yang berdiri berdasarkan badan hukum dan terdaftar di Dewan Pers.

Kami bukan media sosial yang seringkali menyebarkan berita bohong atau hoax, fitnah, caci-maki. Walaupun kami berada di barisan “oposisi”, pantang bagi kami dan seluruh awaknya menyebarkan berita bohong, palsu, apalagi fitnah. Kami tahu ajaran agama apa pun melarang berbohong. Lebih tegas lagi ajaran agama Islam melarang fitnah. Sebab, fitnah lebih kejam dari pembunuhan.

Melalui Forum Rakyat/Editorial ini, kami menggugah kesadaran semua pihak atas pentingnya menggunakan hak jawab dan hak koreksi. Sebab, jika cara-cara main blokir yang dilakukan, tentu tidak sehat di alam demokrasi dan kebebasan pers yang kita perjuangkan dan bangun.

Nah, jika masih cara-cara kuno yang dilakukan, karena ingin membela rezim yang berkuasa, ingatkan roda pasti berputar. Rezim bisa setiap waktu (baik secara konstitusional maupun tidak) pasti berganti. Ingat lagu, “Badai pasti berlalu.”**

Sumber: FNN.co.id