Silahkan Megawati ‘Salam Pancasila’, Umat Islam Tetap ‘Assalamualaikum

 


Selasa, 22 Juni 2021

Faktakini.info, Jakarta - Megawati  kembali membuat kontroversi. Setelah menyandang gelar profesor honoris causa, kini ia melemparkan gagasan yang mengusik budaya umat Islam. Ketua Umum PDIP ini ingin mempopulerkan Salam Pancasila.

Pernyataan itu ia sampaikan saat meresmikan baileo atau rumah adat Maluku, monumen dan jalan Ir Soekarno di Masohi, Maluku Tengah. Masohi adalah nama kota yang diberikan oleh Bung Karno, yang berarti gotong royong, terinspirasi dari intisari Pancasila. 

Intisari Pancasila adalah kegotongroyongan dari warga bangsa Indonesia, kata Megawati. Dalam hal itulah dia ingin agar pekik ‘Salam Pancasila’ menjadi kebiasaan. “Dulu saya pekikkan ‘merdeka’, orang menertawakan saya. Katanya, sudah merdeka, kenapa pekik-pekik merdeka? Itu sebenarnya saya lakukan untuk mengingatkan bahwa kita adalah bangsa merdeka. Jangan mau dijajah lagi,” kata Megawati, Senin (21/6).

Menurutnya, setelah salam merdeka ini, sebaiknya dilanjutkan dengan ‘salam Pancasila’. “Kalau sekarang saya mau banyak menyebutkan Salam Pancasila. Saya hendak mempopulerkannya. Karena setelah merdeka, kita punya dasar negara Pancasila. Untuk mengingatkan kita kembali sebagai nasionalis yang cinta pada negara ini,” kata Megawati.

Megawati menyatakan, gotong royong harus selalu diingat karena tak ada bangsa yang bisa membangun dirinya sendiri. Dia mengaku sedih karena masih ada saja yang bertempur antarwarga bangsa sendiri. Misalnya di Timur Tengah.

Salam Pancasila dan Assalamualaikum

Pernyataan Megawati ini kembali menghadapkan Islam dan Pancasila. Keinginan Megawati untuk mempopulerkan ‘Salam Pancasila’, bisa dibaca ingin menggusur budaya salam umat Islam, ‘Assalamualaikum’. Setelah ‘Salam Campuran Berbagai Agama’ seperti yang sering diucapkan Mega dan beberapa pejabat negara saat ini, diprotes keras MUI, kini Mega mengusulkan hal yang baru.

Seperti diketahui para pejabat di Era Jokowi ini banyak yang salamnya campuran. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, salam sejahtera bagi kita semua, Shalom, Om Swastyastu, Namo Buddhaya, dan Salam Kebajikan. Salam ini tahun 2019 lalu, diprotes keras MUI Jawa Timur. Peringatan keras dari MUI Jatim itu ditandatangani oleh Ketua MUI Jatim KH. Abdusshomad Buchori dan Sekretaris Umum Ainul Yaqin.

Dalam surat itu, MUI Jatim menyatakan bahwa mengucapkan salam semua agama merupakan sesuatu yang bidah, mengandung nilai syuhbat, dan patut dihindari oleh umat Islam. Beberapa kiai, menyebutnya sebagai ‘salam musyrik’. MUI Jatim menganjurkan agar masing-masing pemeluk agama menggunakan salamnya masing-masing. Kaum Muslim menggunakan Assalamualaikum, kaum Kristen menggunakan Shalom, kaum Budha menggunakan Namo Buddhaya dan seterusnya. Tidak usah dicampur-campur. Bila dicampur maka para pejabat mau menggusur budaya umat Islam yang telah berakar kuat jauh sebelum Indonesia merdeka.

Salam Pancasila yang hendak dipopulerkan Ketua Umum PDIP ini juga perlu dikritisi. Mengapa? Jawabannya sama. Salam ini bisa menggusur budaya umat Islam, Assalamualaikum. Silakan Megawati di PDIP  dan BPIP menggunakan Salam Pancasila, tapi biarkan umat Islam menggunakan Assalamualaikum.

Kecenderungan pejabat negara, menyebut-nyebut lafal Pancasila, dikritisi banyak pihak. Ketika Presiden Jokowi menyatakan ‘Saya Indonesia, Saya Pancasila’, Rizal Ramli misalnya menyatakan,”Tragedi. Kok ada yang doyan ngaku-ngaku Aku Pancasila ya. Apa ndak kebalik: sangat tidak Pancasilais.”

Begitulah kini Pancasila digunakan banyak pejabat sebagai topeng. Topeng menutupi ketidakmampuannya memakmurkan rakyat. Mestinya, Pancasila bukan untuk digembar-gemborkan, tapi untuk diamalkan. Dan bagi umat Islam, masalah hubungan umat Islam dan Pancasila sudah selesai. Tokoh-tokoh Islam seperti Mohammad Natsir, Buya Hamka, Wahid Hasyim dan lain-lain, tidak mempermasalahkan Pancasila sebagai dasar negara. Pancasila telah disepakati oleh founding fathers negara ini sebagai perjanjian bersama untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur.

Kata Natsir, Pancasila adalah lima sila sedangkan Islam itu induk sila. Maknanya Pancasila itu lima sila (prinsip), sedangkan Islam itu ribuan prinsip. Pancasila tidak bertentangan dengan Islam. Kalau umat Islam menjalankan syariat Islam dengan benar, pasti Pancasilais.

Intisari Pancasila Ketuhanan Yang Maha Esa, Bukan Gotong Royong

Pernyataan Megawati yang menyatakan bahwa intisari Pancasila gotong royong, juga patut dipertanyakan. Gotong royong bidang apa? Kerjasama bidang apa? Apakah semua harus dikerjasamakan? Pernyataan Megawati ini mengulangi penyataan ayahnya, Soekarno.

Disinilah makna agama (Islam) menjadi penting. Dalam Islam (Al-Qur’an), kerjasama hanya dibolehkan dalam bidang kebaikan dan takwa. Kerjasama dilarang dalam bidang dosa dan permusuhan (al Maidah ayat 2). 

Karena itu, dalam sejarah bangsa kita, umat Islam mesti punya saham 90 persen (lebih) dalam kemerdekaan bangsa ini, tapi tetap mengajak umat lain untuk bersama-sama membangun bangsa ini. Pengorbanan paling besar umat Indonesia, adalah menghapus tujuh kata dalam piagam Jakarta pada 18 Agustus 1945. Meski kemudian Presiden Soekarno ‘menyadari kesalahannya’ dan mengeluarkan dekrit 5 Juli 1959 yang antara lain isinya menyatakan bahwa Piagam Jakarta 22 Juni 1945 menjiwai UUD 1945 dan merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan konstitusi tersebut. 

Bila Mega menyatakan bahwa inti Pancasila adalah gotong royong, maka Hatta dan Hamka menyatakan bahwa ‘inti Pancasila’ adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Mohammad Hatta, mantan Wakil Presiden menyatakan bahwa sila pertama itu yang menyinari sila-sila lainnya. Ulama besar Buya Hamka menyatakan bahwa Pancasila akan hampa tanpa Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam Khotbah Idulfitri di Istana Negara, 1 Januari 1968 Hamka menyatakan:

”Dimanakah rahasia kekuatan kita ini?” Adakah pada senjata, pada roket dan peluru kendali, pada bedil dan meriam, kapal udara dan kapal terbang? Di sini hadir Jenderal Soeharto yang memimpin perjuangan dahsyat menghancurkan kekuatan komunis itu pada 1 Oktober 1965, cobalah tanyakan kepada beliau dimana letaknya kekuatan kita itu?

Wahai kaum Muslimin, kalau hendak mengkaji rahasia kekuatan ini dengan lebih mendalam, janganlah ditilik kepada benda atau materi yang ada di depan mata. Tetapi lihatlah ke dalam batin, lihatlah ke dalam jiwa, di sanalah dia akan bertemu. Segi kekuatan kita adalah kepercayaan kita. Segi kekuatan kita ialah iman dan akidah kita.

Sejak 700 tahun yang lalu atau sejak 1000 tahun yang telah lalu, gema Al-Qur’an dari padang pasir telah sampai ke negeri ini, kepulauan kita yang indah ini. Nenek moyang kita sejak dulu, meskipun tidak pernah bertemu muka dengan Nabi Muhammad saw, namun mereka telah menyatakan iman pada ajarannya. Muhammad Saw bersabda, ”Berbahagialah orang-orang yang telah sempat melihat wajahku, lalu beriman kepadaku, tetapi lebih berbahagia lagi (tujuh kali), bagi mereka yang beriman kepadaku, padahal dia belum pernah melihat wajahku.” (Lihat Buku Hamka, Dari Hati ke Hati, Pustaka Panjimas/GIP, 2005)

Walhasil, Mega yang sudah berumur 74 tahun ini idealnya lebih banyak shalat, zikir, banyak bersedekah, belajar Al-Qur’an dan sering pergi ke Masjid.’ Jangan memikirkan’ lagi duniawi yang sifatnya sementara. Begitulah biasanya yang terjadi pada Muslim Jawa bila sudah tua. Tapi rasanya itu sulit terjadi, karena yang mengelilingi Mega sekarang adalah Hasto dan kawan-kawan yang tidak mengenal Islam. Wallahu azizun hakim. []

Nuim Hidayat, Anggota MIUMI dan MUI Depok.

Sumber: suaraislam.id