Siasat Gelap Firli Baruli Ketua KPK
Ahad, 20 Juni 2021
Faktakini.info
*SIASAT GELAP FIRLI*
Firli Bahuri diduga menekan pemimpin
KPK lain agar mematuhinya. Pemimpin
KPK yang lain merasa diikuti orang-orang
Firli.
• Pimpinan KPK dituding menjadi sumber kebocoran penanganan berbagai kasus. Ada banyak
pengaduan dari penyelidik dan penyidik. 131757
• Pengawasan di KPK longgar pada era Firli. Kebiasaan buruk pimpinan menular ke bawahan.
TIGA bulan setelah dilantik sebagai Wakil Ketua Komisi
Pemberantasan Korupsi, Nawawi Pomolango memanggil penyidik
Novel Baswedan ke ruang kerjanya di Gedung Merah Putih KPK di
Kuningan, Jakarta Selatan. Dalam pertemuan itu, Nawawi
mencurahkan isi hatinya selama memimpin komisi antirasuah. “Dia
merasa tidak betah karena Ketua KPK Firli Bahuri terlalu dominan,
selalu mengambil keputusan sendiri,” kata Novel kepada tim
IndonesiaLeaks, pertengahan Juni lalu.
Dalam pertemuan berikutnya dengan Novel, Nawawi menyampaikan
ingin mundur dari lembaga antirasuah tersebut. Dia merasa tak
berdaya menghadapi Firli. Kepada Novel, Nawawi pun menceritakan
bahwa dia merasa dibuntuti kaki tangan Firli. “Dia jadi parno. Selalu
hati-hati jika berbicara dengan pegawai lain,” ujar Novel.
Nawawi menceritakan hal yang sama kepada penyelidik Harun Al
Rasyid. Menurut Harun, Nawawi berulang kali menyampaikan sudah
tak tahan bekerja sama dengan Firli. “Pak Harun, saya enggak kuat
dengan Pak Firli. Mau mundur saja,” tutur Harun menirukan ucapan
Nawawi.
Mendengar itu, Harun mendadak sontak meminta Nawawi bertahan
karena para pegawai KPK bertumpu kepada mantan hakim tersebut.
Setelah kewenangan komisi antikorupsi dipereteli lewat revisi
Undang-Undang KPK dan Firli Bahuri terpilih sebagai pemimpin
lembaga itu, awan hitam menggelayuti KPK. Waktu itu pesimisme tersebut menghinggapi banyak pegawai. Keberadaan Nawawi
diharapkan bisa mengimbangi Firli.
Ketua KPK Firli Bahuri (kanan) bersama Anggota DPR Herman Hery saat
meninjau Rumah Tahanan KPK di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi,
Jakarta, Selasa, 7 Juli 2020. TEMPO/ Imam Sukamto
Ditemui tim IndonesiaLeaks di rumahnya di kawasan Jakarta Selatan,
Nawawi menolak diwawancarai perihal itu. “Kenapa mengejar-ngejar
saya? Saya lagi isolasi mandiri. Tolong hargai saya,” ujar Nawawi,
Jumat, 18 Juni lalu.
Kejadian serupa dialami Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron. Kepada
Harun, Ghufron bercerita merasa ditempel orang-orang Firli.
Akibatnya, kata Harun, Ghufron merasa tertekan. Untuk bertemu
dengan Harun saja ia harus sembunyi-sembunyi agar tak diketahui
Firli. Kepada tim IndonesiaLeaks, Ghufron mengatakan dalam
beberapa bulan terakhir ini terpikir untuk mengundurkan diri.
Dalam berbagai rapat pimpinan, ia bersama Nawawi Pomolango acap
kalah suara saat mengambil sejumlah keputusan penting. “Aku sudah
bertarung, tapi kalah. Posisinya dua banding tiga,” ujar Ghufron pada
Sabtu, 19 Juni lalu. Karena selalu kalah suara, Ghufron merasa tak
memiliki kontribusi apa-apa di KPK. “Tapi aku juga mikir, kalau
aku resign, apakah akan menyelamatkan KPK?”
Meski dalam rapat tertutup ia berseberangan dengan
Firli, Ghufron harus tampil di depan publik menyampaikan hasil
keputusan rapat. “Aturan di kami, yang kalah suaranya harus merilis.
Ini saya buka saja,” kata Ghufron. Saat pengumuman hasil tes
wawasan kebangsaan, misalnya, Ghufron yang hadir mewakili
komisioner lain dalam konferensi pers. Padahal, menurut Ghufron,
sejak awal dia tidak sepakat tes itu menjadi penentu lulus-tidaknya
pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara. Sejumlah narasumber
menyebutkan ide untuk menggelar tes tersebut berasal dari Firli.
Contoh lain adalah saat penetapan tersangka Menteri Sosial Juliari
Peter Batubara pada Desember 2020. Dalam gelar perkara, Firli
sempat ngotot bahwa Juliari tak bersalah dalam penyaluran bantuan
sosial penanganan pandemi Covid-19 senilai Rp 5,9 triliun itu. Karena
kalah suara, akhirnya Firli yang mengumumkan penetapan tersangka
politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu dalam konferensi
pers.
Deputi Bidang Penindakan KPK Brigjen Pol Karyoto, di gedung Komisi
Pemberantasn Korupsi, Jakarta, Senin, 15 Februari 2021. TEMPO/Imam
Sukamto
Gaya kepemimpinan era Firli berbeda dengan komisioner sebelumnya.
Wakil Ketua KPK periode 2015-2019, Saut Situmorang, mengatakan
pimpinan di zamannya memang tak selalu satu suara. Mereka pun
kerap melakukan voting dengan hasil tiga melawan dua. Saut biasanya satu kubu bersama Ketua KPK Agus Rahardjo dan Wakil Ketua Laode
Muhammad Syarif. “Meski berbeda pendapat dengan dua lainnya,
kami tak pernah memerintahkan orang untuk menempel atau
mengawasi mereka,” ucap Saut.
Peneliti Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, pernah
mendengar langsung cerita dari salah seorang pemimpin KPK periode
ini perihal keinginan empat komisioner menangani kasus besar yang
melibatkan dua lembaga penegak hukum pada Juli 2020. Karena Firli
seorang menolak, akhirnya KPK tak jadi mengambil alih kasus
tersebut. Padahal, jika mengikuti sistem kolektif kolegial yang berlaku
di KPK, seharusnya keputusannya mengikuti suara empat pemimpin
lain.
•••
SELALU menenteng telepon seluler pintar merupakan kebiasaan Ketua
Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri dalam setiap rapat gelar
perkara. Ia membawa kegalibannya ini sejak menjabat Deputi
Penindakan periode April 2018-Juni 2019. Firli gemar memotret
presentasi penyelidik dan penyidik. “Seharusnya kan tidak usah. Saya
saja tidak pernah bawa handphone karena rawan bocor,” kata mantan
Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, pada Senin, 14 Juni lalu.
Laporan kebocoran perkara deras terjadi saat Firli menjabat Deputi
Penindakan. Saking banyaknya, kelima pemimpin KPK untuk pertama
kali menggelar pertemuan dengan puluhan penyidik dan penyelidik
pada 16 April 2019. Persamuhan itu bertajuk “Hentikan Segala Bentuk
Upaya Menghambat Penanganan Kasus”. Ada 26 kasus yang diduga
dibocorkan kepada pihak yang beperkara. “Sejak KPK era pertama juga Ia mencontohkan tim Satuan Tugas Penyelidikan II yang mengeluhkan
lamanya proses surat-menyurat di Deputi Penindakan saat itu. Firli
kerap mengembalikan surat yang masuk. Dalam catatan surat yang
dikembalikan, Firli meminta detail kasus, seperti informasi mengenai
pemberi suap, penerima, nilai, dan proyek yang tersangkut kasus
korupsi. Ini di luar kelaziman di lingkup internal KPK. Seharusnya
surat itu hanya berisi telaah dan informasi umum kasus.
Mereka juga mengeluhkan rumitnya proses penyadapan. Tiap satuan
tugas hanya diizinkan menyadap 40 nomor telepon. Ketika surat
perintah penyelidikan akhirnya terbit dan penyadapan berjalan,
operasi tangkap tangan yang akan digelar malah bocor. Akibatnya,
pekerjaan satgas selama berbulan-bulan menjadi sia-sia.
Penyidik Novel Baswedan mengeluhkan sebuah perkara dalam rapat
bersama pimpinan KPK tersebut. Timnya merasa dihambat saat
menangani kasus yang melibatkan seorang pengacara, Lucas. Menurut
Novel, ada yang berupaya mengerem kasus saat timnya sedang
mengebut menyelesaikan perkara. “Kami masih belum tahu itu terjadi
atas kepentingan siapa,” tuturnya.
Kebocoran juga lazim terjadi sejak Firli Bahuri menjadi Ketua KPK
pada Desember 2019. Pada 9 April lalu, misalnya, personel KPK
hendak menggeledah kantor PT Jhonlin Baratama di Kotabaru dan
Batulicin di Kalimantan Selatan. PT Jhonlin terseret suap pejabat
Direktorat Jenderal Pajak, Angin Prayitno Aji. Tim penggeledah yang
dipimpin Afief Julian Miftach mendapati kantor PT Jhonlin kosong
melompong. Mereka kemudian bermaksud menelusuri kebocoran
dengan menyadap sejumlah pihak. Pimpinan KPK menolak usul itu.
Selama memimpin KPK, Firli Bahuri juga ditengarai melonggarkan
kode etik di lembaga tersebut. Ia seakan-akan tak risau jika pemimpin
KPK beranjangsana ke pejabat dan pihak yang berpotensi akan
beperkara di KPK. Padahal kode etik KPK mengharuskan komisioner
menjaga independensi dengan tidak menunjukkan kedekatan dengan
siapa pun di depan publik.
Kepada penyelidik Harun Al Rasyid, Wakil Ketua Nawawi Pomolango
pernah mengeluhkan kebiasaan Firli yang kerap berserobok dengan
pejabat lembaga lain. “Padahal orang-orang yang disambangi ini yang
perlu diawasi,” kata Harun menirukan kalimat Nawawi.
Ini juga yang dilakukan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar. Dengan
dalih menyambung silaturahmi dan mencegah korupsi, Lili menemui
Wali Kota Tanjungbalai Muhammad Syahrial pada tahun lalu. Ia
bahkan tak sungkan meminta kepada Syahrial agar Pemerintah Kota
Tanjungbalai di Sumatera Utara itu melunasi hak adik iparnya yang
pernah bekerja di instansi air minum daerah setempat. Syahrial
dikabarkan mengabulkan permintaan itu.
Interaksi mereka berlanjut. Lili diduga membocorkan kasus jual-beli
jabatan di Pemerintah Kota Tanjungbalai yang menyeret Syahrial,
yang sedang diusut KPK. Lili bahkan merekomendasikan seorang pengacara berinisial AA untuk membantunya. Dalam berbagai
kesempatan, Lili membantah info ini. “Saya tegas menyatakan tidak
pernah menjalin komunikasi dengan tersangka MS terkait dengan
penanganan perkara yang bersangkutan, apalagi membantu proses
penanganan perkara yang sedang ditangani oleh KPK,” ujar Lili.
Sanggahan Lili tak menyurutkan Novel Baswedan dan kawan-kawan
melaporkannya ke Dewan Pengawas KPK.
Pejabat di bawah mencontoh atasannya. Deputi Penindakan Karyoto,
misalnya, diduga kerap menemui pihak yang beperkara. Karyoto kena
batunya pada 21 Januari lalu. Ia “digerebek” saat bertemu dengan
seseorang di sebuah rumah di Jalan Taman Patra III, Setiabudi, Jakarta
Selatan. Pria yang ditemui Karyoto dikabarkan tengah berurusan
dengan KPK.
Penggerebekan dilakukan oleh sekelompok orang yang mengaku
wartawan surat kabar Siasat Kota. Mereka memotret dan merekam
pertemuan Karyoto dan lawan bicaranya. Penggerebekan sempat
memancing keributan dan membuat personel Kepolisian Sektor
Setiabudi datang ke lokasi. Redaktur Pelaksana Siasat Kota, Jenri
Sitanggang, yang ditemui tim IndonesiaLeaks, membenarkan adanya
peristiwa tersebut. Tapi wartawan yang ikut penggerebekan tak lagi
bekerja di sana. “Kami tidak tahu persis apa yang jadi latar belakang
penggerebekan itu,” katanya
Ditemui di rumah pribadinya di Yogyakarta, Karyoto enggan
diwawancarai. “Saya tidak bisa menjawab, harus izin pimpinan,” tutur
polisi berpangkat inspektur jenderal itu, lalu meminta tim
IndonesiaLeaks meninggalkan rumahnya pada Sabtu, 19 Juni lalu.
Adapun Firli Bahuri tak merespons permintaan wawancara mengenai
berbagai persoalan di KPK di bawah kepemimpinannya. Tim
IndonesiaLeaks menyampaikan permohonan itu ke nomor teleponnya
dan melalui juru bicara KPK, Ali Fikri. Tim IndonesiaLeaks juga
mendatangi kediamannya di Villa Galaxy, Bekasi Selatan, Jawa Barat,
pada Sabtu, 19 Juni lalu. Penjaga rumah mengatakan Firli tak bisa
diwawancarai. Ketiga penjaga, dua di antaranya menenteng senjata
api laras panjang, juga menolak meneruskan surat permintaan
wawancara kepada Firli. “Silakan ke kantor saja,” ucap salah seorang
dari mereka, yang lantas meminta tim IndonesiaLeaks beranjak dari
situ.
•••
BERKUMPUL di lantai 15 Gedung Merah Putih, Kuningan, Jakarta
Selatan, Deputi Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi Karyoto
mengumpulkan tiga direktur dan kepala satuan tugas penyidikan
korupsi bantuan sosial pandemi Covid-19, Andre Dedy Nainggolan,
pada pertengahan Desember 2020. Tim Andre Dedy baru saja
menangkap Menteri Sosial Juliari Peter Batubara.
Kepada Andre, Karyoto menanyakan keterlibatan politikus lain dari
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, partai asal Juliari. Karyoto
merujuk peran Ketua Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat
Herman Hery dan Wakil Ketua Komisi Sosial DPR saat itu, Ihsan
Yunus.
Setelah mendapat penjelasan, Karyoto terlihat bersemangat. Ia
memerintahkan Andre memeriksa Herman Hery dan Ihsan Yunus.
Dimintai konfirmasi ihwal ini, Andre membenarkan. “Rapat itu
memang ada, tapi saya tidak bisa menyampaikan detailnya,” katanya
kepada tim IndonesiaLeaks pada Selasa, 15 Juni lalu.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi periode 2015-2019 Saut
Situmorang, di Gedung KPK, Jakarta, Senin, 9 Mei 2016. TEMPO/STR/Eko
Siswono Toyudho
Menindaklanjuti perintah tersebut, tim Andre lantas mengajukan surat
pemanggilan Herman dan Ihsan serta saksi kasus bantuan sosial lain
ke meja Karyoto. Di sini sikap bekas Wakil Kepala Kepolisian Daerah
Yogyakarta itu berubah 180 derajat. Ia mencoret nama Herman Hery
dari daftar saksi. Tim juga batal menggeledah kantor Ihsan Yunus
karena diminta balik arah oleh Karyoto, yang beralasan mendapat
perintah dari Firli Bahuri.
Kepada tim IndonesiaLeaks, dua pegawai KPK yang mengetahui
perkara ini mengatakan, selama penyelidikan dan penyidikan kasus
bansos, Karyoto berulang kali terlihat hilir-mudik di lantai 15 Gedung
Merah Putih, tempat ruang kerja Firli berada. Sebelumnya, mereka
hanya bertemu di ruang rapat atau dalam acara lain. Firli dan Karyoto
tak merespons saat dimintai konfirmasi soal ini.
Herman Hery membantah terlibat korupsi bantuan sosial. Dia
mengatakan perusahaannya, PT Dwimukti Graha Elektrindo, yang kini
dikelola istri dan anaknya, memang menjalin kontrak dengan PT
Anomali Lumbung Artha, salah satu penyalur bansos Covid-19. Ia
mengklaim kontrak itu urusan bisnis semata. “Kalau dirasa memang
ada yang dilanggar, kan sudah diperiksa KPK. Dwimukti sudah
digeledah juga,” ujarnya.
TIM INDONESIALEAKS
Liputan ini diselenggarakan oleh konsorsium IndonesiaLeaks yang
terdiri atas majalah Tempo, Koran
Tempo, Tempo.co, Suara.com, Tirto.id, Jaring.id, Independen.id, Th
e Gecko Project, dan KBR.
Reporter Tempo - profile - https://majalah.tempo.co/profile/tempo?tempo=162416454714
Solidaritas untuk Pegawai KPK Tes Wawasan Kebangsaan Pegawai
KPK Suap Penyidik KPK Firli Bahuri