Lengkap: Buku Putih Pelanggaran HAM Berat Pembunuhan 6 Pengawal HRS (Part-1)



Rabu, 7 Juli 2021

Faktakini.info

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta Lingkup Hak Cipta

Pasal 1

Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan Pidana

Pasal 113

(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah).

(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/ atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/ atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

iv

  PELANGGARAN HAM BERAT

PEMBUNUHAN ENAM PENGAWAL HRS

Penulis

Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) Enam Pengawal HRS

Desain Sampul & Tata Letak Isi Iskandar Subroto

ISBN 978-602-61689-6-2

Diterbitkan oleh

Yayasan Pengkajian Sumber Daya Indonesia (YPSI) Jl. Gandaria II No.12 Kebayoran Baru Jakarta Selatan

Cetakan I, Mei 2021

Hak Cipta Penerbit YPSI - IRESS

Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa seizin tertulis dari penerbit

   BUKU PUTIH PELANGGARAN HAM BERAT


v

PENGANTAR PENULIS

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KKBI) istilah Buku Putih diterjemahkan sebagai buku yang memuat pernyataan tertentu, yang biasanya bersifat rahasia, belum pernah diungkapkan sebelumnya, dan dianggap benar. Buku Putih itu isinya adalah uraian untuk mempertahankan pendirian, kebijakan atau prestasi lembaga tertentu. Buku yang berjudul “Pelanggaran HAM Berat, Pembunuhan Enam Pengawal HRS” ini, sesungguhnya sebagai sumbangsih wawasan kepada bangsa dan negara. Urgensi dan kepentingan diterbitkan Buku Putih yang saat ini sedang Anda baca, karena berkaitan dengan tema aktual yakni meninggalnya enam pengawal HRS yang dibunuh secara sistematis oleh aparat negara dan tampaknya sengaja akan dilupakan begitu saja oleh aparat negara. Pembunuhan

   PEMBUNUHAN ENAM PENGAWAL HRS


vi

tersebut, karena dilakukan secara sistematis maka termasuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat.

Hingga kini masyarakat luas di dalam negeri maupun mancanegara ingin mengetahui kejadian yang sebenarnya, namun akses informasi dan ekspose media massa cetak maupun elektronik mengalami keterbatasan. Sejumlah lembaga penegakkan hukum seperti Polri dan Komisi Nasional (Komnas) HAM menjadi sorotan publik, lantaran terkesan tidak profesional, tidak kredibel, ragu, stagnan dalam pengusutan, dan bahkan diasumsikan publik sebagai “berpihak” kepada pelaku pelanggaran HAM berat. Publik pun menjadi bertanya-tanya tentang kelambanan pihak penegak hukum dalam mengusut tuntas kasus tersebut.

Kemunculan Buku Putih yang merupakan harapan publik ini, diawali dengan pertemuan beberapa tokoh, ulama, cendekiawan, dan aktivis dakwah yang membahas tentang peristiwa terbunuhnya enam pengawal HRS oleh aparat negara. Di forum tersebut, muncul usulan dari sejumlah peserta ihwal perlu adanya penjelasan kepada masyarakat luas dan penyikapan terhadap pemerintah, khususnya instansi terkait. Wujudnya dalam bentuk press release, sosialisasi informasi peristiwa, atau publikasi berupa audio-visual, penyusunan Buku Putih dan yang sejenisnya.

Lembaran-lembaran press release, naskah pernyataan sikap, surat-menyurat, tulisan atau artikel opini, berita, foto dan gambar atau karikatur seputar peristiwa terbunuhnya

    BUKU PUTIH PELANGGARAN HAM BERAT


vii

enam pengawal HRS yang berserakan itu, serta hasil komunikasi dengan berbagai saksi dan narasumber dikumpulkan menjadi sebuah buku, disebut Buku Putih, yang kini ada di hadapan Anda. Proses penyusunan buku ini ternyata tidak bisa cepat, karena memerlukan ketelitian dalam memilih dan memilah bahan-bahan. Naskah buku mengalami beberapa kali revisi, setelah dilakukan diskusi yang cukup alot dan validasi dengan sejumlah narasumber.

Buku ini disusun dan diterbitkan oleh Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan Enam Pengawal Habib Rizieq Syihab (HRS)—yang dikenal dengan sebutan TP3—di Jakarta, sebagai realisasi memenuhi ajakan Presiden RI Joko Widodo dan Menkopolhukam, Mahfudz MD—saat TP3 bertemu di Istana Merdeka, Jakarta—untuk memaparkan bukti- bukti yang terkait dengan peristiwa pembunuhan enam pengawal HRS oleh aparat negara. Sesuai dengan ruh Buku Putih, maka di dalam buku ini dipaparkan sejumlah fakta dan pembahasan analisis yang full kritis, yang meneguhkan pendirian dan sikap TP3 bahwa peristiwa meninggalnya enam pengawal HRS oleh aparat negara, di tol Jakarta- Cikampek merupakan kejahatan dengan kualifikasi pelanggaran HAM berat yang harus ditindaklanjuti dengan digelarnya Pengadilan HAM.

Jakarta, 20 Mei 2021

   PEMBUNUHAN ENAM PENGAWAL HRS


viii

   BUKU PUTIH PELANGGARAN HAM BERAT


DAFTAR ISI

Pengantar Penulis ~ v

Daftar Isi ~ ix

Daftar Singkatan dan Istilah ~ xiii

Bab I. Bab II.

Pendahuluan ~ 1

Latar Belakang ~ 1 Maksud dan Tujuan ~ 4

Kronologi Peristiwa Pembunuhan Enam Pengawal HRS ~ 17

Ruang Lingkup Peristiwa ~ 17

Operasi Sistematis terhadap HRS ~ 22

Periode HRS Tiba di Indonesia, November 2020- Hingga Saat Ini ~ 27

Kronologi Pra Peristiwa Pembunuhan

Enam Pengawal HRS ~ 28

Kronologi dan Fakta Peristiwa Pembunuhan Enam Pengawal HRS ~ 58

ix

   PEMBUNUHAN ENAM PENGAWAL HRS


x

Pascaperistiwa Pembunuhan Enam Pengawal HRS ~ 91

Bab III. Profil Korban Enam Pengawal HRS yang Dibunuh Aparat Negara~ 105

1. Lutfi Hakim, Pelatih Bola,

Dibunuh Aparat Negara ~ 107

2. Andi Octiawan, Ketua Remaja Masjid,

Dibunuh Aparat Negara ~ 110

3. Khadavi, Korban Pembunuhan oleh Aparat

Negara di KM 50 ~ 113

4. Faiz, Mahasiswa yang Ingin Mati Syahid ~ 118

5. Ahmad Sofyan (Ambon) Syuhada FPI,

Anak Janda yang Dibunuh Aparat Negara ~

122

6. Reza Syuhada FPI Rutin Berikan Gajinya

untuk Ibunya, Bersedekah dan Mencicil Seragam FPI ~ 125

Bab IV. Anotasi Laporan Komnas HAM ~ 129 Gambaran Umum Laporan Komnas HAM ~ 129

Berbagai Catatan Khusus (Anotasi) atas Laporan Komnas HAM ~ 137

Berbagai Penilaian tentang Laporan

Komnas HAM ~ 171

Komnas HAM Mengabaikan Atau Kurang Mendalami Barang Bukti dari FPI ~ 174

Komnas HAM Tidak Optimal Menggali Data ~ 177 Komnas HAM Tidak Menggali Informasi

Kualitatif ~ 181

Komnas HAM Semestinya Menggunakan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM ~ 188

   BUKU PUTIH PELANGGARAN HAM BERAT


Bab V.

Analisis dan Pendapat Hukum ~ 191

Pengantar ~ 191

Unlawful Killing dan Extra Juducial Killing ~ 193 Pelanggaran HAM Berat ~ 199

Memenuhi Kriteria Sistematis ~ 203

Unsur Unlawful Killing dan/atau Extra Juducial Killing ~ 205

Unsur Command Responsibility (Tanggung Jawab Komando) ~ 208

Komnas HAM Hanya Melakukan Pemantauan Bukan Penyelidikan ~ 209

Tidak Dibenarkan TNI Terlibat dalam Penegakan Hukum ~ 214

Operasi Penurunan Baliho HRS oleh TNI ~ 219 Keterlibatan Komando Operasi Khusus TNI (Koopsus TNI) ~ 225

Hukum Pembuktian pada Peristiwa Pembunuhan Enam Pengawal HRS ~ 229

Pembuktian Penggunaan dan Kepemilikan Senjata Api ~ 232

Tanggung Jawab Hukum bagi Petugas ~ 236 Penyelesaian yang Berkeadilan

melalui Pengadilan HAM ~ 239

Daftar Lampiran-Catatan ~ 245 Daftar Referensi Informasi ~ 351

xi

   PEMBUNUHAN ENAM PENGAWAL HRS


xii

   BUKU PUTIH PELANGGARAN HAM BERAT


xiii

DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH

AUR (Aksi Unjuk Rasa)

AgenBIN (Orang yang secara organik atau bukan organik

menjalankan fungsi BIN) BIN (Badan Intelijen Negara)

BB (BarangBukti) Bareskrim (Badan Reserse Kriminal) Bangsit (PerkembanganSituasi) CCTV (Closed Circuit Television) Cover-up Operation

(operasi untuk menghilangkan jejak kejahatan) Complain (Keluhan)

Crime Against Humanity

DPO

Den Madar Ditreskrimum Drone

(Kejahatan Terhadap Kemanusiaan) (Daftar Pencarian Orang)

(Detasemen Markas Daerah)

(Direktorat Reserse Kriminal Umum) (Pesawat yang diterbangkan tanpa awak)

   PEMBUNUHAN ENAM PENGAWAL HRS


Distipidum (Direktur Tindak Pidana Umum) Delapan Enam-86 (Mengerti)

Delapan Tujuh-87 (Disampaikan/Diteruskan/Ditujukan) Extra judicial killing

FPI

Galtas

GSR

GT

HP

HAM

HRS

Haljol Insinuansi KTP

KAMI

KTA Koopsus Kombes Pol Kodam Kapolda Labfor LTM

LTK

Lawful killing.

Mabes Mapolda Jaya Nopol

Police line Opsnal Opsint

Polri

(Pembunuhan yang di luar mandat pengadilan) (Front Pembela Islam)

(PenggalanganTerbatas)

(Gun Shoot Residu)

(GerbangTol)

(Handphone)

(Hak Asasi Manusia)

(Habib Rizieq Syihab)

(HalMenonjol)

(Memberi kesan seolah-olah)

(Kartu Tanda Penduduk)

(Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia) (Kartu Tanda Anggota)

(Komando Operasi Khusus)

(Komisaris Besar Polisi)

(Komando Daerah Militer)

(Kepala Kepolisian Daerah) (LaboratoriumForensik)

(Luka Tembak Masuk)

(Luka Tembak Keluar)

(pembunuhan yang beralasan)

(MarkasBesar)

(Markas Polisi Daerah Jakarta Raya) (Nomorpolisi)

(Garis pembatas polisi di suatu lokasi perkara) (Operasional)

(OperasiIntelijen)

(Polisi Republik Indonesia)

xiv

   BUKU PUTIH PELANGGARAN HAM BERAT


Polda

PMJ Puslabfor Pangda Provos FPI PJR

PBB Pangdam Polri Rehabilitasi Resmob Rechoset Restitusi Reskrimum Rest Area

RS

Sajam Senpi Sprint STNK

SS Surveillance Satlantas Shooting Box Siber

SIM Toga TNI Towing TP3

(KepolisianDaerah)

(Kepolisian Daerah Metro Jaya)

(Pusat Laboratorium Forensik),

(PanglimaDaerah)

(Salah satu divisi pengawalan di FPI)

(Patroli Jalan Raya)

(PerserikatanBangsa-Bangsa)

(PanglimaDaerah)

(Polisi Republik Indonesia)

(Pemulihan nama baik dari korban)

(ReserseMobile)

(Arah tembakan akibat benturan suatu benda) (Gantikerugian)

(Reserse Kriminal Umum)

(Area Istirahat di jalan tol)

(RumahSakit)

(Senjatatajam)

(Senjataapi)

(SuratPerintah)

(Surat Tanda Nomor Kendaraan)

(Sig-Sauer adalah senjata pabrikan produksi AS) (Pengawasan, pembuntutan, penguntitan)

(Satuan Lalu Lintas)

(Kotak penembakan)

(Satuan kerja di bawah Bareskrim Polri yang bertugas melakukanpenegakkanhukumterhadapkejahatansiber) (Surat Izin Mengemudi)

(TokohAgama)

(Tentara Nasional Indonesia)

(Mobil Derek atau gandeng)

(Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan) enam pengawal HRS

xv

   PEMBUNUHAN ENAM PENGAWAL HRS


Tomas Toolmark

TKP

TSM

Unwilling Unlawful killing Voice Notes Willing

(TokohMasyarakat)

(Jejak atau bekas alat),

(Tempat Kejadian Perkara)

(Terstruktur, Sistematis, dan Meluas)

(Tidak berkehendak)

(Pembunuhan yang tidak legal atau melawan hukum) (Catatan percakapan di handphone)

(Berkehendak)

(Waktu Indonesia bagian barat)

(Aplikasi pesan lintas)

(Unsur meluas)

WIB WhatsApp Widespread

xvi

   BUKU PUTIH PELANGGARAN HAM BERAT


1

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan Enam Pengawal Habib Rizieq Syihab (HRS)—disebut sebagai TP3—sesungguhnya mempunyai misi yaitu melakukan pengawalan. Adapun yang dilakukan dalam menjalankan misinya tersebut antara lain TP3 menguji kebenaran langkah dan pernyataan pemerintah maupun penegak hukum sehubungan dengan terjadinya pembunuhan atas enam warga negara Indonesia (WNI) yang kebetulan merupakan pengawal HRS. Sebagai contoh, ketika TP3 pada tanggal 9 Maret 2021 beraudiensi dengan Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta. Menko Polhukam Mahfud MD yang pada waktu itu mendampingi Presiden RI menyatakan di depan TP3 bahwa untuk dapat dikatakan telah terjadi pelanggaran

   PEMBUNUHAN ENAM PENGAWAL HRS


2

HAM berat harus memenuhi unsur terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).

 Gambar 1.1 Audiensi TP3 dengan Presiden Jokowi, Istana Merdeka, 9 Maret 2021.

Pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD seperti itulah yang perlu diuji kebenarannya. TP3 menggunakan “batu uji” undang-undang, yang dalam hal ini adalah UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Hasil pengujian TP3 menunjukkan bahwa pernyataan Mahfud MD ini sama sekali tidak berdasarkan hukum, karena ternyata menurut undang-undang terjadinya pelanggaran HAM berat adalah jika dilakukan secara sistematis atau meluas. Jadi Undang- undang merumuskannya secara alternatif, yaitu sistematis atau meluas. Bukan seperti yang disampaikan oleh Menko

   BUKU PUTIH PELANGGARAN HAM BERAT


3

Polhukam yang mengharuskan syarat kumulatif atas unsur terstruktur, sistematis, dan masif yang secara yuridis nomenklatur kumulatif seperti yang disampaikan Mahfud MD tidak dikenal.

Temuan TP3 atas peristiwa pembunuhan enam warga negara Indonesia yang merupakan penduduk sipil ini menunjukkan telah terjadi pembunuhan dan penyiksaan yang dilakukan secara sistematis, sehingga menimbulkan keyakinan bagi TP3 bahwa peristiwa ini merupakan pelanggaran HAM berat. Itulah hal yang antara lain TP3 sampaikan kepada Presiden RI di Istana Merdeka.

Setelah Presiden RI berjumpa dengan TP3, Mahfud MD menyelenggarakan konferensi pers secara sepihak dan mengatakan pada pokoknya bahwa TP3 datang ke Istana Merdeka tanpa bukti. Apakah Menko Polhukam Mahfud MD tidak mengetahui bahwa TP3 tidak diberikan wewenang oleh negara untuk membuktikan? Adapun yang berkewajiban untuk membuktikan adalah pemerintah melalui institusi penegak hukumnya. Keberadaan TP3 adalah sebagai perwujudan partisipasi masyarakat yang oleh Pasal 100 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) diberikan hak untuk berpartisipasi dalam perlindungan, penegakan, dan pemajuan HAM. Dengan demikian, maka adalah suatu kesalahan yang sangat prinsipil bila Menko Polhukam Mahfudz MD menuntut bukti dari TP3.

   PEMBUNUHAN ENAM PENGAWAL HRS


4

Temuan TP3 adalah berupa hasil penelitian dan kajian yang memberikan arahan dan petunjuk. Selanjutnya, atas dasar arahan dan petunjuk ini menjadi kewajiban bagi pemerintahlah untuk membuktikan temuan-temuan yang TP3 sajikan. Tujuan TP3 adalah untuk menggerakkan pemerintah, sehingga berkehendak (willing) untuk mendesak perangkat negara ke arah penyelidikan dan penyidikan terjadinya pelanggaran HAM berat. Kecuali, jika pemerintah bersedia memberikan kepada TP3 kewenangan membuktikan, maka dengan mudah TP3 akan datang kembali menjumpai Presiden RI dengan bukti-bukti yang ada (Lihat Lampiran Catatan I).

MAKSUD DAN TUJUAN

Misi pengawalan oleh TP3 termasuk melakukan pengawalan atas kinerja Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada peristiwa pembunuhan enam pengawal HRS. TP3 secara resmi menerima salinan laporan dari Kemenko Polhukam RI atas hasil kerja Komnas HAM. Laporan yang oleh Komnas HAM diberi judul “Laporan Penyelidikan” itu, berisi laporan tertulis sebanyak 103 halaman dan 21 halaman lampiran termasuk transkrip atas “voice notes” percakapan para pengawal HRS dalam peristiwa pembunuhan oleh aparat negara terhadap enam pengawal HRS.

   BUKU PUTIH PELANGGARAN HAM BERAT


5

Mengkaji hasil kerja Komnas HAM, maka TP3 menilai sejak awal Komnas HAM tidak mempunyai kehendak untuk menuntaskan peristiwa pembunuhan di KM 50 jalan raya tol Jakarta-Cikampek pada tanggal 7 Desember 2020. Hal ini terbukti dari kenyataan bahwa Komnas HAM hanya menggunakan dasar Pasal 89 ayat (3) UU No. 39 Tahun 1999, bukan mendasarkan pada UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Judul Pasal 89 ayat (3) ini adalah tentang pemantauan bukan penyelidikan. Dengan demikian, yang dilakukan oleh Komnas HAM bukanlah penyelidikan namun hanyalah pemantauan. Sehingga tidak seharusnya Komnas HAM memberikan judul kegiatannya sebagai “Laporan Penyelidikan” karena sejatinya hanyalah merupakan laporan pemantauan. Dalam hal ini, pemantauan yang dilakukan oleh Komnas HAM tidak mempunyai kewenangan penyelidikan “pro yustisia”.

Kegiatan yang dilakukan oleh Komnas HAM, tidak lebih merupakan kegiatan yang sama dengan yang dilakukan oleh TP3. Padahal Komnas HAM mempunyai kewenangan untuk melakukan penyelidikan berdasarkan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, namun justru memilih untuk menunjukkan sikap “unwilling”. Bahkan Komnas HAM berubah menjadi lembaga yang menjalankan fungsi polisionil. Yaitu dengan mempersalahkan masyarakat sipil— dalam hal ini FPI dan khususnya enam pengawal HRS— sebagai faktor penyebab terjadinya peristiwa pelanggaran

   PEMBUNUHAN ENAM PENGAWAL HRS


6

HAM berat di KM 50 jalan raya tol Jakarta-Cikampek. Contoh konkretnya, Komnas HAM justru merekomendasikan penyelidikan tentang keberadaan senjata yang dituduhkan kepada enam pengawal HRS. Padahal kalau pun asumsi Komnas HAM tentang kepemilikan senjata tersebut mengandung kebenaran, dalam arti senjata itu dimiliki oleh pengawal HRS, maka saat publik membaca Buku Putih ini, senjata tersebut tidak menimbulkan korban pelanggaran HAM apa pun. Sehingga dalam hal ini, Komnas HAM telah menyalahi fungsinya dari lembaga yang seharusnya mengungkap peristiwa pelanggaran HAM menjadi lembaga pelindung pelaku pelanggaran HAM.

Dengan demikian, TP3 berkesimpulan bahwa sikap Komnas HAM ini merupakan kesengajaan untuk menghin- dar dari kewajibannya melakukan penyelidikan terjadinya pelanggaran HAM berat. Kesimpulan ini juga didukung oleh adanya rekomendasi Komnas HAM untuk memberlakukan peristiwa pembunuhan ini dengan mekanisme pengadil- an pidana. Adalah bukan wewenang Komnas HAM untuk merekomendasikan apalagi menentukan bahwa suatu pe- ristiwa itu merupakan peristiwa pidana atau bukan (Lihat Lampiran Catatan II dan III).

Temuan TP3 menyatakan dengan tegas bahwa yang melakukan pembunuhan terhadap enam pengawal HRS di KM 50 adalah bukan polisi, namun yakni aparatur negara. Temuan TP3 ini berdasarkan kajian bahwa jika yang

    BUKU PUTIH PELANGGARAN HAM BERAT


7

melakukan pembunuhan adalah polisi, maka perlakuan terhadap korban pembunuhan tidak akan seperti yang dilakukan terhadap mayat enam pengawal HRS, dimana mayat-mayat tersebut langsung diangkut dan kemudian dilakukan operasi bedah mayat tanpa lebih dahulu memberitahukan keluarga. Sebab, jika yang melakukan pembunuhan tersebut adalah polisi, maka polisi akan sangat berkepentingan untuk menjaga Tempat Kejadian Perkara (TKP) steril dengan memberi garis polisi (police line). Ini penting bagi polisi dalam rangka pengamanan barang bukti untuk kepentingan olah TKP guna penyelidikan berikutnya. Ternyata tidak demikian, yang dilakukan oleh para pembunuh tersebut. Mereka bukan menjaga TKP namun justru merusak TKP dengan memindahkan posisi mayat, melenyapkan kios-kios di rest area KM 50 jalan raya tol Jakarta-Cikampek, dan merekayasa barang bukti. Sehingga yang terkesan adalah mereka ingin menghilangkan jejak (Lihat Lampiran Catatan IV, V, dan VI).

Berbeda jika memang betul polisi yang melakukan pembunuhan. Polisi hanya akan membunuh jika menghadapi keadaan luar biasa dan dalam hal membela diri dari ancaman kematian dan atau luka berat pada dirinya. Jika pembunuhan oleh aparat negara adalah sah, maka mayat dan barang-barang bukti justru akan dibiarkan berada di TKP seperti apa adanya untuk kepentingan pembuktian bahwa pembunuhan yang dilakukannya adalah dalam

   PEMBUNUHAN ENAM PENGAWAL HRS


8

rangka membela diri. Adanya fakta yang diungkap Komnas HAM bahwa para pembunuh ini memerintahkan saksi untuk menghapus rekaman dan memeriksa handphone mereka, makin membuktikan bahwa pembunuhan yang dilakukan oleh aparat diikuti dengan operasi untuk menghilangkan jejak kejahatan (cover-up operation). Hal tersebut tidak akan dilakukan oleh pembunuh jika pembunuhan adalah sah dalam rangka membela diri. Karena, justru adanya rekaman tersebut diperlukan sebagai pembelaan bahwa pembunuhan terpaksa dilakukan dalam rangka bela diri dari ancaman kematian atau luka berat.

Tentang “cover-up” operation ini, juga terbukti dari kesaksiannya Komnas HAM M. Choirul Anam yang mengungkapkan bahwa pihaknya memperoleh informasi soal pengambilan kamera CCTV dari salah satu warung di rest area KM 50 tersebut. Komnas HAM pun menanyakan hal ini kepada pihak kepolisian.

“Kami konfirmasi di terakhir-terakhir kami melakukan pemeriksaan terhadap pihak kepolisian dan itu diakui itu (kamera CCTV) diambil,” kata Anam dalam konferensi pers, Jumat (8/1/2021).

Kepada Komnas HAM, polisi mengaku mengambil kamera CCTV tersebut secara legal.

Pengawalan yang dilakukan oleh TP3, termasuk penga- walan berupa menguji kebenaran seluruh rangkaian pem-

   BUKU PUTIH PELANGGARAN HAM BERAT


9

beritaan secara sepihak oleh Kepolisian Daerah Metro Ja- karta (Polda Metro Jaya). Diawali ketika kepala kepolisian Polda Metro Jaya (Kapolda), Irjen Pol Fadil Imran pada hari Senin siang tanggal 7 Desember 2020 menyelenggarakan konferensi pers. Hadir dalam konferensi pers ini, Panglima Daerah Militer Jakarta (Pangdam Jaya) Mayjen TNI Dudung Abdurachman. Pertanyaan hukumnya adalah “legal stan- ding” apa yang dimiliki oleh Pangdam Jaya untuk boleh ikut hadir dan berperan dalam konferensi pers ini? Fakta hadir- nya Pangdam Jaya ini justru makin menunjukkan bahwa operasi pembunuhan ini bukan merupakan operasi kepoli- sian.

Dalam konferensi pers tersebut, Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Fadil Imran pada pokoknya menyampaikan pengakuannya bahwa kepolisian mengambil tindakan tegas terukur karena merasa diancam oleh para korban. Sebab, dalam kronologi versi kepolisian, keenam pengawal HRS itu disebut melakukan penyerangan terhadap petugas. Menurut Fadil Imran ketika petugas kepolisian melakukan penguntitan di Jalan Tol Jakarta-Cikampek KM 50, Fadil Imran mengakui kendaraan polisi dipepet oleh mobil berisi simpatisan HRS yang berjumlah sepuluh orang. Seterusnya, bahwa pembunuhan terhadap enam pengawal HRS tersebut dilakukan oleh anggotanya setelah terjadi tembak menembak dengan enam pengawal HRS tersebut dan beberapa orang dari pengawal tersebut berusaha

   PEMBUNUHAN ENAM PENGAWAL HRS


10

merampas senjata api petugas, maka terpaksa dibunuh. Pada kesempatan itu, juga ditunjukkan barang bukti yang dituduhkan milik para pengawal HRS. Barang bukti tersebut berupa dua senjata api, tujuh peluru, dan tiga selongsong peluru. Selain itu, ada pula satu pedang dan celurit serta katapel (Lihat Lampiran Catatan VII).

Untuk menguji kebenaran keterangan Fadil Imran dalam jumpa pers tersebut, TP3 mengkonfrontirnya dengan keterangan dari saksi-saksi yang waktu itu mengikuti rombongan HRS dan penjelasan dari sekretaris umum (Sekum) DPP FPI Munarman. Dari para saksi dan narasumber ini, TP3 memperoleh keterangan yang bertolak belakang dengan keterangan yang disampaikan oleh Fadil Imran. Sebelum ada konferensi pers dari Fadil Imran, DPP FPI tidak mengetahui siapa yang melakukan pembunuhan terhadap enam pengawal HRS tersebut. Sebab, para penguntit rombongan HRS itu, tidak berseragam dan mobil yang digunakan juga tidak bertanda sebagai mobil petugas atau polisi. Keterangan pers dari Fadil Imran langsung menyebutkan terjadi tembak menembak, namun tidak dirunut siapa yang terlebih dahulu melepaskan tembakan.

DPP FPI membantah bahwa barang bukti yang dipaparkan Kapolda Metro Jaya, Fadil Imran tersebut adalah milik FPI. Menurut Munarman, barang bukti itu adalah palsu dan merupakan rekayasa, karena Kapolda Metro Jaya tidak menjelaskan bagaimana memperoleh barang bukti

    BUKU PUTIH PELANGGARAN HAM BERAT


11

tersebut selain pernyataannya sepihak. Tidak ada bukti sidik jari para pengawal HRS pada barang bukti tersebut. Semua ini makin membuktikan bahwa sebenarnya pembunuhan terhadap enam pengawal HRS adalah pembunuhan yang bukan dilakukan oleh kepolisian. Polda Metro Jaya hanyalah bagian dari rencana sistematis.

Keyakinan TP3 tentang adanya rencana sistematis menjadi bertambah, ketika TP3 menjumpai para saksi yang melakukan penangkapan aparat negara yang sedang melakukan pengintaian dengan menggunakan drone di Markaz Syariah FPI di wilayah Mega Mendung. Para saksi yang menangkap para pengintai ini kemudian melakukan pemeriksaan terhadap mereka, termasuk pemeriksaan atas perangkat elektronik dan komunikasi mereka yang menyimpan berbagai data dan informasi. Para saksi memfoto wajah mereka dan mengatakan menemukan sejumlah barang bukti berupa berbagai tanda pengenal milik tiga orang bernama Angga Hermawan, Irsyad Ibrasma, dan Anjar Maulana. Pada ketiga orang tersebut, ditemukan tanda-tanda pengenal seperti kartu wartawan, kartu pengenal sebagai peneliti, dan kartu tanda pengenal sebagai anggota Badan Intelijen Negara (BIN), Surat Izin Mengemudi (SIM) tipe A dan Tipe C, tanda pengenal sebagai prajurit TNI, STNK, badge Deputy II BIN, dan mobil dengan plat nomor polisi ganda.

   PEMBUNUHAN ENAM PENGAWAL HRS


memp

p

12

Dari para saksi ini, TP3 juga memperoleh bukti tentang adanya operasi intelijen yang disebutnya ‘Operasi Delima’. Hal ini diketahui dari berbagai laporan tertulis yang tersimpan dalam perangkat elektronik ketiga orang pengintai yang tertangkap tangan tersebut. Sistem pelaporan ini menunjukkan sistim pelaporan yang menggambarkan adanya suatu komando yang terstruktur secara hierarkis. Tertulis ada laporan terperinci dari Direktur 22 kepada Deputi II BIN (Lihat Lampiran Catatan VIII dan IX).

Pada khususnya, dalam kasus pembunuhan terhadap enam pengawal HRS ini, Polda Metro Jaya hanyalah bagian dari “cover up” operation. Karena, Polda Metro Jaya hanya bagian dari rencana operasi “cover-up”, maka tampak kesulitan ketika harus menegakkan fakta. Misalnya soal fakta terjadi tembak menembak, TP3 menemukan adanya laporan awal dari polisi yang berbeda. Laporan polisi pada awalnya yang dibuat oleh Briptu Fikri Ramadhan (NRP 94030910) tertanggal 7 Desember 2020 melaporkan kejadian tanggal 6 Desember 2020 pukul 23.45 WIB sebagai berikut:

“Pelapor yang disaksikan oleh Bripka Adi Ismanto dan Bripka Faisal Khasbi Aleya, melaporkan: saat petugas sedang melakukan tugas penyidikan, tiba-tiba mobil petugas di TKP dihalang-halangi oleh dua mobil dengan cara menabrakkan kendaraan dan memberhentikan kendaraan petugas tanpa

erhatikan keselamatan pengguna jalan lainnya.

    BUKU PUTIH PELANGGARAN HAM BERAT


13

Kemudian turun 4 orang pelaku dari dalam mobil dengan membawa senjata tajam dan merusak mobil yang sedang dikendarai petugas kemudian turun 2 orang pelaku dengan membawa senjata api dan menembakkan ke arah bagian depan mobil petugas sebanyak 3 kali letusan, hanya 1 letusan yang mengenai kaca depan mobil petugas karena kondisi petugas dalam keadaan terdesak, maka petugas melakukan tindakan tegas dan terukur terhadap pelaku.

Laporan awal itu, ceritanya menjadi berbeda ketika polisi dalam berbagai kesempatan menceritakan kembali laporan tersebut kepada publik. Setelah diungkapkan kembali oleh polisi ceritanya di masyarakat menjadi “tembak menembak” ketika keadaan kendaraan sedang melaju, bukan kendaraan dalam keadaan berhenti, seperti laporan awal yang dilaporkan oleh Briptu Fikri Ramadhan.

Demikian juga ketika polisi bermaksud membuktikan dugaan bahwa senjata rakitan adalah milik FPI. Yang dilakukannya adalah insinuasi (memberi kesan seolah- olah) sehingga sebetulnya bukan menegakkan fakta namun justru setengah bermaksud mengelabui masyarakat. Kita perhatikan ketika Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Brigadir Jenderal Andi Rian Djajadi mengatakan bahwa dugaan bahwa senjata api (senpi) rakitan itu adalah milik FPI diperoleh dari hasil pengujian terhadap dua pucuk senpi.

   PEMBUNUHAN ENAM PENGAWAL HRS


14

“Hasil pemeriksaan ahli balistik menyatakan 2 pucuk Senpi yang digunakan Laskar FPI adalah senjata non pabrikan [rakitan],” kata Andi saat dikonfirmasi CNNIndonesia.com, Minggu (20/12/2020)

Perhatikan insinuasinya Andi Rian Djajadi yang bermaksud memberi kesan bahwa dua pucuk senpi adalah milik FPI, padahal pengujian yang dilakukan oleh ahli balistik hanya memastikan apakah senpi yang diuji merupakan senpi rakitan atau senpi pabrikan. Jadi, bukan soal kepemilikan senpi tersebut.

Selain itu, tidak hanya lemah dalam hal menegakkan fakta, polisi juga tampak berpartisipasi dalam operasi “cover up” ini dengan cara memutar balikkan fakta. Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol Tubagus Ade Hidayat menyatakan ada fakta “voice notes” yang berisikan percakapan terkait mobil yang mengintai dan rencana penyerangan yang akan dilakukan oleh para pengawal HRS. Dalam keterangan persnya, Kombes Pol Tubagus menunjukkan transkrip percakapan para pengawal HRS yang dibunuh yang tersimpan dalam “voice notes” di telepon genggamnya. Atas dasar transkrip tersebut, Tubagus menarik kesimpulan dari dua voice notes No. 37 dan No. 40 laporan Komnas HAM yang berbunyi “Avanza hitam tubruk aja”.

   BUKU PUTIH PELANGGARAN HAM BERAT


15

Atas kesimpulan seperti itu, TP3 melakukan verifikasi atas keseluruhan transkrip “voice notes” yang berjumlah 203 percakapan. Dari 203 voice notes ini menggambarkan percakapan para pengawal HRS yang sedang menghadapi penguntitan dari orang-orang yang tidak dikenal yang melakukan agresi dengan cara memepet rombongan HRS. Namun, polisi mencomot 2 voice note dari 203 voice note yang mengatakan “Avanza hitam tubruk saja”.

Dari 2 voice notes inilah, polisi memutar balikkannya menjadi-pembunuhnya adalah diserang sehingga beralasan untuk melakukan tembakan yang mematikan. Padahal jika dibaca lengkap voice note sebelum dan sesudahnya kata “tubruk saja” adalah bila terjadi agresi.

Bukti lain bahwa polisi hanya dijadikan bagian dari rencana penghilangan jejak adalah ketika polisi menjadikan enam pengawal HRS yang sudah meninggal sebagai tersangka, kemudian meralatnya. Belakangan polisi menetapkan 3 tersangka polisi, dimana satu di antaranya dinyatakan telah meninggal dalam suatu kecelakaan lalu lintas. Ada pun yang aneh dalam penetapan tersangka ini tidak ada penahanan atas tersangka pembunuhan. Sungguh ironis tersangka pelanggar protokol kesehatan diburu dan dipenjara, sementara tersangka pembunuh seolah dilindungi.

   PEMBUNUHAN ENAM PENGAWAL HRS


16

Rencana sistematis untuk menghilangkan jejak, ter- nyata melibatkan juga lembaga negara lain, yaitu Komnas HAM. Seharusnya Komnas HAM melakukan penyelidikan atas dasar UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Akan tetapi, ternyata Komnas HAM hanya melakukan kegiatan pemantauan berdasarkan UU No. 39 Tahun 1999. Apa yang dilakukan oleh Komnas HAM ini menjauhkan proses hukum dari terlaksananya pengadilan HAM atas peristiwa pembunuhan enam pengawal HRS di KM 50 (Lihat Lampiran Catatan X dan XI).

Buku ini memberikan arahan yang jelas bahwa telah terjadi pelanggaran HAM berat. Informasi dan kajian yang dipaparkan pada buku ini dapat dijadikan dasar bagi Komnas HAM untuk segera melakukan penyelidikan “pro yustisia” yang sebenarnya belum pernah dilakukannya.

   BUKU PUTIH PELANGGARAN HAM BERAT


17

BAB II

KRONOLOGI PERISTIWA PEMBUNUHAN ENAM PENGAWAL HRS

Untuk mengetahui dan memahami, apakah pembunuhan terhadap enam pengawal Habib Rizieq Syihab (HRS) adalah pembunuhan yang bersifat accident pinggir jalan, incident biasa salah tembak atau sebuah operasi sistematis yang memiliki struktur komando, maka publik perlu diberi penjelasan dengan paparan fakta-fakta peristiwa yang disusun secara kronologi dan berdasarkan periode waktu sekaligus menggambarkan praperistiwa pembunuhan, hari-hari menjelang peristiwa pembunuhan, dan pascapersitiwa pembunuhan.

RUANG LINGKUP PERISTIWA

Peristiwa pembunuhan terhadap enam orang pengawal HRS pada hakikatnya merupakan puncak dari gabungan

   PEMBUNUHAN ENAM PENGAWAL HRS


18

berbagai rangkaian operasi intelijen bermotif politik yang bertujuan “menjinakkan” aspirasi politik, apa yang disebut oleh rezim sebagai kelompok FPI dan 212 serta kelompok oposisi lainnya yang tergabung dalam Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI).

Rangkaian operasi politik yang dijalankan melalui berbagai operasi dan kegiatan intelijen serta instrumentasi dan eksploitasi hukum pidana terhadap aktivis FPI dan Aktivis 212 serta aktivis KAMI adalah bermula dari sejak kekalahan politik salah satu proxy war kekuatan pemodal dalam pilkada DKI Jakarta pada tahun 2017. Mengapa hal ini dikaitkan dengan peristiwa pembunuhan enam pengawal HRS? Jawabannya adalah hingga saat ini kekalahan dalam pilkada tersebut tidak dapat mereka lupakan dan upaya “balas dendam” politik melalui berbagai operasi delegitimasi dan kriminalisasi pemenang Pilkada 2017. Hal tersebut terus mereka lakukan dalam satu paket target yaitu HRS dan Anies Baswedan.

Sebagai contoh bentuk operasi politik terhadap Anies Baswedan adalah salah dengan berupaya mencari celah dalam proyek renovasi Monumen Nasional (Monas) Jakarta yang seolah-olah ada unsur tindak pidana korupsi. Selain itu, juga dengan merekayasa aksi-aksi unjuk rasa yang secara rutin dijadikan ritual oleh kelompok tertentu untuk terus mendelegitimasi Gubernur DKI.

   BUKU PUTIH PELANGGARAN HAM BERAT


19

Hal tersebut perlu sedikit disinggung dalam Buku Putih ini, karena untuk menggambarkan betapa operasi politik menjelang pembunuhan enam pengawal HRS sangat sistematis. Berikut ini sekadar contoh laporan operasi politik yang dilakukan secara sistematis:

Dari : Plt. Kabinda DKI Jakarta

Tembusan : Yth. 1. Deputi – II Ka BIN 2. Deputi – IX Ka BIN

3. Dir – 21 4. Dir – 22

Perihal : Laporan Bangsit Wilayah DKI Jakarta, Jumat, 4 Desember 2020, hingga pukul 11.00 WIB

Ijin melaporkan,

Bangsit Wilayah Prov. DKI Jakarta, Jumat 4 Desember 2020, hingga pukul 11.00 WIB, sbb :

Lain-lain:

Rengiatmasjol Hari Jumat, 4 Desember 2020:

Pukul 11.00 WIB, Unras oleh Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Jakarta (AMPERA) di Balai Kota DKI Jakarta & Gd. DPRD DKI Jakarta, diikuti 25 org, dpp. S. Ade Putra, tuntutan: Meminta Anies Baswedan mundur dari jabatannya karena tidak tegas dan gagal dalam penanganan pandemi covid-19.

Pukul 13.00 WIB, Unras oleh Forum Aksi Mahasiswa (FAKSI) 212 di Ktr. Pusat PT. Pelni Jl. Gajah Mada, diikuti 30 org, dpp. Afandi, tuntutan: Aksi menyikapi pernyataan Komisaris PT. Pelni Kristia Budhyarto tentang status positif Covid-19 Gubernur DKI Jakarta.

     PEMBUNUHAN ENAM PENGAWAL HRS


20

 Laporan tersebut memang oleh pihak BIN dinyatakan tidak ada dan tidak diakui. Karena, memang secara fungsi kontra intelijen, salah satu modus operandi apabila sebuah operasi intelijen terbongkar, maka akan dilakukan denial dan play ignorant (bantah dan pura-pura bodoh). Namun, dokumen laporan di atas didapat langsung dari pihak yang juga dinyatakan oleh BIN sebagai agen gadungan (Lihat Lampiran Catatan VIII dan IX).

   BUKU PUTIH PELANGGARAN HAM BERAT


21

Akan tetapi, sebagai sebuah informasi yang dapat memberikan gambaran terhadap suatu peristiwa, walau dinyatakan sebagai gadungan tetap bernilai untuk dipaparkan kepada publik agar publik dapat menilai sendiri tentang peristiwa pembunuhan enam pengawal HRS tersebut.

Pembungkaman Aktivis Dakwah dan Kritikus Rezim

1. Selain terhadap HRS dan Anies Baswedan, operasi politik intelijen juga terjadi terhadap puluhan aktivis oposisi dan aktivis dakwah. Operasi politik dan intelijen pembungkaman para aktivis dakwah dan atau aktivis yang bersikap dan atau bersuara kritis terhadap rezim, dilakukan dengan modus penangkapan, penahanan, memamerkan tahanan dalam keadaan di borgol, seperti yang dialami oleh aktivis-aktivis dakwah antara lain Gus Nur, (alm) Habib Maher, Ustadzah Kingkin Anida, dan aktivis Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) antara lain Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, dan Anton Permana. Hal yang sama terjadi terhadap Ketua KAMI Sumatera Utara dan aktivisnya, Khairi Amri, Juliana, Devi, serta Wahyu Rasari Putri.

2. Operasi politik dan intelijen secara sistematis dan terorganisir oleh aparat negara dilakukan dengan tindakan “menghadang” acara deklarasi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) untuk membungkam

   PEMBUNUHAN ENAM PENGAWAL HRS


22

aktivitas menyuarakan aspirasi rakyat, baik saat awal deklarasi KAMI di Tugu Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (18/8/2020) maupun ketika deklarasi di berbagai daerah di Indonesia.

OPERASI SISTEMATIS TERHADAP HRS

Adapun berbagai bentuk operasi politik yang ditujukan kepada HRS, berupa upaya kriminalisasi yang terus mene- rus, character assassination, dan penghancuran kredibilitas HRS melalui gaya operasi ‘memisahkan ikan dari air’, yaitu menjauhkan HRS dari umat Islam (Lihat Lampiran Catatan III dan IV).

Di antara upaya kriminalisasi yang sekaligus character assassination terhadap HRS yang sengaja dibuat heboh adalah dalam kasus fake chat, yang kemudian terbongkar bahwa pihak yang pertama kali menyebarkan fake chat melalui internet tidak lain adalah berasal dari kompleks perumahan BIN.

Secara kronologis, untuk dapat menggambarkan bahwa pembunuhan terhadap enam pengawal HRS tersebut adalah merupakan sebuah rangkaian OPERASI SISTEMATIS yang berkelanjutan, maka secara kasat mata operasi tersebut dapat kita bagi-bagi dalam tiga (3) periode, yaitu:

   BUKU PUTIH PELANGGARAN HAM BERAT


23

1. Periode Januari - April 2017;

2. Periode ketika HRS “menetap” sementara di Saudi Arabia, disebut periode “pengasingan politik, antara April 2017-November 2020;

3. Periode HRS tiba di Tanah Air, yaitu November 2020 hingga saat ini.

A. Periode Januari-April 2017

Secara ringkas periode pertama, yaitu antara Januari- Maret 2017, HRS “dikerjai” oleh operasi intelijen dengan memperalat hukum pidana sebagai instrumen sekaligus operasi mendelegitimasi serta character assassination terhadap HRS, yaitu dengan berbagai laporan Polisi terhadap HRS hingga mencapai 17 Laporan Polisi. Dari 17 laporan Polisi ini, 3 kasus yang membuat HRS diperiksa oleh pihak kepolisian, yaitu kasus fake chat dan kasus peringatan simbol menyerupai lambang komunis di mata uang rupiah pada Polda Metro Jaya dan kasus Pancasila di Polda Jawa Barat. Dalam perjalanannya, dua kasus (yaitu kasus fake chat dan kasus Pancasila) dijadikan alat bargaining oleh penguasa untuk “menjinakkan” HRS.

B. Periode “Pengasingan Politik”, April 2017-November 2020

Periode ini merupakan periode yang cukup panjang dan terbagi dalam dua segmen, yaitu sebelum HRS “dicekal”

   PEMBUNUHAN ENAM PENGAWAL HRS


24

dan periode ketika HRS mulai “dicekal” hingga kepulangan ke Indonesia.

1. Periode Sebelum Dicekal, April 2017-Juni 2018

Pada periode ini, operasi politik terhadap HRS bersifat lunak dan berupaya merangkul. Upaya merangkul ini dilakukan hingga mencapai puncaknya pada pertemuan pimpinan tinggi lembaga intelijen Republik Indonesia dengan HRS di Jeddah. Dalam pertemuan tersebut terjadi diskusi dan pembicaraan untuk memulihkan kondisi dan mengedepankan dialog sebagai cara komunikasi politik. Untuk menunjukkan keseriusan proses “rekonsiliasi” tersebut, pimpinan tinggi lembaga intelijen tersebut menunjukkan komitmen dengan “menghentikan’ proses hukum terhadap salah satu ulama menjelang Idul Fitri 2017 H. Hal ini sebetulnya merupakan win-win solution bagi kedua belah pihak dalam menyelesaikan persoalan keterbelahan politik yang ada. Pihak penguasa Indonesia, baik melalui perwakilan aparat intelijen yang ditugaskan untuk berkomunikasi dengan HRS, maupun melalui saluran perwakilan Diplomatik Republik Indonesia di Saudi Arabia, bersikap sangat lunak dan berusaha sebaik mungkin untuk menjaga situasi dan kondisi tersebut agar tetap kondusif.

2. Periode Pencekalan Politik, Juli 2018-November 2020

Memasuki tahun-tahun politik 2018-2019, terjadi perubahan sikap dari pihak penguasa Indonesia. Perubahan

   BUKU PUTIH PELANGGARAN HAM BERAT


25

sikap tersebut semata-mata didasari oleh peristiwa kunjungan kandidat kuat calon Presiden 2019, yaitu Prabowo Subianto ke kediaman HRS di Mekkah, bersama tokoh nasional M. Amien Rais.

Dengan terjadinya pertemuan tersebut, tiba-tiba pihak perwakilan resmi Indonesia, baik petugas intelijen yang di- tugaskan maupun perwakilan diplomatik resmi, menunjuk- kan sikap tidak bersahabat terhadap HRS. Beberapa pihak yang merepresentasikan incumbent, complain atas perte- muan tersebut dan menyatakan keberatan. Terlihat sekali kekhawatiran pihak incumbent pada waktu itu bila HRS ikut terlibat dalam proses politik Pilpres 2019.

Sejak terjadinya pertemuan Prabowo, M. Amien Rais, dan HRS pada kisaran akhir Mei-awal Juni 2018 tersebut, tiba-tiba, HRS mengalami berbagai persoalan hukum sebagaimana ketika berada di Indonesia. Di antara persoalan hukum yang menimpa HRS adalah, “dicegah” keluar dari wilayah hukum Saudi Arabia, difitnah menggunakan visa palsu dan difitnah memasang bendera ISIS. Bahkan hari -hari menjelang kepulangan HRS ke Indonesia ada pula operasi gelap dengan upaya pembatalan tiket pulang HRS dan keluarga. Upaya–upaya pihak penguasa Indonesia untuk membuat sulit HRS di selama berada di Saudi Arabia tersebut, terkait erat agar HRS tidak bisa terlibat langsung dalam proses politik tahun 2019 sekaligus tetap menjauhkan HRS dari umat Islam Indonesia.

   PEMBUNUHAN ENAM PENGAWAL HRS


26

 Gambar 2.1 Prabowo Subianto dan M. Amien Rais bersilaturahmi dengan HRS di Mekkah menjelang Pilpres 2019.

Salah satu yang menjadi “diehard” dan “vocalis” utama dalam upaya mempersulit kepulangan HRS ke Indonesia adalah Dubes RI untuk Saudi Arabia saat itu. Di antara pernyataan Dubes RI ketika menjelang kepulangan HRS ke Indonesia, Agus Maftuh mengatakan ada tiga syarat yang mesti ditempuh HRS agar proses kembali ke Indonesia berjalan cepat. Syarat ini bermakna sebagai langkah- langkah yang disarankan Agus Maftuh untuk ditempuh HRS untuk kembali ke Indonesia. Syarat pertama ialah bersikap kooperatif dengan perwakilan RI di Arab Saudi termasuk menyampaikan masalah yang dihadapi selama di Arab Saudi. Kedua, HRS disarankan mencabut pernyataan yang menyebut Jokowi sebagai presiden ilegal sebab faktanya

   BUKU PUTIH PELANGGARAN HAM BERAT


27

Raja Salman dan Putra Mahkota Muhammad bin Salman menjalin persahabatan erat dan menghormati Jokowi sebagai Presiden RI. Ketiga, HRS disarankan mencabut sumpah <tidak akan meminta tolong kepada pemerintah> karena menurutnya rezim zalim. (Sumber: detik.com)

PERIODE HRS TIBA DI INDONESIA, NOVEMBER 2020- HINGGA SAAT INI

Sejak kepulangan HRS 10 November 2020 hingga saat ini, setidaknya TP3 telah mencatat berbagai upaya yang bersifat permusuhan dan pemusnahan terhadap eksistensi HRS berikut organ pendukungnya, yaitu melalui;

1. Kriminalisasi HRS dengan menjadikan acara Maulid Nabi Muhammad SAW dan pernikahan putrinya sebagai kejahatan dengan ancaman pidana yang berat;

2. Pembunuhan para pengawal HRS;

3. Pembubaran FPI dan kriminalisasi para pengurusnya;

4. Pemblokiran rekening FPI dan para mantan pengu- rusnya;

5. Upaya pencabutan hak-hak politik HRS;

6. Upaya pencabutan hak-hak keperdataan HRS di antaranya, mencabut hak sebagai bapak dan wali nasab, mencabut hak untuk menjadi pengurus organisasi atau yayasan, mencabut hak untuk menjalankan mata pencarian tertentu;

   PEMBUNUHAN ENAM PENGAWAL HRS


28

7. Perampasan barang dalam hal ini aset milik tertentu milik HRS

Bila kita lihat dari apa yang terjadi terhadap HRS dan ancaman hukuman yang dikenakan, jelas hal ini bukan sekedar problem politik dan hukum biasa, melainkan sudah merupakan pelanggaran HAM berat melalui penya- lahgunaan instrumen hukum oleh aparat negara.

KRONOLOGI PRA PERISTIWA PEMBUNUHAN ENAM PENGAWAL HRS

Sebelum peristiwa pembunuhan enam pengawal HRS, terdapat sejumlah fakta peristiwa yang merupakan prakon- disi yang berujung kepada pembunuhan enam pengawal tersebut. Rangkaian peristiwa yang disajikan dalam Buku Putih ini, belum diketahui secara luas oleh masyarakat.

Adapun rangkaian peristiwa tersebut diuraikan berikut ini.

A. Operasi Surveillance Saat Kepulangan HRS

1. Ada sejumlah fakta yang terungkap menunjukkan kegiatan “Operasi Surveillence” atau pengawasan, penguntitan, atau pembuntutan terhadap HRS sejak saat kepulangannya ke Indonesia. Fakta-fakta tersebut sebagian sudah diungkap oleh beberapa media namun masih banyak lagi yang belum terungkap.

   BUKU PUTIH PELANGGARAN HAM BERAT


29

2. Beberapa Peristiwa yang sudah diberitakan oleh media mainstream juga beredar di berbagai akun media sosial, antara lain @opposite, yang menyatakan bahwa laporan dari beberapa KaBinda (Kepala Badan Intelijen Negara Daerah) ke KaBIN dan WakaBIN yang didapatkan dari data HP dan laptop agen BIN yang tertangkap oleh Laskar FPI di Mega Mendung dua hari sebelum enam pengawal HRS dibunuh. Hal ini mengungkapkan fakta-fakta terkait desain operasi intelijen berskala besar dalam kasus pembunuhan enam pengawal HRS.

Sekali lagi, perlu TP3 tegaskan, bahwa pihak BIN secara resmi mengingkari temuan ini.

3. Selain @opposite dan media resmi Tempo.co dan atau video.tempo.co (19/12 2020) yang melansir berita seputar dokumen “Agen BIN” yang tertangkap di Mega Mendung, ada juga sejumlah media online lainnya yang memberitakan seperti fajar.co.id (2020/12/07); kabar24bisnis.com; merdeka.com; liputan6. com; antaranews.com; news.detik.com; akurat.co; www. suara,com dan; www.tribunnews.com.

4. Dari berbagai informasi yang sudah beredar luas itu terungkap fakta-fakta, yang menunjukkan sistematis dan atau terstrukturnya kegiatan aparat badan intelijen negara yang sasaran target operasi (TO)-nya adalah

      PEMBUNUHAN ENAM PENGAWAL HRS


Ray

y

a menuju Slipi lancar. Haljol Nihil.

30

HRS dan FPI, yang berujung dengan pembunuhan enam pengawal HRS pada Senin (7/12 2020) dini hari. Faktanya benar menunjukkan seluruh “kekuatan” di Kominda (Komunitas Intelijen Daerah) didayagunakan untuk mencegah “pergerakan” HRS dan FPI, baik yang ada di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, bahkan Jawa Timur.

5. Fakta tersebut terungkap, misalnya, pada hari Jumat (4/12 2020) pukul 17.00 WIB, masuk laporan bangsit ke KaBIN dan WakaBIN yang tembusannya ke Deputi II KaBIN, Deputi IX KaBIN, Dir-21 dan Dir-22 tentang situasi di sekitar rumah HRS Jln. Petamburan III Kel. Petamburan Kec. Tanah Abang, Jakarta Pusat. Laporan kategori A-1 perihal “Matriks Kegiatan Kontra Propaganda Binda DKI terhadap Rizieq Shihab” itu disampaikan oleh Plt. KaBINda DKI Jakarta. Isi laporannya sebagai berikut:

(1) Saat ini Rizieq Shihab dan keluarganya tidak berada di rumahnya Gg Paksi Petamburan III Jakpus, (2) Situasi Gg Paksi Petamburan III Jakpus, masih dijaga oleh sekitar 10 orang laskar dan simpatisan, (3) sementara itu, hingga saat ini belum ada tamu yang datang di kediaman Rizieq Shihab, (4) Situasi di seputaran Masjid Al Islah Petamburan III tidak terlihat Jemaah pendatang, (5) Situasi jalan raya dari arah Slipi menuju Tanah Abang dan sebaliknya Jalan KS Tubun

    BUKU PUTIH PELANGGARAN HAM BERAT


31

6. Dalam laporan tersebut, di bagian bawahnya ada “catatan khusus” sebagai berikut: Perkembangan di rumah Muhammad Rizieq Shihab dan Markaz FPI di Petamburan akan terus dimonitor serta dilaporkan.

7. Pada bagian klausul semacam “saran tindak”, namanya Langkah Intelijen yakni BIN daerah DKI Jakarta telah melakukan upaya (1) Monitoring dan pendalaman kegiatan serta keberadaan Rizieq Shihab di Petamburan Jakarta Pusat, (2) Menempatkan personel dalam monitor khusus kegiatan Rizieq Shihab di Petamburan.

Contoh Laporan dari KaBINda DKI adalah sebagai berikut.

Kepada : Yth. 1. Ka BIN

2. Waka BIN

Dari : Plt. KaBINda DKI Jakarta Tembusan : Yth. 1. Deputi–II Ka. BIN

2. Deputi–IX Ka. BIN 3. Dir–21

4. Dir-22

Perihal : Pendalaman Respon DDII terhadap Rencana Pemeriksaan Rizieq Shihab di Polda Metro Jaya

Ijin melaporkan,

Pada 04 Desember 2020 pukul 10.00 s.d 11.30 WIB di Pesanggrahan, Jakarta Selatan, diperoleh informasi dari

     PEMBUNUHAN ENAM PENGAWAL HRS


32

 Ustad Nasruddin (anggota DDII/RDK) terkait respon DDII terhadap rencana pemeriksaan Rizieq Shihab di Polda Metro Jaya pada 07 Desember 2020, sbb :

1. Pihaknya belum mendengar adanya perintah khusus dari Rizieq Shihab terkait pengawalan ke Polda Metro Jaya atau jika Polisi memaksa untuk menjemput ke Petamburan.

2. Rizieq Shihab saat ini terlihat takut untuk memulai masalah lebih dahulu dan diperkirakan tidak akan datang dalam pemeriksaan di Polda Metro Jaya pada 07 Desember 2020.

3. Ikhwan DDII di Tanah Abang, Benhil dan Tanjung Priok siap untuk berjihad. Jika ada benturan antara Rizieq Shihab dengan Polisi, maka akan terjadi pertumpahan darah.

4. Berdasarkan komunikasi dengan Suripto (PKS), momen kembalinya Rizieq Shihab dari Arab Saudi ke Indonesia merupakan upaya AS untuk mengganggu Indonesia.

Catatan :

- Hingga saat ini belum terdapat rencana mobilisasi massa DDII terkait pemanggilan Rizieq Shihab ke Polda Metro Jaya pada 07 Desember 2020, karena belum adanya instruksi langsung dari Rizieq Shihab.

- Namun perlu diantisipasi jika Rizieq Shihab hadir dalam pemeriksaan di Polda Metro Jaya, karena berpotensi memicu mobilisasi massa dari FPI dan pok pendukungnya, sebagai upaya memberikan tekanan ke pihak Polda Metro Jaya, agar tidak

    BUKU PUTIH PELANGGARAN HAM BERAT


33

 melanjutkan penyeledikan kasus pelanggaran protokol kesehatan Covid-19. Di sisi lain, mobilisasi massa tersebut diindikasikan juga sebagai media Cipop bahwa Muhammad Rizieq Shihab mendapat banyak dukungan dari masyarakat.

Langkah Intelijen :

Binda DKI Jakarta telah melakukan upaya :

1. Melakukanpendalamandanpemetaanjumlahmassa yang akan ikut dalam rencana mobilisasi massa pada 07 Desember 2020 ke Polda Metro Jaya.

2. Melakukan penggalangan terhadap Ormas Islam, Tomas, Toga, dan elemen lainnya dalam rangka meredusir dukungan terhadap Muhammad Rizieq Shihab dan pok pendukungnya.

A1

DUMP. PLT. KABINDA DKI JAKARTA

8. KaBINda Jabar melaporkan perihalnya dengan kalimat

“Matriks Rekapan Giat Cipta Kondisi Kontra Rizieq Shihab (RS) di Jawa Barat” (Update 4 Desember 2020). Rekap laporan itu terhitung sejak 20 November s.d. 4 Desember 2020.

9. KaBINda Jabar dalam laporannya mengungkapkan ten- tang Tim Cyber BINda Jabar yang melaksanakan moni- toring dan pemetaan guna melacak serta mengidentifikasi aktivitas propaganda Kelompok FPI dan PA 212 serta Eks

   PEMBUNUHAN ENAM PENGAWAL HRS


34

HTI di jejaring sosial maupun internet, di samping melak- sanakan upaya counter opini terhadap setiap seruan pro- vokatif yang disebar pok tersebut.

10. KaBINda Jabar melakukan analisis atas situasi, dalam klausul “Dampak”, KaBINda Jabar melaporkannya berupa prediksi aksi protes secara massif dari Pok FPI dan pendukung RS akan bermunculan di berbagai daerah. Dengan menggerakkan massa banyak sebagai bentuk loyalitas dan dukungan terhadap RS. Pada point nomer 2, dilaporkan bahwa tidak menutup kemungkinan kasus yang menimpa RS akan dialihkan oleh Pok FPI dengan mengangkat isu penistaan ulama. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan simpati dan dukungan dari Pok Islam lainnya, serta akan dimanfaatkan oleh Pok Oposisi untuk menyerang kebijakan-kebijakan pemerintah yang tebang pilih.

Contoh Laporan dari KaBINda Jabar adalah sebagai berikut.

   BUKU PUTIH PELANGGARAN HAM BERAT


35

 Kepada : Yth. 1. Ka. BIN

2. Waka BIN

Dari : Kabinda Jabar Tembusan : 1. Deputi II

2. Deputi IX

Perihal : Reaksi Kader FPI di Beberapa Daerah terhadap Pemanggilan Rizieq Syihab ke Polda Metro Jaya

Dilaporkan Info Intelijen Harian, 04 Desember 2020, di Wil Jabar, sbb:

BIDANG : IDEOLOGI

Pada 04 Desember 2020 di Kota Bandung diperoleh informasi dari FPI Jabar tentang Reaksi Kader FPI di Beberapa Daerah terhadap Pemanggilan Rizieq Syihab ke Polda Metro Jaya, dilaporkan sebagai berikut:

1. Pemanggilan terhadap Rizieq Shihab (RS) oleh pihak Polda Metro Jaya mengundang protes dari pengurus/ kader FPI di beberapa daerah.

2. Pada Rabu 02 Desember 2020, perwakilan pengurus FPI di Kota Bogor, Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Bandung menyampaikan surat keberatan ke Polres di wilayah masing-masing terkait pemanggilan RS ke Polda Metro Jaya tersebut.

3. Pemanggilan RS yang terkesan dicari-cari. Isi surat keberatan yang disampaikan ke Polres pada intinya, yaitu dengan alasan kerumunan acara Maulid Nabi Muhammad SAW yang dituding melanggar protokol kesehatan pandemi COVID-19, maka RS diproses hukum. Sementara kerumunan lainnya

    PEMBUNUHAN ENAM PENGAWAL HRS


36

 yang melibatkan Gibran Rakabuming (Putra Presiden Jokowi) saat pendaftaran Pilkada serta banyak kerumunan lainnya, hingga saat ini tak dijerat hukum.

4. SemuapengurusdankaderFPIdidaerahakantetap patuh pada perintah RS dan siap mengawal kemuliaan RS yang saat ini sedang menghadapi persekusi dari penguasa karena borok kepentingannya (Omnibus Law, Deideologisasi Pancasila melalui RUU BPIP, Utang Luar Negeri, Politik dinasti, dll) akan diungkap dan digugat oleh umat Islam.

B. Analisis

1. Kedatangan HRS ke Indonesia memantik simpati dan dukungan perjuangan dari kelompok dakwah dan ormas Islam, bahkan ormas Islam atau kelompok dakwah yang selama ini tidak sejalan sekalipun. Yang berujung terhadap aksi protes di para pendukung RS berbagai daerah terkait pemanggilan RS ke Polda Metro Jaya.

2.Pok FPI dan Simpatisannya baru selesai melaksanakan reuni 212, yang disinyalir sebagai ajang persiapan pergerakan/mobilisasi massa damka antisipasi kelanjutan kasus RS. Yang tidak memutup kemungkinan akan menggiringkan isu penistaan Ulama kembali.

C. Dampak

1. Diprediksi aksi protes secara masif dari Pok FPI dan pendukung RS akan bermunculan di berbagai daerah. Dengan mengerahkan massa banyak sebagai bentuk loyalitas dan dukungan terhadap RS.

    BUKU PUTIH PELANGGARAN HAM BERAT


37

 2. Tidak menutup kemungkinan kasus yang menimpa RS akan dialihkan oleh Pok PFI dengan mengangkat isu penistaan Ulama. Yang bertujuan untuk mendapatkan simpati dan dukungan dari Pok Islam lainnya. Serta akan dimanfaatkan oleh Pok Opisi untuk menyerang Kebijakan kebijakan pemerintah yang tebang pilih.

D. Upaya

1. Teruslaksanakanlidik,pendalaman,danmonitoring terhadap pergerakan RS dan kelompoknya terutama oleh FPI dan PA 212 serta Eks HTI di Wil Jabar.

2. Galtas Pok-Pok Ormas islam, Pimpinan Ponpes, Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat dan elemen masyarakat laiinya untuk tetap menjaga kondusivitas wilayah dan tidak terprovokasi oleh ajakan kelompok-kelompok yang dapat memecah belah bangsa

3. Mendorong Komite penanganan Covid-19 Jabar untuk terus mensosialisasikan protokol kesehatan di masa pandemi Covid-19 yang masih berlangsung dan menertibkan/membubarkan serta menindak kelompok-kelompok yang terbukti melakukan kegiatan yang menghadirkan kerumunan masa yang tidak menaati protokol kesehatan dan Pihak lembaga/ RS yang menghalangi proses penegakan peraturan

4. Tim Cyber Binda Jabar laksanakan monitoring dan pemetaan, guna melacak serta mengidentifikasi aktivitas propaganda Kelompok FPI dan PA 212 serta Eks HTI di jejaring sosial maupun internet, di samping melaksanakan upaya counter opini terhadap setiap seruan provokatif yang disebar pok tersebut.

    PEMBUNUHAN ENAM PENGAWAL HRS


38

 E. Saran Tindak

Pusat meminta kepada Kemkopolhukam, Kemndagri, Kemenag, Panglima TNI, Kapolri, MUI dan Komite Penanganan Covid-19 untuk terus meningkatkan pembinaan dan pengawasan dan penindakan terhadap kelompok yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa serta mengantisipasi potensi semakin berkembangnya dan masifnya kegiatan yang dilakukan oleh Pok tersebut

DMMP. KABINDA JABAR

11. Pada klausul upaya, KaBINda Jabar menyatakan akan terus laksanakan lidik, pendalaman, dan monitoring terhadap gerakan RS dan kelompoknya terutama oleh FPI dan PA 212 serta Eks HTI di Wilayah Jabar. Pada Jumat (4/12 2020) itu, Kabinda Jabar melaporkan Info Intelijen Harian, per 4 Desember 2020 di Wilayah Jabar sebagai berikut:

   BUKU PUTIH PELANGGARAN HAM BERAT


39

 Kepada : Yth. 1. Ka. BIN

2. Waka BIN

Dari : Kabinda Jabar Tembusan : 1. Deputi II

2. Deputi IX

Perihal : Reaksi Kader FPI di Beberapa Daerah terhadap Pemanggilan Rizieq Syihab ke Polda Metro Jaya

Dilaporkan Info Intelijen Harian, 04 Desember 2020, di Wil Jabar, sbb :

BIDANG : IDEOLOGI

Pada 04 Desember 2020 di Kota Bandung diperoleh informasi dari FPI Jabar di Beberapa Daerah terhadap Pemanggilan Rizieq Syihab ke Polda Metro Jaya, dilaporkan sebagai berikut:

1. Pemanggilan terhadap Rizieq Shihab (RS) oleh pihak Polda Metro Jaya mengundang protes dari pengurus/ kader FPI di beberapa daerah.

2. Pada Rabu 02 Desember 2020, perwakilan pengurus FPI di Kota Bogor, Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Bandung menyampaikan surat keberatan ke Polres di wilayah masing-masing terkait pemanggilan RS ke Polda Metro Jaya tersebut.

3. Pemanggilan RS yang terkesan dicari-cari. Isi surat keberatan yang disampaikan ke Polres pada intinya, yaitu dengan alasan kerumunan acara Maulid Nabi Muhammad SAW yang dituding melanggar protokol kesehatan pandemi COVID-19, maka RS diproses hukum. Sementara kerumunan lainnya yang melibatkan Gibran Rakabuming (Putra Presiden

    PEMBUNUHAN ENAM PENGAWAL HRS


40

 Jokowi) saat pendaftaran Pilkada serta banyak kerumunan lainnya, hingga saat ini tak dijerat hukum.

4. SemuapengurusdankaderFPIdidaerahakantetap patuh pada perintah RS dan siap mengawal kemuliaan RS yang saat ini sedang menghadapi persekusi dari penguasa karena borok kepentingannya (Omnibus Law, Deideologisasi Pancasila melalui RUU BPIP, Utang Luar Negeri, Politik dinasti, dll) akan diungkap dan digugat oleh umat Islam.

B. Analisis

1. Kedatangan HRS ke Indonesia memantik simpati dan dukungan perjuangan dari kelompok dakwah dan ormas Islam, bahkan ormas Islam atau kelompok dakwah yang selama ini tidak sejalan sekalipun. Yang berujung terhadap aksi protes di para pendukung RS berbagai daerah terkait pemanggilan RS ke Polda Metro Jaya.

2.Pok FPi dan Simpatisannya baru selesai melaksanakan reuni 212, yang disinyalir sebagai ajang persiapan pergerakan/mobilisasi massa damka antisipasi kelanjutan kasus RS. Yang tidak menutup kemungkinan akan menggiringkan isu penistaan Ulama kembali.

C. Dampak

1. Diprediksi aksi protes secara masif dari Pok FPI dan pendukung RS akan bermunculan di berbagai daerah. Dengan menggerahkan massa banyak sebagai bentuk loyalitas dan dukungan terhadap RS.

    BUKU PUTIH PELANGGARAN HAM BERAT


41

 2. Tidak menutup kemungkinan kasus yang menimpa RS akan dialihkan oleh Pok PFI dengan mengangkat isu penistaan Ulama. Yang bertujuan untuk mendapatkan simpati dan dukungan dari Pok Islam lainnya. Serta akan dimanfaatkan oleh Pok Opisi untuk menyerang Kebijakan kebijakan pemerintah yang tebang pilih.

D. Upaya

1. Teruslaksanakanlidik,pendalaman,danmonitoring terhadap pergerakan RS dan kelompoknya terutama oleh FPI dan PA 212 serta Eks HTI di Wil Jabar.

2. Galtas Pok-Pok Ormas islam, Pimpinan Ponpes, Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat dan elemen masyarakat lainnya untuk tetap menjaga kondusivitas wilayah dan tidak terprovokasi oleh ajakan kelompok- kelompok yang dapat memecah belah bangsa

3. Mendorong Komite penanganan Covid-19 Jabar untuk terus mensosialisasikan protokol kesehatan di masa pandemi Covid-19 yang masih berlangsung dan menertibkan/membubarkan serta menindak kelompok-kelompok yang terbukti melakukan kegiatan yang menghadirkan kerumunan masa yang tidak menaati protokol kesehatan dan Pihak lembaga/ RS yang menghalangi proses penegakan peraturan

4. Tim Cyber Binda Jabar laksanakan monitoring dan pemetaan, guna melacak serta mengidentifikasi aktivitas propaganda Kelompok FPI dan PA 212 serta Eks HTI di jejaring sosial maupun internet, di samping melaksanakan upaya counter opini terhadap setiap seruan provokatif yang disebar pok tersebut.

    PEMBUNUHAN ENAM PENGAWAL HRS


42

 E. Saran Tindak

Pusat meminta kepada Kemkopolhukam, Kemndagri, Kemenag, Panglima TNI, Kapolri, MUI dan Komite Penanganan Covid-19 untuk terus meningkatkan pembinaan dan pengawasan dan penindakan terhadap kelompok yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa serta mengantisipasi potensi semakin berkembangnya dan masifnya kegiatan yang dilakukan oleh Pok tersebut

DMMP. KABINDA JABAR

12. Bidang Ideologi, BIN daerah Jabar juga melaporkan akan terus monitoring dan pendalaman pergerakan Pok KAMI, FPI, Ex HTI, PA 212, dan GNPF yang terus memanfaatkan isu aktual yang berkembang pasca kepulangan Rizieq Shihab serta melakukan deteksi dini ancaman konflik sosial dengan munculnya seruan jihad jelang dan pasca pemanggilan Rizieq Shihab oleh Polda Metro Jaya.

13. Pada bagian “catatan” yang diberikannya oleh KaBINda Jabar dalam laporan tersebut adalah bahwa hingga saat ini belum terdapat rencana mobilisasi massa DDII terkait pemanggilan Rizieq Shihab ke Polda Metro Jaya pada 7 Desember 2020, karena belum adanya instruksi langsung dari Rizieq Shihab. Namun, perlu diantisipasi jika Rizieq Shihab hadir dalam pemeriksaan di Polda Metro Jaya,

   BUKU PUTIH PELANGGARAN HAM BERAT


43

karena berpotensi memicu mobilisasi massa dari FPI dan Pok pendukungnya, sebagai upaya memberikan tekanan ke pihak Polda Metro Jaya agar tidak melanjutkan penyelidikan kasus pelanggaran protokol kesehatan Covid 19.

B. Penggalangan Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat Menolak HRS dan FPI

1. Aparat Badan Intelijen Negara (BIN) bersama jaringan intelijen daerahnya yakni Komunitas Intelijen Daerah (Kominda) melakukan operasi penggalangan tokoh agama (Toga) dan tokoh masyarakat (Tomas) untuk menolak HRS dan FPI.

2. Dalam laporannya perihal “Matriks Kontra Propaganda terhadap RS di Provinsi Jateng” (Update 4 Desember 2020), ditulisnya bahwa kegiatan yang telah dilakukan antara lain: (1) AUR Penolakan RS di 16 Kab/Kota, (2) Penurunan Baliho, spanduk, dan Banner di 9 Kab/Kota.

3. Dalam isi laporannya diawali dengan kalimat:

Izin jenderal, melaporkan pada 5 Desember 2020, di wilayah Jateng akan berlangsung aksi unjuk rasa menolak kedatangan Rizieq Shihab sbb:

1) Rencana AUR menolak Rizieq Shihab oleh Generasi Muda (Geram) Wonogiri pada 5 Desember 2020 pukul 09.00 WIB di Bundaran Patung Soekarno Kab. Wonogiri, akan berlangsung aksi unjuk rasa menolak

     PEMBUNUHAN ENAM PENGAWAL HRS


k

yarakat agar bersama-sama menolak

e

k

u

u

a

a

t

t

a

a

n

y

n mas

44

 kedatangan Rizieq Shihab oleh Geram Wonogiri dengan Korlap, a.n. Nur Kholis, jumlah massa sekitar 100 orang.

2) Rencana AUR menolak Rizieq Shihab oleh Sedulur Masyarakat Rembang pada 5 Desember 2020, pukul 10.00 WIB di Alun-alun Utara Kab. Rembang, akan berlangsung aksi unjuk rasa menolak kedatangan Rizieq Shihab oleh “Sedulur Masyarakat Rembang” dengan Korlap a.n. D Jowansah, diikuti sekitar 100 orang.

3) Rencana AUR tolak Rizieq Shihab oleh Forum Banjarnegara Damai di Kab. Banjarnegara pada 5 Desember 2020 pukul 09.00 s.d. selesai di sebelah Utara Alun-alun Banjarnegara Jln. Dipayuda.

4. KaBINda Jateng, juga membuat “Catatan” laporannya yang berbunyi: Rencana AUR tolak Rizieq Shihab di Kab. Wonogiri, Kab. Rembang dan Kab. Banjarnegara merupakan Opsint BINda Jateng memanfaatkan potensi masyarakat yang tidak sejalan dengan Rizieq Shihab dan bertujuan untuk menghambat pergerakan FPI di daerah Jawa Tengah serta rencana safari dakwah Rizieq Shihab.

5. KaBINda Jateng mengungkapkan taktik strateginya yang notabene merupakan “Langkah Intelijen” yakni (1) Bersinergi dengan Forkompimda untuk mengeluarkan pernyataan sikap menolak rencana safari dakwah Rizieq Shihab di wilayah Jawa Tengah, (2) Terus menggalang

k

e

k

    BUKU PUTIH PELANGGARAN HAM BERAT


45

keberadaan FPI di daerah, (3) Terus melakukan amplifikasi dan memviralkan aksi penolakan kedatangan Rizieq Shihab di wilayah Jawa Tengah melalui media massa dan media sosial. (Tertulis di bagian bawah dokumen laporannya tertanda KaBINda Jateng, 14.53, 12/4 2020//+62 812 8930 5236.)

6. KaBINda Jatim, melaporkan kepada KaBIN dan WakaBIN yang ditembuskan kepada Deputi II KaBIN dan Deputi IX KaBIN bahwa pada 5 Desember 2020 pukul 10.00 WIB di depan Gedung Negara Grahadi Kota Surabaya akan dilaksanakan aksi unjuk rasa dan deklarasi menolak kegiatan dakwah dan kehadiran Rizieq Shihab di Jawa Timur serta mendukung pemerintah membubarkan FPI, oleh sejumlah elemen masyarakat yang tergabung dalam Pasukan Soerabaya Peduli Akan Keutuhan Indonesia (Pasopati), dengan massa sekitar 200 orang, dipimpin Yanto Banteng. Tuntutan yang akan disampaikan a.l. menolak rencana road show Rizieq Shihab dan siap menghadapinya bila memaksa, mendukung penuh semua aparatur Negara termasuk Polri dan TNI menindak tegas Rizieq Shihab, FPI, dan antek-anteknya yang menebar rasa kebencian, serta masyarakat Surabaya dan Jawa Timur menyatakan Rizieq Shihab bukanlah ulama.

7. KaBINda Jatim memberi “catatan” sebagai berikut:

Jajaran BINda Jatim telah dan akan terus melakukan

upaya Cipta Kondisi dan penggalangan kepada para To

g

ga

    PEMBUNUHAN ENAM PENGAWAL HRS


46

dan Tomas dalam rangka kontra Giat Rizieq Shihab serta berkoordinasi dengan jajaran Kominda untuk antisipasi kemungkinan kedatangan Rizieq Shihab di wilayah Jawa Timur maupun kegiatan simpatisannya yang dapat memicu instabilitas wilayah. Di bagian paling bawah dokumen tertulis, ttd KaBINda Jatim, 10.59, 12/4/2020, Brigjen TNI Neno Hamriono.

Fakta-fakta yang terungkap tersebut, hanya beberapa lembar dari “dokumen intelijen” yang sudah terekspose di media umum, baik cetak maupun elektronik. (Fakta pendukung dapat lihat Lampiran Catatan VIII dan IX)

C. KriminalisasiHRS


1. Bermula dari acara Maulid Nabi Muhammad SAW dan pernikahan putri HRS yang bernama Syarifah Najwa Shihab dengan Habib Muhammad Irvan Alaydrus pada tanggal 14 November 2020. Akan tetapi, tanpa disangka-sangka banyak umat yang hadir, dikarenakan kerinduan terhadap HRS yang baru kembali ke Tanah Air setelah sekitar 3,5 tahun lamanya berada di Mekah, Arab Saudi.


2. Dalam pelaksanaan Maulid Nabi Muhammad SAW, DPP FPI tetap meminta kepada umat yang terlanjur hadir untuk melaksanakan protokol kesehatan, memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak. Guna mendukung dan terlaksananya protokol kesehatan,


   BUKU PUTIH PELANGGARAN HAM BERAT




47


pihak DPP FPI juga membagi-bagikan masker, menyediakan hand sanitizer gratis, dan tempat mencuci tangan.


3. Setelah acara Maulid Nabi Muhammad SAW dan pernikahan putri HRS terlaksana, pihak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tetap menganggap acara tersebut melanggar Pergub DKI Jakarta, sehingga memberikan sanksi administratif kepada HRS sebesar Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan sudah dibayarkan secara penuh.


4. Kepolisian Daerah Metro Jaya melakukan penyelidikan kepada HRS beserta pengurus DPP FPI dan beberapa instansi pemerintahan yang dianggap terlibat dalam pelaksana Maulid Nabi Muhammad tersebut, bahkan sampai saat ini HRS ditetapkan sebagai Tersangka dan ditahan di Polda Metro Jaya dalam perkara dugaan Pasal 160 KUHP dan/atau Pasal 93 UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan Pasal 216 KUHP, selain itu 5 (lima) orang dari pengurus DPP Front Pembela Islam juga ditetapkan sebagai Tersangka dalam dugaan Perkara Pasal 93 UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan Pasal 216, Pasal 10, dan Pasal 35 KUHP.


5. Terjadi diskriminasi hukum yang bertentangan dengan UUD 1945 yang menyatakan derajat kesamaan setiap


orang di depan hukum, karena kasus kerumunan ter


j


d


ja


di


    PEMBUNUHAN ENAM PENGAWAL HRS




48


dilakukan pula oleh Presiden RI di NTT. Begitu pula, fakta terjadi kasus kerumunan dalam acara Pemilihan Umum kepada Daerah (Pilkada) Wali Kota Solo; acara elite race marathon di Magelang; dan acara gelar parade Banser di Banyumas.


D. Pengerahan Pasukan Koopsus di Dekat Markas DPP FPI


Ada desain operasi intelijen berskala besar terhadap HRS dan FPI yang didasarkan pada fakta-fakta sebagai berikut:


1. Menurut HRS, pengurus DPP FPI, dan saksi warga setempat terjadi gerakan pasukan “super elite” untuk unjuk kekuatan di dekat Markaz DPP FPI dan kediamannya di Jln. Petamburan, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Fakta yang sama diungkapkan kembali oleh HRS saat menyampaikan eksepsinya dalam sidang di PN Jakarta Timur, (26/3 2021). Disebutkannya, Petamburan tempat tinggal HRS didatangi oleh Pasukan Koopsus TNI yang terdiri atas tiga pasukan elite TNI, yaitu Kopassus AD, Marinir AL, serta Paskhas AU. Pasukan Koopsus ini tidak bergerak kecuali dengan perintah Presiden, sebagaimanadilansir,news.detik.com.HRSmenyebutkan, kehadiran pasukan Koopsus yang berhenti sejenak dan membunyikan sirine itu merupakan teror kepada diri dan keluarganya.


   BUKU PUTIH PELANGGARAN HAM BERAT




49


2. Pasukan tersebut dikenal bernama Koopsus yang pergerakannya itu hanya bisa “digerakkan” oleh orang “besar” sehingga bermakna ada “pesan” tertentu yang ingin disampaikannya di balik aksi “Operasi Sirine” atau giat bunyi sirinenya yang meraung-raung.


3. Peristiwa itu juga dilansir oleh media massa umum, antara lain detikNews-Detikcom,yang menyatakan ada sejumlah kendaraan taktis (rantis) Koopsus unjuk kekuatan (show of force) di depan markas FPI di Jln Petamburan. Dalam video yang beredar, setidaknya ada 4 kendaraan milik TNI, yang salah satu di antarnya terlihat tulisan “Maung”. Juga, dua truk hitam, satu mobil patroli, dan satu motor Polisi Militer mengawal rombongan. Terdengar sirine meraung-raung beberapa saat hingga akhirnya meninggalkan lokasi. Rombongan ini sempat berhenti di depan plang SMP tersebut sehingga tampak pula plang DPP FPI.


4. Media Tempo.co menulis bahwa Komando Operasi Khusus (Koopsus) TNI merupakan satuan resmi yang terbentuk setelah Presiden Jokowi menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 42 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres No. 10 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi Tentara Nasional Indonesia. Adapun pertimbangannya adalah dalam rangka menghadapi ancaman yang memiliki eskalasi


tinggi dan dapat membahayakan ideologi neg


g


ara,


    PEMBUNUHAN ENAM PENGAWAL HRS




50


kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, dan melindungi segenap bangsa Indonesia. Demikian Tempo. co mengutip dari situs Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, Senin, (22/7 2019).


5. Media Tempo menulis, Koopsus TNI ini dibentuk dari gabungan tiga matra. Matra darat, matra laut, dan matra udara. Koopsus diklaim bercirikan kemampuan khusus dengan tingkat kecepatan gerak dan keberhasilan tinggi. Menurut Perpres Nomor 42 ini, Koopsus TNI bertugas menyelenggarakan operasi khusus dan kegiatan untuk mendukung pelaksanaan operasi khusus yang membutuhkan kecepatan dan keberhasilan tinggi guna menyelamatkan kepentingan nasional di dalam maupun luar wilayah NKRI dalam rangka mendukung tugas pokok TNI.


6. Dalam media detikNews, Jumat, 20 November 2020, 07:41 WIB, dilansir berita bahwa Koopsus TNI dipimpin oleh DanKoopsus, yang berkedudukan di bawah serta bertanggung jawab kepada Panglima TNI. Adapun DanKoopsus TNI dijabat pejabat tinggi bintang 2. Dalam struktur organisasi TNI, Koopsus TNI tergabung ke dalam badan pelaksana pusat. Koopsus TNI mengkoordinasikan 3 pasukan elite dari tiap matra, yaitu Den-81 Kopassus, Den-Jaka Marinir, dan Sat-Bravo Paskhas. Koopsus TNI menyatukan 3 satuan elite tersebut untuk melakukan operasi bersama. Alur


[8/7 00.02] .: BUKU PUTIH PELANGGARAN HAM BERAT




51


komandonya adalah misi khusus ini atas perintah Presiden kepada Panglima TNI dan Panglima TNI memerintahkan kepada Komandan Koopsus. Deputi V Kantor Staf Presiden, Jaleswari Pramodhawardhani memastikan tidak ada tumpang-tindih fungsi dan wewenang Koopsus dengan satuan yang sudah ada di TNI. “Tidak ada, ini semacam operasi bersama untuk misi khusus,” katanya.


 Gambar 2.2 Kendaraan Taktis Koopsus TNI melintasi jalan sekitar markas FPI, Petamburan, Tanah Abang, Jakarta.


E. PenurunanBaliho


1. Sejak lama FPI dikenal sebagai organisasi yang sering mendayagunakan media spanduk, baliho, dan media publisitas ruang terbuka dalam mensyiarkan kegiatan dakwahnya, dan atau ketika akan melakukan safari


dakwah di berbagai daerah. Demikian halnya men


g


j


n


jela


n


g


    PEMBUNUHAN ENAM PENGAWAL HRS




52


peristiwa kepulangannya HRS ke Indonesia, banyak spanduk, baliho, dan media informasi publisitas di ruang terbuka yang dibuat oleh masyarakat secara masif.


2. DPP FPI, HRS, dan sebagian besar aktivis dakwah yang sering mengikuti kegiatan di lingkungan FPI merasa terkejut tatkala mengetahui adanya fakta pernyataan Pangdam V Jaya, Mayjen TNI Dudung Abdurahman dalam apel di Monas Jakarta Pusat, (20/12 2020), yang seolah “menantang” FPI untuk bereaksi kepada dirinya yang menarasikan kata-kata “pembubaran FPI” serta melakukan aksi pencopotan spanduk, baliho, dan aneka media publisitas FPI di ruang terbuka. Fakta yang sama diungkapkan kembali oleh HRS saat menyampaikan eksepsinya dalam sidang di PN Jakarta Timur, (26/3 2021).


3. Bagi HRS dan DPP FPI khususnya tidak bisa dipahami ihwal sesuaikah dengan tupoksinya jika TNI mesti dilibatkan oleh Mayjen TNI Dudung Abdurrahman untuk “melawan” spanduk, baliho, dan media publisitas ruang terbuka. Pasalnya, TNI bertugas pokok adalah menjaga kedaulatan negara sehingga karenanya memiliki pasukan bersenjata serta punya disiplin tempur yang istimewa dan atau bagi TNI bukan “lawannya” yang nir-militer bernama spanduk, baliho, dan media publisitas ruang terbuka.


   BUKU PUTIH PELANGGARAN HAM BERAT




53


 Gambar 2.3 Prajurit TNI menertibkan spanduk saat Patroli Keamanan di Petamburan, Jakarta, Jumat (20/11/2020).


F. Operasi Media untuk Cipta Kondisi


1. Terjadi peristiwa cipta kondisi yang dilakukan aparat Badan Intelijen Negara (BIN) bersama jaringannya Kominda, juga dengan cara memanfaatkan sejumlah media massa mainstream dan medsos. Beberapa buzzer dan atau wartawan melakukan aktivitas penulisan di media massa cetak maupun elektronik yang bersifat propaganda untuk menjadikan HRS dan FPI sebagai “musuh bersama”, dengan modus menggelar kegiatan seperti Aksi Unjuk Rasa (AUR) bayaran sebagaimana terjadi di kawasan Sentul.


2. Aksi Unjuk Rasa (AUR) bayaran yang diduga rekayasa intelijen untuk kontra propaganda sehingga tercipta


kondisi masyarakat benci HRS dan anti FPI. Se


p


perti


    PEMBUNUHAN ENAM PENGAWAL HRS




54


Aksi Unjuk Rasa (AUR) yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat di Bogor yang menamakan diri Forum Rakyat Padjajaran menolak keberadaan HRS. Demonstrasi digelar, pada Senin (30/11/2020) karena menduga HRS menjalani karantina pasca-pulang dari Rumah Sakit Ummi Kota Bogor di sekitaran Perumahan Mutiara Sentul Bogor, Jawa Barat.


 Gambar 2.4 Sejumlah orang mengatasnamakan Forum Rakyat Pajajaran Bersatu berunjuk rasa terkait soal tes Covid-19 HRS.


3. Aksi Unjuk Rasa (AUR) bayaran yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat di Bogor yang menamakan diri Forum Rakyat Padjajaran tersebut diberitakan secara masif dalam berbagai media massa mainstream dan medsos, antara lain sebagai berikut:


1) KOMPAS TV, Selasa, 1 Desember 2020, 00:14 WIB, melansir berita: Perumahan Mutiara Sentul The


    BUKU PUTIH PELANGGARAN HAM BERAT




55


Nature yang berada di kawasan Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat menjadi sasaran aksi demonstrasi sejumlah warga pada Senin (30/11/2020). Pihak yang melakukan demonstrasi menamakan diri mereka Kelompok Forum Rakyat Padjajaran. Aksi demo itu dilakukan karena mereka menduga pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Muhamad Rizieq Shihab bersembunyi di salah satu rumah yang ada di kompleks tersebut. Dalam aksi demonstrasinya, Kelompok Forum Rakyat Padjajaran meminta Rizieq Shihab untuk keluar dari perumahan Mutiara Sentul The Nature.


2) OKENEWS, Senin 30 November 2020, 19:19 WIB, dalam beritanya yang berjudul “Diduga Karantina di Sentul, Warga Demo Tolak Keberadaan Habib Rizieq”. Kemudian pada bagian isi berita OKENEWS menulis, “Sekelompok masyarakat di Bogor yang menamakan diri Forum Rakyat Padjajaran menolak keberadaan Habib Rizieq Shihab. Demonstrasi digelar, pada Senin (30/11/2020) karena menduga Rizieq menjalani karantina pasca-pulang dari Rumah Sakit Ummi Kota Bogor di sekitaran Perumahan Mutiara Sentul Bogor, Jawa Barat.”


3) KOMPAS.com, Senin, 30 November 2020, 22:20 WIB menulis berita, sejumlah warga yang mengatasnamakan dirinya Kelompok Forum Rakyat Padjajaran menggelar aksi di depan perumahan


    PEMBUNUHAN ENAM PENGAWAL HRS




56


Mutiara Sentul The Nature yang berada di kawasan Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (30/11/2020).


4) Dugaan kuat Aksi Unjuk Rasa (AUR) yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat yang menamakan diri Forum Rakyat Padjajaran tersebut merupakan aksi rekayasa intelijen untuk kontra propaganda, karena ternyata diketahui sekelompok masyarakat tersebut bukan warga Perumahan Mutiara Sentul The Nature, sebagaimana keterangan Ketua RT Ichwan Tuankotta yang menyatakan, “ada pendemo yang tidak tahu dari mana, ngaku warga sini tapi kami tanya, enggak punya KTP sini.”


5) Operasi untuk cipta kondisi juga dilakukan ketika HRS dirawat di RS UMMI, Bogor, dimana sejumlah karangan bunga yang berisi berbagai ucapan membanjiri lobi hingga lorong jalan menuju area parkir kendaraan Rumah Sakit (RS) Ummi Bogor.


6) Menurut keterangan dari Petugas RS UMMI Bogor, karangan bunga itu mulai berdatangan sejak subuh. Tetapi tidak diketahui pasti satu persatu identitas pengirimnya.


7) Selain dibanjiri dengan sejumlah karangan bunga, RS UMMI Bogor juga didatangi langsung oleh Wali Kota Bogor, Bima Arya bersama dengan Kapolresta


   BUKU PUTIH PELANGGARAN HAM BERAT




57


Bogor dan Dandim 0606 Kota Bogor, Jumat (27/11/2020) malam. Maksud kedatangan Wali Kota Bogor tersebut meminta agar Habib Rizieq Syihab melakukan swab test.


 Gambar 2.5 Karangan bunga “misterius” yang tiba-tiba muncul di halaman RS Ummi, Bogor.


8) Karena HRS telah melakukan tes swab mandiri oleh tim medis Mer-C, maka HRS yang diwakili menantunya, Habib Hanief Alatas meminta agar Bima Arya untuk berkoordinasi dengan tim medis Mer-C terkait hasil tes swab. Akan tetapi, Bima Arya justru memberikan keterangan di berbagai media, yang menimbulkan kehebohan dan sangat mengganggu proses perawatan HRS di RS Ummi sekaligus mengganggu ketenangan RS Ummi.


9) Tidak puas berbicara kepada media, Bima Arya yang juga merupakan Kepala Satgas Covid-19 Bogor, juga


    PEMBUNUHAN ENAM PENGAWAL HR

58


melaporkan HRS, Direktur Utama RS Ummi dr. Andi Tatat dan Habib Muhammad Hanif Alatas ke Polresta Bogor sebagaimana Laporan Polisi Nomor: LP/650/XI/2020/JBR/POLRESTA.


10)Atas Laporan Bima Arya tersebut kini HRS, Direktur Utama RS Ummi dr. Andi Tatat dan Habib Muhammad Hanif Alatas harus duduk sebagai terdakwa dalam persidangan pada Pengadilan Negeri Jakarta Timur.


Posting Komentar untuk "Lengkap: Buku Putih Pelanggaran HAM Berat Pembunuhan 6 Pengawal HRS (Part-1)"