Tsunami Politik, Wajah Indonesia Kini Dan Akan Datang

 


Ahad, 20 Juni 2021

Faktakini.info

*TSUNAMI POLITIK, WAJAH INDONESIA KINI DAN AKAN DATANG*

Oleh : *Ahmad Khozinudin, S.H.*

Advokat, Aktivis Pejuang Khilafah

Pada sebuah kesempatan diskusi yang penuh berkah, penulis diminta untuk berbicara soal politik hukum yang sedang diterapkan di Negeri ini. Bahagia sekali, bisa berdiskusi secara langsung, bertemu dengan sejumlah tokoh dan ulama, juga para pejuang Khilafah lainnya.

Agenda Silaturahmi Tokoh dan Ulama Banten tempat berlangsungnya diskusi diadakan di Kota Serang, Banten, pada Ahad (20/6). Selain menghadirkan Penulis Pantia juga menghadirkan 4 (empat) narasumber lainnya. Ada Dr. Riyan, M.Ag yang bicara tentang Wajah Politik Indonesia. Ayi Hardiansyah, SE bicara tentang Wajah Bisnis dan Ekonomi Indonesia. Wijaksana Santosa bicara tentang Deradikalisasi dan Ust Syamsuddin Ramadhan an Nawy yang bicara tentang Perjuangan Penegakan Khilafah.

Yang tidak kalah membahagiakan, adalah bertemu dengan hidangan kopi nikmat. Kopi adalah minuman perjuangan, doping untuk meningkatkan semangat berjuang dalam menegakkan syariat Islam. Rasanya, tidak ada agenda yang semarak jika didalamnya tidak terhidang minuman kopi.

Dalam agenda tersebut, penulis menegaskan bahwa hukum adalah produk politik. Kebijakan hukum sangat bergantung pada preferensi kebijakan politik. Kebijakan hukum sifatnya melayani kepentingan politik.

Kebijakan hukum di negeri ini, mencerminkan politik anti Islam. Sehingga, sejumlah kebijakan hukum baik dalam tataran legislasi, penerapan hukum hingga proses peradilannya didesain dengan semangat anti Islam. Munculnya Perppu Ormas yang kendur ditetapkan menjadi UU No 16/2017 adalah konfirmasi kebijakan legislasi anti Islam berdalih menegakkan ideologi Pancasila.

Semua gerakan Islam dikriminalisasi anti Pancasila. Dengan bermodal tuduhan anti Pancasila, sejumlah ormas Islam termasuk HTI dan FPI dibungkam. Bahkan, untuk FPI bukan hanya dibubarkan tetapi juga petingginya dikriminalisasi, sejumlah rekeningnya di blokir hingga 6 anggota laskar FPI dibunuh secara sadis dan hingga saat ini tidak ada pertanggungjawaban hukumnya.

Jadi soal proses hukum yang dihadapi Gus Nur dan Habib Rizieq Shihab dan tokoh-tokoh ulama lainnya itu bukan karena adanya pelanggaran hukum. Tetapi soalnya adalah adanya kepentingan politik penguasa yang terganggu oleh dakwah yang diserukan oleh Gus Nur dan Habib Rizieq Shihab.

Bahkan, terkuak dalam persidangan Habib Rizieq Shihab pernah didatangi petinggi BIN di Saudi terkait tawaran kompromi dari penguasa, yang mensyaratkan Dakwah Habib Rizieq Shihab tidak masuk pada ranah tertentu. Hal itu membuktikan, bahwa sejumlah tindakan kriminalisasi yang dialami Habib Rizieq Shihab maupun FPI, bukanlah karena adanya pelanggaran hukum tetapi lebih karena aktivitas dakwahnya yang tidak mau berkompromi dengan kehendak penguasa.

Hukum hanya dijadikan sarana untuk merealisasikan tujuan politik. Politik hukum terhadap Islam dan gerakannya yang diterapkan rezim adalah politik pembungkaman bagi yang tidak bisa dikendalikan, dan politik akomodasi dan pemberian kompensasi bagi yang mau mendukung kekuasaan.

Kenapa hukum bisa diatur dan dikendalikan ? karena dalam sistem sekuler demokrasi kedaulatan hukum ada pada politik. Karena kekuasaan politik lah yang membuat, mengendalikan dan mengontrol jalannya hukum.

Berbeda dengan Islam yang meletakkan kedaulatan hukum ada pada syariat. Seluruh aturan hukum wajib diambil dan diadopsi dari dalil syar'i. Bukan seperti sistem demokrasi, hukum suka-suka penguasa.

Dalam sistem demokrasi, halal dan haram terserah pada penguasa. Perintah dan larangan hingga sanksi hukum yang diberikan, semua terserah penguasa.

Semua keruwetan ini tidak akan berakhir, sebelum siklus kedaulatan politik ini dipotong dan diganti dengan kedaulatan syari'at. Sehingga kedepan, penguasa tidak sekehendak hati membuat aturan dan kebijakan tanpa terikat dengan syariat Islam. 

Kedaulatan hukum berdasarkan syariat tidak mungkin ditempuh dengan proses pemilu atau Pilpres, karena keduanya justru menjadi sarana untuk mengokohkan dan melegitimasi kedaulatan politik yang dikendalikan oleh kapital. Pada praktiknya, para penguasa dikendalikan oleh kekuatan kapital, kekuatan oligarki.

Al hasil, untuk mewujudkan kedaulatan syariat, segenap umat Islam wajib fokus dalam aktivitas dakwah, yang bertujuan untuk menegakkan kedaulatan syariat, agar penguasa dan rakyat tunduk pada hukum dan aturan dari Allah SWT. Dakwah memperjuangkan tegaknya syariat Islam dalam naungan institusi Khilafah. 

Kondisi hukum, ekonomi dan politik Indonesia hari ini sedang mengalami 'Tsunami'. Kita tidak mungkin duduk diam mengamati dan menantikan Tsunami mereda. Kita berkewajiban untuk menata masa depan, untuk menyongsong wajah Indonesia yang adil, makmur, tenteram, atau dalam bahasa agamanya menjadi negeri yang Baldatun Thoyibatun Warabbun Ghafur, dibawah naungan institusi Khilafah. Semoga saja, insyaallah. [].