Lengkap: Buku Putih Pelanggaran HAM Berat Pembunuhan 6 Pengawal HRS (Part-2)

 

Kamis, 8 Juli 2021

Faktakini.info


KRONOLOGI DAN FAKTA PERISTIWA PEMBUNUHAN ENAM PENGAWAL HRS

Beberapa hari sebelum terbunuhnya enam pengawal HRS, ada sejumlah fakta peristiwa sebagai berikut:

A. Peristiwa 4 Desember 2020 di Mega Mendung, Jawa Barat

1. Jumat (4/12/2020) sore, berlangsung pertemuan sejumlah wartawan senior di roof top salah satu gedung di Pondok Pesantren Markaz Syariah FPI Mega Mendung, Jawa Barat, tiba-tiba sebuah drone melayang di atas lokasi peserta pertemuan. Hal tersebut disaksikan oleh seluruh peserta pertemuan.

Berikut ini kesaksian salah seorang peserta perte- muan:

   BUKU PUTIH PELANGGARAN HAM BERAT


59

 KAMIS (3/12/2020), handphone saya berdering. Seorang rekan bertanya, “apakah besok mau ikut ke Mega Mendung, bertemu dengan tokoh most wanted di negeri ini”? Saya langsung menjawab, “mau banget bang”. Dan dijawab ok. Namun dicatat, dan harap tidak usah memberitahu siapa pun. Termasuk orang rumah.

Jumat (4/12/2020) pagi saya berangkat menuju titik kumpul dengan hati yang berdebar-debar. Antara tak percaya dan tak sabar akan bertemu dengan pemilik Pondok Pesantren Agrikultural dan Markaz Syariah DPP FPI. Seorang ulama besar, imam besar, yang selama ini hanya bisa saya lihat dan saya kenali dari ‘jauh’ sejak September 2016.

Saya hanya pernah mendengar ceramahnya dari balik tiang Mesjid Istiqlal. Di Mesjid At-Tin, saya bahkan cuma bisa mendengar sayup-sayup suaranya dari pelataran mesjid. Sementara di Monas dalam “Aksi Super Damai 212”, posisi saya pun jauh dari panggung utama.

Saat pulang dari Mekkah pun, sosok ‘besarnya’ hanya terlihat ‘kecil’ karena saya hanya bisa menatapnya dari jauh di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta. Bahkan, di Petamburan, rumah tinggal HRS yang juga dekat kantor DPP FPI, saat acara Maulid Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam, dan akad nikah putrinya, saya hanya melihatnya dari layar yang gambarnya kurang jelas.

Tak heran ketika akhirnya tiba di depan kompleks pesantren, hati ini masih belum percaya apakah saya akan betul-betul berjumpa dengan Habib Rizieq Shihab atau yang biasa disapa HRS? Apakah betul HRS mau menerima kami yang bukan siapa-siapa ini? Bahkan

[8/7 00.03] .: PEMBUNUHAN ENAM PENGAWAL HRS


60

 saat salat Ashar di masjid pondok, doa saya hanya satu, “Ya Allah, jangan batalkan pertemuan ini.” Sebab, jika melihat situasi dan kondisi, sangat wajar pihak tuan rumah membatalkan pertemuan. Demi keamanan semua pihak.

Seusai salat ashar, kami yang perempuan (berdua) dipersilahkan menunggu di pendopo, terpisah dari rekan-rekan kami yang laki-laki. Ternyata dari bangunan dekat pendopolah sosok yang kami tunggu itu muncul. Dalam hati bersyukur, ya Allah terima kasih akhirnya saya bisa melihatnya dari dekat. Berbaju putih bersih, memegang tongkat. Terdengar beliau bertanya, “Mau ngobrol di mana? Kalau tidak cukup di bawah kita di atas saja.”

Akhirnya, kami naik ke lantai paling atas dari salah satu bangunan di pondok, yang dari tempat itu keindahan kawasan Gunung Gede terlihat sangat jelas. Bahkan Sekjen FPI Munarman juga berseloroh, ‘Hambalang juga terlihat dari sini lho’, seraya menunjuk kawasan perbukitan nun jauh di sana. Kami semua pun tertawa, tawa yang penuh makna tentu saja.

Ketika acara mau dimulai, HRS yang didampingi Ahmad Sobri Lubis dan Habib Hanif meminta agar posisi duduk mendekatinya. Layaknya sebuah pertemuan mirip halaqah yang sering dijumpai di Masjidil Haram. Itulah kali pertama saya melihat wajah HRS dari dekat, walau memakai masker. Bahkan, sangat dekat. Satu kata, “Wajahnya amat sangat teduh”. Tidak ada raut gusar apalagi takut. Tenang dan sungguh menenangkan. Tak terasa mata ini pun basah karena akhirnya bisa melihatnya tanpa sekat.

    BUKU PUTIH PELANGGARAN HAM BERAT


61

 Saya lihat rekan-rekan saya yang lain begitu antusias dengan pertemuan itu. Sungguh kami merasakan keharuan yang sama. Sebagai kalimat pembuka setelah salam, HRS meminta maaf kalau penyambutan yang agak ketat karena harus mengikuti protokol kesehatan. HRS sendiri masih dalam proses pemulihan (karena kelelahan) setelah dirawat di RS UMMI, Kota Bogor, Jawa Barat. Kami adalah “tamu pertama” setelah Habib keluar dari perawatan di rumah sakit tersebut.

Dalam hati, “Duh kenapa HRS harus minta maaf sih, padahal, kami tidak diusir atau HRS tidak mau menerima kami”. Keteguhan dan kesiapannya dalam menghadapi risiko yang akan dihadapi membuat saya semakin takjub. HRS sangat memahami situasi yang dihadapinya. Akan tetapi, semuanya ia kembalikan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Bertemu dengan HRS terasa jauh berbeda jika dibandingkan berjumpa dengan tokoh, pejabat dan orang kaya. Ini berdasarkan pengalaman, karena sering berjumpa pejabat, tokoh dan pengusaha yang sering kali sok sibuk dan sok penting. Bahkan, pertemuan dengan mereka ini terkesan terburu-buru, karena waktu bertemu ingin cepat habis.

HRS terkesan santai. Satu per satu kami diberikan kesempatan untuk berbicara. Saya pun tidak saya sia- siakan kesempatan itu. HRS mendengarkan apa yang kami sampaikan. Ia menjawabnya secara cerdas, terurai rapi, dan tegas. Semua masukan diterima, semua saran dipertimbangkan. Pokoknya, sangat akomodatif. Hampir dua jam kami berdiskusi, dari materi berat sampai yang

    PEMBUNUHAN ENAM PENGAWAL HRS


62

 ringan-ringan. Pembicaraan serius, tetapi diselingi tawa dan canda. Masya Allah.

Kami heran juga dengan kesehatannya yang tangguh. Padahal, sejak menginjakkan kaki di Tanah Air, sepulang dari pengasingan di Tanah Suci Makkah, jadwal kegiatannya padat. Sempat masuk RS Ummi, untuk pemulihan kesehatan akibat kelelahan. Akan tetapi, dalam pertemuan yang berlangsung sekitar dua jam (diselingi salat Maghrib), HRS tidak pernah batuk, apalagi sesak napas. Padahal, waktu itu, ia dikejar-kejar Satgas Covid-19, Kota Bogor, dipaksa test Swab. Bahkan, waktu itu difitnah positif Covid-19?

Beberapa saat pertemuan berlangsung, sebuah drone terbang melintas di atas kami. HRS menggeleng- gelengkan kepala sambil tersenyum melihat peristiwa itu. Sebagian dari kami melambaikan tangan sampai drone itu menjauh. Dalam pertemuan tersebut, HRS pun menjelaskan runtutan berbagai peristiwa yang dialaminya, menjelang kepulangan, dan sampai tiba di tanah air. Ia tahu dan sadar bahwa aparat hukum terus mengikutinya.

Kepasrahannya kepada Sang Khalik sangat tinggi. Semua disandarkan kepada-Nya. HRS juga memberikan kepercayaan yang tinggi kepada para pengacara yang setia mendampingi dalam menghadapi setiap persoalan hukum. “Kita serahkan semua kepada Allah,” kata HRS. Kalimat itu keluar menjawab pertanyaan tentang kekhawatiran musuh akan menghabisi nyawanya. HRS kemudian mengutip Al-Qur`an, Surat An-Nisa` ayat 104 :

    BUKU PUTIH PELANGGARAN HAM BERAT


63

َوَ􏰀تَهُنواْفٱبۡتَِغآءِٱۡلَقۡوِمإنتَ ُكونُواْتَۡألَُموَنفَإَّنُهۡميَۡألَُموَن

ََ ََُِۡ َِ ََُۡ َ ََِّۖ َ َ َُۡ َ ََ َِ َُّ َ ً كماتألمونۖوترجون ِمنٱ􏰁ِما􏰀يرجونۗوكنٱ􏰁علِيما

َح ِكيًما

Yang artinya, “Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya mereka pun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari pada Allah apa yang tidak mereka harapkan. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

Jadi kalau kita takut, mereka juga takut. Bahkan lebih takut dari kita. Bedanya kita punya Allah. Jadi kita serahkan saja semua kepada-Nya” jelas HRS. Ia mengajak semuanya agar meluruskan niat dalam berjuang. Niatkan semua hanya demi rakyat dan demi umat. Bukan demi kekuasaan. Dengan meluruskan niat, insya Allah akan meraih kemudahan dan kemenangan. “Insyaa Allah, Insyaa Allah, Allah akan memberi kemenangan untuk kita,” ucapnya dengan penuh keyakinan.

Pertemuan rehat karena azan maghrib berkumandang. Setelah berdoa yang dipimpin HRS, rombongan pun kemudian menuju masjid, menunaikan shalat berjamaah bersama para ustaz dan santri Pesantren Agrikultur di tempat itu. Seusai salat maghrib, pertemuan dilanjutkan dengan lebih santai lagi sambil makan malam dengan sate kambing. Saya dan wanita lainnya pun kemudian diizinkan bertemu dengan istri HRS, ummi Syarifah Fadhlun Yahya.

PEMBUNUHAN ENAM PENGAWAL HRS

64

 Saya melihat, wanita sederhana itu tidak lepas berzikir dan berdoa. Makan malam bersama ummi Syarifah (dipisah dengan pria) sungguh mengasyikķan, apalagi dua putrinya – dari tujuh putrinya – ikut bergabung. Saya memandang kedua putrinya cantik, pintar, cerdas, dan ramah. Umi Syarifah dan putrinya adalah wanita yang turut mendorong dan pemberi semangat dalam membela HRS berjuang.

Pertemuan berakhir bersamaan dengan turunnya hujan gerimis. Sepanjang perjalanan pulang menuju Jakarta, kami tidak henti-hentinya membahas ucapan yang disampaikan HRS, terutama kalimat, “mereka lebih takut”. Kalimat yang ditujukan kepada lawan politik dan musuh-musuh Islam.

Ketakutan mereka itu terbukti dua hari kemudian, Senin dini hari, 7 Desember 2020. Enam laskar yang mengawal HRS menuju pengajian keluarga inti di daerah Karawang, Jawa Barat, ditembak polisi. Katanya tewas di KM 50, meski dalam rekonstruksi yang dilakukan polisi dan juga keterangan saksi, keenam syuhada tersebut masih hidup saat dimasukkan ke mobil.

Jika mau jujur, yang menjadi target dibunuh sebenarnya adalah HRS. Hal itu bisa dilihat dari cara polisi yang menguntit HRS dan rombongan sejak berangkat dari Mega Mendung menuju rumah menantunya di kawasan Sentul. Dari Sentul kemudian bergerak menuju Karawang melalui jalan tol. Hanya saja Allah Subhanahu wa Ta’ala melindungi HRS. Enam pengawal, seakan korban “pengganti.”

    BUKU PUTIH PELANGGARAN HAM BERAT


65

 Akan tetapi, penguntitan HRS yang berujung tewasnya enam pengawalnya menunjukkan ketakutan rezim atas sepak-terjang dakwah dan perjuangan HRS. Mereka cemas karena sweeping di medsos (Facebook, twitter, IG, dan YouTube) justru membuat netizen makin ‘menggila’ menguliti mereka. Mereka makin takut karena dukungan dan simpati masyarakat semakin membesar dari hari ke hari, bergulir bak bola salju yang akan mengimpit mereka. Panik membuat mereka kehilangan akal, hati nurani dan akhirnya berlaku brutal.

Musuh benar-benar ‘tidak kenal’ HRS. Sosok yang tidak mencari ketenaran di dunia, tetapi ingin di kenal di langit saja (maksudnya Allah dan penghuni langit kainnya, termasuk para Malaikat). Mereka tidak tahu yang HRS takuti bukanlah sesuatu yang akan menimpa dirinya. Tetapi yang HRS takutkan adalah rakyat dan umat akan jadi korban.

Jangan korbankan rakyat

“Kalau saya ditangkap apa umat tidak akan marah? Apa rakyat akan diam saja melihat ketidakadilan di depan mata. Jangan, tolong jangan korbankan rakyat,” pinta HRS. Tetapi, para ‘pemburu’ HRS yang sedang mabuk kekuasaan tidak tinggal diam. Mereka terus melakukan kriminalisasi. Mereka melakukan pengejaran, demi jabatan dan uang. Yang lebih menyolok lagi, “asal bapak senang.”

Jeratanhukumpundijalankan.HRSpunkemudianmasuk tahanan polisi dengan tuduhan pasal penghasutan dan pelanggaran pasal karantina kesehatan. Padahal, pasal 160 KUHP hanya bisa diterapkan jika seseorang

    PEMBUNUHAN ENAM PENGAWAL HRS


66

 melakukan tindakan kriminal akibat dihasut. Ya, penerapan pasal dengan tuntutan hukum maksimal 6 tahun inilah yang membuat HRS harus ditahan.

Sebab, kalau hanya menggunakan pasal Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, HRS tidak bisa ditahan. Sebab, tuntutan pidananya maksimal satu tahun penjara dan denda maksimal Rp 100 juta rupiah. Penerapan pasal 160 KUHP itu harap dimaklumi. Mereka ingin pengadilan dunia bagi HRS. Padahal, pengadilan akhirat kelak yang lebih adil menghukum orang-orang yang zalim.

2. Kembalikesoaldrone,setelahdiikutitempatmendaratnya drone oleh tim pengamanan Pondok Pesantren Markaz Syariah, ternyata drone tersebut dioperasikan oleh tiga orang yang kemudian diketahui sebagai aparat intelijen, sebagaimana dengan ditemukannya sejumlah kartu tanda pengenal dari ketiga orang tersebut.

Terhadap peristiwa ini, BIN melalui juru bicaranya menyatakan bahwa ketiga orang tersebut bukan anggota BIN. Disebut oleh Wawan, bahwa itu adalah BIN Gadungan.

Kita sudah sama-sama tahu bahwa sebagai standar dari kontra intelijen apabila ada agen intelijen tertangkap, adalah dengan TIDAK MENGAKUI bahwa yang tertangkap adalah AGEN MEREKA. Memang

   BUKU PUTIH PELANGGARAN HAM BERAT


67

demikianlah sebuah karakter dari dunia intelijen dan Kontra Intelijen.

3. Ketiga orang yang mengaku sebagai agen badan intelijen negara itu, sedang melaksanakan tugasnya dengan target operasi (TO) adalah HRS dan FPI, dengan sebutan sandi “Operasi Delima”.

4. Setelah memeriksa dan mendokumentasikan semua barang bukti atas arahan HRS dan pengurus DPP FPI, pihak tim keamanan DPP FPI melepas ketiga orang tersebut dalam keadaan sehat (Lihat Lampiran Catatan VIII dan IX).

Gambar 2.6 Beberapa kartu identitas yang ditemukan dari ketiga orang yang diduga sebagai anggota Badan Intelijen Negara (BIN) di Megamendung, Bogor (s.d halaman 69).

     PEMBUNUHAN ENAM PENGAWAL HRS


68

          BUKU PUTIH PELANGGARAN HAM BERAT


69

   B. Detik-detik Perjalanan Rombongan HRS

Berdasarkan pada kesaksian anggota rombongan HRS, dan percakapan voice notes pengawal HRS dan atau keluarga HRS, setelah direkonstruksi oleh TP3, maka gambaran struktur peristiwa detik-detik menjelang pembunuhan 6 Pengawal HRS adalah sebagai berikut:

[8/7 00.04] .: PEMBUNUHAN ENAM PENGAWAL HRS


70

1. Pada hari Ahad, 6 Desember 2020, 22.45 WIB, HRS dan keluarga keluar dari Perumahan The Nature Mutiara Sentul Bogor masuk ke Tol Jagorawi arah Jakarta, lalu via jalan Tol Lingkar Luar Cikunir ambil arah Tol Cikampek, menuju tempat pengajian keluarga sekaligus peristirahatan dan pemulihan kesehatan di Karawang, Jawa Barat.

2. Rombongan HRS terdiri dari 8 Mobil 4 (empat) mobil keluarga Habib Rizieq Syihab (HRS) dan empat mobil Laskar FPI sebagai tim pengawal.

3. Rombongan keluarga terdiri dari: pria (HRS dan menantu serta 1 orang ustadz keluarga dan 3 orang supir), perempuan dan anak-anak (12 wanita dewasa, 3 bayi dan 6 balita). Laskar FPI: 24 orang dalam 4 mobil, tiap mobilnya 6 orang laskar termasuk supir.

4. Semenjak keluar dari perumahan The Nature Mutiara Sentul, rombongan diikuti oleh mobil Avanza hitam dengan nopol B 1739 PWQ dan Avanza silver dengan nopol B --- KJD, serta beberapa mobil lainnya.

5. Para saksi dari tim pengamanan HRS dan keluarga, mengatakan bahwa semua mobil tersebut sudah stand by selama 2 hari di dekat perumahan The Nature Mutiara Sentul dan di dalamnya ada beberapa orang yang menggunakan masker.

   BUKU PUTIH PELANGGARAN HAM BERAT


71

6. Selama perjalanan di tol ada upaya-upaya dari beberapa mobil yang ingin memepet dan masuk ke dalam konvoi rombongan HRS. Tentu saja sebagai Tim Pengawal dan Pengaman, respons dari tim adalah mengamankan rombongan HRS dan keluarga dari pihak yang mengganggu tersebut, dengan cara menjauhkan mobil para pengganggu agar tidak masuk ke dalam rombongan keluarga HRS dan tidak melakukan manuver mepet ke mobil rombongan keluarga HRS.

7. Selama manuver menyalip, memepet dan upaya memecah konvoi rombongan HRS tersebut, pihak aparat berpakaian preman tersebut tidak ada dan tidak pernah menunjukkan identitas sebagai aparat hukum dan atau anggota Polri. Perilaku petugas berpakaian preman tersebut lebih mencerminkan perilaku premanisme yang berbahaya dan mengancam keselamatan rombongan keluarga HRS termasuk para bayi dan balita yang ada dalam kendaraan rombongan keluarga HRS.

8. Sebagai contoh perilaku yang membahayakan dalam berlalu lintas adalah, di antaranya, saat melintasi tol Cikunir, mobil yang dikendarai Habib Hanif (menantu HRS) dipepet sebuah mobil jenis SUV Fortuner/Pajero (belum terverifikasi) berwarna hitam dengan nopol tertera B 1771 KJL, pengendara mobil tersebut buka kaca dan mengulurkan tangannya yang penuh tato

   PEMBUNUHAN ENAM PENGAWAL HRS


p

p

guntit dan pengganggu yang menggunakan 3

e

g

en

72

ke arah mobil Habib Hanif sambil mengacungkan jari tengahnya. Namun mobil tersebut berhasil dijauhkan oleh mobil laskar pengawal dan digiring keluar jalan tol. Setelah itu ada beberapa mobil lainnya yang juga terus mengintai dari belakang namun selalu dicegah mobil laskar agar tidak mendekat dan masuk ke dalam rombongan konvoi.

9. Pada Senin (7/12 2020), 00.10 WIB, tampak di pintu keluar tol Karawang Timur, ada 3 mobil penguntit; yaitu Avanza hitam B 1739 PWQ , Avanza silver B ---- KJD dan Avanza putih K ---- EL yang terus berusaha masuk ke dalam konvoi, mepet, mengintai dan mengikuti rombongan IB-HRS. Dari pihak keluarga, Habib Hanif terus memandu semua rombongan agar waspada dan hati-hati.

10. Sebanyak 3 mobil penguntit tersebut berhasil dijauhkan oleh 2 mobil berisi laskar yang posisinya paling belakang, yaitu salah satunya Chevrolet dengan nopol B 2152 TBN green metalik yang memuat 6 laskar khusus bertugas pengawalan dari Jakarta yang kemudian menjadi korban penculikan dan pembantaian.

11. Dalam hal ini, 2 (dua) mobil laskar pengawal dengan posisi paling belakang rombongan berhasil menjauhkan para penguntit dan penganggu tersebut, sehingga rombongan keluarga HRS berhasil menjauh dari para

    BUKU PUTIH PELANGGARAN HAM BERAT


dipepet, namun berhasil lolos dan menuju arah

pintu

t

l

73

mobil. Adapun identitas mobil penguntit yang berhasil diidentifikasi, yaitu:

- Avanza Hitam B 1739 PWQ

- Avanza Silver Plat B....KJD (nomor tidak teridentifikasi)

- Avanza Putih K......EL (nomor tidak teridentifikasi).

Setelah dicek, ternyata nomer polisi kedua mobil “tim lain” tersebut diduga palsu.

  Gambar 2.7 Data resmi Kantor Samsat perihal mobil Avanza Hitam B 1739 PWQ dan Avanza Silver B 1278 KJD: tidak tercatat!

12. Setelah rombongan keluar pintu tol Karawang Timur, salah satu mobil laskar pengawal yaitu Avanza, sempat

p

t

o

o

l

    PEMBUNUHAN ENAM PENGAWAL HRS


74

Karawang Barat, lalu masuk ke tol arah Cikampek dan beristirahat di rest area KM 57. Sementara mobil laskar khusus Jakarta (Chevrolet B 2152 TBN), saat mengarah ke pintu tol Karawang Barat berdasarkan komunikasi terakhir, dikepung oleh 3 mobil pengintai kemudian diserang. Ketika itu, salah seorang laskar yang berada di mobil Avanza yang tengah beristirahat di KM 57, terus berkomunikasi dengan Sufyan alias Bang Ambon, laskar yang berada dalam mobil Chevrolet B 2152 TBN. Telepon ketika itu terus tersambung.

13 Informasi dari laskar yang berada di mobil Chevrolet melalui sambungan telepon bahwa ketika Chevrolet B 2152 TBN dikepung, Sufyan alias Bang Ambon mengatakan “tembak sini tembak” mengisyaratkan ada yang mengarahkan senjata kepadanya dan setelah itu terdengar suara rintihan laskar yang kesakitan seperti tertembak.

14. Laskar bernama Sufyan (salah satu korban) alias Bang Ambon meminta laskar lain untuk terus berjalan. Begitu pula saat Faiz (salah satu laskar yang ada di Chevrolet B 2152 TBN) dihubungi oleh salah satu laskar yang ikut rombongan HRS, nampak ada suara orang yang kesakitan seperti habis tertembak. Seketika itu telepon juga terputus.

   BUKU PUTIH PELANGGARAN HAM BERAT


75

15. Terdapat 6 orang pengawal HRS yang ada dalam mobil Chevrolet sampai Senin siang hari tidak dapat dihubungi dan tidak diketahui keberadaannya. Saat pengawal HRS yang menggunakan mobil Avanza istirahat di KM 57, nampak juga ada yang mengintai, bahkan ada drone yang diterbangkan. Setelah 1 jam lebih mereka di KM 57, mereka beranjak menuju markaz FPI Karawang melalui akses pintu tol karawang Barat.

16. Ketika memasuki pintu tol Karawang Barat, tim pengawal HRS yang menggunakan Avanza tidak menemukan apa pun di lokasi yang diperkirakan sebagai TKP serangan terhadap rombongan laskar Chevrolet B 2152 TBN. Namun dalam perjalanan menuju Markaz FPI Karawang, lagi-lagi para pengawal HRS yang menggunakan Avanza diikuti, namun berhasil lolos melalui jalan kampung menuju ke Markaz FPI Karawang.

17. Sampai Senin (7/12 2020), 13.00 WIB keberadaan enam pengawal HRS tersebut masih dicari ke berbagai rumah sakit dan tempat-tempat lainnya. Sampai saat itu belum diketahui keadaan dan keberadaan enam pengawal HRS tersebut. Ketika Kapolda Metro Jaya melakukan konferensi pers dan memberikan Informasi bahwa enam pengawal HRS tersebut ditembak mati, barulah diketahui kondisi keenam pengawal HRS yang ada dalam

mobil Chevrolet sudah dalam keadaan syahid. Apa

y

g

yan

g

    PEMBUNUHAN ENAM PENGAWAL HRS


76

disampaikan oleh pihak kepolisian sangat berbanding terbalik dengan fakta yang terjadi di lapangan.

18. Anehnya CCTV dari jalan tol Jakarta-Cikampek, salah satu jalan tol tersibuk di Indonesia, mati sejak minggu 6 Desember 2020 (https://metro.tempo.co/read/1412582/cctv- mati-di-tkp-penembakan-anggota-fpi-jasa-marga-ada- gangguan). Menurut penelusuran media online tempo. co, ternyata terdapat saksi yang melihat di antara enam laskar itu ada dua laskar yang menjadi korban tersebut masih hidup dan dibawa ke suatu tempat sampai terdengar beberapa kali terdengar tembakan (https:// nasional.tempo.co/read/1412888/penembakan-pengawal- rizieq-shihab-saksi-enam-korban-masih-hidup-saat-di-km- 50).

19. Wartawan senior FNN, Edy Mulyadi membuat penelusuran yang mengejutkan publik. Ia mendatangi lokasi penembakan laskar pengawal HRS di jalan tol Jakarta-Cikampek, tepatnya di KM 50. Edy Mulyadi mewawancarai beberapa saksi mata yang melihat langsung insiden penembakan pengawal HRS di KM 50.

20. Kepada Edy Mulyadi, saksi mengatakan bahwa tidak ada baku tembak di KM 50. Saksi hanya mendengar dua kali suara tembakan yang dilakukan oleh aparat. Saksi juga menegaskan bahwa laskar FPI yang mengawal HRS

   BUKU PUTIH PELANGGARAN HAM BERAT


77

dan keluarganya tidak membawa senjata api. Namun dia tidak bisa memastikan apakah enam pengawal HRS membawa senjata tajam, seperti samurai.

21. Edy menyebut saksi juga melihat polisi menembak ban mobil depan bagian kiri sehingga kempes. Tujuannya agar mobil tidak kabur. Tak lama setelah dua orang ditembak, mobil ambulans datang mengangkut jenazah korban. “Dua mayat dibawa keluar, digotong, dibawa pergi ambulans. Empat orang pengawal HRS lagi masih hidup, satu pengawal lainnya terpincang-pincang kakinya itu dipindahkan ke mobil lain, dibawa pergi entah ke mana,” kata Edy.

22. Demikian juga dengan hasil investigasi yang dilakukan oleh majalah Tempo, dengan judul “Land Cruiser Hitam di Kilometer 50”, menurut dua saksi mata, sekitar sejam kemudian mobil Toyota Land Cruiser hitam dan satu mobil lain merapat. Enam personel FPI diminta berpindah ke kendaraan lain setelah Land Cruiser itu datang.

23. Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, secara khusus mengomentari soal Land Cruiser yang pelat nomornya belum teridentifikasi. Menurutnya, keberadaan Land Cruiser ini menjadi perhatian khusus dari para saksi. Land Cruiser ini diakui polisi sebagai mobilnya. Namun, mobil ini tidak terekam dalam CCTV.

   PEMBUNUHAN ENAM PENGAWAL HRS


78

24. Adapun sejumlah mobil yang membuntuti rombongan HRS di malam meninggalnya enam pengawal HRS, salah satunya mobil Land Cruiser. Berdasarkan analisis rekaman voice notes dan CCTV, berikut jenis dan pelat nomor mobil yang teridentifikasi:

- Avanza hitam B-1739-PWQ

- Avanza silver B-1278-KGD

- mobil petugas B-1542-POI

- Avanza silver K-9143-EL

- Xenia silver B-1519-UTI

- Land Cruiser (nomor polisi belum teridentifikasi).

25. Dari hasil pengumpulan keterangan para saksi mata di lokasi kejadian KM 50, setelah rombongan para pria berpakaian preman melakukan “penembakan dan penangkapan” terhadap 6 orang pengawal HRS, lalu datang mobil sejenis Land Cruiser warna hitam, yang terlihat bertindak sebagai pemberi komando terhadap rombongan para pria berpakaian preman yang sudah menunggu cukup lama kehadiran “sang komandan” tersebut.

26. Setelah perintah dari “sang komandan” dijalankan, yaitu memasukkan para pengawal yang kemudian menjadi jenazah ke mobil milik mereka dan mobil korban dipastikan diurus untuk dibawa ke suatu tempat,

   BUKU PUTIH PELANGGARAN HAM BERAT


79

maka sebelum meninggalkan lokasi KM 50, para pria tersebut membuat selebrasi berupa formasi lingkaran dengan tangan masing-masing di bahu rekan mereka dan meneriakkan “tanda sukses kemenangan”.

27. Saat itu, ada pihak aparat hukum dari wilayah Kabupaten Karawang yang menyatakan ingin terlibat dan meminta informasi kepada aparat yang tidak berseragam yang melakukan penembakan dan penangkapan di rest area KM 50, namun si aparat tak berseragam itu malah membentak aparat wilayah sambil berkata, “Ini urusan negara, bukan urusan wilayah.”

28. Atas peristiwa yang terjadi tersebut, sikap resmi DPP FPI pada saat itu adalah menyatakan bahwa ada 6 orang pengawal HRS yang dalam status hilang, dan FPI masih berupaya menelusuri keberadaan ke-6 pengawal HRS tersebut.

C. Konferensi Pers Kapolda Metro Jaya

1. Beberapa jam setelah siaran pers DPP FPI yang disebarkan secara tertulis (7/12 2020) pada jam 11.00 WIB yang intinya menginformasikan tentang hilangnya enam pengawal HRS dalam kegiatan pengawalan rombongan HRS, sekitar jam 13.00 WIB di Mapolda Metro Jaya berlangsung konferensi pers oleh Kapolda Jaya, Irjen Pol Fadil Imran bersama Pangdam Jaya Mayjen TNI, Dudung Abdurrahman yang menjelaskan

[8/7 00.05] .: PEMBUNUHAN ENAM PENGAWAL HRS


80

bahwa aparat kepolisian dari Polda Metro Jaya telah melakukan pembuntutan dan atau penguntitan rombongan HRS.

2. Fadil Imran mengakui personel Polda Metro Jaya telah menembak mati keenam pengawal HRS tersebut, karena melakukan penyerangan dan atau perlawanan kepada petugas Polda Metro Jaya yang sedang bertugas.

3. Fadil Imran mengemukakan, keenam jenazah pengawal HRS disimpan di ruang jenazah RS Polri di Kramat Jati, Jakarta Timur. Adapun alasan aparat Polda Metro Jaya melakukan penguntitan atau membuntuti rombongan HRS, ungkap Fadil Imran, terkait dengan kepentingan perkara dugaan pelanggaran protokol kesehatan pada acara Maulid Nabi Muhammad SAW dan pernikahan putrinya HRS.

4. Relevansi penguntitan terhadap HRS sebagaimana yang diklaim oleh Kapolda Metro Jaya, dalam perkara dugaan pelanggaran protokol kesehatan tersebut, dimana Habib Muhammad Rizieq Shihab pada malam kejadian, tanggal 6 dan 7 Desember 2020 masih berstatus sebagai saksi, namun perlakuan dari aparat Polda Metro Jaya seakan membuntuti/menguntit perkara teroris, yang merupakan fakta tidak lazim dan bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM) untuk bergerak bebas dan berpindah tempat.

   BUKU PUTIH PELANGGARAN HAM BERAT


81

5. Pada tanggal 7 Desember 2020, telah terjadi penghilangan paksa (force disapearance), penyiksaan (torture) dan pembunuhan di luar proses hukum (extrajudical killing) yang diduga dilakukan oleh personel Kepolisian Daerah Polda Metro Jaya terhadap 6 orang Laskar FPI yang bertugas mengawal rombongan HRS.

       Gambar 2.8 Kondisi jasad jenasah keenam pengawal HRS saat diterima dari pihak Polri.

   PEMBUNUHAN ENAM PENGAWAL HRS


t

am dan atau pembunuhan dan atau pencurian dengan

a

a

j

j

a

82

D. Laporan Polisi yang Dibuat Oleh Briptu Fikri Ramadhan

Dari pihak aparat Polda Metro Jaya, untuk mendukung konstruksi peristiwa yang mereka bangun bahwa peristiwa penembakan tersebut terjadi karena para pengawal HRS menyerang dan melawan petugas, maka mereka membuat laporan polisi seolah-olah sebagai korban penyerangan, yang pada kenyataannya tidak ada sedikit pun luka gores pada tubuh para petugas yang mengaku diserang tersebut (Lihat Lampiran Catatan XII dan XIII).

1. Di berbagai media massa, informasi tentang laporan Briptu Fikri Ramadhan tertanggal 8 Desember 2020 dengan laporan polisi Nomor LP/1340/XII/YAN 2.5/2020/ SPKT PMJ yang diketahui dan ditandatangani oleh a.n. Kepala SPKT PMJ Ka Siaga 3, Kompol. Deti Juliawati, terungkap Briptu Fikri Ramadhan melaporkan enam orang bernama Faiz Ahmad Syukurm Andi Oktaviawan, M Reza, Muhammad Suci Khadavi Poetra, Luthil Hakim, dan Akhmad Sofiyan. Saksi-saksinya adalah Bripka Guntur Pamungkas dan Bripka Faisal Khasbi Alaeya.

2. Isi laporannya menyebutkan bahwa waktu kejadian yakni Minggu 6 Desember 2020 sekitar pukul 23.45 WIB. Tempat kejadian adalah KM 47 tol Cikampek- Karawang, Jawa Barat. Peristiwa yang dilaporkannya ialah tindak pidana kepemilikan senjata api dan senjata

t

    BUKU PUTIH PELANGGARAN HAM BERAT


83

kekerasan dengan tenaga bersama-sama terhadap orang di muka umum dan atau melawan petugas. Pasal yang dikenakannya adalah UU Darurat No. 12 Tahun 1951 dan atau Pasal 338 jo 53 KUHP dan atau 365 jo 53 KUHP dan atau Pasal 170 KUHP.

3. Dalam uraian pada laporannya, “Uraian Singkat Kejadian” menyebutkan bahwa: Pada hari Minggu 6 Desember 2020 sekitar pukul 23.45 WIB saat petugas sedang melaksanakan tugas, tiba-tiba di TKP dipepet oleh 2 mobil dengan cara menabrakkan diri dan menghentikan paksa mobil petugas sambil 6 orang pelaku menyerang petugas dengan menggunakan senjata api dan senjata tajam tanpa memperhatikan keselamatan pengguna jalan lainnya. Kemudian setelah mobil berhenti, turun 6 orang pelaku dengan membawa senjata api dan senjata tajam karena kondisi petugas dalam keadaan terdesak, maka petugas melakukan tindakan tegas dan terukur terhadap pelaku. Atas dasar tersebut, 1 (satu) Team Opsnal Unit 5 Subdit 3 Resmob di bawah pimpinan AKP Rulian Syauri, SH.,SIK., selanjutnya mengamankan pelaku dan membawa barang bukti ke Polda Metro Jaya guna penyidikan lebih lanjut.

4. Tentang barang bukti disebutkan dalam laporan tersebut yaitu 1 pucuk senpi rakitan dan 3 amunisi 9 mm; 1 pucuk senpi rakitan dan 14 amunisi 9 mm; 1 pedang 1 meter; 1 samurai 1 meter; 1 celurit 60 cm; 1

tongkat kayu berujung runcing 50 cm; 1 buah kata

p

pel

    PEMBUNUHAN ENAM PENGAWAL HRS


84

beserta kelereng 10 butir; 1 unit mobil Chevrolet spin warna abu-abu.

5. Dalam laporannya Briptu Fikri Ramadhan menyebutkan tempat kejadian perkara (TKP) hanya di satu lokasi yakni di KM 47 tol Cikampek-Karawang, sedangkan fakta yang diungkap oleh Komnas HAM dalam konferensi persnya di Jakarta, 8 Januari 2021 menyebutkan fakta peristiwa kematian enam Laskar FPI itu di dua TKP yang berbeda yakni dua Laskar FPI tewas di kawasan KM 49 karena tembak-menembak dan empat orang Laskar FPI yang lainnya wafat di KM 51 sehubungan menyerang petugas yang membawanya dengan mobil menuju ke Mapolda Metro Jaya.

6. Laporan yang dibuat oleh Briptu Fikri Ramadhan menyebutkan saksi yang berbeda sebagaimana fakta laporan polisi tertanggal 7 dan 8 Desember 2020. Fakta jejak rekam publisitas Tempo, dilansir suaranasional. com (2021/03/27), dan media lainnya menunjukkan fakta bahwa nama saksi Brigadir Kepala Adi Ismanto tidak disebutkan dalam laporan polisi yang dibuat oleh Briptu Fikri Ramadhan pada Senin 8 Januari 2021. Fakta laporan polisi pada tanggal tersebut, Briptu Firi Ramadhan menyebutkan bahwa yang menyaksikan tindakan penyerangan Laskar FPI kepada petugas sehingga petugas menindak dengan tegas dan terukur alias ditembak mati adalah Bripka Guntur Pamungkas

   BUKU PUTIH PELANGGARAN HAM BERAT


85

dan Bripka Faisal Khasbi Alaeya. Fakta nama Brigadir Kepala Adi Ismanto, disebutkan oleh Briptu Fikri Ramadhan pada laporan polisi yang dibuat pada Minggu, 7 Januari 2021.

7. Terjadi perbedaan penjelasan yang disampaikan oleh Briptu Fikri Ramadhan dalam laporan polisinya dengan pejabat terkait di Mabes Polri dalam kasus tewasnya seorang anggota Polri di jalan raya. Dalam konfrensi pers, di Mabes Polri, Jakarta, yang disampaikan Kabareskrim Polri, Komjen Agus Adrianto dan Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Argo Yuwono menyebutkan ada satu anggota Polri, berinisial EPZ, terduga pelaku penembakan empat laskar FPI yang tewas karena kecelakaan tunggal. Pernyataan yang sama juga disampaikan Karo Penmas Divisi Mabes Polri, Brigjen Rusdi Hartono (jumpa pers, Jumat, 26 Maret 2021) bahwa salah seorang polisi yang terduga pelaku penembakan empat Laskar FPI inisalnya EPZ tewas kecelakaan tunggal di Jln. Bukit Jaya Setu, Kota Tangerang Selatan pada 3 Januari 2021. Sementara itu, pada Rabu (3/3 2021), Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Andi Rian Djajadi menjelaskan, Bareskrim Polri telah menyelidiki dugaan pembunuhan di luar hukum atau unlawful killing terhadap empat anggota Laskar FPI. Ada tiga polisi yang berstatus terlapor dalam perkara tersebut. “Laporan polisi (LP)-nya sudah dibuat, tentu

   PEMBUNUHAN ENAM PENGAWAL HRS


86

Jaksa menunggu. Kita lakukan penyelidikan dulu untuk temukan bukti permulaan. Kan permulaan dulu, baru bisa ditentukan naik ke penyidikan,” kata Andi Rian Djajadi.

8. Berdasarkan keterangan saksi mata dari petugas Polri, tukang parkir, dan aparat kelurahan di lokasi yang disebut-sebut sebagai TKP kecelakaan EPZ ternyata menunjukkan banyak kejanggalan, yang di antaranya setelah tim Wartakotalive.com menelusuri lokasi yang disebut-sebut Polri, ternyata tidak ada nama jalan TKP kecelakaan yang dimaksudkannya. “Sembilan tahun jalan sepuluh tahun saya markir di sini, engga ada jalan Bukit Jaya, adanya Bakti Jaya. Kayaknya baru denger saya juga. Saya juga belum dapat kabar tentang adanya peristiwa kecelakaan lalu lintas yang menewaskan seorang pengendara motor,” kata Boye, juru parkir di Setu, saat ditemui tim Wartakotalive, Sabtu (27/3 2021). Kemudian Sekretaris Kelurahan Bakti Jaya, Fiqri Yanuardi Putra juga turut membenarkan tidak adanya nama Jalan Bukit Jaya di kawasan Bakti Jaya, Setu. Di jalan protokol utama yang terdapat di kawasan itu, katanya, hanya ada jalan bernama Bakti Jaya, Setu. Fakta lain hasil jejak publisitas media, www. harianaceh.co.id (2021/03/20) menunjukkan bahwa inisial EPZ adalah Elwira Pryadi Zendarto. Kemudian juga Kapolsek Setu, AKP Dedi Herdiana yang tidak

     BUKU PUTIH PELANGGARAN HAM BERAT


87

mengetahui adanya anggota Polri berinisial EPZ tewas kecelakaan di wilayahnya. Dedi Herdiana menyatakan, akan mengecek terkait detail peristiwa kecelakaan tersebut. “Setahu saya, setahu saya ya, apalagi anggota (Polri) meninggal, sudah pasti saya monitor itu kan. Tapi sejauh ini saya ngga ada laporan. Nanti saya cek lagi” kata Dedi Herdiana saat dihubungi, Sabtu (27/3 2021).

    PEMBUNUHAN ENAM PENGAWAL HRS


88

     BUKU PUTIH PELANGGARAN HAM BERAT


89

     PEMBUNUHAN ENAM PENGAWAL HRS